The Boy of My Dreams (END)

By zahrarax

422 105 10

Zara tidak bisa berhenti memikirkan cowok idamannya. Kapan ya dia bisa bertemu cowok itu? Tiba-tiba kejadian... More

Part 1 (Cinta Tidak Bisa Diburu-buru)
Part 2
Part 3
Author's Note
Part 4
Part 6
Part 7 (Jantungku Berhenti Berdetak)
Part 8
Part 9
Part 10

Part 5

27 9 1
By zahrarax

     "Kau tidak perlu mencemaskan hal-hal kecil seperti itu. Semua itu tidak penting bila kau benar-benar jatuh cinta."

****

Zara's prov

     Kusambar sebuah kereta dorong.
     "Kau benar!" Seruku dengan nada dibuat-buat.
     "Cinta mengalah-ngalahkan segalanya!" Kudorong keretaku ke depan dengan satu sentakan kuat.

     Seseorang menjerit.

     Salsa dan aku kontan tertegun. Kemudian aku mendesah.

     Di sana, tepat di depan kami, di lorong Buah dan Sayur, atau lebih tepatnya, terimpit di antara kereta dorongku dengan rak yang memajang tomat, berdiri sang cowok. Meski mustahil dan sama sekali di luar sana aturab hukun probabilitas, aku mendapati diriku bertanya-tanya dalam hati apakah cowok itu Dia.

     Aku menengadah. Tepat di depanku, berdiri cowok paling ganteng dan menawan yang pernah ku lihat seumur hidupku. Umurnya paling kurang delapan belas tahun, tinggi, berambut pirang, berkulit putih layaknya Asia , dan kurus namun terlihat sangat kokoh. Aku sangat  menyukai cowok yang rambutnya diekor kuda--- kurasa itu aku terlalu sering menonton Clark Gable berakting di film Mutiny on the Bounty---- sementara rambut cowok ini cepak dan jabrik. Dan dia mengenakan anting-anting. Nah, kalau itu gara-gara kebanyakan nonton Ray Miland di film Golden Earrings. Tapi ada sesuatu dalam diri cowok itu yang menarik perhatianku..

Canggih...

Menarik...

Intelek...

Mungkin bahkan sedikit liar juga...

     Kulirik isi kereta dorongnya. Tidak ada daging ataupun daging disana.

     "Oh, maafkan aku!" Seruku terkesiap kaget.
     "Aku tidak bermaksud---"

     "Kau mau membunuhku, ya?" Meski bisa dibilang berteriak, suara cowok itu terdengar indah. Ya. Sangat indah. Dalam dan hangat. Seperti suara Clark Gable atau mungkin Harrison Ford.

     Meski cowok itu marah padaku, bukan lantas berarti dia bukan jodohku. Buktinya, lihat saja di film-film. It Happened One Night... The Front Page... Bringing Up Baby... Romancing the Stone... Dalam film-film itu, meski selalu diawali perdebatan dan perkelahian, pasti akhirnya pasangan dalam film saling jatuh cinta. Sama seperti burung merak yang membentangkan bulu-bulu ekornya yang indah. Itu hanyalah salah satu cara menarik perhatian.

     Tatapan kami bertemu. Sekali lihat saja aku langsung tahu cowok itu memiliki jiwa. Menatap matanya seperti itu membuatku merasa seolah sudah mengenal dia. Napasku kontan terhenti.

     "Tidak," jawabku lemah, menarik kereta dorongku yang mengimpit badannya.
     "Maksudku, ini kecelakaan yang tidak disengaja."

     Meski masih terlihat sedikit terguncang, cowok itu berhasil juga menyunggingkan seulas senyum.

     "Kusangka, kecelakaan lazimnya terjadi di jalan bebas hambatan, bukan di supermarket," katanya padaku.
     "Bagaimana kalau kau sedikit lebih hati-hati? Kau bisa membuat orang lain cedera, bersenda gurau seperti itu."

     Aku membuka mulut untuk mengatakan sesuatu yang terdengar cerdas--- supaya cowok itu tahu dia telah menemukan jodohnya, karena meski belum menyadarinya sekarang, sebenarnya dia sangat tepikat padaku--- tapi aku tidak mampumengatakan apa-apa.

     "Kurasa seharusnya aku bersyukur kau hanya mendorong kereta, bukan mengemudikan mobil," gerutu cowok itu sambil bergegas pergi.

     "Kurasa itu bukan Dia, ya kan?" Bisikku pada Salsa.

     "Kurasa bukan," Salsa balas berbisik.

.....

     "Tapi bagaimana kalau aku tidak pernah jatuh cinta?" Tanyaku pada Salsa saat kami menyeberang jalan,menuju toko video.
     "Umurku sudah enam belas tahun. Enam belas tahun, dan sampai detik ini, belum pernah ada cowok yang kutaksir secara serius."

     "Lihat segi positifnya dong," Salsa menyarankan.
     "Juliet malah sudah meninggal saat umur empat belas tahun."

     "Ya tapi dia kan sudah menikah."
     Kutendang sebuah stik es krim ke got.
     "Sementara aku, enam belas tahun, tapi seumur-umur, baru satu kali berkencan. Kencan yang payah, lagi."

     Aku pernah beberapa kali diajak kencan cowok saat pertama kali duduk di bangku SMU dulu, tapi tidak pernah oleh cowok yang kusuka. Sekarang, tidak ada lagi yang pernah mengajakku berkencan. Entah mengapa, aku sendiri tidak tahu. Menurut Salsa, itu karena aku terlalu sering bergaul dengan Robby. Dia bilang, itu membuat semua orang berasumsi kami pacaran. Aku justru menganggap pendapatnya itu lucu sekali.

     "Aku juga baru satu kali berkencan dengan cowok yang payah," kata Salsa.
     "Tapi coba kau lihat, aku toh tidak panik-panik amat."

     Salsa dan aku sama-sama pernah mengalami kencan yang menyebalkan. Begini ceritanya...

Dia janjian pergi nonton bersama Zayn, lifeguard yang bertugas di pantai lokal musim panas tahun lalu. Tapi, saat tiba waktunya, nyali Salsa mendadak ciut. Karena enggan pergi sendirian, Salsa ingin aku menemaninya. Kebetulan Zayn punya teman yang bisa diajaknya.

"Ini kencanku yang pertama," Salsa berulang kali memohon padaku.

"Masa kau tega membiarkanku pergi berkencan untuk pertama kalinya tanpa kau temani. Aku kan pergi dengan orang praktis masih orang asing bagiku."

Kubilang aku pikir-pikir dulu...

"Kalau aku jadi kau, aku pasti mau," debat Salsa.

Akhirnya aku menyerah.

Jadilah aku dipasangkan dengan teman Zayn, Harry. Kerja si Harry hanyalah mengoceh tentang dirinya sendiri, itu pasti sangat mengasyikkan seandainya namanya Leonardo da Vinci. Maksudku, mendengarkan Leonardo membicarakan dirinya sendiri berbulan-bulan pun aku mau --- banyak yang bisa dia bicarakan: lukisannya, penemuannya, musiknya --- sementara hal yang paling menarik yang pernah dilakukan Harry seumur hidupnya hanyalah membuat tato sendiri yang gagal total. Di samping itu, dia tidak menyukai satu hal pun yang aku sukai. Berondong jagung pun dia tidak suka. Setiap kali aku makan berondongku, dia selalu berlagak mau muntah.

Dia bersenandung terus menerus sepanjang film. Memang sih, itu bukan masalah besar, karena film yang kami tonton waktu itu 'thriller' yang ceritanya mirip-mirip film 'thriller' lain yang pernah kutonton sebelumnya. Jadi aku tidak perlu berkonsentrasi sepenuhnya atau bagaimana untuk memahami jalan ceritanya. Aku sudah tahu apa yang bakal terjadi satu menit sebelum si tokoh utama melontarkan komentarnya yang pertama.

Zayn menganggap film itu bagus sekali.

Harry sebal melihat janggut yang menghiasi wajah tokoh utama.

Salsa pusing.

Aku ketiduran...

     Kencan itulah salah satu hal yang menyebabkan aku mulai berpikir. Tiba-tiba saja, terpikir olehku jangan-jangan aku harus menghabiskan hidupku dengan kencan-kencan seperti itu--- tidak berarti, membosankan, tidak lebih menyenangkan dari pada menyetrika baju. Aku bisa membayangkan diriku terjebak bersama cowok menyebalkan yang melarangku makan berondong jagung dan berseru, "Yo! Ayo, sikat!" Setiap kali tokoh utama dalam film mengeluarkan pistolnya, sementara cinta sejatiku berada ribuan mil jauhnya dari sini, berulang kali memandangi jam tangannya sembari berdiri di tengah hujan deras, bertanya-tanya dalam hati mengapa aku tidak nongol-nongol juga.

     "Siapa bilang aku panik?" Bantahku.

     "Aku cuma berandai-andai, bagaimana kalau aku tidak pernah bertemu dengan orang yang tepat? Maksudku, bagaimana kalau dia dilahirkan di abad salah, atau ayahnya nelayan miskin di Thailand sana? Bagaimana aku bisa bertemu dengannya kalau begitu, coba?"

     Seperti biasa, Salsa tidak sependapat denganku.

    "Tentu saja kau akan bertemu orang yang tepat," sanggahnya.

     "Semua orang paling tidak pernah satu kali jatuh cinta dalam hidupnya. Selalu ada seseorang yang sempurna bagi setiap orang."

     Jauh di lubuk hatiku yang terdalam aku tahu itu benar, tapi ternyata, otakku belum benar-benar meyakininya.

     "Ayolah, Salsa," protesku.

     "Bersikaplah realistis. Ada bermiliar-miliar orang di planet ini. Berdasarkan hukum probabilitas, kecil sekali kemungkinan aku bakal bertemu cowok istimewa."

     "Sains tidak ada hubungannya dengan cinta," bantah Salsa.

     "Kau toh tahu itu."

     Kalau mendengar cara bicaranya, kau tidak bakal menduga kencan pertama Salsa sama amburadulnya dengan kencan-kencan ku.

     "Takdir akan membawamu bertemu dengannya. Kau tinggal tunggu saja."

~~~~

Hai! Hai, readers!!
Akhirnya Part 5 selesai juga:)

Sorry banget yaa kemaren gak sempet bikin ceritanya, hehe. Soalnya author ada sibuk...

Well, jangan bosen yaa nunggu dan ngikutin alur ceritanya..

Hope you enjoy it!

Continue Reading

You'll Also Like

380K 22.1K 44
Staj yaptığım hastanede karışan o kız çocuğu bensem?
738K 39.4K 52
En candan gördüğün insanlar en çok canını yakanlardır...🥀🍂 -Mübrem ●●●Ferman Miroğlu ve Jiyan Miroğlu'nun hikayesine hoş geldiniz:)●●● Çoğu sahne...
200K 17.8K 35
Alışılmadık bir aile kurgusudur💥 Bol kahkaha garantilidir💃🏻 Kitaptan küçük bir alıntı⤵️ 🪷 Gözlerime bakmaya devam ederken sordu. "Sen benim kim o...
753K 12.7K 7
Yıllarca aile baskısı gören , aile sevgisinden mahrum kalan Peri. Babasına gelen telefon ile doğumda karıştırıldığını öğrenir. Peki bundan sonra ne o...