Accidental Encounter

Par ChenChenLing

787 207 157

Elena Lan seorang wanita yang memiliki kecantikan sempurna. Kecerdasannya dan ketelitiannya membuat dirinya m... Plus

Cast
Prologue
Chapter 1 : Dolphine Necklaces
Chapter 2 : Fail Dinner?
Chapter 3 : How Cruel You Are!
Chapter 4 : Misunderstanding?
Chapter 5 : Double-Date (part 1)
Chapter 7 : Double-Date (part 3)
Chapter 8 : Julian Chen
Chapter 9 : Steven Wu
Chapter 10 : Reunion
Chapter 11 : Paris
Chapter 12 : Between Stars and Smiles
Chapter 13 : Childish Side Of You And Me
Chapter 14 : Someone

Chapter 6 : Double-Date (part 2)

36 13 3
Par ChenChenLing

June 25, 2016
Beijing, China

"Apa kita hanya akan duduk disini?" tanyaku pada Steven yang duduk di sebelahku.

Aku dan Steven, kami berdua di tinggalkan oleh pasangan masing-masing. Lebih kurang, kita berdua sudah menunggu setengah jam disini. Cindy ingin mencoba wahana lainnya yang sama mengerikannya dengan yang tadi, sedangkan Steven sudah tidak sanggup lagi. Umm... ya... begitupun aku.

Sebenarnya Julian ingin menemaniku, akan tetapi Cindy tidak ingin sendiri, seperti biasanya, sifat manja Cindy tidak bisa diragukan lagi. Dengan sedikit... umm... tidak... tidak sedikit juga, dengan paksaan, Julian menyetujui untuk menemani Cindy. Dengan riang gembira, ia menarik Julian bersamanya.

Kenapa sekarang semuanya jadi seperti ini? Pasangan kita tertukar? Jangan sampai kacau seperti makan malam saat itu.

Kulihat Steven tetap diam, menunduk. Aku ikut menunduk untuk melihat wajahnya.

"Steven? Kamu baik-baik saja?" tanyaku padanya.

Steven mengangkat kepalanya.

"Umm... ya, aku baik-baik saja." jawabnya seraya mengusap hidung mancungnya.

Astaga, wajahnya benar-benar pucat, bahkan melebihi wajah pucatku tadi.

"Kamu tidak baik Steve, wajahmu pucat sekali."

"Masa?"

Aku mengangguk cepat.

"Kamu masih mual, Steve?" tanyaku khawatir

"Sedikit."

Lalu ia memegangi mulutnya, seperti menahan sesuatu.

"Kamu mau muntah Steve?!" tanyaku panik.

"A-agak..." jawabnya tertahan.

Aku segera menariknya ke toilet. Sesampainya didepan toilet ia tetap tidak mau masuk kedalam.

"Ti-tidak perlu, a-aku baik-baik saja..." ujarnya yang tertahan-tahan.

"Baik apanya?! Sudah sana!"

Kudorong Steven masuk ke dalam toilet. Jadi dia menahan rasa mualnya selama itu? Aku bisa merasakan betapa tersiksanya. Aku saja sudah sangat tersiksa tadi, ini malahan, Steven menahannya selama setengah jam. Tak lama, ia keluar dari toilet dengan memegangi perutnya. Kulihat wajah pucatnya sedikit berkurang.

"Lebih baik?"

Ia mengangguk pelan.

"Daripada kita menunggu mereka seperti orang bodoh disini, bagaimana kalau kita jalan-jalan saja?" ajakku.

"Tapi, kalau mereka kembali, bukankah mereka akan kebingungan mencari kita?"

Kurogoh tasku dan mengambil ponselku. Kutulis pesan singkat untuk Julian. Lalu kutunjukkan pesan singkat itu pada Steven. Kemudian aku menarik Steven yang masih memegangi perutnya.

"Kita mau kemana?" tanyanya.

"Kemana saja, yang penting bosannya hilang." tegasku.

Kami berjalan-jalan melihat kedai-kedai makanan ringan di sebelah kiri dan kanan kami. Beberapa pedagang menjajakan dagangannya. Balon sabun berterbangan dengan indah, aku berputar-putar, dengan gerakan seperti tarian menikmati suasana ini. Andai saja saat ini ada Julian di sampingku. Tanpa sadar aku menarik tangan Steven dan mengajaknya mengikuti langkahku. Sepertinya ia sedikit kebingungan. Tapi kami berdua menikmatinya.

Musisi jalanan meramaikan suasana, musik mengalun indah. Orang-orang berdatangan melihat pertunjukan itu. Kulihat beberapa orang lainnya menari, ada yang sendiri dan ada yang berpasangan. Dari kecil, aku memang sangat gemar menari, hingga kursus menari. Aku masuk ke dalam kerumunan orang-orang yang tengah menari. Aku mulai menari dengan tarian yang pernah kupelajari dulu. Langkah kakiku yang mantap membuatku semakin percaya diri. Kulihat Steven tersenyum dan tertawa melihatku menari. Ia mengiringiku dengan tepuk tangannya. Kembali kutarik lengannya, mengajaknya masuk ke dalam keramaian untuk mengikutiku menari. Ia tampak malu-malu, dan hanya kebingungan. Aku menuntunnya untuk mengikuti langkahku.

"Ayolah!" ajakku.

"Tidak... aku tidak bisa menari." ujar seraya tertawa.

"Come on! Ayolah Steven! Follow my step!" bujukku.

Dengan malu-malu ia menarikku ke dalam dekapannya. Terjadi kontak mata diantara kami. Untuk sesaat, kami saling memandang satu sama lain. Aku tersenyum gugup padanya, begitupun Steven. Musik terus mengalun lembut. Kami memulai langkah pertama dengan perlahan dan ragu. Sambil terus saling memandang, kami meneruskan tarian ini dengan langkah ragu. Steven tersenyum kecil yang agak tertahan, tapi tidak dapat menyembunyikan bahwa ia juga menikmati saat ini.

Dari dekat seperti ini, aku bisa melihat wajahnya lebih jelas. Tak bisa kupungkiri lagi, ia sangat tampan, sangat-sangat tampan. Senyuman tersungging di bibirku. Ia juga menatapku dengan mata sendunya. Tangannya yang melingkar di pinggangku dan tanganku yang melingkar di lehernya, membuat kami terlihat seperti sepasang kekasih.

Alunan musik lembut berakhir. Aku melepaskan rangkulanku darinya. Kami mundur sedikit, menjaga jarak antara kami. Dengan gugup, aku berusaha mengatur napasku yang tak beraturan. Jantungku berdegup kencang. Aku menunduk, tidak berani menatapnya. Kenapa aku jadi seperti ini?

Musik berganti menjadi lebih ceria dan bersemangat. Irama musik seolah menuntunku untuk kembali menari. Aku kembali mengajak Steven menari bersama. Aku mulai menari dengan tarian cha-cha, Steven mengikutiku, ternyata Steven bukannya tidak bisa menari, tapi kurasa ia malu-malu. Mantap di setiap langkah, membuat kami menari dengan indahnya. Kami menari tanpa mempedulikan orang lain. Dapat kudengar, tepukan tangan riuh di sekeliling kami.

Musik berhenti, begitupun dengan kami yang mengakhiri tarian kami dengan sentuhan akhir yang memukau. Napas kami tak beraturan, dapat kurasakan napasnya yang sedikit memburu. Aku memandangnya yang tersenyum manis padaku. Kubalas senyumannya dengan gugup.

"Keren!!" pekik seseorang di belakang kami.

Kami menoleh ke belakang secara bersamaan, dan melihat Cindy yang melompat-lompat sambil menepuk tangannya. Dengan cepat, aku dan Steven melepas pelukan kami.

"Ih keren banget! Steve, kok aku tidak pernah tahu kamu bisa menari sebagus itu?" tanya Cindy.

Steven hanya diam saja. Wajah Steven menunjukan wajah jengkel, apakah ia jengkel karena Cindy pergi bersama Julian? Ya, kurasa... akupun merasakan hal yang sama.

"Kalian sudah selesai?" tanyaku acuh.

Julian mengangguk ragu.

"Kok bisa tahu kita ada disini?" tanyaku.

"Kebetulan lihat kalian sedang menari-nari disini." jawab Cindy.

Aku hanya mengangguk-angguk saja.

"Elena, kita makan dulu yuk, nanti baru lanjut lagi." ajak Cindy.

Aku hanya mengikuti kemauan Cindy. Dialah bosnya dalam acara kencan konyol ini.

Kami memesan makanan di salah satu kedai. Sambil menunggu makanan disajikan, kami mengobrol.

"Len, kamu hebat ya!" Cindy memulai.

"Hebat apanya?" sahutku.

"Menari seperti tadi itu loh!" tambah Cindy.

"Oh itu... ah tidak, biasa saja. Yang hebat itu Steven."

Steven melirikku.

"Apa? Tidak, aku hanya mengikuti langkahnya." ujar Steven seraya tersenyum kepadaku.

Lagi-lagi, aku merasakan jantungku berdegup kencang. Apa maksudnya ini?

"Kalian berdua hebat." ujar Julian.

Aku hanya tersenyum pada Julian.

"Kalian tadi, naik wahana apa saja memangnya?" tanyaku pada Julian dan Cindy.

"Wah banyak! Tadi, di rumah hantu, Julian sempat bergidik, dia menyangka hantunya sungguhan." ujar Cindy.

"Apanya?! Kamu yang melompat terkejut lalu memelukku!" balas Julian.

"Hahaha... yang pasti kamu ketakutan juga kan di dalam sana? Akui saja Julian!"

"Mana ada seperti itu!"

Mereka berdua bercerita satu sama lain, mengacuhkan aku dan Steven yang berada di samping mereka. Mereka tampaknya sangat seru dengan cerita mereka sendiri. Aku dan Steven hanya saling melirik, lalu kembali menatap pasangan kami. Entah kenapa aku merasa aku seperti orang lain saat ini.

Setelah makan, kami melanjutkan berjalan-jalan.

"Komedi putar!" pekikku.

Cindy, Steven dan Julian melihat ke arahku.

"Bukankah sangat kekanak-kanakan, Len?" tanya Cindy dengan nada lemas.

"Aku jadi teringat masa kecilku setiap kali melihatnya." ujarku.

"Aku juga!" seru Steven.

"Benarkah?" tanyaku dengan semangat yang menyala-nyala.

Steven menganggukan kepalanya.

"Ayo kita naik!" seruku.

Steven kembali menganggukan kepalanya dengan antusias. Hanya saja, Julian dan Cindy tampak tidak ada niat sama sekali.

"Cindy? Julian? Kalian ikut?"

Julian dan Cindy saling memandang, lalu menggelengkan kepala mereka dengan pelan. Aku mulai geram. Kutarik Steven bersamaku.

Aku dan Steven menaiki komedi putar ini dengan tawa bahagia. Kalau mau dibilang kekanak-kanakan, kencan konyol ini juga bisa dibilang kekanak-kanakan. Cuma naik komedi putar, orang dewasa juga banyak yang naik wahana ini. Bahkan pasangan kekasih. Kekanak-kanakan? Omong kosong!

Setelah komedi putarnya berhenti, aku dan Steven berniat kembali ke Cindy dan Julian. Tapi alangkah sialnya...

slipp...

Tali sepatuku tersangkut di pijakan komedi putar itu. Dan...

bruaakk...

Aku kehilangan keseimbangan dan jatuh. Dan kesialanku juga menimpa Steven yang berada di sampingku, karena tanpa sengaja aku menarik bajunya. Alhasil, Steven ikut jatuh bersamaku.

"Maaf Steve!"

Aku meminta maaf pada Steven yang tepat disampingku, terbaring di lantai dan meringis kesakitan. Lalu ia memandangku, begitupun aku yang memandangnya.

Steven tersenyum, aku sesungguhnya agak bingung, bukannya marah, dia malah tersenyum. Aku jadi tertawa melihatnya, begitupun dia. Kemudian Steven beranjak bangun, dan membantuku bangun. Kami menghampiri Cindy dan Julian.

"Mau kemana lagi nih?" tanyaku pada Cindy.

"Kita ke couple Lake saja!"

Aku hanya mengikuti saja. Kita berjalan menuju tempat yang diinginkan Cindy.

Sampailah kami di couple Lake. Kami memasuki areanya. Dan tiba-tiba aku dan Steven ditarik oleh seseorang.

"Wah! Dua pasangan! Kalian tepat sekali memilih tempat ini! Ini tempat baru disini, belum banyak pengunjung karena belum banyak yang tahu tempat ini. Sekarang cobalah! Saya yakin, tempat ini akan membawa suasana romantis untuk sepasang kekasih! Tapi sayang sekali hanya bisa satu persatu pasangan yang menaiki kapal angsa ini!"

Yang menarikku adalah seorang pria muda berkacamata. Dia terus berpromosi tanpa henti, hingga sulit bagiku menjelaskan bahwa aku dan Steven bukanlah sepasang kekasih. Julian dan Cindy hanya diam mendengar si pria berkacamata ini berbicara.

Lalu aku dan Steven didorong menaiki kapal angsa.

"Eh?" pekik aku dan Steven.

Aku melirik ke arah Julian dan Cindy yang sedikit panik mencegah kami yang terus menerus didorong oleh si pria berkacamata.

"Juliaaaannn!!!" teriakku memanggilnya.

Lalu kapal ini berjalan. Teriakanku pada akhirnya tidak berguna juga. Dan tetap kami harus melewati couple lake bodoh ini.

"Sudahlah, percuma saja." ujar Steven.

Ya, memang percuma saja. Kami duduk dengan tenang. Kapal ini terus berjalan memasuki goa gelap yang sedikit menyeramkan. Apanya yang romantis?

"Apanya yang romantis? Tempat ini menyeramkan sekali!" gerutuku.

"Mungkin ini yang dinamakan ketakutan yang berakhir romantis." ledek Steven.

"Mana ada romantis macam itu?!" pekikku.

"Ada dong, misalnya, kamu ketakutan karena tiba-tiba melihat sesuatu, lalu karena saking takutnya kamu memelukku? Kan jadinya romantis, iyakan?" ujarnya seraya tertawa.

"Jangan harap aku akan memelukmu! Apapun yang terjadi, peluk memeluk tidak akan terjadi disini! Awas saja kalau kamu sampai cari-cari kesempatan!" ancamku.

Ia mengangkat kedua tangannya, tanda bahwa ia menyerah. Tiba-tiba sesuatu lewat didepan mataku.

"Aarghh!!!" jeritanku menggema di dalam goa ini.

Aku memeluk Steven karena ketakutan. Steven tertawa tertahan. Aku yang sadar bahwa aku baru saja memeluknya melepas pelukanku, dan menepuk bahunya cukup kencang.

"Auuuhh! Perempuan tidak boleh sekasar itu! Sakit tahu!" ujarnya sambil memegangi bahunya.

"Diam kau!"

"Eitss! Bukan salahku ya... kamu yang memelukku tadi!"

Aku terdiam, memang sebenarnya bukan salah Steven. Tapi, masa aku harus mengakui kesalahanku di depannya? Tidak! Tidak boleh!

Kapal terus bergulir mengikuti aliran air yang tenang. Hingga keluar dari goa gelap itu. Apakah sudah berakhir? Ternyata tidak, kapal ini memasuki area penuh bunga dan kupu-kupu berwarna-warni. Alangkah indahnya tempat ini. Untuk sesaat aku sempat terkesima, tapi aku kembali berusaha menutupinya.

"Mungkin ini yang dibilang romantis?" tanya Steven.

Aku hanya diam saja. Perlahan kapal mulai melambat. Apa yang terjadi? Lalu kapalnya berhenti. Apa mesinnya rusak atau bagaimana? Kenapa sampai berhenti? Aku berusaha agar aku tidak panik, namun kenyataannya aku tetap panik.

"Apa yang terjadi?!"

Steven tetap duduk dengan tenangnya.

"Steve!"

"Apa?"

"Kok bisa kamu tidak panik?!"

"Tentu saja tidak, nantinya kapal ini juga jalan lagi." ujarnya santai.

"Sok tahu kamu!"

"Loh? Kok sok tahu sih? Ya memang tahu, aku sudah naik wahana seperti ini berulang kali sama Cindy di L.A, Elena!"

Aku hanya terdiam sambil melirik sinis ke arahnya.

"Apa? Memangnya kamu tidak pernah naik wahana seperti ini?"

Aku menggeleng pelan.

"Kamu itu sebenarnya terlalu serius bekerja... atau kamu itu orangnya terlalu serius sih?" tanya Steven dengan tatapan menelisik.

"Sebenarnya... sebenarnya aku itu tidak suka pergi ke amusement park. Soalnya... soalnya..." jelasku terbata-bata.

"Soalnya?"

"Soalnya di tempat ini banyak wahana menyeramkan yang tidak kusukai." lanjutku.

Steven tertawa terbahak-bahak.

"Jangan tertawa!"

Steven tetap tertawa. Aku melipat kedua tanganku sambil menatapnya dengan tatapan jengkel. Tampaknya Steven menyadarinya dan berhenti tertawa seketika.

"Sudah... lebih baik kamu nikmati pemandangan indah ini saja." ujar Steven seraya terkekeh.

Aku melihat sekelilingku. Begitu banyak kupu-kupu berterbangan. Seakan aku dibawa melayang bersama mereka, maka akupun berdiri berusaha menyatukan jiwaku bersama mereka. Sedangkan Steven menatapku dengan tersenyum. Aku berputar beberapa kali. Tiba-tiba kapalnya jalan dengan hentakan yang membuatku terkejut hingga terjatuh.

Mataku terbelalak. Aku jatuh di atas Steven, lagi, namun kali ini dengan bibir kami yang saling bertautan. Bibirnya sangat lembut, dan hangat. Tapi tidak bisa! Ini tidak bisa terjadi! Aku beranjak bangun, alangkah sialnya aku kembali terpeleset dan kejadian tadi terulang lagi. Steven sendiri sangat terkaget-kaget. Aku mengatur posisiku perlahan dan hati-hati untuk kembali duduk di sampingnya.

Kapal terus berjalan menyusuri jalan setapak penuh air. Sejak kejadian tadi, kami tidak lagi berbicara dan suasana menjadi kaku. Sampai kami keluar dari area ini. Dan kembali bertemu Julian dan Cindy yang menunggu kami. Begitu kapal ini berhenti aku langsung berlari. Julian dari belakang mengejarku. Aku pun berhenti.

"Kamu kenapa, Len?" tanya Julian.

Aku menggelengkan kepalaku.

"A-aku ti-tidak apa-apa."

Julian menatapku dengan tatapan bingung. Cindy menghampiriku.

"Len! Kenapa kamu? Disana menyeramkan ya?"

Aku menangguk saja.

"Aku mau coba!"

Kemudian Cindy menarik Steven untuk kembali menaiki wahana ini. Setelah mereka selesai menaiki wahana ini kami disuruh naik wahana ini ulang.

"Apa?!"

"Iya, ulangi sama Julian sana! Memang agak menakutkan di goanya, tapikan ada Julian yang bisa memelukmu. Kalau tadikan, kamu sama Steven yang tidak bisa memelukmu." suruh Cindy dengan tatapan menggodaku.

Akhirnya aku kembali naik wahana ini bersama Julian. Tapi, hingga akhir perjalanan kapal ini, aku tidak merasakan sesuatu yang spesial. Suasananya sangat berbeda saat aku dengan Steven tadi. Dimana aku merasakan takut, tenang, kesal, degupan jantungku dan kehangatan. Tapi kenapa tidak saat dengan Julian? Mungkinkah karena kami telah menjalin hubungan ini terlalu lama hingga terbiasa? Atau... jangan! Jangan sampai!

Setelah semua wahana sudah kami naiki, saatnya untuk kami pulang. Di pintu keluar, ada sebuah acara, dimana penonton berkumpul disana. Kami menghampiri acara itu karena penasaran. Ternyata itu acara untuk pasangan kekasih. Ada lombanya juga.

"Sebelum kita pulang, ikut acara ini yuk!" ajak Cindy.

Kami hanya menatap Cindy.

"Dan biar lebih seru, kita gantian pasangan. Bagaimana?"

Ide gila apa lagi ini?

-----------------------------------------------------------

Writer : Evelyn A Chandra

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

563K 21.6K 46
⚠️ WARNING!!! : YOUNGADULT, 18+ ‼️ hars word, smut . Tak ingin terlihat gamon setelah mantan kekasihnya berselingkuh hingga akhirnya berpacaran denga...
2.1M 10.1K 17
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...
Who Am I? Par Irys

Roman d'amour

842K 80.3K 34
Lily, itu nama akrabnya. Lily Orelia Kenzie adalah seorang fashion designer muda yang sukses di negaranya. Hasil karyanya bahkan sudah menjadi langga...