Accidental Encounter

By ChenChenLing

787 207 157

Elena Lan seorang wanita yang memiliki kecantikan sempurna. Kecerdasannya dan ketelitiannya membuat dirinya m... More

Cast
Prologue
Chapter 1 : Dolphine Necklaces
Chapter 2 : Fail Dinner?
Chapter 3 : How Cruel You Are!
Chapter 4 : Misunderstanding?
Chapter 5 : Double-Date (part 1)
Chapter 6 : Double-Date (part 2)
Chapter 7 : Double-Date (part 3)
Chapter 8 : Julian Chen
Chapter 10 : Reunion
Chapter 11 : Paris
Chapter 12 : Between Stars and Smiles
Chapter 13 : Childish Side Of You And Me
Chapter 14 : Someone

Chapter 9 : Steven Wu

44 14 8
By ChenChenLing

October 2, 2016
Beijing, China

"Terima kasih Tn. Wu."

Aku dan Steven berjabat tangan. Aku mengantarnya sampai di pintu keluar kantorku. Kami baru saja selesai membicarakan masalah turunnya keuntungan perusahaan bulan kemarin.

"Anda tidak perlu khawatir. Perusahaan akan terus stabil dan tidak akan berpengaruh buruk pada perusahaan Hesterlings. Saya menjamin itu." ucapku padanya.

"Saya percaya itu. Terima kasih untuk hari ini Nn. Lan."

Steven pun berjalan menuruni tangga. Aku berbalik, kembali menuju ruanganku.

"Nn. Lan!" panggil Steven.

Aku berbalik dan melihatnya berdiri ditengah-tengah tangga.

"Ya Tn. Wu?"

"Bagaimana kalau kita makan siang bersama?"

Steven melihat kearah jam tangannya.

"Sudah jam 11:56, sudah jam makan siang. Bagaimana? Umm... ini secara pribadi, bukan karena perusahaan."

Aku tersenyum samping dan mengangguk.

...

Kami makan siang di salah satu restoran dekat kantorku. Kami memilih duduk di ujung, dekat air mancur kecil. Seorang pelayan datang menyerahkan menu makanan. Aku dan Steven memilih makanan pilihan kami masing-masing.

"Steve, kamu suka sushi ya?"

Steven mengangguk pelan.

"Soalnya waktu kita pertama kali mau meeting kamu memilih di restoran Jepang. Terus, waktu di acara kencan ganda, kamu juga pesan sushi. Jadi kurasa sushi adalah favoritmu, benar?"

"Benar, aku suka sushi. Rasanya agak unik."

Aku tertawa mendengarnya.

"Apanya yang unik? Masa sih rasanya unik? Aku juga suka sushi, tapi aku hanya merasa sushi enak, tidak ada uniknya."

"Nah, itu artinya kamu belum mendalami yang namanya kuliner. Sushi memang enak, tapi ada rasa uniknya. Hanya saja aku tidak bisa menjelaskan uniknya dimana. Tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya. Cuma, ketika dimulutku, rasa sushi begitu unik."

Aku tertawa mendengar penjelasannya.

"Aneh, baru kali ini aku mendengar makanan ada rasa uniknya. Julian juga suka makan, tapi aku tidak pernah mendengar ia bilang ada makanan yang rasanya unik."

"Berarti, Julian belum mendalami kuliner, Len. Suruh Julian mencariku ya, bila ia ingin belajar tentang kuliner." candanya.

"Sok kamu!"

Aku tertawa tak henti hingga perutku sakit.

"Perutku jadi sakit..." gumamku.

"Siapa yang suruh tertawa coba?" sahutnya yang ikut tertawa bersamaku.

Pelayan datang, dan menyajikan makanan yang sungguh mengundang selera dengan sekali pandang. Terlebih aromanya yang membuat perutku semakin lapar.

"Aku bingung, kamu dan Julian sama-sama hobi kuliner.. tapi kenapa kalian tidak gemuk ya?" ledekku.

"Kamu berharap aku dan Julian gemuk?" candanya.

"Bukannya begitu juga sih... aku cuma bingung saja. Dan siapa tahu kamu bisa beritahu aku alasannya."

"Kalau kamu minta alasannya... aku juga tidak tahu alasannya. Tidak bisa gemuk saja. Lagian kalau memang gemuk, aku yakin sekali, Julian pasti sudah bukan kekasih kamu lagi. Bayangkan saja bagaimana kalau kami berubah gemuk, uh jelek sekali."

Aku tertawa terbahak-bahak mendengarnya hingga tersedak makanan yang sedang kumakan. Steven menepuk punggungku pelan, dan memberikan aku minum.

"Lebih baik?" tanyanya.

"Lebih baik. Kamu sih! Sengaja buat aku tertawa." tuduhku.

Steven mengerenyitkan kedua alisnya.

"Kamu loh yang bertanya padaku, aku hanya menjawab sesuai yang diperintahkan otakku."

Aku kembali makan makanan lezat di depanku ini.

"Tapi kalau memang Julian berubah jadi gemuk, aku tetap akan bersamanya, karena Julian tetaplah Julian."

Steven menatapku dan tersenyum.

"Yakin?"

Aku mengangguk.

"Lalu bagaimana kalau Cindy yang berubah gemuk? Apa kamu masih akan tetap bersamanya?"

Steven mengangguk. Aku tersenyum ke arahnya.

"Kamu hobi kuliner?" tanya Steven padaku.

Aku menggelengkan kepalaku.

"Aku cuma makan untuk kelangsungan hidupku. Aku dalam program diet." ujarku seraya terkekeh.

"Bisa saja. Kamu sudah kurus, jangan diet lagi."

Aku hanya mengangguk. Kami makan makanan ini sampai habis.

"Oh iya, sampai lupa... Cindy menyuruhku mengundangmu dan Julian."

"Ke acara apa Steve? Dimana?"

"Ulang tahunku, tanggal 31 oktober nanti. Acara kecil-kecilan saja. Di PMengAo Club. Kuharap kamu dan Julian ada waktu untuk datang."

Kenapa bisa pas dengan hari Anniversary aku dan Julian?

"Ya, tentu."

-----------------------------------------------------------

October 31, 2016
Beijing, China

Mobil berhenti di depan klub. Aku dan Julian memutuskan untuk menghadiri acara ulang tahunnya Steven. Karena kami kan sudah diundang, nanti kesannya sombong bila tak datang. Aku mengenakan gaun hitam panjang dengan model punggung terbuka dan penuh dengan manik-manik berkilauan. Rambut yang kusanggul dengan sedikit acak. Kujatuhkan beberapa helai rambutku agar terlihat lebih bagus. Sedangkan Julian, ia mengenakan sweater high collar hitam yang dilapisi jas putih. Ditambah celana hitam dan sepatu hitam resmi membuatnya terlihat sangat tampan.

"Kamu yakin ini klubnya, Len?" tanya Julian.

"Yakin. Steven bilang acaranya di PMengAo Club, dan kemarin Cindy masih menelepon dan mengingatkanku lagi."

Julian mengangguk. Mobil kembali melaju menuju tempat parkir yang berada di basement. Seteleh mencari tempat cukup lama, akhirnya kami menemukan tempat kosong juga untuk parkirkan mobil kami. Aku bantu Julian mengawasi kiri dan kanan, juga belakang. Setelah parkir dengan sempurna, kami berdua melepas seatbelt. Julian baru saja hendak keluar dari mobil, lalu kutahan lengannya. Julian menatapku.

"Ada apa Len?"

Aku mengeluarkan kado dari tas plastik yang kubawa sedari tadi.

"Ini untukmu, Happy 10th Anniversary, Julian." ucapku seraya tersenyum.

Julian mengambil kado ditanganku dan mencium bibirku lembut.

"Sebentar..."

Julian meletakkan kado pemberianku di dashboard mobil dan turun dari mobil. Aku melihatnya membuka bagasi mobilnya dan mengeluarkan boneka beruang putih besar dari sana. Ia kembali masuk kedalam mobil.

"Ini untukmu. Happy 10th Anniversary, Elena."

Aku pikir ia melupakannya. Mataku mulai mengeluarkan air mata terharu. Julian menghapus air mataku dengan lembut.

"Aku pikir... kamu lupa?"

Julian tertawa kecil.

"Mana mungkin lupa Elena. Sudah jangan menangis, nanti make up kamu berantakan."

Aku menghapus air mata dengan hati-hati. Aku tertawa kecil bersamanya dan memeluknya.

"Julian, I love you." bisikku di telinganya.

Julian melepas pelukanku dan menciumku dengan mesra. Punggungku yang terbuka dapat merasakan kehangatan tangannya.

"I love you too." balas Julian.

Aku tersenyum bahagia. Dan merapikan kembali riasan wajahku. Julian menungguku sambil menatapku.

"Tanpa make up pun kamu sudah sangat cantik." pujinya seraya tersenyum.

"Thanks. Sudah selesai... yuk! masuk kedalam klubnya." ajakku.

Aku dan Julian turun dari mobil. Kami bergandengan tangan dan masuk ke dalam klub.

Suasana di dalam klub benar-benar ramai sekali. Lampu sorot yang berwarna-warni dan lampu yang berkedip-kedip membuat suasananya semakin seru. Musik kencang yang memekakkan telinga terus berdengung di telingaku. Kami melewati lantai dansa, melewati orang-orang yang berdansa disana. Kami cukup kesulitan mencari sosok Steven dan Cindy, karena gelapnya.

"Eh! Itu Cindy tuh!" tunjukku.

Kami pun menghampiri Cindy. Namun aku tidak melihat Steven bersamanya. Kemana Steven? Cindy tampak cantik dengan gaun sequin merah yang dipakainya, bisa terbilang sangat seksi juga sebenarnya.

"Hei Cin! Steven kemana?" tanyaku.

Julian hanya berdiri di sampingku dan tersenyum pada Cindy.

"Ke toilet." jawabnya setengah berteriak.

Aku mengangguk.

"Pesan minum sana!" suruh Cindy, masih dengan nada kencang.

Aku kembali mengangguk dan mengajak Julian untuk memesan minuman. Dan kami berpapasan dengan Steven yang sibuk mengencangkan belt di pinggangnya. Pakaiannya hampir sama dengan Julian, hanya berbeda warna. Steven memakai sweater high collar berwarna coklat muda yang dilapisi jas hitam pekat. Dan celana hitam juga sepatu resmi seperti Julian.

"Hei Steve!" panggilku.

"Eh? Elena, Julian! Sudah lama datang?"

Aku melirik ke arah Julian.

"Baru saja." jawab Julian lembut.

"Hah?! Apa? Kamu bilang apa?!" tanya Steven sekuat tenaga.

"Baru saja!!" Julian mengulangi dengan suara kencang.

Steven tertawa dan mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Sudah pesan minum belum?!" tanya Steven.

Aku dan Julian menggelengkan kepala secara bersamaan.

"Pesanlah!"

Lalu Cindy datang menghampiri kami.

"Kita dance yuk!" ajak Cindy.

Kami belum juga menjawab, kami sudah ditarik ke dance floor. Kami berdansa. Aku dan Cindy, kami berdua memang mahir berdansa. Jaman kuliah dulu, aku dan paradise's angels sering ke klub dan berdansa. Kini tinggal mengandalkan kemampuan para lelaki ini untuk mengimbangi kami. Tapi ternyata mereka pun mahir berdansa. Julian pun bisa mengimbangi langkahku. Aku melirik ke arah Cindy, begitupun Cindy yang melirik ke arahku. Dan saling memberi kode, lalu kami berputar, bertukar posisi. Kini posisiku berhadapan dengan Steven dan berdansa dengannya. Sebaliknya, Cindy berhadapan dengan Julian. Walau awalnya kami agak kikuk, tetapi dengan cepat, kami mulai beradaptasi. Aku dan Steven mulai berdansa dengan gerakan dan langkah yang mantap. Aku lihat, Steven pun menikmatinya. Setelah beberapa saat, kami kembali bertukar posisi kami seperti semula. Selesai dansa, Cindy menarik Steven dan Julian naik ke atas panggung, membisikkan sesuatu di telinga mereka dan kembali ke bawah.

"Kamu suruh mereka apa Cin?" tanyaku penasaran.

"Lihat saja." jawab Cindy.

Seketika musik disko yang kencang berhenti. Berganti ke musik yang lembut nan romantis. Steven dan Julian mulai bernyanyi bersama. Aku tidak menyangka bahwa mereka dipaksa menyanyi oleh Cindy. Aku tertawa melihat mereka berdua. Begitupun mereka yang bernyanyi sambil tertawa. Tapi dipertengahan, mereka mulai serius menyanyikannya. Sungguh, baru kudengar bahwa suara mereka indah. Selama aku menjalin kasih dengan Julian, aku belum pernah mendengarnya bernyanyi. Aku menyesal menjadi orang yang terlalu sibuk bekerja. Dengan indah pula, mereka mengakhiri lagunya. Semua bertepuk tangan, begitupun aku dan Cindy.

Tiba-tiba lampu mati, seketika seisi ruangan menjadi gelap. Lalu seorang pria berteriak.

"Maaf! Sepertinya ada korsleting listrik. Kami akan segera mengatasinya, sekali lagi maaf!" teriak orang itu.

Keadaan mulai kacau, orang-orang mulai saling bertabrakan. Akupun bertabrakan dengan banyak orang.

"Elena!"

Aku bisa mengenali suara itu, itu suara Julian.

"Julian!!" teriakku sekuat tenaga.

Aku berlari ke asal suara itu. Tiba-tiba ada tangan yang menggenggam erat tanganku. Tapi aku tidak bisa melihat dengan jelas siapa itu. Pasti orang ini Julian. Tapi genggaman tangannya... sepertinya berbeda orang? Aku dipeluknya, ia mendekapku erat. Aku bahkan bisa mendengar suara detak jantungnya yang memburu. Entah kenapa aku merasa sangat hangat sekali. Aku melingkarkan tanganku di pinggangnya. Lagi-lagi, aku merasa aku memeluk orang lain.

"Julian?" panggilku.

Namun tidak ada jawaban darinya. Mungkin karena ramainya orang yang berteriak, jadi ia tidak mendengarku.

Lampu menyala secara tiba-tiba. Membuat mataku sakit, serasa mataku tertusuk oleh cahaya silau itu. Lalu aku lihat kearah orang yang mendekapku. Ternyata yang mendekapku adalah Steven. Steven pun juga tampaknya baru sadar, bahwa yang dipeluknya bukanlah Cindy, tapi...  adalah aku. Kami mencari Julian dan Cindy, tapi kami tidak bisa menemukan mereka. Mereka tidak ada dimana pun di dalam klub ini. Kemana lagi kami harus mencari mereka?

Akhirnya aku punya inisiatif untuk menunggu Julian di mobil. Tapi begitu aku sampai di basement, mobil Julian sudah tidak ada.

"Kamu yakin mobil Julian di parkir disini?" tanya Steven.

"Aku yakin 102%!

kringg!

Ponsel di tas kecil hitamku berdering. Ternyata dari Julian.

"Julian?! Kamu dimana?!" tanyaku sedikit panik.

"Aku sedang di dalam mobil, tadi saat mati lampu di dalam klub, Cindy bertemu denganku. Dia ketakutan sekali dengan keadaan gelap total seperti tadi. Jadi, kuharap kamu mengijinkan aku untuk membawanya pulang. Maaf aku harus meninggalkanmu. Cindy menangis dan aku jadi panik sekali, Len, sampai sekarang saja Cindy masih terus menangis. Tolong jangan salah paham." jelasnya.

"Tenang saja, Li, tolong bantu bawa Cindy pulang. Aku bisa pulang sendiri, Li. Aku mengerti. Aku akan beritahu Steven, Steven sedang bersamaku sekarang."

"Aku lebih tenang setelah meneleponmu. Ya sudah, aku telepon lagi nanti. Bye."

Julian menutup teleponnya. Aku melirik ke arah Steven yang memandangku dengan tatapan khawatir.

"Tampaknya... kini tinggal kita berdua ya?" gumamku.

Steven memandangku, ia berusaha menangkap maksudku. Aku tersenyum padanya.

...

Aku dan Steven akhirnya duduk di kursi panjang yang berada di jalanan, sebelah klub PMengAo.

"Steve, kenapa Cindy begitu takut kegelapan? Dulu... Cindy tidak seperti itu..."

"Karena suatu kejadian yang tidak bisa kuceritakan padamu tanpa persetujuan Cindy. Maaf."

Aku mengangguk, tanda mengerti. Memang ada banyak sekali hal yang terkadang tidak boleh kita beritahu pada orang lain. Hal yang bersifat pribadi.

"Aku mengerti."

Steven menghela napasnya.

"Sebenarnya, acara hari ini, aku tidak menginginkannya..." ungkap Steven.

"Loh? Kenapa Steve?"

"Aku sebenarnya, tidak ingin acara yang ramai seperti ini. Tadinya aku ingin mengajak Cindy makan malam berdua, berharap bisa menjadi pesta ulang tahun yang romantis. Tapi sialnya, Cindy sudah merencanakannya dari jauh hari. Dan aku tidak berdaya menolaknya. Terkadang aku jadi agak kesal juga dengan sifatnya yang kelewat manja. Awalnya aku merasa, manjanya adalah rasa sayangnya padaku. Tapi lama-kelamaan, aku mulai merasa manjanya berubah menjadi dinding pemisah diantara kami. Karena, manjanya dia itu terkadang agak berlebihan sehingga kami jadi sering bertengkar."

Aku hanya mengangguk-angguk saja. Aku tidak ada hak untuk berkomentar.

"Acara romantis dengannya selalu saja gagal. Kadang aku jadi kesal sendiri dan jadi merasa bosan merencanakan event yang romantis. Tidak berguna juga. Sebelum ini, aku ingin makan malam romantis dengannya, lalu tiba-tiba seorang teman yang entah dari mana datang mengacaukannya."

Aku terdiam sesaat. Aku berusaha menyerap maksud dari ucapannya. Lalu aku sadar, bahwa teman yang dimaksudnya adalah aku.

"Jangan bilang teman yang kamu maksud adalah... aku? Kalau ya, itu bukan salahku ya! Itu murni ketidak sengajaan!"

Steven tertawa mendengarku.

"Steve... jangan menyerah, selalu berusaha yang terbaik. Jangan pernah putus asa, dan jangan pernah menyerah. Manjanya dia mungkin terlihat seperti itu bagimu, tapi baginya, itu adalah cara menunjukkan kasih sayangnya padamu. Ya itu sih cuma pendapatku."

"Terima kasih. Tapi... kenapa juga aku jadi bercerita banyak seperti ini?"

"Kamu bebas bercerita denganku. Aku adalah pendengar yang baik." aku membanggakan diri.

Steven tersenyum.

"Eh, tadi kok kamu bisa salah kenali aku sebagai Cindy?"

"Baju kalian sama, sama-sama berkilauan. Jadi kukira kamu Cindy. Maaf soal pelukan tadi."

"Tidak apa-apa."

Aku dan Steven tersenyum secara bersamaan.

"Oh ya Steve, Happy Birthday to you!" ucapku.

"Thank you." balasnya seraya tersenyum lebar.

Kubalas senyumannya. Steven menghela napas dan berdiri. Aku mendongak melihatnya.

"Mari kuantar pulang, sudah terlalu larut. Bila Julian tahu kamu belum pulang, dia pasti khawatir."

Aku tersenyum dan mengangguk. Kami pun kembali menuju basement.

Dari kejadian hari ini, aku lebih mengerti arti sebuah hubungan. Ternyata, segala sesuatu yang terlalu berlebihan atau terlalu datar tidak baik bagi hubungan sepasang kekasih.

Dan malam ini aku juga jadi mengenal Steven. Aku semakin paham, pria seperti apa Steven itu. Ia sungguh tidak seperti yang kubayangkan, menyebalkan, kaku dan egois. Ternyata Steven adalah seorang pria lembut, dewasa, pengertian, sabar dan romantis. Aku merasa kagum padanya. Jantungku kembali berdebar kencang dengan hanya menyebut namanya.

Tapi kenapa?

-----------------------------------------------------------

Writer : Evelyn A Chandra

Continue Reading

You'll Also Like

390K 21.8K 29
Mature Content ❗❗❗ Lima tahun seorang Kaia habiskan hidupnya sebagai pekerja malam di Las Vegas. Bukan tanpa alasan, ayahnya sendiri menjualnya kepad...
390K 1.7K 16
⚠️LAPAK CERITA 1821+ ⚠️ANAK KECIL JAUH-JAUH SANA! ⚠️NO COPY!
560K 21.5K 46
⚠️ WARNING!!! : YOUNGADULT, 18+ ‼️ hars word, smut . Tak ingin terlihat gamon setelah mantan kekasihnya berselingkuh hingga akhirnya berpacaran denga...