Soft Of Voice

Da chusniahne

77.9K 10K 1.6K

[COMPLETED] Sama seperti sayap yang patah, dia tak akan bisa membawa burung yang sama untuk melihat dunia leb... Altro

PROLOGUE
ONE
TWO
THREE
FOUR
FIVE
SIX
SEVEN
EIGHT
NINE
TEN
ELEVEN
TWELEVE
THIRTEEN
FOURTEEN
FIFTEEN
SIXTEEN
EIGHTEEN
NINETEEN
TWENTY
TWENTY ONE
TWENTY TWO
TWENTY THREE
TWENTY FOUR
TWENTY FIVE
TWENTY SIX
TWENTY SEVEN
TWENTY EIGHT
TWENTY NINE
THIRTY
NOT AN UPDATE, BUT INI PENTING GENGS
THIRTY ONE
THIRTY TWO
THIRTY THREE
THIRTY FOUR
THIRTY FIVE
THIRTY SIX
THIRTY SEVEN
THIRTY EIGHT
THIRTY NINE
FOURTY
FOURTY ONE
FOURTY TWO
BACA AJA DULU
FOURTY THREE
FOURTY FOUR
SEQUEL + PROMOTE
FOURTY FIVE
INFO
FOURTY SIX
QUESTION
PENTING!!
FOURTY SEVEN
FOURTY EIGHT
SPOILER SEQUEL + PROMOTE
FOURTY NINE
INFO END ㅡ HIATUS
INFO
FIFTY
EPILOGUE
CURHAT BENTAR
INFO PENTING
EP ㅡ 1
[!] NANYA NIH PENTING
EP ㅡ 2
SEQUEL
NOTE !

SEVENTEEN

1.4K 167 7
Da chusniahne

Suara pengumuman dari pramugari menggema di seluruh bandara kota Paris ini. Aku duduk termangu menunggui Seungcheol yang tadi ijin undur diri untuk membeli makanan. Pesawat kami menuju Korea harusnya berangkat pukul sebelas lebih tiga menit waktu Paris, dan kami harus menunggu delay hingga dua jam kedepan, sedangkan sekarang jam masih menunjukkan pukul sembilan pagi. Memang sejak kemaren malam aku dan Seungcheol tak makan apapun, hanya aku yang sarapan bersama Jisoo pagi harinya. Baru lima hari aku ada di Paris, sebenarnya jadwal kami disini adalah sepuluh hari. Entah kenapa, tadi malam Seungcheol mengajak ku pulang lebih cepat. Dia ingin berada di Jeju menghabiskan sisa waktu bulan madu kami. Tadi malam, Seungcheol mendatangiku secara tiba-tiba ketika aku berbaring di sebelah kiri ranjang bersandarkan sandaran ranjang empuk itu. Dia secara tiba-tiba menyandarkan kepalanya di bahuku. Tangan kirinya menyusup dipinggangku, tangan kanannya berada diperutku.

"Kau tak apa?" Beberapa saat aku terdiam, tak tahu harus berbuat apa. Aku meliriknya dengan jantung berdegup sangat cepat. Tubuhku seakan kaku dan beku. Darah ditubuhku berdesir hebat. Seungcheol terlihat terpejam ketika aku meliriknya, wajahnya pucat, dia tampak lelah. Seungcheol hanya mengelengkan kepalanya. Aku menghembuskan nafasku berat.

"Ada apa?" tanyaku dengan suara agak bergetar. Aku ingin menangis jika Seungcheol terus-terusan seperti ini. Mengingat kejadian malam itu membuatku takut jika Seungcheol bersentuhan denganku. Aku segera menghilangkan pikiranku malam itu. Malam ini aku masih mengenakan turtle neck dan kupadankan celana piyama dari hotel. Masih menutupi bekas kepemilikan yang diberikan oleh Seungcheol.

"Sekedar menumpahkan rasa lelah yang aku alami pada istriku saja." Dia akhirnya berkata. Suaranya lebih rendah dari suara bangun tidurnya. Aku yakin dia selesai menangis, tapi aku tak tahu dia menangisi apa. Seungcheol masih terpejam, aku sedikit tersenyum melihatnya seperti ini. Aku masih berdiam pada posisiku, dengan kedua tangan disebelah tubuh dan kedua kaki yang aku silangkan. Novel karya John Green sengaja aku tutup dan meletakkannya pada meja, ingin lebih intim berbicara dengan Seungcheol. Hanya membuat fokusku pada Seungcheol saja, bukan yang lain. Kuberanikan diri menatapnya, lama. Seungcheol masih terpejam. Pandanganku beralih pada televisi yang menyala tanpa suara.

"Lalu apa yang membuatmu lelah? Bukannya kau usai bersenang-senang dengan Junghwa?" Seketika aku merutuki pertanyaanku itu. Melirik Seungcheol yang hanya menyunggingkan senyum mirisnya. Ternyata pertanyaanku tidak membuatnya tersinggung. Alih-alih tersinggung, Seungcheol masih asik terpejam. Dia hanya menggeleng. Aku yakin dia sedang tidak beres dengan Junghwa, tak biasanya dia berlaku seperti ini. Aku menghembuskan nafas sekali lagi. Membuang jauh-jauh rasa khawatir, takut dan pesimisku. Aku berhak bertanya, aku berhak marah, aku berhak atas dirinya sekarang. "Ada apa? Bisakah kau cerita?"

"Tak ada yang bisa ku ceritakan."

"Benarkah? Apakah kau masih menganggapku seorang istri?"

"Tentu aja."

"Lantas kenapa kau tak ingin cerita?"

Seungcheol menghembuskan nafasnya. Matanya kali ini terbuka, menatapku lemah dan lekat. Aku berbalik menatapnya. "Eum ... sebelumnya boleh aku membenarkan posisi kita? Ini sungguh tak nyaman bagiku."

Aku terbelalak. Dia bertanya padaku tentang posisi nyamannya? Seungcheol sudah terduduk dengan bertumpu dua tangannya. Bukannya aku tak mau, aku mau saja. Tapi mengapa dia bertanya dulu, aku sudah resmi menjadi istrinya dan dia berhak atas diriku. Aku tak menjawab, membuat Seungcheol langsung merebahkan kepalanya diatas dada kananku. Menempatkan tangan kananku pada pundaknya. Tangan kiri Seungcheol merangkul pinggangku dan tangan kanannya melingkari perutku, membuatnya seakan memelukku. Aku masih terdiam tak bisa berkata. Seungcheol membenarkan posisi kepalanya. Memejamkan matanya ketika dia merasa nyaman. Jantungku berdegup keras, kuharap Seungcheol tak mendengarnya.

"Lantas apa yang ... yang membuatmu lelah?" Aku memberanikan diriku bertanya padanya meskipun suaraku terdengar tersendat. Reaksi yang Seungcheol berikan membuatku tercengang.

"Apakah ada yang terjadi setelah aku sampai kemari dalam keadaan mabuk berat kemarin malam?" Aku tak tahu harus berkata apa. Itu terlalu sulit bagiku untuk mengakui.

Aku hanya menggeleng. Jika aku berkata-kata, aku takut Seungcheol curiga karena terlalu gugup. "Benarkah? Tapi aku merasakan sesuatu yang nyaman yang membuatku bahagia hingga aku berlaku sesuatu, entah menyakiti atau bagaimana aku tak tahu."

Bagaikan disambar petir, aku terdiam. Dia merasakan sesuatu tapi dia tak tahu jika malam itu dia bercinta denganku. Ingin rasanya memberi tahu akan kejadian malam itu, tapi aku terlalu kalut. "Mungkin kau hanya tak sadar karena minum terlalu banyak. Dan kau juga belum memberi tahuku apa yang membuatmu lelah."

"Mungkin saja." Diam. Seungcheol tak melanjutkan perkataannya hingga dia menghela nafas. "Aku membenci Junghwa tapi aku terlalu mencintainya." Sudah kuduga. Dia akan membicarakan sosok Junghwa. Aku tersenyum miris. Tangan kananku mulai membelai lembut punggung Seungcheol, membuatnya menatapku sekilas lalu terpejam kembali.

"Apa yang dia lakukan hingga membuat suamiku membenci wanita yang dicintainya." Aku yakin jika ada ajang pencarian istri paling tegar, akulah orangnya. Perkataanku baru saja membuat hatiku semakin teriris perih.

"Dia mengatakan tak ingin lagi bersamaku. Tapi dia berkata dia sangat mencintaiku. Mana yang harus aku percaya Ahrim?"

"Hatimu."

Seungcheol menatapku tajam. Aku berbalik menatapnya dengan tatapan tenang seorang istri. "Tak ada yang bisa membohongi hatimu."

"Baiklah jika seperti itu, aku akan menuruti hatiku. Bisakah kita kembali ke Korea besok siang?"

Aku menatapnya lekat. "Untuk?"

"Aku ingin menghabiskan bulan madu kita di Pulau Jeju."

"Baiklah jika itu yang kau inginkan."

Seungcheol merapatkan tubuhnya kepadaku, memelukku semakin erat. Andai saja saat ini dia juga mencintaiku, aku akan berbalik memeluknya erat. Membuat tangan kiriku yang bebas yang sedari tadi meremas-remas seprei ini pada kepalanya, memeluknya dan membuatnya nyaman. Membuat Seungcheol tertidur dengan posisi seperti ini. Ini adalah keberapa kalinya Seungcheol labil, dia sering kali marah padaku, sering kali pula bersikap manis yang membuatku semakin mencintainya.

Tak ada percakapan lagi setelahnya. Dia terdiam dan terpejam. Tangan kananku masih membelai lembut punggungnya. Beberapa saat posisi ini membuatku tak nyaman. Dengan perlahan kugoyangkan badan Seungcheol, nafasnya sangat teratur. Dia tertidur. Aku mencoba melepas pelukan yang Seungcheol berikan kepadaku, tapi nihil. Dia justru merapatkan pelukannya dan membuat kepalanya semakin dalam di leher dan dadaku. Aku tersenyum. Senyum ikhlas, aku senang malam ini dia berlari kepadaku. Kutatap lekat wajah tampannya yang terpejam. Dia terlihat sangat polos ketika tertidur. Mata, alis, bulu mata, hidung, bibir, pipi bahkan kening yang dimilikinya sungguh sempurna.

Kuangkat tangan kiriku, menyibakkan rambut pirangnya yang menutupi wajah tampannya. Kuletakkan tangan kiriku tepat di pipi kanannya. Membelainya dengan ibu jariku. "Aku mencintaimu Seungcheol. Selamat tidur." Lalu kuakhiri dengan ciuman lembut nan hangat tepat di keningnya. Aku berlalu untuk tidur. Berpetualang dalam mimpi dan melupakan masalah hari ini.

---

"Mau ku bawakan?" Suara serak Seungcheol membuat fokusku pada koperku terpecah, sedari tadi aku kesusahan membawa dua koper berisi pakaian dan oleh-oleh yang akan kami berikan kepada sanak saudara kami. Aku menatapnya, tersenyum lalu menggeleng. Seungcheol terkekeh lalu mengambil kendali satu koperku. Perbuatan manisnya dini hari ini membuatku sedikit kaget. Meskipun sejak duabelas jam kami di pesawat menuju Korea dia terus saja menenangkanku yang masih sedikit mengalami tekanan. Entah kenapa, aku baru saja menyadari dan merasakan menjadi seorang istri. Kami sudah berada di Bandara Internasional Incheon.

"Kenapa kita tidak langsung menuju Jeju saja?" Aku bertanya dengan polosnya. Seungcheol yang ada didepan menoleh.

"Kita mau ke apartemenku dulu, meletakkan oleh-oleh dan mengganti koper dengan koper yang lebih kecil." Dia melanjutkan perjalanannya, berjalan cepat menuju parkiran dimana sopir pribadi Seungcheol telah menunggu. Belum sampai di parkiran, sebuah mobil BMW warna hitam metalic milik Seungcheol berhenti tepat di depan kami. Dengan bantuan sopirnya, koper kami sudah mendarat di bagasi. Dini hari Korea hari ini terasa indah, bintang-bintang dilangit terasa megah. Bulan sabit lamat-lamat masih terlihat. Embusan angin menerbangkan rambutku kemana-mana.

Beberapa menit di dalam mobil kami hanya terdiam. Aku menoleh kearah Seungcheol yang ada di sebelah kiriku. Dia bersandar dan memejamkan mata. Aku tahu dia sangat lelah. Bukan saja fisik, hati juga. Dia harus menahan amarahnya karena Junghwa. "Kapan kita ke Jeju? Pagi ini atau kau mau istirahat di apartemen dan berangkat besok?"

Mata Seungcheol terbuka. "Pagi ini saja, aku ingin segera membuat pikiranku tenang. Tanpa pikiran tentang Junghwa." Dia menghentikan perkataannya. Bergerak menyandarkan kepalanya dibahuku. "Bersama istriku."

"Kau sedang tidak papa kan Seungcheol?"

Seungcheol menatapku lekat. "Memang kenapa? Kau tak mau berlibur dengan suamimu sendiri?"

Aku menggelengkan kepalaku. Takut jika Seungcheol justru marah dengan pertanyaanku. "Tidak. Aku justru lebih senang."

"Benarkah?" Seungcheol kembali menyandarkan kepalanya padaku lagi. "Baiklah kita bisa bebas melakukan apapun disana."

Continua a leggere

Ti piacerà anche

61.9K 5.6K 33
° WELLCOME TO OUR NEW STORYBOOK! ° • Brothership • Friendship • Family Life • Warning! Sorry for typo & H...
35.8K 3.4K 20
Plak!!! Lisa terdiam merasakan panas di pipinya, saat kekasihnya yang dia cintai menamparnya. Hatinya terasa begitu sakit. Apalagi, dia melihat sang...
777K 49.5K 95
Cerita sekuel dari 'Katakan: karena sebuah cerita berawal dari sebuah kata Meraih cinta itu mudah, tidak semudah itu memang. Mungkin tampak lebih mud...
783K 79.9K 55
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...