Greensleeves

By NUGO0815

12.6K 781 102

Menikah dengan vampire?!! SERIUSS!! Tapi itulah yang terjadi pada Rose. Sebuah perjanjian untuk membalas rasa... More

GREENSLEEVES (prolog)
PESTA ULANG TAHUN I
PART 3 : Yes, My Lord!
PART 4 : Stranger
PART 5 : Saingan
BERUBAH
BERUBAH 2
Bitter Sweet
Between us
Gak penting, tapi baca aja ya!
I'll Be Your Man
Shallow Hearts
TRAP!
SNOW FLOWER
YOLO (you only live once)
Meet me on the Battlefield
Let's we dancing under the moonlight
The promise
180 degree
pengumuman

PESTA ULANG TAHUN 2

1.2K 55 2
By NUGO0815


"WHAT..!! kok gitu sih? NO Way!!"

Pekik Rachel yang menolak keras setelah mendengar keinginan sang kakak. 

Dengan kesal ia pun membanting tas tangannya ke arah sofa. Kepalanya menggeleng kecewa dengan ide tersebut.

Rain menghela nafas berat, ia sudah tahu pasti hal ini akan terjadi. Dengan tenang ia pun berkata.

"Rachel, kau tidak boleh begitu. Bagaimana pun dia anggota keluarga kita.."

Rachel lantas mendudukan dirinya pada sofa. Otaknya tidak bisa menerima hal itu. Bagaimana mungkin kakaknya dengan senang hati mengadakan pesta ulang tahun bagi Rose? 

Padahal sebelumnya tidak pernah ada acara yang seperti itu.

" JADI SELAMA AKU DI AMERIKA, KAKAK MEMILIKI HUBUNGAN BAIK DENGAN GADIS ITU?!! AKU PASTI SUDAH GILA..!" umpatnya kesal pada Rain. 

Rain lantas duduk di bagian kanan sofa yang tidak terisi.

"Rachel, kau ini kenapa? Berhentilah melakukan itu. Apa kata orang nanti kalau melihat mu yang menatap benci kepada Rose. Kau tidak mau nama Oliver itu tercoreng kan?"

"KAKAK YANG TIDAK MENGERTI! JANGAN TERLALU BAIK PADA ORANG LAIN. KAKAK TIDAK INGAT APA YANG TERJADI PADA IBU ? HAL ITU TERJADI KARENA IA TERLALU BAIK. KARENA BAIK ITU MERUPAKAN KELEMAHAN MU. KAU SADAR SEKARANG!" ungkapnya penuh emosi.

Rain menatap tidak percaya pada respon sang adik. Sebersit rasa kecewa melintas di hatinya. Mungkin kah ini alasan yang merubah hati lembut seorang Rachel menjadi pribadi yang menyebalkan dan keras kepala?

"Jadi kau meragukan ku Rachel? Ya ampun.." tuturnya sedih membuat air muka sang adik seketika berubah menjadi khawatir.

"Kak.., aku bukan meragukan mu. Aku hanya terkejut dengan keputusan mu. Maksud ku kenapa kau berubah? Begini, kau ingat kan banyak kesedihan yang kita lalui setelah ibu meninggal. Kau tidak boleh lengah kak. Ku mohon jangan sedih. Maaf kan aku."

Rachel pun menangis. Tangannya mulai meraih dan memeluk tubuh kekar Rain. Se egois dan keras kepala nya seorang Rachel, hal itu akan hilang jika sang kakak sudah ikut campur. Baginya dosa besar jika membuat sang kakak kecewa dan sedih.

" Oke.. Oke.. aku menyerah kak. lakukan lah yang kau mau. Tapi ku harap kau bisa mempertanggung jawabkan keputusan mu." mendengar kalimat itu meluncur lancar dari bibir sang adik. Ia pun mencium kening sang adik. Puas mendengar sang adik yang akhirnya sepakat dengan idenya.

Setelah berpelukan, akhirnya mereka membicarakan hal lain. 

Yah, ini kali pertamanya Rachel pulang ke Indonesia setelah 6 tahun ia menetap di Amerika. Mereka saling bertukar pemikiran dan bertukar cerita. Apa pun mereka bahas. Bahkan sampai asmara, terutama bagian Rachel yang menolak mentah-mentah Steve.

"Kak jangan berikan lagi nomer ku pada pria yang bukan tipe ku, oke!"

ROSE POV's

Ya Tuhan, ini selesai kapan coba? sudah jam 5 sore tapi belum selesai juga. 

Ahhh!! Sial!! 

 Aku benar-benar sial hari ini. 

Hukumannya adalah merapihkan buku-buku dan menatanya kembali pada rak sesuai dengan ukuran dan jenis bukunya. Belum lagi harus membantu penjaga perpustakaan untuk mendata buku yang baru saja datang siang tadi.

"Umm apa buku di ujung meja sudah kau rapikan Rose?" tanya Miss Edelweiss. Aku pun menghampirinya dan duduk dengan lemas di kursi yang berhadapan dengannya.

"Belum Miss, aku benar-benar sudah tidak kuat. Aku menyerah.." kata ku yang langsung di balas kekehan olehnya. 

Miss Edelweiss sangat cantik, secantik namanya Edelweiss. Beliau pribadi yang baik hati, penyayang dan tenang. Ia bahkan menyediakan satu gelas air untu ku.  Katanya, kasihan melihat ku di hukum Mr. Lucas.

"Terima kasih Miss, untung ada Miss kalau tidak aku pasti mati kehausan"

"Hahaha.. Kan aku sudah bilang pada mu. Jangan buat kesal Mr. Luc's apalagi kau kan kelas 12. Jadi bersabarlah, toh sebentar lagi juga kau akan meninggalkan sekolah ini.."

"Miss jujur saja. Anda orang ketiga yang mengatakan itu hari ini.."

Miss menutup mulut dengan tangan kanannya. Lalu kami pun tertawa bersama.

"Hari sudah mulai gelap. Ayo pulang, sisanya besok di lanjutkan lagi oke" saran Miss yang langsung ku angguk semangat.

Jadi aku yang memegang kunci perpustakaan agar pagi nanti aku bisa langsung membereskan perpustakaan sebelum Mr.Luc's datang. Tak bisa ku bayangkan seberapa besar emosinya nanti jika Mr.Luc's tahu aku belum menyelesaikan hukuman.

Kami berpisah di depan gerbang hingga sebuah limosin hitam tiba-tiba berhenti di depan ku. Tanpa membuang waktu lama, aku pun langsung masuk ke dalam mobil tersebut dan tak terduga.

"Ron ?!!" kata ku setengah menjerit.

Pria tampan yang pendiam ini se-mobil dengan ku sekarang. Matanya menatap malas ke arah ku. Perlahan ia mulai melepas turun head phone yang terpasang dan menaruhnya menggantung di leher indahnya.

"Jangan sok akrab.." katanya setelah melihat reaksi ku.

Aku sadar itu, dia masih sama ternyata. Memperlakukan ku dengan sikap dingin khasnya. Berbeda dengan kak Rain yang sangat menyayangi ku. 

Eh tunggu ini mau kemana?

"Pak kita tidak belok ke kiri? Apartemen ku kan disana.." tanyaku yang bingung

"Maaf nona, Tuan Rain meminta anda untuk datang ke rumah.." tutur sang sopir. 

Aku hanya mengangguk seolah mengerti. Mata ku kembali menatap Ron. Ia masih menatap ku dengan tatapan malasnya.

"Hai Ron, lama tidak bertemu. Apa kabar mu? Pasti Harvard itu keren ya?" tanyaku.

"Sudah ku bilang jangan sok akrab.." sahutnya yang berhasil membuat ku skak mat. Dengan gerakan perlan ia kembali memasang headphonenya. 

Suasana macam apa ini. Kami ini satu keluarga, tapi rasanya seperti orang asing.

 Aku tahu ini semua karena tragedi buruk itu. Kenangan terburuk yang pernah ada.

FLASHBACK

"Bunda kok lebih sayang Rose dari pada aku?" tanya seorang gadis kecil berusia 10 tahun. Ia hampir menangis karena berpikir ibunya di rebut oleh gadis kecil lain yang saat itu berumur 5 tahun.

"Uh sayang ku, kau pasti cemburu ya. Ayo sini biar bunda peluk.."

Gadis itu pun berlari memeluk ibunya. Dengan tatapan kesal ia mencubit gadis tersebut dan membuatnya menangis keras.

"Ya ampun Rachel gak boleh nakal sama Rose. Ayo minta maaf" pinta sang ibu namun tetap saja gadis itu tak bergeming.

"Gak mau, dia sudah rebut ayah. Nanti bunda di rebut juga lagi.."

"Rachel.. Ayah sayang Rachel dan Rose kok. Bunda juga sayang Rose dan Rachel. Ayo maafan sama Rose, Rachel kan anak baik ayo.." dengan terpaksa Rachel pun memeluk tubuh Rose kecil dan mengucapkan kata maaf namun tiba-tiba saja.

"Kenapa anak ini selalu mengacau Hah!!" suara bariton tiba-tiba terdengar kencang dan dengan kasarnya pemilik suara tersebut mendorong seorang bocah laki-laki keluar pintu. Hal itu berhasil menarik perhatian wanita dan kedua anak tersebut.

"KAK RAIN..!!" jerit Rachel histeris mengetahui sang kakak yang ternyata di dorong oleh pria tersebut.

Wanita itu lantas berlari menghampiri pria tersebut. Berniat menenangkan sang suami, tak di sangka rambutnya malah di tarik kasar dan di dorong hingga membuat wanita itu terjatuh ke lantai.

"KAU TIDAK BISA MENDIDIK ANAK HAH?!! BISA-BISANYA IA MELUDAHI IRENE. DASAR WANITA TIDAK BERGUNA" makinya pada sang istri. Mengetahui itu Rain langsung berlari dan mencoba melindungi bundanya. Kedua tangannya melebar seakan siap menjadi tameng bila sang ayah kembali menyerang.

"CUKUP OLIVER STARK!!" teriak wanita lain yang ternyata adalah ibu Rose. Matanya mulai berbinar karena menahan tangis melihat aksi pukul pukulan tersebut.

Dengan cepat ia berlari ke arah Rachel dan Rose. Setelah menggiring mereka masuk ke kamar. Ia pun menghampiri suaminya tersebut.

"Oliver aku sudah bilang jangan pernah memukul siapa pun disini.." terangnya dengan nada penuh kekecewaan. Pria yang diajaknya bicara hanya diam seribu bahasa. Melihat kondisi seperti ini ia pun kembali melanjutkan kalimatnya yang terputus.

"Aku ingin kita bercerai saja.."

DEG...

Seperti tersambar petir di siang hari. Mata Oliver langsung membulat karena shock mendengar kalimat itu keluar dari mulut orang terkasihnya. Air mata turun dengan deras, seakan dia menyesal dengan hal itu.

Tapi terlambat Irene sudah lelah, toh dia tahu bahwa ketiga anak tirinya sangat membenci dirinya. Lalu apa alasannya untuk bertahan di rumah ini?

"Irene aku janji mereka akan lebih patuh dan sayang pada mu. Maafkan tingkah anak-anak ku" lirih seorang wanita lain.

"Margareth, aku ini wanita. Aku jelas paham perasaan mu. wanita mana yang ingin berbagi suami dengan wanita lain. Jadi jangan bohong Margareth, kau juga sakit hati kan.."

Detik itu juga kesedihan mulai meyelimuti ketiga orang dewasa tersebut. Meninggalkan seribu pertanyaan misterius bagi sang anak sulung, Rainhard. Melihat mereka Rainhard kembali bersuara.

"Kenapa kalian menangis, aku senang dengan keputusan mu. kau menghargai ibu ku berarti kau tak seburuk yang ku pikirkan" tutur Rain yang langsung mendapat tatapan tajam dari ibunya.

"Rain, aku minta maaf. Gara-gara aku kau pasti sangat khawatir tentang hubungan ibu dan ayah mu. Aku janji, aku akan pergi dari sini. Jadi jangan nakal ya, patuhlah pada ayah dan ibu mu. kau benar-benar anak yang cerdas mirip dengan AYAH MU" tutupnya yang langsung bangkit berdiri meninggalkan ruang tamu tersebut.

Beberapa menit kemudian ia sudah siap bersama Rose dan beberapa koper yang berisi baju mereka. Mereka mulai menarik koper mereka menuju pintu keluar. 

Melihat hal itu Oliver lantas berlari dan membanting pintu keluar yang hampir terbuka dengan keras hingga membangunkan Ron yang tertidur pulas di kamar.

"Kau bilang mencintai ku, tapi kau meninggalkan ku HAH?!" teriaknya emosi. Namun dengan santai wanita itu menyahut.

"Aku tidak akan mencintai siapa pun yang beristri jadi permisi.."

Pria itu mulai melemas. Kata kata itu seakan menusuk di hati seorang Oliver Stark. Kini ia hanya bisa diam membeku melihat wanita yang di sayanginya dan anak hasil cinta mereka pergi dengan sebuah mobil.

Perlahan dan pasti mobil tersebut pun bergerak pergi menjauh hingga tak terlihat lagi.

3 Tahun kemudian..

"Mamaaaaaa.." tangisan gadis kecil terus memenuhi ruangan VIP rumah sakit ini. Ia sangat khawatir setelah mendapati kondisi ibunya yang masih belum sadar dari koma. 

Beberapa hari lalu sang ibu menghilang hampir 2 minggu membuat gadis ini jantungan setengah mati. Untunglah ada sahabat ibunya yang menemani kalau tidak pasti dia tidak akan terurus.

"Bibi Sia.. Mom kapan bangunnya?" tanya gadis itu.

"Sabar ya Rose, pasti Mom bangun kok. Sini-sini bibi peluk jangan nangis ya" terang wanita tersebut berusaha menenangkan.

Beberapa menit kemudian seorang pria masuk ke dalam ruangan. Air mata terlihat deras mengalir keluar dari matanya setelah mendapati kondisi pujaan hatinya yang berada di ambang hidup dan mati.

"Apa yang kau lakukan disini? Keluar kau bajingan! Kau menyusahkan kami saja" usir sang wanita dengan ketus.

"Aku ingin minta maaf harusnya aku.."

"Kau memilih siapa sih? Irene atau Margareth?! Lihat hasil keputusan mu. Apa kau bisa membaca masa depan hah?! aku yakin setelah ini perpecahan tidak akan terelakan. Kau benar-benar bajingan sinting ya Oliver!!"

"Aku tidak bisa melindungi mereka, aku benar-benar bodoh.." aku sang pria yang kini menangis karena merasa sangat bersalah.

"Mulai saat ini, berhentilah mengejar kami. Biarkan aku, Rose, dan Irene bahagia tanpa mu. Jadi pergilah sebelum ku panggil satpam.." usirnya sekali lagi yang berhasil menarik perhatian sang gadis.

"Daddy kenapa? Jangan di omelin terus bi.. kasihan Daddy nangis tuh" tutur Rose yang perduli. Perlahan ia mulai merosot turun dari pangkuan sang bibi. Dan ia pun menghampiri sang ayah.

"Daddy jangan nangis ya. Nanti mukanya jelek. Kata mama daddy itu pria tertampan yang pernah ada. Sini Rose hapus air matanya." Rose mengeluarkan sapu tangan dari dalam saku baju nya. Perlahan ia mulai mengelap pipi pria tampan tersebut. Tindakannya berhasil membuat ke dua orang dewasa tersebut diam membeku.

Benar kata pepatah : Buah jatuh tak jauh dari pohonnya

Rose ternyata memiliki hati yang lembut seperti ibunya..

"Rose, ayo sini mendekat ke bibi. Dan kau Oliver cepat pergi. Aku tak sudi melihat wajah mu.." usirnya yang langsung di patuhi pria tersebut.

FLASH BACK END

Ingatan itu selalu muncul dalam benak Rose. Entah apa yang sebenarnya terjadi hingga membuat sang bibi begitu geram dan benci pada ayahnya. Ia sangat amat penasaran dan ingin mengetahui alasan dibalik semua ini terjadi.

Suatu kali Rose ingin bertemu ayahnya. Tapi, hal itu berhasil di gagalkan oleh anak Bibi Sia yaitu Marcus. Marcus selalu meracau kalau Rose akan dalam masalah jika dekat dengan sang ayah. Namun, bukan Rose kalau mudah menyerah.

Dan hasilnya adalah sekarang ia bisa bertemu dengan sang ayah. Sayangnya, kondisi ayah tak se sehat dahulu. Ia jadi harus lebih banyak menghabis waktu di rumah ketimbang di kantor. Sedangkan untuk alasan ia tinggal di apartemen, itu karena ia ingin menghargai kakak-kakaknya. Terlebih setelah bertahun-tahun tidak bertemu.

Yang jelas ia ketahui adalah ketiga kakaknya mulai berubah sejak Mom Margareth meninggal dunia. Entah alasan apa yang menjadi di balik semua tragedi ini hingga nasib naas menimpa pada wanita super sabar sepertinya.

Rose sangat terpukul saat mendengar hal tersebut yang ternyata keluar dengan lancar dari bibir tipis seorang Ron. Ron yang dulu adalah bocah ceria yang jahil dan tengil. Tapi setelah kejadian tersebut, berubah menjadi kaku dan dingin. Dia sangat irit dalam berbicara.

Kalimat yang tak terlupakan bagi Rose adalah kita Ron berkata seperti ini.

"Apa kau buta? Apa kau tuli? Atau kau bisu? Kenapa kau tak perhatikan lingkungan sekitar mu sih. Semua ini terjadi karena kau dan ibu mu. Andai kau tak muncul di hidup kami. Pasti ibu ku tidak akan meninggal sekarang?!"

Rose mulai menggeleng kepalanya pelan. Uh, setiap kali mengingat kalimat itu dadanya terasa sesak seketika. Tanpa ia sadari mobil pun perlahan berhenti, membuat Ron tak sengaja menatap balik karena bingung melihat perubahan ekspresi Rose yang terlihat ketakutan.

"Tuan Ron dan Nona Rose sekarang kita sudah sampai di Rumah.." ucap sang sopir yang langsung keluar membuka pintu bagi ke-dua majikannya tersebut.

Rose menatap bangunan rumah ini sejenak, tidak ada yang berubah semenjak ia tinggalkan 5 tahun lalu. Melihat Ron yang sudah melangkah masuk rumah terlebih dahulu, maka Rose pun langsung menyusul ke dalam.

Matanya tak henti-hentinya berbinar melihat pernak pernik hiasan di langit-lagit gedung. Ada acara apa ini? kenapa rumah ini di hias?

"Rose!!" teriak seseorang dengan semangat menyapanya. Ah, itu kak Rain. Dengan semangat ia pun berlari dan memeluk pria tersbut.

"Wah kau makin cantik yah, terakhir kita hanya video call tapi melihat mu. Wah, lebih cantik aslinya" puji Rainhard yang berhasil membuat pipi gadis itu bersemu merah.

"kakak juga tampan, mirip sekali dengan ayah.." sahutnya yang seketika membuat pria itu kehilangan ekspresi.

"Siapa ini? Apa kau si bocah teng.. um..maksud ku kau Roseline?" tanya seorang wanita itu, Rose benar-benar tak menyangka wanita ini masih mengingatnya bahkan sekarang ia sudah mulai berani menyapanya lebih dahulu. Mungkinkah ini pertanda bagus?

"Iyah kak Rachel, Aku Rose senang bisa bertemu dengan mu lagi.." ungkapnya yang merasa terharu.

Matanya beralih pada pria yang kini sedang duduk di tangga. Pria itu adalah Ron Oliver, dia sangat ingin berdamai dengan pria itu tapi mengapa terasa sulit sekali ya?

"apa perjalanan mu menyenangkan bersama Ron?" tanya Rain

"Iyah dia sangat baik" bohong.

Rachel terkekeh pelan. Dengan berbisik ia berkata

"Kalian kan memang seumuran, tentunya kalian akrab. Yang membedakan hanya dia masuk Harvard lebih cepat dari padamu. Dia benar-benar mewarisi otak cerdas dari ayah.."

Rose merunduk malu. Lagi dan lagi, kata kata itu memukul keras harga dirinya. Dia sangat benci jika semua orang bicara hal itu. Tapi jika itu keluar dari mulut seorang Rachel Oliver.

Lalu Rose bisa apa?

"Kalian semua memang mirip seperti ayah" tuturnya lirih.

Rain menatap sinis ke arah Rachel. Hal itu berhasil membuat Rachel jengah, karena tak tahan ia pun lantas pergi meninggalkan 2 orang tersebut.

"Maafkan Rachel ya Rose, kurasa tempramen buruk ayah terwarisi di dalam tubuhnya" katanya penuh penyesalan. Rose menggeleng seakan mengatakan kondisinya baik-baik saja walaupun hatinya tidak.

Rain mulai mengajak Rose untuk naik ke ruang istirahat ayah. Setelah bertemu dengan sang ayah dan saling melepas rindu. Rain lantas menjelaskan alasannya mengundang wanita itu kesini.

"Kau tahu ini hari apa?"

"Hari Jum'at kan, tanggal 22 oktober?! Oh mungkinkah"

"Selamat ulang tahun Rose, ini kali pertamanya kau kembali setelah 5 tahun meninggalkan tempat ini.." tuturnya yang tiba-tiba bertepuk tangan

Kurang dari 5 menit, muncul seorang pramusaji dengan mendorong sebuah troli yang diatasnya terdapat sebuah kue red velvet bertuliskan selamat ulang tahun. dan lilin cantik yang semakin memperindah tampilan kue tersebut.

"Ayo make a wish lalu tiup lilinnya.." pinta Rain yang langsung di ikuti oleh Rose.

Lamat-lamat Rose mulai menyampaikan harapan dan memanjatkan doa. Dalam hati, ia sangat amat ingin memiliki hubungan yang baik dengan ke-tiga kakaknya.

 Tapi pesan terakhir Bibi Sia membuatnya berada di ambang kebimbangan. Terakhir saat di Korea sang Bibi berpesan agar Rose tidak pernah berhubungan dengan keluarga Oliver.

"Apupun itu, baik hubungan kerja apalagi berbicara dan bertemu keluarga Oliver. Tidak, tidak, kau terlalu muda Rose. Tapi aku sarankan selama di Indonesia kau tinggal di apartemen kita yang dahulu.." tutur sang Bibi yang terus menggenggam erat tangan Rose.

"Kau tahu betapa rumitnya hubungan Oliver dengan kita. Jadi jangan macam-macam. Kalau kau tak mendengarkan ku lihat saja apa yang akan terjadi nanti.." lanjutnya yang mulai terdengar seperti sebuah ancaman.

"Bi.. aku hanya ingin sekolah disana kok, aku janji tidak akan bertemu dengan ayah" Bohong.

"Rasanya berat sekali melepas mu pergi ke Indonesia. Tapi kau ini benar-benar keras kepala seperti ibu mu. ah, kau sudah seperti anak bagi ku Rose. Tapi aku bisa apa?" ungkapnya yang di ikuti dengan butiran bening yang keluar deras dari matanya.

tak tunggu lama, Rose lantas memeluk tubuh ringkih yang kini sedang di rawat di rumah sakit. Penyakit Cancer Mamae (*kanker payudara) membuatnya harus mengurangi aktivitas dan menjalani pengobatan serta therapi.

"Bibi, aku janji setelah menyelesaikan SMA ku. Aku akan segera kembali ke Australia.."

"Ku tunggu kau di sini. Kembali lah dengan tubuh yang sehat, wajah yang cantik, dan senyum yang cerah seperti ini ya. Jangan kecewakan aku.."

Ingatan itu perlahan mulai menghilang dari benak Rose. Setelah merasa cukup ia mulai meniup lilin dan melemparkan senyum termanis untuk kakak sulungnya. 

Mungkin bibi Sia terlalu berlebihan menilai keluarga Oliver. Buktinya, hingga saat ini semua terlihat damai dan aman-aman saja. Lagipula, Rain juga sangat baik padanya.

Rain mengusap lembut rambut pirang Rose. Seakan menyampaikan rasa sayangnya sebagai seorang kakak.

"Nah, begini. Selanjutnya akan ada acara pesta dansa untuk mu. Tapi, ini sedikit berbeda sih.."

Alis Rose terangkat . Berbeda? Maksudnya bagaimana?

"Akan ada pers yang meliput kita. Selama ini masyarakat hanya mengenal nama kita tanpa mengetahui kita. Jadi, aku ingin seluruh dunia tahu siapa Oliver bersaudara ini. Kau tidak keberatan kan Rose?"

"Tapi Kak Rain bukan kah itu terlalu berlebihan, ini kan hanya perayaan ulang tahun. mengadakan pesta dansa saja menurut ku sudah lebih dari cukup"

"Sudah ku duga kau pasti akan bereaksi seperti ini. Anggap saja ini acara tahunan karena kita semua berkumpul disini. Kau, aku, Rachel, Ron, dan Daddy. Apa kau tak rindu pada Daddy hah? kau selalu bilang pada ku untuk menjaganya. Lalu apa aku salah ingin menyenangkan adik ku?"

"Kak Rain aku hanya..."

"Kau tak mempercayai ku ya Rose?"

Raut sedih terlihat jelas pada wajah tampannya.

"Aku tahu hubungan kita rumit. Adik-adik ku yang lain juga sulit untuk bisa menerima hal ini. aku hanya ingin menunjukan pada dunia bahwa mereka salah tentang kita. Berita mengatakan hal-hal buruk seolah kau dan kami bermusuhan. Aku sangat sedih tiap kali mendengar hal itu. Aku hanya ingin sekali saja kita berkumpul sisanya terserah kalian. Tapi melihat eksperesi mu kurasa kau tidak menginginkannya.."

Rose terdiam sejenak. 

Rain benar, perlu rasanya mengubah pandangan masyarakat terhadap mereka. Terlebih selama ini orang mengenal keluarga Oliver sebagai keluarga terkaya namun terlihat tidak harmonis. 

Tapi kalau sampai media meliput, otomatis bibi Sia akan tahu dan marah besar karena aku berhubungan dengan keluarga oliver.

Bagaimana ini?

Dirasakan tangannya di genggam seseorang. Kak Rain mulai menggenggam tangan Rose erat. Matanya terus mengarah pada Rose se akan menuntut jawaban.

"Tanpa pers ku mohon.." pinta Rose

Tapi Rain menggeleng lemah. Membuat wanita ini berada di ujung kebimbangan.

"Baiklah. Tapi berjanjilah pada ku, setelah ini biarkan aku hidup normal dan bebas keluar - masuk rumah ini untuk bertemu dengan ayah. Oke!" tawar ku membuat kesepakatan.

"As your wish Rose.." katanya yang sepakat dengan ku.

PESTA DANSA


Ya pemirsa, sekarang kami meliput langsung dari pesta dansa termewah sepanjang tahun ini. Bertempat di kediaman keluarga Oliver. Pesta yang mempertemukan seluruh anggota keluarga Oliver serta seluruh jajaran pegawai dan rekan bisnis. Untuk lebih jelasnya mari kita masuk.

"Halo Tuan Rain, Senang bisa bertemu dengan Anda.."

"Oh selamat datang.."

"Anda begitu tampan dan modis dengan setelan jas putih itu.."

" Oh ya? terima kasih, aku benar-benar tersanjung.."

"wah suasananya begitu ramai dan megah.."

"Sebenarnya ini hanya pesta penyambutan biasa. Selain untuk menyambut kedatangan ketiga adik ku. pesta ini juga untuk memperat persahabatan dan meningkatkan semangat kerja bagi para pegawai dan rekan bisnis"

"Ini kali pertamanya keluarga Oliver muncul di publik, mau kah anda memperkenalkan anggota keluarga Oliver kepada masyarakat?"

"Oh sure, perkenalkan aku Rainhard Oliver. Aku putra sulung dari Oliver Stark dan CEO di Oliver Group : Property's and Asurance. Di samping ku adalah Rachel Oliver, Rachel anak ke dua di keluarga kami, Lalu Ronanld Oliver. Ron adalah anak ke tiga di keluarga kami. Dan ada lagi yang terakhir. Tapi dimana ya dia?"


Raut wajah Rain mulai cemas. Ia meminta seseorang petugas untuk mencari Rose. Otomatis Steve langsung berlari dan mencari sosok gadis cantik tersebut.

Tak lama kemudian muncul seorang gadis cantik dengan setelan dress merah selutut. Dengan dandanan yang sederhana dan lipstik merah muda. berhasil membuat para tamu terkagum-kagum. Cantik alami..

Sangat cantik, pria mana yang tidak akan jatuh cinta padanya?


"Oh ini adalah adik ku yang terakhir namanya adalah Roseline Oliver. Ayo perkenalkan diri mu"

"Hallo, saya Roseline Oliver.."

"Wow, Nona Rose anda begitu cantik dengan dress tersebut. Anda memiliki selera fashion yang baik.."

"Oh ini semua kak Rachel yang menyarankan. Kak Rachel membantu ku mulai dari memilih dress sampai riasan di wajah ku. dia sangat memahami ku" 

    lagi-lagi aku berdusta 


"Wah kalian adik kakak yang kompak ya, lalu ku dengar Ron berkuliah di Harvard. Bagaimana kesan mu selama tinggal di negeri paman Sam?"

"Aku kuliah, dan aku sangat nyaman disana.."

"Tuan Rain pertanyaan terakhir. Semua orang begitu penasaran dan tertarik dengan mu. Bagaimana tipe wanita idaman mu?"

"Sederhana saja, dia penyayang, cantik, dan berhati lembut. Aku suka melihat wanita yang pandai memasak. Ku rasa itu cukup bagi ku"

Akhirnya wawancara itupun selesai. Rose menarik nafas dalam. Keputusannya ini jelas akan berakibat baginya. Bibi sia akan marah besar jika melihat siaran itu tadi. Dia harus memikirkan alasan apa yang cocok agar bibi Sia mengerti.

Namun tiba-tiba sebuah tangan menariknya cepat keluar dari kerumunan tamu. Dengan kasar membawa Rose menuju taman di belakang rumah.

"Kau tak punya otak?!" maki pria tersebut, membuat Rose ketakutan

"Ron, kau kenapa?" tanya Rose bingung

"Kenapa kau keluar kamar?"

"Mungkinkah kau yang mengunci kamar ku?"

"Setelah ini kau harus pergi dan jangan pernah tunjukan batang hidung mu lagi di depanku. Atau ku bunuh kau!" Ancam Ron yang lantas pergi meninggalkan wanita itu yang kini terheran-heran dengan tindakannya tersebut.

Dalam hati Rose ingin bertanya.

ADA APA DENGAN MU RON?

Akhirnya pesta dansa pun selesai. Karena hari semakin gelap, Rain menyarankan untuk Rose menginap di rumah. Tapi, Rose menolak ia memilih pulang ke apartemennya. 

Lagi pula, Rose tidak akan menjamin ia bisa tidur dengan nyenyak. Terlebih setelah kejadian Ron yang tiba-tiba marah besar padanya.

Ron pasti sangat membenci Rose..

"Steve akan mengantarkan mu sampai apartemen, Steve titip adik ku ya.." pesan Rain pada sahabatnya yang langsung di balas anggukan semangat dari Steve.

Mobil pun mulai bergerak menjauhi gedung super mewah tersebut.

Di sepanjang perjalanan Rose hanya diam, membuat Steve yang menjadi tidak enak padanya.

"Um, hey Rose. perkenalkan aku Steve, aku adalah sekertaris kakak mu" Tutur Steve yang masih tidak di respon Rose.

"Kau pasti kesulitan saat disana yah? "

Tanya Steve yang seketika berhasil menyadarkan Rose dari lamunannya. Senyum palsu ia tampakan pada Steve. Tapi sayangnya Steve tidak semudah itu tertipu.

"Mereka baik, aku nyaman kok. Cuma ada tugas sekolah yang belum terselesaikan jadi aku harus pulang ke apartemen" Rose mulai mengutarakan alasannya membuat Steve mengangguk seolah paham.

"Umm bisa kah kau berhenti di depan jalan itu..?" pinta Rose pada Steve

"Tidak, jalanan itu agak gelap dan sepi. Jadi biarkan aku antar sampai di depan apartemen mu oke.." saran Steve menawarkan diri tapi langsung mendapat penolakan keras dari sang penumpang.

"Ku bilang berhenti ya berhenti..!"

"Tapi berbahaya Rose nanti kau kenapa-kenapa terus aku.."

"Ssst, aku ini sudah dewasa Tuan siapa nama mu. Steve ya? Aku sudah sering lewat sini. jadi jangan mengelak oke.." Rose mulai membuka pintu mobil. Tangannya mengibas-ngibas seolah-olah mengusir pria itu pergi. Dengan terpaksa Steve pun melajukan mobilnya pergi.

Kakinya mulai melangkah santai, berjalan masuk menuju gang yang agak gelap tersebut. Gang ini memang jalan tercepat untuk sampai ke apartemennya. Tapi kalau sudah semalam ini rasanya menyeramkan sekali.

Tap.. Tap.. Tap..

Suara ketukan sepatu siapa itu? Rose menengok ke arah belakang namun tak di temui siapapun. Hawa cemas mulai meliputi dirinya. Ia mulai mempercepat bahkan berlari hingga tiba-tiba

BRUKH

Ia menabrak seseorang

"Wah ada wanita cantik, malam-malam di gang ngapain? sini abang temenin" goda si preman yang langsung mencekal ke dua tangan Rose.

"Lepas!! Aku gak mau!!" tolak Rose. Dengan cerdasnya, Rose menendang tepat di bagian pusat tubuh pria tersebut. Tak ingin menyiakan kesempatan, Rose langsung ambil langkah seribu. Berlari sekencang yang ia bisa. Sialnya High heals malah memperlamabatnya dalam berlari.

"Hah!! ketangkep Lu sekarang!!" tangan si preman berhasil meraih rambut Rose. Tangannya menarik kasar rambut hitam ikal Rose. Membuat gadis itu merintih kesakitan

"Lu tuh cewek gak tahu di untung ye?!! Dulu ya, semua cewe pengen tuh di deketin gue. Sialan amat lu nendang –nendang anu gue..!!" cerocos sang preman yang terus menyeret wanita itu kembali masuk ke dalam gang. Rose mulai menangis, bibirnya terus berkata tolong, tapi tidak ada seorang pun yang muncul untuk menolongnya.

Preman tersebut membenturkan Rose ke sudut dinding gang. Seakan tak mau diam, tangannya sesekali menampar ke arah pipi Rose. Bau rokok begitu menyengat keluar dari mulutnya. Membuat siapapun jijik menciumnya. Bibir pria itu hampir menyentuh kulitnya hingga tiba-tiba sebuah tonjokan melayang tepat di pipi kanan pria tersebut.

Rose bernafas lega karena seseorang telah menyelamatkannya.

"Sialan siapa lagi si nih orang? Nyari mati rupanya? "

Sang preman mulai menyerang penyelamat tersebut. Tangannya sesekali meninju ke arah orang tersebut. Namun tak kalah hebat, penyelamat tersebut menghindar dan sesekali meninju tepat di bagian perut hingga membuat preman sialan itu terkulai lemas di jalan.

"Kau tidak apa-apa ?" Tanya sang penyelamat tersebut.

"Oh Mr.Luc's!!" pekik Rose

Pria itu menyentuh pipi rose yang sedikit lebam karena ulah si preman.

"Mister AWAAAAASS!!"

PRAAAAAAAAANG

Bau anyir mulai tercium. Membuat Rose berjengit setengah mati. Dengan sekali tendangan dan pukulan telak. Pria itu berhasil membuat sang preman tersebut tak sadarkan diri.

Tangannya mulai menarik pergi Rose keluar dari gang tersebut.

"Ayo masuk apartemen mu sekarang.." perintah Mr.Lucas pada Rose

"Mister kepala mu.."

Tangan Luc's meraih darah yang mengalir dari kepalanya. Dan kemudian

BRUUUUUUUKH....

"Mister Luc's sadarlah! Mister!!" teriak Rose histeris

BERSAMBUNG

UH.. mas Lucas ku, kamu kenapa toh mas? (T_T)

VOMMENT JUSEYO. 

 Yah yah yah, perlu gak sih aku pasang muka sedih kaya Rain biar kalian mau vote dan comment. 

Seru gak sih ceritanya? Aku mau bilang ke temen ku elma. Doumo arigatou mau bikin cover dan promotin cerita amburegul ini. 

Continue Reading

You'll Also Like

75.5K 14.5K 15
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] 21+ ‼️ Apa jadinya jika si berandal Jasper Ryker yang dijuluki sebagai raja jalanan, tiap malam selalu ugal-ugalan dan babak...
296K 30.4K 33
warn (bxb, fanfic, badword) harris Caine, seorang pemuda berusia 18 belas tahun yang tanpa sengaja berteleportasi ke sebuah dunia yang tak masuk akal...
85K 7.9K 21
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
63.4K 4.6K 29
Love and Enemy hah? cinta dan musuh? Dua insan yang dipertemukan oleh alur SEMESTA.