Taken by You 2 (K.Keydo Ellar...

By luisanazaffya

1M 65.5K 3K

Karena membantu pengantin wanita lari dari pernikahannya. Finar Keandra Sagara harus melarikan diri dari peng... More

1. Kaheza Keydo Ellard
2. Finar Keandra Sagara (FS)
3. Broken Heart
5. Fooled
6. Honeymoon?
7. Other Love
8. Hearts that have been Destroyed
9. Straighten Misunderstanding
10. Other Broken Heart
11. Loyal?
12. In the Heart
13. Try for Conguered
14. You Have No Choice
15. Party
16. It's Time to Pay
17. As a Good Wife
18. She's Back Again
19. She's Back Again 2
20. Loyalty and Trust
21. A New Deal
22. Trying to Keep Trust
Ebook Keydo

4. Taken by You

38.3K 3K 98
By luisanazaffya


Taken by you 2

###

Part 4

Taken by You

###

Happy reading....

###

Pernikahan itu, karena dilaksanakan dengan gaya seorang Kaheza Keydo Ellard. Menjadi sebuah pesta pernikahan yang luar biasa mewah. Amat sangat jauh lebih mewah daripada pesta pertunangan sepupunya. Segalanya yang terbaik. Dekorasinya begitu mewah dan elegan di gedung milik Keydo sendiri. Makanannya yang paling enak, langsung dari restaurant milik keluarga Ellard. Tidak terkecuali gaun pengantin yang Finar kenakan.

Tidak mungkin pesta pernikahan ini bisa dipersiapkan dalam waktu satu hari. Terutama gaun yang Finar kenakan. Begitu pas di badannya dan membuatnya bertanya-tanya.

'Darimana Keydo tahu ukuran badanku?'

'Desainer sehebat apa pun tidak mungkin bisa membuat gaun pengantin seindah ini dalam waktu satu hari.'

'Apalagi tanpa ukuran badanku.'

'Mungkinkah Keydo mengukur badan seseorang yang mirip tubuhku?'

'Tapi, bukankah Keydo baru menemukanku kemarin?'

'Tidak mungkin Keydo masih mengingat ukuran tubuhku setahun yang lalu. Walaupun buat apa juga Keydo mengamati tubuh adik sahabatnya.'

'Kalau pun Keydo masih mengingat ukiran tubuhku, dalam waktu satu tahun pasti banyak yang telah terjadi.'

'Mungkin saja badanku bertambah gemuk? Atau bertambah kurus?'

Berbagai macam prasangka dan pertanyaan tolol berkecamuk di kepala Finar. Yang akhirnya, sekali pun ia menguras otak, pertanyaan-pertanyaan itu tidak terjawab juga. Ia pun lebih memilih mengabaikannya. Semua itu sama sekali bukan urusannya. Buat apa juga ia memikirkan gaun pengantin sialan cantik ini? Dan bukannya memikirkan bagaimana ia bisa melarikan diri.

Namun, melihat semua anggota keluarganya yang lengkap dengan senyum bahagia mereka, ia mengurungkan niatnya. Tiba-tiba saja semua penderitaan tentang pernikahan ini terasa lenyap dengan senyum-senyum cerah mereka. Menghilang tanpa sisa melihat kelegaan keluarganya karena salah satu anggota mereka sudah kembali, membuatnya sedikit terhibur karena pernikahan sialan ini.

Setidaknya, ia masih bisa melihat keluarganya. Walaupun hiburan itu tak berlangsung lama ketika ia melihat Layel dan tunangannya berjalan menuju ke pelaminan untuk memberikan selamat.

Apa yang dikatakan Keydo benar, Layel sudah bertunangan. Wajah penuh penyesalan Layel saat memperkenalkan tunangannya pun tak mengurangi perasaan dikhianati di hati Finar. Membuat Finar hanya menatapnya datar dan dingin sebagai balasan. Tidak bisa menunjukkan kesedihan yang menyeruak di dalam hatinya.

Baru tadi malam pria itu mengatakan merindukan dan mengkhawatirkan dirinya, dan memohon pada Keydo untuk melepaskan dirinya. Lalu sekarang, Layel memperkenalkan tunangan pria itu. –Sekali pun sebuah keajaiban jika Keydo tiba-tiba berubah baik dan melepaskan dirinya. Buat apa juga jika pada akhirnya dia malah menemui kenyataan pahit tentang pertunangan Layel dengan wanita lain.-

"Sudah kubilang, aku mengatakan yang sebenarnya," bisik Keydo lembut di telinga Finar.

Finar hanya terdiam. Dengan pandangan mata yang masih mengikuti punggung Layel dan Marisa yang bergelung manja di lengan pria itu. Membuat nyeri di hati Finar semakin perih.

Telunjuk Keydo menyentuh dagu Finar. Menghadapkan wajah Finar untuk memusatkan perhatian wanita itu kepadanya. Lalu menunduk mendekatkan wajahnya dengan seringai penuh kepuasan, "Mulai sekarang, kau harus belajar untuk menjadi milikku. Menjadi wanitaku. Menjadi ibu dari anak-anakku."

Finar terkesiap.

'Menjadi ibu dari anak-anakku.'

'Menjadi ibu dari anak-anakku?'

'Ibu?'

'Anak?'

'Anak?!!'

Finar menelan ludahnya. "Apa... apa maksudmu, Keydo?"

Lengkungan seringai di bibir Keydo semakin tinggi. Jemarinya kini bergerak mengelus pipi Finar dengan sentuhan selembut kapas dan dengan penuh perasaan di setiap gerakannya.

"Kau... kau tidak mungkin menyentuhku, bukan?" Finar mengeluarkan suaranya dengan terbata-bata.

Dengan senyumnya, Keydo mengamati wajah Finar dengan tatapan penuh arti. Kemudian berbisik lembut di telinga istrinya, "Sepertinya kau masih belum mempersiapkan dirimu, My Dear Finar."

"Kau tidak bisa melakukan itu padaku, Keydo," desis Finar.

"Kenapa? Kita sudah menikah. Kau tidak mungkin berpikir bahwa aku akan melewatkan malam pertama kita, bukan?"

"Kita memang baru saja menikah. Tapi ini hanya pemaksaanmu saja."

"Lalu? Kau pikir buat apa aku menikah? Untuk status di kartu pengenalku saja?"

"Aku tahu pernikahan ini hanyalah dendammu kepadaku saja."

"Itu salah satunya," balas Keydo ringan. Mengoreksi kalimat Finar.

Finar memejamkan matanya, menahan luapan emosi yang akan menyembur. "Aku tidak mencintaimu, Keydo. Aku tidak bisa memberikan tubuhku pada pria yang tidak kucintai."

"Dan supaya kau memberikan tubuhmu dengan sukarela padaku, sebaiknya kau mulai belajar mencintaiku. Mudah, bukan?"

"Aku tidak mungkin mencintaimu, Keydo. Tidak akan pernah!" sengit Finar. Menekan suaranya. "Jadi... kita tidak akan melakukan apa pun malam ini."

"Sayangnya, kau sama sekali tidak punya hak mengeluarkan pendapatmu, My Dear Finar," balas Keydo. "Kau sudah menjadi milikku. Terserah aku akan melakukan apa terhadapmu. Termasuk pada tubuhmu."

Finar akan membuka mulutnya untuk membantah kalimat Keydo. Akan tetapi, manik mata penuh ancaman yang bersinar di mata Keydo, cukup membuatnya untuk menelan apa pun itu yang akan disuarakan oleh bibirnya.

"Jika kau menginginkan cinta, aku sama sekali tidak keberatan kau mencintaiku asalkan itu bisa membuatmu menyerahkan tubuhmu dengan sukarela, tapi jangan memintaku mencintaimu, karena dalam hidupku tidak ada lagi kata cinta. Sama sekali. Untukmu atau pun untuk siapa pun"

Finar masih membeku. Pria kejam ini ternyata lebih memilih mematikan hatinya. Lalu Finar menyadari, bahwa ia ikut andil dalam pilihan yang Keydo ambil.

"Aku anak tunggal di keluarga Ellard. Aku membutuhkan penerus yang dilahirkan dalam pernikahan yang sah dan cukup terpandang, karena Ellard junior membutuhkan dukungan kekuatan yang mutlak di masa depan. Jadi... aku tidak membutuhkan sikap pembangkang dan perlawananmu di malam pertama kita, Finar. Apa kau mengerti?" Keydo sekali lagi mengelus lembut pipi Finar.

"Aku bukan sapi perahmu, Keydo," lirih Finar di antara ketakutannya.

"Kau benar. Karena kau adalah istriku. Aku mungkin akan memperlakukanmu dengan sangat lembut jika kau memilih menjadi istri yang baik dan manis malam ini."

Sekali lagi Finar kehilangan kata-katanya. Benci merasakan ketakutan yang menyergap oleh ancaman Keydo sekaligus marah karena Keydo menikahinya hanya untuk mendapatkan keturunan.

"Kau tahu aku orang yang kejam, bukan? Aku juga tidak suka penolakan. Demi kebaikanmu, dan karena kau adalah istriku. Aku akan berbaik hati memberimu waktu sampai nanti malam untuk belajar mencintaiku. Cukup adil, bukan?" Keydo tersenyum lembut. Namun, terlihat amat menakutkan di mata Finar.

Bayangan-bayangan kekejaman Keydo membuat Finar tak mampu menggerakkan mulut sama sekali. Ia takut, tentu saja. Pada akhirnya, satu-satunya pilihan yang ia miliki hanyalah menyerah dan pasrah terhadap apa yang akan dilakukan Keydo nanti.

Sepenuhnya menyadari bahwa saat ini Finar benar-benar sudah menjadi milik Keydo Ellard.

***

Finar terduduk di sofa dalam ruang rias yang disediakan khusus gedung ini. Ia baru saja selesai mengganti gaun pengantinnya dengan dress merah berpotongan simple yang disiapkan oleh Vani.

Merasakan perasaan resah yang begitu mengganggu ketika pintu ruangan itu terbuka dan melihat Keydo masuk. Pria itu masih memakai setelan tuxedo yang dipakainya selama acara resepsi. Meskipun simpul dasi dan kancing baju bagian atasnya sudah terbuka

"Kau sudah mengganti bajumu?" tanya Keydo santai. Melangkah mendekati meja rias dan mengambil tas yang tergeletak di kursi yang tidak diduduki oleh Finar. "Malam ini kita akan menginap di hotel. Mobil sudah disiapkan di depan. Cepatlah!"

Finar tak mengangguk atau pun menggeleng. Menahan nafasnya membayangkan bagaimana ia akan melewati malam ini sebagai nyonya Ellard, sebelum kemudian mengikuti langkah Keydo dalam diam. Otaknya berputar memikirkan apakah ia masih punya kesempatan untuk lari dari Keydo. Minimal bias melewati malam ini tanpa Keydo menyentuh seujung kukunya sedikit pun.

Finar melirik Keydo agak ketakutan ketika pria itu membelokkan mobilnya ke areal parkir hotel berbintang lima.

Farick the Hotel

Tak perlu ditanyakan lagi bagaimana kekuasaan keluarga Farick. Sahabat kakaknya juga Keydo. Sudah pasti ini hotel terbaik di kota ini.

Sejak mereka naik ke dalam mobil, Keydo sama sekali tidak mengajaknya berbicara. Walaupun Finar juga tidak mengharapkan Keydo mengajaknya berbicara, karena ia sudah terlalu sibuk oleh pikirannya sendiri.

Berbeda dengan Keydo yang menyetir mobil dengan penuh ketenangan. Juga sikap santai yang membuat Finar semakin resah. Hingga ia merasa, ketenangan pria itu malah lebih membahayakan keselamatan jiwa dan raganya.

Jika Finar tidak bisa menahan diri untuk memberontak dari keinginan Keydo...

'Apakah Keydo akan berbuat kasar padaku untuk melampiaskan kemarahannya?'

Finar mengerjapkan matanya, sangat menyadari, bahwa ego seorang Keydo begitu tinggi dan sangat mudah terluka. Bukan rahasia lagi tentang sikap temperamental pria itu.

Finar benar-benar ketakutan kalau Keydo akan melampiaskan kemarahannya dengan kasar. Menyentuhnya dengan kasar.

Tidak...

Dia tidak pernah disentuh seorang pria pun sebelumnya selain pelukan dari Layel. Itu pun hanya...

Finar terlonjak ketiku pintu di sampingnya terbuka. Tersadar dari berbagai macam pertanyaan yang berkecamuk di kepalanya. Ternyata Keydo sudah keluar dari mobil dan membukakan pintu penumpang untuknya. Sedikit mengernyit ketika melihat wajah Finar yang pucat pasi.

Keydo tahu Finar ketakutan. Dan seharusnya memang seperti itu, batin Keydo dalam hati.

"Turunlah," gumam Keydo datar dan meraih tangan Finar untuk membantunya keluar dari mobil. Sambil medengkus dalam hati. Sejak kapan ia bersusah payah memperlakukan wanita sebaik ini?

Setelah Keydo menyerahkan kunci mobil kepada petugas hotel untuk diparkir, mereka berjalan bersisian memasuki lobby hotel yang sangat mewah. Resepsionis hotel menyapa mereka dengan ramah, dan Keydo sama sekali tak mau bersusah payah untuk membalas keramahan itu. Sedangkan Finar, hatinya masih terlalu muram hanya untuk melengkungkan senyum pada resepsionis itu.

Keydo membawanya langsung menuju lift. Tanpa check in atau pun berbagai macam kerepotan ketika ingin menginap di hotel.

Tentu saja. Pasti pria itu sudah memesan kamar hotel untuk mereka. Mempersiapkan semuanya. Seperti pernikahan mereka. Membuat Finar semakin gugup memikirkan semua itu.

Bahkan di dalam lift pun, Keydo masih mempertahankan keheningan itu. Sedangkan jemari Finar meremas-remas penuh kegugupan dan semakin mencekam ketika lift semakin naik ke atas. Nafasnya seakan terhenti.

Kamar itu begitu luas dan sangat mewah. Dengan pemandangan di sepanjang dinding kacanya yang menyajikan gemerlap pemandangan kota di malam hari. Tidak lupa kelopak-kelopak bunga mawar yang bertebaran di atas ranjang. Membuat Finar mau tak mau memikirkan apa yang akan mereka lakukan di atas sana dan menelan ludahnya tak nyaman.

Semua detail di dalam kamar itu memang dirancang khusus untuk pasangan pengantin baru.

Keydo hanya berdiri di samping ranjang. Menatap Finar. Sengaja mengamati Finar dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan begitu intens. Sengaja menggoda Finar hingga membuat wajah istrinya merah padam.

'Istri?'

'Kenapa panggilan itu terasa pas dimulutku?'

"Apa kau sudah mulai mencintaiku?" tanya Keydo tak cukup hanya sekali menggoda wanita itu.

'Tidak akan pernah,' desis Finar dalam hati.

Finar memilih tak menjawab pertanyaan yang ditujukan untuk mengejek diriya. Berusaha menahan amarah yang tidak ingin ia tampakkan pada Keydo. Takut pria itu akan tersinggung dan memperlakukannya dengan kasar.

Lagipula, harapannya dengan Layel sudah melayang. Jadi, buat apalagi ia harus lebih menyiksa diri untuk sesuatu yang sia-sia.

"Sementara makan malam kita di antar ke kamar. Kau bisa mandi dulu dengan air hangat. Mempersiapkan dirimu..." Keydo sengaja menggantung kalimatnya. Matanya bersinar dengan penuh arti. "...untuk malam pertama kita."

Rasanya, Finar belum pernah digoda siapapun sampai semalu ini. Atau dipermalukan separah ini. Membuatnya salah tingkah dan kebingungan.

Sambil menggumamkan beberapa kata yang tak jelas dengan gugup, Finar setengah berlari menuju pintu kamar mandi yang langsung dilihatnya di ujung ruangan. Walaupun ia tak yakin itu pintu kamar mandi atau bukan.

Dan untung saja itu benar pintu kamar mandi. Finar menguncinya. Merasa sedikit aman. Disandarkannya punggungnya ke pintu dan mencoba menarik nafas dengan normal. Tarik, hembuskan, tarik, hembuskan. Sialan, umpat Finar dalam hati menyadari ketakutannya mengacaukan pikiran dan detak jantungnya.

Dia takut pada Keydo. Pria itu seperti singa yang menemukan mangsanya. Lalu memutuskan untuk bermain-main lebih dulu sebelum memakannya hidup-hidup. Dan memang Keydo akan memakannya hidup-hidup di atas ranjang.

'Sialan,' sekali lagi Finar mengumpat pada dirinya sendiri.

'Bagaimana mungkin aku bisa menerima diriku tidur dengan Keydo?'

'Sahabat kakakku sendiri.'

Selama ini, hanyalah itu posisi yang Finar tahu, dan sekarang Keydo menjadi suaminya. Akan menidurinya dalam beberapa jam ke depan jika dia beruntung bisa mengulur waktu.

'Haruskah aku berpura pura tidur?

'Tidak.'

'Keydo tidak bodoh.'

'Atau mungkin melarikan diri lagi?'

'Entahlah.'

'Aku punya cukup banyak pengalaman buruk tentang melarikan diri.'

'Dan semua itu tidak baik. Kecuali membuatku semakin tertekan sebagai seorang pengecut yang menghindari masalah.'

Mengabaikan semua pikiran-pikiran itu, Finar melepas bajunya dan melangkah ke bawah shower. Memutuskan akan berlama-lama di sana ketika menyiram tubuhnya yang lengket dengan air hangat.

Setelah selesai mencuci rambut, sejenak ia menyandarkan kepalanya di tembok. Membiarkan punggungnya yang pegal begitu saja tersiram air hangat. Sambil mencoba menenangkan diri untuk menghadapi Keydo. Mempersiapkan dirinya.

Ketika selesai membasuh muka dan menggosok giginya. Finar memandang bayangan dirinya di cermin. Benar-benar gugup sekaligus resah membayangkan sosok yang ada di balik pintu itu. Sampai, ketukan di pintu hampir membuatnya terlonjak jatuh karena kaget.

"Kau lama sekali. Apa kau baik-baik saja di sana?" tanya Keydo tak sabar dari balik pintu sambil memutar-mutar handle pintu yang dikunci oleh Finar. "Makan malam sudah datang."

"Yyaaa... ssebentar lagi selesai " Finar menjawab terbata-bata sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling. Mencari jubah mandi yang disediakan oleh hotel. Setelah menemukannya, ia langsung mengenakannya. Menyambar handuk di laci dan mengusapkannya ke kepala dengan cepat untuk sedikit mengeringkan rambutnya yang masih basah kuyup.

"Duduklah. Kita makan dulu," pinta Keydo ketika Finar keluar dari kamar mandi. "Aku tahu kau lapar. Kita terlalu sibuk menyapa tamu."

Finar duduk dengan sedikit kegugupan yang masih tersisa di hatinya. Menatap makanan yang tersaji memenuhi meja. Air liurnya langsung keluar melihat sajian yang kelihatan sangat lezat itu. Perutnya seolah protes untuk segera minta diisi. Dia memang belum memakan apa pun sejak duduk di pelaminan siang tadi. Terlalu sibuk menyapa para tamu undangan yang tiada habisnya. Bahkan hanya untuk meneguk segelas air saja.

Dengan matanya yang terlihat lapar, Finar mengamati setiap makanan yang tersaji dengan perhatiannya yang begitu dalam. Daging panggang dengan bumbu keju dan saus yang harumnya saja sudah sangat menggugah selera. Salad buah-buahan dan teh hijau hangat yang pasti untuknya, karena Keydo sudah menyesap secangkir kopi. Kue coklat yang terlihat sangat lembut sebagai makanan penutup. Finar bahkan bisa membayangkan bagaimana rasa makanan itu ketika menyentuh lidahnya. Hmmm...

Ya... semua yang tersaji adalah makanan kesukaan Finar yang sudah sangat dikenal Keydo. Dulu Finar sering ikut kakaknya saat berkumpul dengan Keydo dan Darius. Ejekan kalau ia suka bersembunyi di ketiak kakaknya memang benar adanya. Kemana pun Alan pergi, ia akan membuntut di belakangnya. Terutama saat belanja.

Finar menatap Keydo ragu. Untuk pertama kalinya, Keydo tersenyum lembut padanya. Dan sepertinya pria itu tulus. Bukan senyuman sinis dan sadis penuh kepuasan setelah berhasil menindas seseorang. Sampai akhirnya, semua persepsi itu lenyap sebelum jarum detik sempat berpindah ke detik berikutnya.

"Kau mulai belajar menjadi istri yang penurut, ya?" kata Keydo menggoda. Membuat Finar melotot dan membuang muka dengan dongkol.

Mereka mulai makan dalam keheningan. Dari sudut matanya, Finar dengan hati-hati melirik ke arah Keydo beberapa kali. Menyadari bahwa pria itu mulai kelihatan tenang dan santai sambil menikmati hidangan di meja. Walaupun hal itu sama sekali tidak mengurangi rasa sebal Finar terhadap pria itu.

Tuxedo Keydo sudah dilepas dan kancing kemejanya dibuka dua kancing dari atas. Lengan bajunya digulung sampai siku. Dan dengan cara makannya yang sangat elegan itu.

'Ya... Keydo semakin tampan sejak terakhir kali kami bertemu.'

'Dan jika dalam keadaan tenang seperti ini,'

'Atau mungkin pria itu terlalu kelaparan. Seperti diriku yang juga kelaparan hingga membuatku mengabaikan kegugupan dan keresahan yang menggunung di kepala dan dadaku.'

"Aku akan mandi dulu." Dengan santai Keydo berdiri dari duduknya. Menyesap kopinya sekali lagi sambil melirik ke arah Finar sekali lagi dengan pandangan menggoda. Tak lupa mata sebelah kanannya berkedip nakal sebelum berbalik dan melangkah ke kamar mandi. Membuat wajah Finar merona malu dan membuang mukanya kemana pun asalkan bukan ke tempat Keydo berada.

'Sialan...'

'Keydo benar-benar mempermainkanku,' gerutu Finar dalam hati.

Finar melirik Keydo yang menghilang di balik pintu kamar mandi dengan jantung yang berdebar begitu kencang. Ia pun meneguk teh hijaunya berharap hal itu bisa membuatnya lebih tenang. Terutama detak jantung yang berpacu di dadanya. Dan sampai semua isi cangkir tandas, hal itu tetap tak mengurangi kegugupan dan keresahan Finar.

Finar tidak tahu harus mengerjakan apalagi setelah menghabiskan makan malamnya. Jadi, ia memilih duduk di pinggir ranjang dan menyalakan televisi. Berharap hal itu juga bisa mengurangi kegugupannya. Namun hal itu ternyata juga tak banyak berpengaruh pada keresahannya.

'Apa yang harus kulakukan?'

Sejenak Finar melirik ke arah pintu. Haruskah ia melarikan diri. Dan harapannya melayang ketika mendapati pintu itu terkunci. Membuatnya kembali duduk di ranjang menatap layar televisi yang sama sekali tak menarik.

Saat Keydo keluar dari kamar mandi, Finar sudah hampir tertidur di aras ranjang. Berdiam diri berbaring di atas ranjang yang nyaman setelah kegiatan mereka seharian ini, sepertinya membuat Finar merasa sangat mengantuk.

Keydo mendengkus melihat Finar yang memejamkan matanya.

'Mungkin saja Finar berpura-pura tidur untuk menghindariku.'

'Aku tak mungkin sebodoh itu untuk terperangkap jebakan wanita itu.'

Dengan seringai di bibirnya, Keydo mengencangkan tali jubah mandinya sambil melangkah mendekati ranjang. Ditatapnya Finar yang berbaring miring menghadap televisi dan membelakanginya. Kemudian melempar handuk yang dipakai untuk mengeringkan rambutnya secara sembarangan di lantai, dan dengan gerakan pelan ia naik ke atas ranjang. Meraih pundak Finar.

Finar sempat terperanjat karena sentuhan tiba-tiba Keydo membangunkannya. Dengan mata masih setengah mengantuk, ditatapnya wajah Keydo yang hanya beberapa inci di atas wajahnya. Bahkan ia bisa merasakan nafas panas pria itu memenuhi seluruh wajahnya. Membuat jantungnya berdebar tak karuan saking gugupnya.

"Apakah sudah cukup tidurmu? Kau tahu Darius menghadiahkan kamar ini bukan hanya untuk tidur." Keydo meletakkan tangannya dengan lembut di pipi Finar. Lalu mengusapnya dengan lembut. "Terutama ranjangnya."

Wajah Finar seketika merona merah. Sebagian tubuh Keydo yang sudah menindih Finar membuatnya tak bisa bergerak sekali pun dia ingin. Finar tak bisa melawan Keydo. Ia pun hanya bisa memejamkan mata ketika ibu jari pria itu mengusap bibirnya perlahan. Dengan sentuhan menggoda. Yang sialnya hal itu malah membuat sensasi sentuhan jemari Keydo semakin sensitif di kulit pipinya.

"Kau tentu masih ingat apa yang akan kita lakukan, bukan?" bisik Keydo.

Lalu matanya menangkap wajah Finar. Mengunci pandangan wanita itu yang tampak ketakutan di bawahnya. "Karena kau sudah bersikap baik, maka malam ini aku akan memperlakukanmu dengan sangat lembut."

Ada perasaan lega di hati Finar ketika Keydo membisikkan kalimat tersebut. Walaupun sama sekali tak mengurangi kegugupan dan deru jantung Finar yang bergetar hebat.

Sampai akhirnya, Finar pun hanya bisa mengikuti alur yang dipimpin oleh Keydo. Menyerahkan diri ke dalam sentuhan penuh kelembutan Keydo.

Dan malam pun semakin larut saat suara nafas Keydo semakin memberat.

***


Semoga tidak mengecewakan. (Soalnya author ga pinter bikin adegan adegan romantis. He he he...)

Enjoy it...

Vote dan Comment?

WAJIB!!! JIB!!! JIB!!!

OK...

Thursday, 6 October 2016

Continue Reading

You'll Also Like

190K 6.2K 45
"Suruh anak nggak jelas itu keluar dari rumah kita! " "Ardi!! Andrea itu adekku! " Pertengkaran demi pertengkaran kakaknya membuat Andrea memilih unt...
223K 648 11
Isinya cuma cerita joyok ! yang masih minor minggir dulu ⚠️
1.1M 36.7K 34
Bagaimana jadinya jika seorang gadis menikah dengan ayahnya? Tidak, bukan ayah kandung tetapi ayah angkat. Bermula dari kejadian dimana Giya seorang...
1.2M 46.5K 62
Menikahi duda beranak satu? Hal itu sungguh tak pernah terlintas di benak Shayra, tapi itu yang menjadi takdirnya. Dia tak bisa menolak saat takdir...