Taken by You 2 (K.Keydo Ellar...

By luisanazaffya

1M 65.5K 3K

Karena membantu pengantin wanita lari dari pernikahannya. Finar Keandra Sagara harus melarikan diri dari peng... More

1. Kaheza Keydo Ellard
2. Finar Keandra Sagara (FS)
3. Broken Heart
4. Taken by You
6. Honeymoon?
7. Other Love
8. Hearts that have been Destroyed
9. Straighten Misunderstanding
10. Other Broken Heart
11. Loyal?
12. In the Heart
13. Try for Conguered
14. You Have No Choice
15. Party
16. It's Time to Pay
17. As a Good Wife
18. She's Back Again
19. She's Back Again 2
20. Loyalty and Trust
21. A New Deal
22. Trying to Keep Trust
Ebook Keydo

5. Fooled

36.3K 2.6K 92
By luisanazaffya


Taken by you 2

###

Part 5

Fooled

###

Suasana yang teramat nyaman. Harum bunga mawar yang tertangkap oleh indera penciumannya dan cahaya terang yang menerpa wajahnya, membuat Finar terbangun dari tidurnya yang nyenyak dan panjang. Ia membuka matanya. Sekilas pandangannya mengabur, dan dia mencoba menfokuskan pandangannya dengan beberapa kali mengedip. Bersamaan merasakan rasa sakit yang aneh di pangkal pahanya. Membuat Finar tersadar sepenuhnya berikut lengan yang menggulung pinggangnya di balik selimut. Lalu kilasan-kilasan ingatan berkelebat di benaknya.

Gaun pengantin.

Pernikahan.

Hotel dan malam pertama.

Finar menahan nafasnya. Seketika tersadar, di balik selimut ini, tubuhnya telanjang bulat. Punggungnya menempel di dada Keydo. Begitu juga wajah Keydo yang tenggelam di tengkuknya. Ia bahkan bisa merasakan nafas hangat yang berhembus teratur menandakan bahwa pria yang sudah menjadi suaminya itu masih tertidur.

Berjuang mengabaikan gelenyar aneh yang menyergap hati Finar seperti tadi malam ketika kulit telanjangnya dan Keydo saling bersentuhan, perlahan Finar menarik diri dari pelukan Keydo. Mengangkat lengan Keydo dari pinggangnya. Namun, sekali pun ia berusaha melakukannya dengan sepelan mungkin, gerakannya membuat Keydo terbangun. Bergerak lembut untuk mengetatkan pelukan mereka dan semakin menempelkan tubuh mereka.

"Mau kemana kau?" suara Keydo serak sehabis bangun tidur.

Nafas Finar kembali tertahan. Ia memejamkan mata. Menahan hawa panas dan gelenyar yang semakin menyeruak ke seluruh tubuhnya. "Aku... aku akan mandi, Keydo. Ini sudah pagi."

"Keydo..." Finar menggeliat tak nyaman. Ia bisa merasakan gairah Keydo mulai menyebarkan dan mempengaruhinya.

"Masih terlalu pagi bagi pengantin baru untuk bangun, Sayang," bisik Keydo.

"Keydo..." Finar berusaha melepas pelukan.

"Aku menginginkanmu," bisik Keydo dengan sorot mata tak terbantahkan. Memerangkap wajah dan tubuh Finar.

"Sepagi ini?" tanya Finar tak percaya. Bahkan semalam Keydo tidak membiarkannya beristirahat sekali pun pesta mereka sudah berakhir. Dan setelah mereka tertidur karena kelelahan, bangunnya pria ini masih menginginkannya. Finar benar-benar tak bisa mempecayai hal itu

Sudut bibir Keydo tertarik salah satunya. "Aku bisa melakukan apapun dan kapan pun sesukaku terhadap tubuhmu, Sayang. Kali ini aku akan melakukannya dengan lebih lembut dari semalam."

Wajah Finar terasa akan terbakar, dan ia tak sempat mengeluarkan suaranya untuk mengucapkan penolakan karena Keydo sudah menurunkan bibir pria itu di atas bibirnya.

Entah apa yang dilakukan pria itu kepadanya, Finar kembali kehilangan kewarasannya. Semakin lama semakin kehilangan dirinya sendiri.

"Aku senang kau ikut menikmatinya juga," bisik Keydo. Mengecup kening Finar lama. Sebelum kemudian menenggelamkan wanita itu dalam rengkuhan lengannya.

***

"Setelah menghabiskan makananmu, kita akan pulang. Sorenya kita langsung ke bandara," beritahu Keydo. Mengunyah makanannya dengan santai dengan sudut mata melirik Finar yang mendongak memberikan tatapan penuh pertanyaan.

"Memangnya kita mau ke mana?"

"Italia."

Kening Finar berkerut.

'Ke luar negeri?'

Menahan keinginan untuk menanyakan pertanyaan konyol tentang pasport, karena Finar tahu Keydo yang memegang passport miliknya.

"Untuk apa kita ke sana? Aku tahu kau tidak berniat pergi bulan madu, bukan?" sahut Finar. Enggan membayangkan dirinya menghabiskan waktu untuk berlibur dengan pria di hadapannya. Terutama jika harus berbulan madu. Membuat kenyataan tentang pernikahan mereka semakin membentang di matanya tanpa ia bisa mengenyahkannya.

"Awalnya," Keydo menyeringai. " Tadinya kupikir kita tidak akan membutuhkan bulan madu. Tapi, aku berubah pikiran. Sudah lama aku tidak pergi berlibur sejak setahun yang lalu. Jadi, apa salahnya aku berlibur merayakan keberhasilanku memetik hasil panenku."

Finar terpaku oleh kata 'setahun yang lalu' yang membuatnya mengatupkan bibir rapat-rapat mengingat kejadian itu. Sekaligus menahan geramannya karena kata 'memetik hasil panennya'.

'Sialan.'

'Apa Keydo pikir aku hasil panennya?'

"Aku bukan hasil panenmu," desisnya tajam.

"Kau benar." Keydo mengangkat bahunya tak peduli. "Kau istriku, kau tidak melupakan pernikahan kita kemarin, bukan?"

Finar terdiam. Ya. Dia memang sudah menjadi istri pria kejam itu. Kenyataan pahit yang memuakkannya.

"Kenapa kau diam saja? Apa kau tidak mau ikut denganku?"

"Dan kenapa aku harus mau?" sambar Finar. "Pernikahan ini hanyalah pemaksaanmu saja, Keydo. Pembalasan dendammu saja. Kau tidak membutuhkanku untuk pergi berlibur. Merayakan keberhasilanmu memetik hasil panen," sindirnya.

Keydo terkekeh dengan sindiran Finar.

"Tapi aku tak pernah menganggap pernikahan kita hanyalah main-main, Sayang. Jadi kau harus ikut denganku untuk pergi berbulan madu. Aku butuh istriku untuk bersenang-senang. Kau tahu..." Keydo menggantung kalimatnya penuh arti. Melirik ke arah ranjang mereka yang berantakan seperti kapal pecah karena permainan panas mereka, "...seperti permainan kita satu jam yg lalu."

Seketika wajah Finar memerah karena malu. Membuat mulutnya terkatup rapat-rapat dan menundukkan kepala menatap makanan yang tiba-tiba saja membuatnya mual.

Sialan double...

Keydo memang paling pintar mempermalukan dirinya.

***

"Apa yang kau lakukan di sini, Alan?" Sengit Keydo dingin pada seorang pria yang duduk di ruang tamu ketika ia dan Finar baru saja memasuki pintu utama.

"Kak Frian!" panggil Finar pada sosok yang bangkit dari sofa dan melangkah mendekati ia dan Keydo. Tak menyangka kakaknya akan ada di sini. Namun kegembiraannya seakan melayang menyadari sikap sedingin es yang ditunjukkan Keydo pada kakaknya. Ia tahu kakaknya akan segera diusir .

"Aku hanya ingin bicara dengan Finar, Keydo," jawab Alan. Menghampiri Finar dan memeluk adik perempuannya.

"Apa yang kakak lakukan di sini?" bisik Finar pelan. Berusaha menahan senyum pada kakaknya karena takut dengan reaksi Keydo. Dengan penuh perasaan was-was menunggu tindakan Keydo mengusir kakaknya, mata Finar melirik ragu-ragu pada pria yang sudah menjadi suaminya itu.

"Tentu saja karena aku sangat merindukanmu." Alan tersenyum, menyadari pemikiran adiknya yang berkecamuk. Ia pun mengalihkan pandangannya ke arah Keydo.

Keydo tampak diam. Datar dan tenang. Namun matanya bersinar tajam dan dingin ketika menatap Finar dan Alan.

"Sekarang dia adalah istrimu, Keydo. Kau tahu aku tidak bisa membawanya kabur. Belum lagi pengawal-pengawal yang kau tempatkan di rumahmu. Lebih banyak dari pada biasanya," ucap Alan.

Keydo menyeringai kecil. Kemudian melangkah meninggalkan keduanya menaiki tangga setelah berkata, "Ya. Aku tahu kau tidak akan dan tidak bisa melakukannya."

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Alan setelah melihat Keydo menghilang di ujung tangga. Menangkup wajah Finar di kedua telapak tangannya.

Finar tersenyum senang. Lalu mengangguk menenangkan Alan yang menatap penuh kekhawatiran padanya.

"Apa dia menyakitimu? Atau berbuat kasar padamu?"

Finar menggeleng. "Tidak. Kakak tidak perlu mengkhawatirkan Finar."

Finar menurunkan kedua tangan kakaknya dan kemudian menggenggamnya. Menenangkan sekaligus meyakinkan kakaknya bahwa diri ia baik-baik saja.

Memang tadi malam maupun tadi pagi, Keydo tidak melakukan kekasaran. Bahkan bisa dibilang lembut setiap menyentuh tubuhnya. Tapi dia tidak yakin pria itu akan memperlakukan dirinya dengan lembut untuk selanjutnya mengingat kekejaman seorang Kaheza Keydo Ellard.

"Syukurlah." Alan menghembuskan nafas leganya. "Semalaman kakak benar-benar tidak bisa tidur memikirkanmu."

"Kenapa?"

"Kakak tahu Keydo tidak akan menyakiti wanita, tapi mengingat pengkhianatan yang telah kita lakukan padanya. Kakak takut dia melampiaskan kemarahannya dengan bertindak kasar atau menyakitimu. Beruntung ternyata dia masih mempertahankan harga dirinya. "

Finar hanya tersenyum. Keydo berbuat lembut padanya karena mengancam akan berbuat kasar jika dirinya memberontak. Jika, ia mulai menentang pria kejam dan angkuh itu, Finar tidak yakin dengan harga diri pria itu sebagai seorang pria.

"Sekarang kakak bisa tenang. Meskipun..." Alan diam sejenak. "...kau menikahi pria yang tidak kau cintai."

Finar terdiam. Alan benar. Membuatnya hanya bisa tersemyum miris. Lalu mengangkat bahunya tidak apa-apa, "Mungkin ini yang terbaik, walaupun Finar tidak yakin. Lagipula, Layel sudah bertunangan dengan seseorang. Memangnya apa yang bisa Finar harapkan."

'Setidaknya pernikahan kami bisa menyelamatkan kelurgaku,' lanjut Finar dalam hati.

Alan tersenyum. Mengelus rambut adiknya dengan sayang, "Maafkan kakak, bagaimana pun kakak lebih lega kau menikah dengannya daripada Layel. Keydo lebih bisa diandalkan untuk mempertahankan dan melindungi sesuatu dibandingkan dengan Layel. Ditambah, hanya Keydo dan Dariuslah orang yang bisa kakak percaya untuk menjagamu. Dan karena Darius sudah menikah, yang tersisa hanya Keydo."

Finar hanya bisa tersenyum samar sekedar melegakan perasaan kakaknya.

Ya. Memang hanya Keydo dan Dariuslah orang kepercayaan kakaknya itu. Sekalipun kedua orang itu sama kejam dan liciknya. Terutama Keydo. Entah kepercayaan atau persahabatan macam apa yang dijalani kakaknya ini dengan kedua orang itu.

"Apa..." Finar ragu sejenak saat akan mengeluarkan suaranya. "...apa kakak tahu tentang semua rencana ini?"

"Rencana?" Alan mengerutkan keningnya. "Apakah tentang rencana pernikahanmu?"

Finar mengangguk, "Ya. Tentang rencana pernikahan ini. Pesta pernikahan ini tidak mungkin dipersiapkan dalam waktu satu hari. Sebenarnya apa yang terjadi selama Finar pergi?"

Alan terdiam sejenak. Lalu mengangguk sedikit penuh perasaan bersalah, "Sebenarnya pernikahan itu sudah direncanakan beberapa bulan sebelumnya."

"Apa?!" mata Finar membelalak tak percaya. Namun kembali terdiam menunggu Alan melanjutkan ceritanya.

"Setelah kakak membantumu dan mengkhianati Keydo, dia tidak membiarkan kakak ikut campur urusan apa pun yang berkaitan dengan pencarianmu. Kakak hanya tahu, setelah sebulan kau menghilang. Tiba-tiba Keydo datang ke rumah. Menyuruh kita menghentikan usaha untuk mencarimu."

Finar mengerutkan keningnya tak mengerti.

Benak Alan melayang mengingat kenangannya hampir setahun yang lalu. Saat tiba-tiba Keydo datang ke kediaman keluarga Sagara. Berbicara dengan kedua orang tuanya. Dan hari itu, ia berhasil memaksa untuk ikut dalam pembicaraan mereka. Karena urusan bisnis atau pun Finar, dia tetap berhubungan dengan kedua hal itu.

"Aku tahu kau datang kemari bukan hanya untuk menyuruh kami berhenti mencari Finar, dan kau tahu jawabannya. Kita tidak akan berhenti melakukan itu. Sampai kapan pun," sambar Alan begitu Keydo menyelesaikan kalimatnya. Bahkan menekan dengan tegas dan penuh tantangan di kalimat terakhirnya.

Keydo mengangkat sudut bibir dengan senyum dinginnya.

"Sebenarnya apa maumu, Keydo?" desis Alan.

Keydo mendengus. Matanya menatap tepat di manik mata Alan penuh tantangan, "Dan setelah kalian menemukannya. Apa kau pikir kau masih bisa melindunginya dariku?"

Alan menutup mulutnya. Ia tahu. Pada akhirnya, kapan pun mereka berhasil menemukan Finar. Finar tidak akan lolos dari sakit hati yang akan dibalaskan Keydo pada adiknya yang malang itu.

"Lalu? Kau pikir apa yang akan kami lakukan untuk Finar? Membiarkan dia menghilang begitu saja?" sengit Alan.

Keydo mengalihkan tatapannya pada Arya Sagara. Yang duduk di sofa tunggal. "Aku datang kemari ingin menawarkan kesepakatan yang akan menguntungkan kalian."

"Apa maksudmu, Keydo?" tanya Arya yang sebelumnya hanya memilih diam memperhatikan perdebatan anaknya dengan Keydo.

Keydo tersenyum tipis. Kemudian berkata, "Dengan berbagai macam pemberitaan di media yang diakibatkan ikut campur tangan putri kesayangan kalian. Kalian tahu aku membutuhkan sesuatu untuk meredakan pemberitaan tersebut, bukan?"

"Dan kau ingin kami melakukan apa agar kau bisa melepaskan Finar?" tanya Arya terus terang.

Keydo terdiam. Memperhatikan satu persatu ketiga sosok yang ada di hadapannya dengan tenang. Sebelum kemudian perkataan yang keluar dari mulutnya begitu mengejutkan, "Sementara ini, aku hanya memerlukan putrimu. Finar Sagara sebagai tunanganku."

"Apa?!" serentak Alan, Arya dan Fania terperangah. Menegakkan punggung mereka karena begitu terkejut dengan kalimat Keydo.

Berbeda dengan Keydo yang menyandarkan punggungnya sambil menyilangkan kedua kaki dengan sikap santai. Sama sekali tidak terpengaruh dengan ekspresi terkejut dan situasi tegang ketiga anggota utama keluarga Sagara tersebut.

"Pemberitaan di publik tidak terlalu mempengaruhi bisnismu sampai kau harus membutuhkan pertunangan palsu, Keydo," sahut Alan setelah berhasil melewati keterkejutannya.

"Itu tidak mempengaruhi bisnisku. Tapi, pendapat publik mengenai kehidupan pribadiku yang mengganggu privasiku."

Alan diam. Tentu saja tentang batalnya pernikahan Keydo dan Herren menjadi bahan utama dan berita paling dicari nomor satu oleh para wartawan. Seperti gerombolan ikan piranha yang menyambar santapannya dengan ganas.

"Dan itu tidak akan menjadi pertunangan palsu," tambah Keydo masih belum cukup untuk memberikan keluarga ini berita yang mengejutkan.

Alan mengerutkan dahinya. "Apa kau sungguh-sungguh berniat menikahi Finar?"

"Kau tahu aku bukan orang yang suka membuang-buang waktu untuk lelucon seperti ini."

"Dan aku juga tahu kau tidak mungkin melamar Finar pada kedua orang tuaku karena mencintainya."

Keydo menyeringai kecil, "Ada banyak alasan yang membuatku memilih secepatnya menikahi Herren. Kau tahu itu. Dan posisinya sebagai kekasihku hanyalah seperti sesuatu yang kebetulan ada saat aku membutuhkannya."

Sekali lagi Alan terdiam. Ya. Memang benar. Keadaan Keydo yang mengharuskan pria itu segera memiliki hubungan yang serius dengan seseorang untuk menunjang posisinya sebagai seorang pemimpin Ellard Group dan juga citranya di hadapan publik. Dan kebetulan saat itu Keydo sudah memiliki orang yang tepat. Herren, wanita yang Keydo cintai.

"Kau tahu Finar mencintai Layel. Sepupumu," sahut Alan.

"Dan sayangnya kau juga tahu tentang rencana pertunangan Layel yang sudah direncanakan jauh hari sebelum Finar terlahir. Apa kau masih berharap Finar menikah dengan pria yang bahkan tidak bisa mempertahankan wanitanya?" balas Keydo.

"Apa kau mencoba menyindir dirimu sendiri?" sinis Alan.

Keydo tertawa hambar, "Tapi kau mempercayaiku. Dan hanya aku orang asing yang bisa kau percayai."

Alan mengatupkan bibirnya. Sempat kehilangan kata-katanya. Keydo benar, hanya saja kepercayaan itu... "Bukan berarti kami mempercayaimu sebagai pasangan Finar."

"Itu yang akan kalian coba lakukan. Karena... kalau tidak. Kalian tahu aku bisa menuntut Finar dengan bukti-bukti yang kuat yang kebetulan juga sudah kumiliki. Dan mungkin kau bisa menjadi saksiku, Alan."

Alan mendengkus.

"Frian." Fania membuka suaranya. "Namanya Frian, Keydo. Panggil dia Frian."

Alan menengok ke arah mamanya, "Sekarang bukan saatnya mengkhawatirkan nama Frian, Mama."

"Memangnya apa yang perlu dikhawatirkan," jawab Fania tenang. "Jika dia bisa menemukan Finar, mama tidak keberatan dengan semua syaratnya. Lagipula, dia calon menantu yang memenuhi kriteria mama. Juga orang asing yang paling bisa kau percayai untuk menjaga adik kesayanganmu itu. Apa ada yang kurang?"

Alan mengalihkan tatapannya dari Fania. Memilih mengabaiakan pendapat mamanya.

Selama beberapa detik suasana dipenuhi keheningan. Arya dan Alan tampak masih menimbang-nimbang tawaran Keydo.

"Apa kau punya alasan lain di balik rencanamu ini?"

Keydo mendengkus geli. "Setelah seseorang merusak pernikahanku dan calon pengantinku mencampakkanku, apa kau pikir aku akan tenggelam dalam kubangan kesedihan? Kau tahu aku buka orang seperti itu. Aku harus melanjutkan hidupku, bukan? Karena aku tetap akan memakai akal sehatku sekalipun aku jatuh cinta."

Alan terdiam. Teringat kata-kata Keydo saat menyindirnya dan Darius tentang cinta mereka yang hanya terjebak pada satuwanita saja.

"Dan karena aku tidak punya orang yang kupercaya lagi untuk jadi pasanganku. Sedangkan kalian memilikinya, kupikir cukup adil aku memintanya pada kalian."

Sekali lagi Alan terdiam. Sahabatnya itu mempercayainya. Mempercayai kasih sayangnya terhadap Finar.

"Finar tidak akan setuju," kata Arya tenang.

"Dia harus melakukannya. Kalau tidak ingin menghabiskan sisa umurnya di dalam bui," jawab Keydo.

"Apa kau ingin balas dendam pada Finar dengan pernikahan ini?" tanya Alan penuh selidik.

Keydo terkekeh, "Apa kau ingin aku membuktikan padamu bagaimana kami akan hidup bahagia di dalam pernikahan kami? Meskipun tentu saja semua itu tergantung bagaimana Finar menyikapi pernikahan kami nantinya."

"Kau datang kemari menawarkan kesepakatan dan tidak membiarkan kami mempunyai pilihan." Nada dalam suara Alan terdengar penuh sindiran.

"Dan kalian juga membutuhkan kesepakatan ini untuk menyelamatkan perusahaan kalian."

"Kami tidak akan menjual Finar hanya untuk menyelamatkan perusahaan," desis Alan tersinggung.

"Aku tahu. Aku hanya ingin membantu calon mertuaku. Dan itu juga nantinya akan membantu membangun citraku." Suara Keydo penuh kepuasan.

"Kami butuh Finar mengetahui kesepakatan ini dulu sebelum kami menerimanya, Keydo. Dan sepertinya, yang bisa kau lakukan sekarang hanya menunggu sampai Finar ditemukan atau kembali." Suara Arya membalas kalimat Keydo. Penuh ketenangan yang terkendali. Ia tahu mereka tidak punya pilihan untuk Finar. Tapi, menunggu adalah pilihan terbaik yang bisa mereka lakukan untuk Finar. Setidaknya hal itu bisa mengulur waktu mereka untuk berpikir.

Tiba-tiba Alan menegakkan badannya. Tampak menyadari sesuatu ketika melihat kilatan ekspresi Keydo terhadap kalimat Papanya. Matanya pun menatap tepat di manik mata Keydo.

Mengetahui bahwa sepertinya Alan menyadari sesuatu. Keydo pun merogoh saku dalam jasnya. Mengeluarkan amplop coklat dan meletakkannya di meja yang ada di tengah-tengah sofa.

Segera Alan mengulurkan tangan untuk mengambil dan membuka amplop tersebut. Ia terperangah. Mengamati beberapa saat lagi untuk memastikan apa yang dilihatnya setelah sempat terkesiap.

"Finar?" gumam Alan lirih dan tak percaya. Lalu kembali mendongak untuk menatap Keydo yang hanya mengedikkan bahu sebagai jawaban sekaligus mengisyaratkan pada Alan untuk melihat lebih banyak dan mengamatinya baik-baik.

***

Finnally....

Bisa di posting juga next partnya.

Jangan lupa vote ama commenntnya.

Tuesday, 11 October 2016

Continue Reading

You'll Also Like

6M 315K 73
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
16.2M 577K 33
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
1.7M 81.1K 52
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
863K 42K 46
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...