Pangeran Es [End]

By anakumak

95.7K 3.4K 111

[Yoshil Area] = Icil/Idola Cilik Ini tetang kedatangan Ashilla ke kota baru. Mempertemukan dia dengan sepupu... More

Blurb
Prolog
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Promo New Story
Part 17
Part 18
Bukan Update
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Epilog
Last and Thanks

Part 11

3K 114 4
By anakumak

Shilla terbangun dari tidur saat cahaya pagi mulai menyusup ke dalam kamar dan mengenai matanya.

"Sepertinya lo tidur nyenyak semalam."

Shilla terkesiap. Matanya langsung terbuka melebar dan melihat keberadaan Alvin di kamarnya sempat membuat Shilla berhalusinasi, tapi tidak, sosok yang bersandar di lemari pakaiannya dengan tampang keren itu benar Alvin. Terlihat tenang seolah tidak terpengaruh dengan wajah terkejut Shilla. Seingatnya, semalam ia telah mengunci pintu kamarnya.

Alvin melangkah mendekat dan membuang handuk di tanganya ke wajah Shilla yang kembali mengerjap. Ia menghela napas saat yakin bahwa di depannya memang nyata Alvin.

"Sana mandi!"

"Ya."

Shilla mengangguk. Melompat turun dari kasur lalu berjalan ke kamar mandi dan menutup pintu kamar mandi. Tak butuh waktu lama, Shilla melesat keluar dari dengan pakaian dan wajah yang lebih layak di lihat.

"Sori lama," gumam Shilla menyisir rambutnya yang terasa halus.

"Nanti bisa pulang agak siang nggak, Vin?" tanya Shilla menyambar asal tasnya di sofa.

Alvin mengangkat alis. "Lo lupa atau apa? Hari ini lo nemenin gue seharian. Nggak ada negosiasi."

Shilla mencelos. "Ya udah, deh." Jeda beberapa detik. "Yuk!" ajaknya dan mereka pun keluar.

Perjalanan yang sudah satu jam itu terasa sepi dan hening. Hanya bunyi desiran AC mobil yang terdengar mengiringi perjalanan mereka, hal itu membuat Shilla mendesah berat.

"Vin, lo mau ngajak gue kemana" tanya Shilla menatap jengah Alvin dari samping.

"Ke suatu tempat," ujar Alvin tanpa menoleh.

Shilla memutar matanya kesal."Iya, tempatnya di mana, Cigaso!" balas Shilla. "Sok-sokan main rahasia-rahasiaan, deh."

"Ya, nggak papa dong. Lagian lo nggak usah ngomel. Lo tinggal duduk manis di sebelah gue, biar gue yang nyetir. Gitu aja ribet."

"Heh! Gini-gini gue bosan tau. Lo bangunin gue sepagi mungkin trus ngebawa gue tanpa ngajak bicara. Jengah Vin. Udah dari tadi jalan malah nggak sampai-sampai," sungut Shilla.

"Cie, baru kali ini kok gue diamin lo, malah udah kangen. Kangen ngajak debat ya, biar lo selalu ngedenger suara gue. Ngaku lo," goda Alvin menoel-noel dagu Shilla dengan tatapan terfokus ke jalan.

Shilla menepis tangan Alvin.


"Apaan sih, lo! Mending lo fokus sama jalanan," sungut Shilla lalu membuang pandang ke luar jendela.

¶Yoshil¶

Mobil putih itu menepi di sebuah tempat yang terlihat sepi. Hanya beberapa mobil melewati jalanan dalam jangka waktu yang cukup lama. Shilla melirik keluar dari kaca jendela dan kembali menoleh menatap Alvin yang membuka pintu mobil.

"Vin, ini tempat apa kok, sepi?"

Alvin menoleh sebentar dan keluar dari mobil. Melihat itu Shilla pun menyusul Alvin yang tengah berdiri di depan mobil.

"Yuk."

Alvin mengamit tangan Shilla yang tengah memandang aneh sekelilingnya. Merasa tangannya di genggam, Shilla melirik Alvin sebentar dan menatap genggaman tangan pemuda itu.

Alvin terus membawa Shilla memasuki rumpunan pohon-pohon tinggi. Sekitar sepuluh menit perjalanan, mereka berhenti di tempat yang sangat Shilla kagumi. Ia tak menyangka Alvin akan membawanya kembali ke tempat itu.

"Alvin ini kan--" ujar Shilla menatap Alvin dari samping.

Alvin menoleh. "Ya, lo pernah ke sini," ujarnya memasukkan tangan ke saku celana.

Shilla mengangguk senang. "Iya, tapi kenapa gue nggak tau jalannya?" gumam Shilla bingung.

Alvin tersenyum miring. "Karena waktu itu lo nggak perhatiin jalannya, Ashilla."

Ashilla terkekeh,"Naik perahu, yuk?" Shilla menggengam tangan Alvin dan menariknya.

Alvin menahan tangan Shilla yang membuat gadis itu berhenti. "Gue nggak mau, ujung-ujungnya bakalan berakhir seperti sebelumnya."

Shilla terdiam beberapa menit. Pikirannya jatuh ke minggu lalu di mana Alvin membawanya ke sini dan ia memaksa pemuda itu menaiki perahu yang akhirnya mereka terjatuh ke dalam danau akibat ulahnya.

Shilla meringgis mengingat itu. "Hehe. Nggak bakalan terulang lagi Vin," ujarnya menatap Alvin penuh harap.

Alvin menggeleng.

"Ih, kalau lo nggak mau naik perahu terus ngapain lo bawa gue ke sini?" tanya Shilla kesal.

"Ngehirup udara segar," balas Alvin. Membuat Shilla benar-benar ingin menelannya hidup-hidup.

"Terserah lo!"

Shilla mengehentakkan kaki, menatap lurus ke depan dengan tangan bersedekap di dada dan bibir yang di monyong-monyongkan.

Ia benar-benar capek untuk meladeni cowok itu bertengkar. Jika emang itu yang ditunggu Alvin, itu tidak akan terjadi. Shilla lebih ingin menutup mulut sekarang dari pada beradu argumen dengan Alvin seperti yang biasa ia lakukan.

Alvin melangkah mendekati Shilla kemudian menepuk pelan puncak kepala gadis itu dan memutar tubuh Shilla sekaligus mendorongnya. Hal itu membuat Shilla tersenyum lebar.

"Yey! Alvin Cigaso, akhirnya mau naik perahu!" sorak Shilla senang, membuat Alvin tertawa. Melupakan kekesalannya semenit yang lalu.

"Hati-hati, Shilla!" kata Alvin saat melihat Shilla tak bisa menyeimbangi tubuhnya ketika menaiki perahu.

Shilla mengangguk. "Berangkat Kapten!" seru Shilla menggenggam ke dua tepi perahu.

Alvin kembali tertawa melihat sikap Shilla yang terkesan seperti anak kecil. "Sudah siap?"

Shilla mengangguk tersenyum lebar. "Siap Kapten," kata Shilla memberi hormat.

Alvin mendayung perahu itu ke tengah sedangkan Shilla sibuk mencelupkan tangannya ke dalam air.

"Dingin," desis nya.

"Kalau dingin jangan di celupin tangannya," kata Alvin.

"Seru kali, Vin. Coba, deh!" Shilla meraih tanggan Alvin dan membenamnya ke dalam air, membuat perahu itu berhenti.

"Heh, gue lagi ngedayung. Lo mau kita ke cebur?" tepis Alvin membuat Shilla mengerucutkan bibir.

Beberapa detik berikutnya Shilla menyeringai lebar sangat lebar. Bahkan Alvin yang melihatnya pun ikut tersenyum. Mata Shilla seketika terbelalak saat melihat seekor penyu naik ke permukaan.


"Alvin itu ada penyu, Alvin!" Sorak Shilla menunjuk-nunjuk penyu dan membuat perahu itu goyang.

"Shilla jangan bergerak!" ucap Alvin berusaha menyeimbangi agar perahu tidak terbalik.

"Alvin penyu lagi, ada dua penyu Alvin. Ih, lucu." Shilla berusaha menggapai penyu-penyu kecil itu membuat Alvin semakin kewalahan menyeimbangi perahu.

"Dikit lagi, dikit lagi. Alvin arahin perahunya ke penyu itu!" tunjuk Shilla melirik Alvin sekilas.

Alvin menggeleng, tapi tetap mengarahkan perahu ke arah penyu-penyu tersebut.

"Yei, Alvin gue dapat penyu-nya," seru Shilla mengangkat penyu ke depan wajah Alvin.

"Lucu banget." Shilla mencium tempurung penyu tersebut.

Alvin yang melihat itu mendelikkan matanya. Cih, beruntung banget tu penyu.

"Lo apaan deh, Shil. Lepasin. Kasian penyu-nya, ntar mati."

Shilla melirik Alvin."Tapi lucu Vin."

"Lo masih bisa ngeliatnya tanpa perlu memegangnya. Apa lo mau setiap lo ke sini penyu-penyu itu mati?"

"Loh, kok seolah-olah gue yang bikin mereka mati, sih!"

"Iya, lah. Kan setiap ke sini lo bakalan nangkap tu penyu. Mati lah!"

"Sialan lo! Emang tangan gue, tangan pembunuh apa."

"Mana tau." Alvin mengangkat bahunya.

"SIALAN LO CIGASO! LO BENER-BENER NYEBELIN BANGET JADI ORANG. GUE KESEL BANGET SAMA LO. SUMPAH!"

Bukannya menanggapi teriakan kekesalan Shilla. Alvin malah berkata lain yang membuat Shilla berdecak kesal.

"Terserah lo deh, yuk turun."

Setelah berusaha meredakan emosinya Shilla mengangguk, lalu beranjak turun dari perahu itu. Alvin tersenyum samar, jauh dari dalam lubuk hatinya ia sangat senang ketika melihat Shilla kesal.

"Kita mau kemana lagi, Al?" tanya Shilla setelah berhasil meredakan kekesalannya sambil menyelipkan jari di antara jari-jari Alvin.

Alvin menoleh. "Ke kuburan, lo mau?"

Seketika Shilla berhenti dan mendongak. "Haha. Lo lucu!" ujar Shilla penuh penekanan yang membuat Alvin tertawa.

Baru saja ia bisa meredakan emosinya sekarang Alvin kembali membuat kesal. Shilla melepas genggamannya dan berjalan mendahului pemuda itu. Alvin menggeleng kemudian berlari mengejar Shilla lalu merangkul pundak gadis itu.

"Marah?"

"Jangan ngambek dong, Shil," ujar Alvin melesat ke mall di pusat kota.

Di perjalanan setelah mereka berbaikan,  Alvin kembali membuka obrolan yang membuat mereka lagi-lagi beradu mulut. Rasanya Shilla ingin mencekik Alvin dengan tangannya sendiri.

"Turun! Lo betah banget sih, di mobil gue."

"Ih, siapa juga yang betah. Bahkan gue muak tau!" Shilla membuka pintu mobil di sebelahnya.

Kedua remaja itu melangkah masuk ke sebuah mall dan mengunjungi restoran yang terkenaenak dan mahal. Mereka di sambut ramah oleh pelayan resto tersebut.

"Lo pesan apa?" tanya Alvin menyadarkan Shilla dari ke kagumannya atas dekorasi restoran itu.

"Nasi goreng tanpa bawang dan telor mata sapi separoh matang."

Pernyataan itu membuat Alvin cengo. Shilla yang sadar ekspresi Alvin seperti itu pun bertanya.

"Kenapa, ada yang salah?"


"Adalah. Lo kira ini tempat apaan."

"Tempat makan. Lo buta?"

"Lo--"

Alvin menghela napas lalu melirik ke pelayan yang berdiri di sebelahnya.

"Saya pesan steak satu, nasi goreng tanpa bawang sekalian telor mata sapi separoh matang satu dan air minumnya, satu air putih dan satu lagi jus jeruk."

Pelayan itu mencatat semua pesanan Alvin dan Shilla setelah itu ia mengangguk lalu mengulanginya lagi kemudian pergi.

Alvin merasa kesal sendiri saat melihat Shilla memperhatikan sekeliling dengan seksama atau bisa di bilang khas orang deso.

"Nggak usah kampungan Shilla!"

Mendengar itu Shilla menoleh ke Alvin yang tengah menatapnya malas. Shilla mendengkus.

"Suka-suka gue dong. Mau kampungan atau enggak. Kenapa lo yang ribet, sih."

"Jelas! Lo lagi jalan sama gue!"

"Emang lo siapa?!"

Detik berikutnya seorang pelayan datang membawa pesanan mereka, meletakkan piring beserta cangkir-cangkir di atas meja kemudian pergi.

Hanya dentingan sendong dan piring yang terdengar selama makan. Tidak ada sedikit pun suara yang keluar dari sepasang pemuda itu.

"Ah, kenyang. Kita kemana lagi?" Suara Shilla yang pertama terdengar setelah menyantap habis hidangan yang di pesan.

Alvin meletakkan kembali cangkir lalu melirik jam tangannya. "Sekarang jam dua, lo mau ke mana?"

Shilla tampak berpikir. "Hm. Gimana kita nonton?"

"Oke."

Keduanya beranjak pergi setelah Alvin meminta seorang pelayan membawakan bill pesanan mereka dan membayarnya.

Alvin menggenggam tangan Shilla. Membiarkan gadis itu menyenderkan kepalanya di lengan pemuda itu dan kembali melupakan kekesalan yang terjadi beberapa menit lalu. Seperti biasanya.

Siapa pun yang melihat mereka saat ini pasti berdecak iri. Bagaimana tidak, yang satu tampan dan satunya cantik. Mereka berdua berjalan tanpa menghiraukan tatapan dari pengunjung sekitar. Mereka terus berjalan menuju tempat pembelian tiket.

"Lo mau nonton apa?" tanya Alvin.

Shilla melirik beberapa poster yang terpajang. "Sepertinya film romantis seru." Shilla tersenyum ke arah Alvin yang mengangguk dan pergi memesan tiket.

"Gimana?" tanya Shilla setelah melihat Alvin menghampirinya.

"Nih." Alvin menunjukkan ke dua tiket di tangannya. "Jam tiga kurang lima belas menit dan kita masih punya waktu sekitar sepuluh menit lagi, mau ngapain?"

"Beli popcorn aja, yuk!"

Alvin kembali mengangguk mendengar ucapan Shilla. Mereka pergi menuju kedai popcorn.

"Mau rasa apa?"

"Samain aja."

"Yakin?" Shilla mengangguk.

"Mbak popcornnya dua."

Shilla menoleh binggung menatap Alvin. "Kok dua sih, Vin?"

"Kita 'kan berdua."

"Iya, tapi nggak seru. Satu aja biar kayak orang pacaran, romantisan gitu."

Pernyataan Shilla membuat Alvin begidik ngeri. Ni anak kesambet apaan, kok berubah gini? Tapi, nggak papa, moga aja beneran pacaran, eh.

Melihat Alvin bengong, Shilla menoleh pada pegawai penjual popcorn-nya.

"Mbak popcorn-nya satu aja yang besar, rasanya manis jangan yang asin. Terus minum sodanya satu aja, tapi sedotannya dua," pinta Shilla.

Alvin menggeleng samar, tidak mengerti jalan pikir gadis di depannya itu, tapi ini merupakan moment terbaik baginya. Berpura-pura jadi sepasang kekasih di depan umum, itu tidak masalah. Semuanya berawal dari pura-pura dulu dan nanti baru beneran jadian. Amin.

"Vin, bayar," ujarnya setelah menerima pesanan mereka.

Alvin mengangguk mengambil dompet lalu mengeluarkan selembar uang ratusan dan memberikannya kepada pegawai tersebut sedangkan Shilla terlebih dahulu berjalan meninggalkan tempat itu.

¶Yoshil¶

Alvin tertawa melihat wajah Shilla yang menurutnya begitu lucu.

"Aduh, Shil. Lo beneran baper gitu? Pake acara nangis-nangis segala lagi."

"Gimana gue nggak nangis. Tu cowok rela ngelepasin ceweknya demi ngeliat cewek itu bahagia. Ah, ceweknya bodoh banget, Vin. Kalau gue yang jadi ceweknya, gue nggak bakalan mau ninggalin tu cowok. Tapi sih ... iya juga, itu cewek juga nggak salah, karena perasaan 'kan nggak bisa disalahin." Shilla menyeka ingusnya.

"Kalau cewek itu sukanya sama cowok lain, ya, mau gimana lagi, tapi gue tetap kesal. Itu cewok bodoh banget. Kenapa nggak milih si Daniel itu coba. Padahal Daniel udah banyak berjuang untuk nge-bahagiain dia, malah dia sukanya sama cowok brandal yang nggak punya hati kayak ... siapa sih, nama tu cowok. Rasanya gue pengen ngejambak tu orang, deh," dumel Shilla menggebu-gebu membuat Alvin benar-benar melepaskan tawanya yang sejak tadi sedikit ia tahan.

Shilla menoleh dan menjitak keras kepala Alvin.

"Aduh." Alvin meringis berpura-pura kesakitan.

"Apaan sih, lu! Orang serius juga. Malah ketawa."

"Sakit bego! Lagian lo, itu film juga malah di tanggepin beneran. LEBAY!" Alvin melangkah meninggalkan Shilla yang kesal ditempatnya.

"Biarin. Wlek." Shilla mengejar Alvin lalu menjulurkan lidahnya. Alvin menggeleng, mengacak rambut Shilla.

"Ih, berantakan Cigaso!"

Alvin menghiraukannya dan membuka pintu mobil, mempersilakan Shilla masuk setelah itu ia mengelilingi mobil kemudian membuka pintu bagian kemudi.

Shilla melirik ponsel Alvin yang berbunyi saat di tengah perjalanan menuju pulang.

"Vin ponsel lo, tuh." Tunjuk Shilla dengan dagu.

Alvin melirik sekilas ponselnya lalu mengangkat telpon melalui headset bluetooth dan menyumpalnya ke telinga.

"Hallo?"

"Gue nggak bisa."

"Ya sudah, nanti gue ke sana."

Sambungan terputus. Bukan, tepatnya orang seberang sana yang memutus panggilan secara sepihak. Beberapa detik setelah percakapan itu berakhir, mobil putih Alvin memasuki perkarangan rumah yang terbilang luas itu.

"Thanks, Cigaso!" Shilla membuka pintu mobil Alvin dan menutupnya kembali.

Alvin mengambil ponselnya dan mengetikkan sesuatu setelah itu meletakan kembali ke atas dashboard mobil. Setelah memastikan Shilla masuk ke dalam rumah, Alvin memutar mobil dan melaju meninggalkan perkarangan rumah Shilla dengan kecepatan penuh.

¶Yoshil¶

©2015 - 2021

25 Jan 21

Au

Continue Reading

You'll Also Like

214K 5.2K 26
dia adalah makhluk yang menyebalkan setengah mati, tingkahnya selalu bikin kesal sendiri, apapun yang dia lakukan selalu salah,intinya kayaknya semua...
24K 3.2K 36
"Terimakasih udah ngisi sebagian hidup gue dengan kenangan indah" "Kalau gue bilang lo harus disini, lo ngak bakal kemana-kemana" Begin: 01/11/2020 E...
6.1K 529 17
Mungkin kita pernah sedekat mata kiri dan mata kanan, hanya saja tak pernah saling menatap. -Dheira Ravinza
4.7K 47 1
Dijodohin sama musuh di sekolah ?! What the hell!!