The Boy of My Dreams (END)

By zahrarax

422 105 10

Zara tidak bisa berhenti memikirkan cowok idamannya. Kapan ya dia bisa bertemu cowok itu? Tiba-tiba kejadian... More

Part 1 (Cinta Tidak Bisa Diburu-buru)
Part 2
Part 3
Author's Note
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7 (Jantungku Berhenti Berdetak)
Part 8
Part 10

Part 9

28 8 2
By zahrarax


"...pokoknya asal aku bisa makan."

~~~~~

Zara's prov

Restoran itu bernama Chez Moi. Letaknya di rumah besar bercat biru dengan menara kecil dan teras di sepanjang sisi depannya. Ibuku berhenti di dekat pintu. Dari dekat, restoran itu bahkan terlihat jauh lebih mewah lagi. Di lapangan parkir berderet mobil mewah yang masih baru. Bila ada orang yang melihat mobil kami parkir di sini, mereka mungkin mengira kami datang untuk memperbaiki keran yang rusak.

"Masuk sana dan pesankan makanan," perintah ibuku.

"Aku?"

Aku berpaling pada Mom supaya ia bisa melihat ekspresi menderita di wajahku.

"Aku tidak bisa masuk ke sana! Bajuku saja usang begini."

Dan kotor lagi, karena sepagian tadi aku sibuk menelungkup di tanah, merogoh-rogoh liang tikus mondok.

"Menurutku, tidak ada aturan kau harus pakai baju apa bila hendak memesan makanan di restoran untuk dibawa pulang, Zara," sergah ibuku.

"Aku tidak mau memastikan mesin mobil bila memang tidak perlu. Jangan kau kira bila di mal tadi mesinnya mau menyala, maka akan menyala lagi di sini."

"Aku bisa menunggu di sini dan---"

"Apa saja yang akan kau pesan, pesankan sekalian untukku," sela ibuku tegas.

Bagian dalam Chez Moi sengaja ditata hingga menyerupai bistro di Paris. Penyanyi Prancis melantunkan lagu cinta berbahasa Prancis di CD Player . Aku tahu itu pasti lagu cinta karena penyanyiannya berulang kali menyebut kata "amour" dan suaranya begitu mendayu-dayu, sarat emosi. Separo dindingnya dilapisi panel kayu dan dicat dengan warna cokelat tembakau gelap.

Meja-mejanya diberi taplak kotak-kotak dan dihiasi lilin. Semua pelayannya mengenakan celana panjang hitam, kemeja putih, dan dasi kupu-kupu. Chez Mou mengusung slogan "Cita rasa Paris di Red Wood", kedengarannya agak konyol menurutku. Waktu aku masuk ke sana, semua orang memandangku seolah aku baru turun dari pesawat luar angkasa. Celana jinsku yang robek-robek dan baju kaus bergambar iguana yang di desain khusus oleh Robby untukku sebagai hadia ulang tahun jelas tidak cocok dikenakan di Paris-nya Redwood.

Aku mengambil menu dari meja kasir yang terletak di bagian depan dan meneliti isinya sembari menunggu seseorang datang untuk mencatat pesananku. Dugaanku benar. Semua yang tertera di sana ditulis dengan bahasa asing, meski ada penjelasannya dalam bahasa Inggris di bawah tiap jenis makanan. Aku sudah berhasil menemukan cheese crêpes dan roti bawang ketika akhirnya ada juga orang yang menyapaku.

"Hai. Ada yang bisa saya bantu?" Tanyanya.

Suaranya begitu empuk dan hangat, bagaikan cokelat meleleh. Mendadak aku tahu bagaimana rasanya bila es krim di celupkan dalam lapisan cokelat.

Aku mengadah. Tepat di depanku, berdiri cowok paling ganteng dan menawan yang pernah ku tabrak dengan kereta dorongku di supermarket lalu. Kali ini dia juga mengenakan kemeja putih dan celana hitam seperti pelayan lain, tapi dasi kupu-kupunya tidak berwarna hitam. Dasinya ungu dengan hiasan bintang-bintang kecil warna perak. Dia tidak mengenakan jam di pergelangan tangannya, tapi seutas gelang persahabatan warna hitam. Sebelah telinganya juga tidak dihiasi anting-anting emas, tapi giwang perak berbentuk kadal. Kedua matanya biru sekali sehingga membuatku teringat pada langit.musim panas yang jernih. Memandangi senyumnya sama seperti memandangi matahari.

"Hai," sapanya lagi.

"Ada yang bisa saya bantu?"

Ada sesuatu yang sangat istimewa dalam diri cowok ini---sesuatu yang matang... intens... berbeda.... Pendek kata, dia memiliki gaya yang unik. Dia memiliki jiwa. Dia salah satu cowok tercanggih yang pernah aku kenal. Kejadian di supermarket kemarin memang sempat membuatku bingung beberapa menit, tapi kali ini aku tahu aku benar. Tidak salah lagi, ini lah Dia! Dengan senyum yang begitu menawan, bagaimana mungkin aku bisa keliru? Jantungku kontan berhenti berdetak.

"Kau mau memesan makanan untuk dibawa pulang?"

Senyumnya semakin cerah. Aku nyaris pingsan terkena serangan jantung.

Tanpa sadar aku pasti mengangguk, karena cowok itu lantas meraih notesnya. Mau rasanya aku mengorbankan apa saja untuk bisa menjadi buku itu, disentuh tangan kokohnya.

"Nama?"

Kupandangi dia. Otakku begitu sibuk memikirkan tangannya itu hingga aku tadi pasti salah dengar. Tidak mungkin kan dia menanyakan namaku? Masa sih dia ingin tahu siapa nama ku?

"Nama keluargamu pun boleh," katanya lagi.

"Untuk pesananmu."

****

Tidak banyak yang kuingat dalam perjalanan pulang dari Chez Moi. Ibuku bertanya macam-macam tentang restoran itu---banyakkah pengunjungnya? Apakah makanannya kelihatan enak? Benarkah restoran itu semewah yang dia kira?--- tapu aku hanya menjawabnya secara otomatis saja.

"Ehm," jawabku.

"Entahlah... kurasa begitu..."

Pikiranku tertuju pada hal-hal lain. Seberapa besar probabilitas matematis kami pergi ke tempat itu pada saat yang tepat. Bagaimana salah satu sudut bibir cowok itu terangkat saat dia tersenyum. Pada takdir. Bagaimana takdir mengambil alih hidupku. Takdir menuntunku ke nasib yang telah digariskan untukku.

Aku mengikuti Mom masuk ke dapur. Apa lagi coba kalau itu bukan Takdir namanya?

"Ayam!" Pekik ibuku.

Dia berdiri di depan meja, memandangi wajah berlapis aluminium yang ada di tangannya.

"Bagaimana sih, kok isinya ayam!"

Keluhannya nyaris terdengar seperti erangan.

"Mereka pasti memberikan pesanan yang keliru padamu."

Aku masih berdiri di ambang pintu, memikirkan Dia. Tadi Dia tersenyum padaku. Bukan cuma satu kali, atau bahkan dua-tiga kali, tapi empat kali. Dua kali waktu menanyakan aku hendak pesan apa. Satu kali waktu aku kesulitan melafalkan nama menu yang aku inginkan. Dan satu kali waktu dia memberikan pesanan itu padaku dan memintaku kembali lagi ke sana.

"Kembali lagi ke sini ya," kata cowok itu dengan suaranya yang empuk dan hangat. Aku bisa merasakan senyumnya di wajahku, bagaikan ciuman hantu.

"Kau dengatmr tidak, Zara?" Tanya ibuku.

"Kita harus kembali ke sana. Pelayan goblok itu memberikan pesanan yang keliru padamu."

Aku sama sekali tidak mendengarnya. Maksudku, aku tahu sedari tadi Mom ribut berbicara, dan aku tahu dia pastu berbicara padaku, karena satu-satunya makhluk lain di rumah ini selain aku hanyalah Leonardo, kura-kura daratku, sementara dia tidak ada di dapur. Tapi, tetap saja aku tidak benar-benar mendengar ocehannya. Bagaimana mungkin aku bisa mendengar ibuku bila jantungku berdebar-denar tidak karuan? Sekarang jantungku tidak lagi diam, tapi melonjak-lonjak seperti katak sinting.

Aku mengerjapkan mata.

"Apa?"

"Mereka memberikan pesanan yang salah kepadamu," ulang ibuku.

Dia melambaikan tangannya ke wadah-wadah yang dia keluarkan dari tas Chez Moi yang berwarna hitam-perak.

"Tidak mungkin itu pesanan kita. Isinya ayam. Kita harus kembali ke sana."

Kita harus kembai ke sana...

Lagi - lagi jantungku melonjak.

Kita harus kembali lagi ke sana...

Aku akan bertemu lagi dengan dia...

Dan karena aku baru saja dari sana, Dia pasti ingat denganku. Kali ini kami akan saling menyapa seperti orang yang sudah lama saling kenal. Kali ini Dia mungkin akan menanyakan hal lain padaku selain apa yang ingin aku pesan.

........

Next??

Continue Reading

You'll Also Like

94.8K 10K 35
053*: Senin kedin mi bu? Doğuhan: Evet, rica etsem atacağım konuma getirebilir misin? Ya da sen at ben geleyim. 053*: İşte o imkansız. Doğuhan: Ne...
66.8K 3.6K 30
Kurtarıcısına aşık olan Asi, aşkına karşılık bulduğu bir evrende yine de Alaz'a aşık olur muydu?
750K 8.9K 5
Yıllarca aile baskısı gören , aile sevgisinden mahrum kalan Peri. Babasına gelen telefon ile doğumda karıştırıldığını öğrenir. Peki bundan sonra ne o...
55.8K 3.1K 22
☆"Kayla ne biçim isim Rus musun sen?" "Hatırlatma travması var"