Part 6

4K 146 9
                                    

Sudah terhitung satu minggu Shilla menjadi anak baru di sekolah elit tersebut. Membuat ia cukup tahu tentang seluk-beluk gedung sekolahnya yang besar. Setidaknya jika ia sedang ingin jalan-jalan sendiri, ia tidak akan tersasar. Seperti saat ini, Shilla melangkah menuju perpustakaan. Ia ingin meminjam buku bacaan seperti novel untuk sekadar menemani kesuntukannya nanti saat pelajaran Sejarah yang terdengar kabar kalau semua guru akan mengadakan rapat sehingga semua kelas akan kosong alias free.

Sekitar dua ruangan lagi menuju perpustakaan, tiba-tiba Alvin datang dari belakang Shilla lalu menutup mata gadis itu dengan ke dua tangannya. Beruntung saja koridor di sekitar sepi sehingga tidak perlu mendengar teriakan atau bisikan-bisikan kecil dari bibir-bibir cerewet murid perempuan yang sukanya mengepokan urusan orang.

Shilla mendadak berhenti kemudian berdecak, "Lepasin. Siapa sih, nggak tau apa orang lagi buru-buru!" dengkus Shilla mencoba meraba tangan yang menutup matanya kemudian beralih pada wajah Alvin yang terus menghindar.

"Siapa, sih!" teriak Shilla kesal.

"Tebak dulu baru gue buka," kata Alvin.

Shilla tersenyum miring. "Cigaso begok, bodoh. Bege lo. Lepasin!" Shilla memukul lengan kokoh Alvin dengan pelan. Ia tidak ingin menyakiti tangannya sendiri.

Alvin menurunkan tangannya dari mata Shilla kemudian memasukkan tangannya sebelah ke kantong celana dan mendengkus.

"Tau dari mana lo, itu gue?"

Shilla tersenyum miring lalu membalikkan badan. Meletakkan tangan di dagu seolah-olah ia terlihat sedang berpikir.

"Gue punya mata empat," balas Shilla mengendikkan bahu.

"Gue serius!"

Shilla tertawa. "Begok, sih. Lo 'kan tadi ngomong 'tebak dulu baru gue buka' ya, jelas gue tau lah. Lo pikir gue nggak tau suara lo gimana apa."

"Sialan! Lo suka banget ngatain gue. Udah cigaso, bodoh, begok, bege apaan coba," dengkus Alvin menoyor kepala Shilla, membuat gadis itu meringis sambil mengerucutkan bibirnya.

"Emang lo begok!"

"Ish, gue nggak suka cewek kasar."

Shilla memutar mata."Bodo amat!" lalu berjalan memasuki perpustakaan diikuti Alvin.

Shilla menghela napas pasrah, membiarkan Alvin mengikutinya ke perpustakaan adalah kesalahan, menurutnya. Bagaimana tidak lihat saja ketika Alvin memasuki tempat itu membuat orang-orang di dalamnya seketika menghentikan kegiatan dan fokus melirik Alvin, sesekali berbisik dengan teman sebelahnya.

Bahkan termasuk guru penjaga perpus yang kini terang-terangan menatap Alvin. Ia tahu siapa anak-anak yang terkenal di sekolah dan termasuk Alvin. Bukan hanya karena ketampanan atau pun kekayaan keluarga, tapi juga pemuda itu beserta teman-teman nya sering menyumbangkan piala dalam lomba basket yang di ikuti dan selalu memenanginya.

Alvin melangkah santai mengikuti kemana pun Shilla pergi. Menghiraukan tatapan kagum dyang diberikan orang di sekitarnya. Toh, ia sudah biasa mendapatkan tatapan seperti itu. Ia tidak akan menanggapinya seperti biasa.

Alvin bersandar di rak buku di ujung lorong lalu tersenyum saat melihat Shilla meloncat-loncat untuk mengambil sebuah buku yang ada di rak paling atas. Jelas Shilla tidak bisa mengapainya meskipun gadis itu berjinjit, karena Shilla tidak termasuk cewek yang tinggi atau pun pendek. Jadi, ia selalu mengatakan kalau tingginya itu pas-pasan.

Pangeran Es [End]Where stories live. Discover now