Jagad #2 Unstoppable Love Ser...

By kailaiffa

154K 21.6K 1.5K

Warning: this is teaser version Hidup di dunia fiksi, itu pilihanku. Aku bahagia di dalamnya. Titik. Tak usah... More

Mrs. Gad
You Had Me at The Very First Book
You're My Everything
Surat Dari Mr. Gad
I Love You Too
Tidak Percaya
Tekad
Kena Tipu
Menunggu
Shanty
Sial
Rumah Sakit
Kelabu
Oblivion to the Obvious
Mr. & Mrs. Gad
Ebook Bang Jagad

I am Free

27.5K 1.5K 99
By kailaiffa

Malam pembukaan Khatulistiwa Bros -Music Cafe & Books.

Sejumlah tamu undangan telah hadir. Mereka adalah sahabat dekat dan relasi bisnis Khatulistiwa bersaudara.

Raya (dia memintaku memanggilnya Raya tanpa embel-embel 'Mbak' entah kenapa) selaku Public Relations & Marketing Communications Manager kafe ini, sibuk memastikan perhelatan malam ini berjalan lancar. Terlebih ada sejumlah media yang diundang. Kesan baik, itu suatu keharusan.

Raya terlihat sangat cantik dan elegan dalam balutan little black dress model classic. Tanpa lengan, berikat pinggang kecil, rok lipit mengembang, panjangnya hingga ke lutut.

Rambut panjang hitam berombaknya tampak menawan, dibiarkan tergerai, ditata rapi. Make up-nya tampak natural-profesional. Terlihat bagai seorang selebriti papan atas.

Mbak Raya juga yang menjadi MC di perhelatan ini. Tak terlihat ada kecanggungan. Setiap kata mengalir mudah dari mulutnya. Gesturnya santai. Menyapa hadirin bahkan menyampaikan gurauan cerdas dengan gestur menawan.

Pemandu acara profesional. Penyiar radio. Bintang iklan. Itulah karir Raya yang setidaknya aku ketahui.

Perhelatan malam ini berjalan lancar tanpa kendala. Ada pertunjukkan musik, dari sebuah band yang mengalunkan ragam tembang top-40, sedari tadi. Aku tidak mengenal mereka. Kuterka, mereka adalah band kafe. Manggung dari satu kafe dan lainnya.

"Gemi, gimana... siap?" Mentari bertanya dengan serius.

Sejak dua minggu lalu, Mentari sangat sibuk. Dia punya ide, memberi kejutan pada para suami. Hadiah. Dengan tampil perdana di malam pembukaan kafe ini.

Bukan. Tentu saja bukan suamiku.

Ha-ha.

Aku ini lajang sejati. Tak ada niat merubah statusku. Aku hidup di dunia fiksi. Membaca novel berbagai genre. Sambil bekerja di sebuah home-nursing agency. Menjadi perawat profesional. Di tempatkan dari satu rumah ke lainnya. Merawat pasien rawat jalan di rumah mereka.

Sejak beberapa bulan lalu, aku di tempatkan di rumah Pak Angkasa. Siapa sangka, kemudian beliau menikahi salah satu teman kostku, Gerhana.

Usia pernikahan mereka sudah enam minggu. Seminggu lalu, Nana positif hamil. Kini, aku tidak hanya merawat Bu Indah, ibunya Pak Asa, tapi juga Nana. Tidak ada yang menyuruh. Naluri seorang sahabat. Itu saja.

"Gemi? Kok malah bengong?" Mentari bertanya lagi.

Aku menggelengkan kepalaku.

"Hadoh, Tari... aku gak ikutan, deh... ngeri ahh... penontonnya banyak gitu," kataku, grogi.

Kami berdiri di sisi jauh dari area panggung. Hendak bersiap tampil, tapi diskusi dulu sebentar.

"Udah, kalau gak jadi, gak apa-apa. Aku mau ngobrol sama yang lain," gerutu Pak Dewa yang berdiri menyender ke tembok. Kedua lengan terlipat di dada. Terlihat tidak sabar.

Mentari berbalik ke arah suaminya.

"Eh, jadi Bapakkk... sabar dikit napa?" Mentari berujar pada Pak Dewa.

Mentari sudah pandai bermain piano. Les privat langsung ke suaminya. Sejak tahu kalau Gerhana bisa bermain gitar, dia sering datang ke rumah membawa putranya, Ksatria. Menengok Bu Indah, membawakan makanan atau kue buatannya. Setelah itu, mengajak kami berkolaborasi bermain musik.

Sebenarnya dia dan Nana saja sih (Mentari piano dan menyanyi, Nana gitar dan backing vocal).

Aku...

Duduk di lantai, mengasuh Ksatria sambil menonton mereka.

Iya. Begitu.

Mau bagaimana lagi, aku memang tidak bisa memainkan instrumen musik apapun. Menyanyi pun aku sering off tone.

Ya, sudah.

Tapi...

Sejak dua minggu lalu, saat Mentari mengetahui jadwal perhelatan soft opening kafe ini, dia jadi punya ide gila.

Melakukan pertunjukan musik. Perform untuk pertama kalinya di atas panggung. Nana yang pemalu awalnya menolak. Mentari memaksa dengan berbagai cara.

"Demi Mas Asa, Nana... Nana sayangkan sama Mas Asa?" Mentari bertanya saat itu dengan lembut dan penuh penekanan.

Nana mengangguk.

"Sayang."

Mentari tersenyum, matanya berbinar.

"Nah... bayangkan betapa terkejutnya Mas Asa saat tiba-tiba di acara sepenting pembukaan kafe-nya, istri yang cantiikkk... dan teramat sangat dicintainyaaa... tiba-tiba kasih kejutan gituuu... tampil di atas panggung... perform... widihhh, bakal keren bin romantisss... kayak di film-film cinta gituuu... atau, novel..." lalu wajahnya ditolehkan kepadaku.

"Iyakan, Gemi?"

Aku mengangguk.

"Tuh kaaan..." ucapnya ceria setelah menolehkan wajahnya kembali kepada Nana.

"Umm..." Nana bergumam.

Mentari menepuk kedua tangannya dengan keras lalu menggosok-gosokannya.

"Oke. Deal, yah... kita mulai diskusiin konsep lalu latihan. Oke?"

"Umm..."

"Sip! Deal," kata Mentari dengan yakin, walau sebetulnya Nana belum mengatakan persetujuannya.

Selebihnya, Mentari mengungkapkan konsep penampilan kami.

"Gemi, ajak Pelangi buat jadi backing vocal. Nanti aku ajak Mbak Caca dan Mbak Bulan, juga buat backing vocal. Aku main piano sambil nyanyi, Pak Dewa drum. Nana, lead vocal."

"Lead vocal?!" Gerhana berteriak.

Mentari mengangguk.

"Iya. Suara kamu tuh bagus. Jauh lebih bagus daripada suara aku."

"Hah?" Nana bingung.

Mentari tertawa girang menatap wajah bingung dan polosnya Nana.

"Selama ini kalau kita kolaborasi, emang aku yang lead vocal, kamu yang backing vocal. Tapi aku bisa denger kualitas suara kamu. Jauh. Jauh, Na... bagusan suara kamu ke mana-mana."

"Umm... ta-tapi..."

"Gak ada tapi-tapian. Ini demi Mas Asa, Na. Mas Angkasa... kamu, harus... berani."

Setelah itu, kami sibuk latihan. Nyaris setiap hari selepas ashar hingga sebelum maghrib. Mentari menjadi penggagas sekaligus pemimpin kami.

Kadang kami latihan di rumahnya Mentari, alat musiknya lebih lengkap. Ada drum-nya segala. Pak Dewa sesekali datang dari kantornya (setelah ditelepon Mentari) untuk memainkan drum, berkolaborasi bermain musik bersama kami.

Meski terlihat jengkel, Pak Dewa selalu menuruti apa maunya Mentari.

Mmh...

Badan boleh tinggi, kekar dan penuh tato. Wajahnya tampak serius dan tegas. Eh, tapiii... Pak Dewa itu layaknya Pak Badai dan Pak Rio bagusnya masuk perkumpulan ISTI. Ikatan Suami Takut Istri.

Malam ini...

"Gimana, jadi?" Raya bertanya setelah mendatangi kami.

"Jadi, dong," kata Mentari.

Raya mengangguk.

"Oke. Aku panggil dari atas panggung sebentar lagi, ya? Siap-siap."

"Umm..." gumam Nana.

"Siap!" Mentari mengacungkan kedua jempol tangannya ke depan wajah Raya dengan antusias.

Raya menatap wajah-wajah kami sebelum akhirnya mengangguk lalu berbalik badan, bejalan ke arah panggung.

Beberapa saat kemudian, dia mulai berbicara.

"Di malam yang berbahagia ini, ada kejutan khusus untuk kakak-kakak saya dari istri-istrinya, nih. Maksudnya, Bang Badai dan Mas Asa yah... karena dua kakak saya lainnya belum menikah..." kata Raya dengan nada bercanda.

Sejumlah hadirin tertawa, lainnya menolehkan wajah, mencari sosok yang sedang dibicarakan.

Sontak Pak Badai dan adik-adiknya melihat ke arah Raya dengan bingung. Pak Rio, hanya terkekeh sambil menggelengkan kepalanya. Kuterka, beliau sudah tahu mengenai kejutan yang dimaksud.

Selebihnya, Raya memanggil kami. Dengan langkah lunglai, lutut bergetar aku ikut melangkah bersama yang lainnya.

Setalah naik panggung, aku dan kuyakin yang lainnya (kecuali Mentari) menghindari mata kami menatap ke arah audience. Sementara Raya terus bicara ini dan itu mengulur waktu, memberi kami kesempatan untuk mempersiapkan penampilan bermusik kami.

Sesaat setelah Raya menoleh ke belakang, melihat kami sudah dalam posisi siap, barulah dia meninggalkan panggung setelah sebelumnya mengumumkan bahwa kami akan segera perform.

Sambil tersenyum penuh percaya diri, Mentari mulai membunyikan tuts piano. Lalu matanya mencari Nana, yang berdiri di tengah, di belakang microphone, namun wajahnya melihat ke arah Mentari.

Mentari mengerlingkan satu matanya sambil tersenyum pada Nana sebelum mengangguk, seolah ingin menyemangatinya.

Perlahan, Nana mengalihkan wajah ke depan lalu mulai bernyanyi.

Mentari tidak salah. Diam-diam, Nana memiliki suara yang indah. Lantunan lirik yang dia lafalkan terdengar merdu, dan mengirimkan pesan yang kuat. Seolah Nana mendeklarasikan perasaannya ke seluruh dunia.

Aku, Angi, Teh Caca dan Kak Bulan (sejak kami latihan musik bersama, Bu Bulan menolak untuk dipanggil 'Bu') mengiringi suara Nana sebagai backing vocal. Sementara Mentari yang juga bersuara bagus, bernyanyi sebagai suara dua.

Pak Angkasa terus menatap Nana dengan penuh kekaguman dan... cinta.

Iya. Cinta.

Itu sesuatu yang tak bisa terbantahkan.

Kami terus saja mengiringi Nana menyanyikan lagu yang dipilihkan Mentari untuknya.

"Lagu ini pas banget buat kamu, Na. Liriknya itu lho. Pesannya dapet banget," katanya waktu itu.

Pada akhirnya, Nana mengamini. Jadilah malam ini, dia menyanyikan lagu I am Free dari Mariah Carey.

Continue Reading

You'll Also Like

40.6K 6.3K 15
Tentang seorang wanita dan pria yang terjebak dalam sebuah hubungan nyaman tanpa status, keduanya saling membutuhkan tanpa pernah menimbang adakah ra...
168K 10.9K 15
Tentang Cinta yang tak disadari. saat tersadar, cinta itu sudah lepas dari genggaman. Syera, merasa putus asa karena putus cinta. tanpa berpikir panj...
1M 150K 49
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...
11.3K 2K 10
Menurut Kaisar wanita adalah makhluk yang menyebalkan. Terlebih bossnya. Bagi dirinya sang atasan adalah makluk terakhir dibumi ini yang ingin ia tem...