Apa Itu Cinta? [COMPLETED✔]

By octvv_

345K 7.7K 112

Cinta. Lima huruf yang tidak bisa kudefinisikan. Aku bertemu dua orang bernama Chiko. Sifat mereka berbeda. T... More

#2: Kaffee Shop
#3: UMN
#4: Chiko
#5: Curhat
#6: Closer
#7: Official
#8: Thank You
#9: A Trip? Why Not?
#10: Taman Safari (Part 1)
#11: Taman Safari (Part 2)
#12: Taman Safari (Part 3)
#13: Anniversary
#14: Dream
#15: The Beginning Of..
#16: (No) Trust
#17: The Truth (Pt. 1)
#18: The Truth (pt. 2)
#19: Real Trust Issue
#21: Alive
#22: True Love
#23: Final Destination
#24: Epilog
-

#20: End

9.2K 241 0
By octvv_

Aku bangun dengan jantung yang berdebar-debar.
Ini adalah hari dimana aku akan mengakhiri hubunganku dengan "cinta sejatiku".
Aku mempersiapkan diriku dan turun ke bawah.

Aku menyalakan handphoneku.
Baru saja aku akan menelepon Chiko saat handphoneku berdering.
Ternyata itu telepon darinya.
Aku tak boleh terlihat seperti memiliki masalah dengannya.
Ataupun terlihat seperti aku sudah tahu apa yang ia rahasiakan.
Aku harus bersikap manis seperti biasanya.

"Halo, Sayang."

"Halo, Sayang.. Yang.. hari ini ke Viper's ya. Aku perlu ngomongin sesuatu yang penting banget."

"Oke.. aku juga mau ngomong sesuatu."

"Ya udah kutunggu sejam lagi. Langsung ke rooftopnya aja ya Yang.."

"Iya Sayang.."

"Oke.. kutunggu ya.. bye.."

Ia mematikan sambungan.

Aku mematikan handphone dan menaruhnya di sofa yang ada di sebelahku.

Tiba-tiba Senandung turun dari kamar.
Ia menaruh senyuman kecil pada wajahnya.
"Semoga sukses. Apapun yang terjadi, lakuin yang terbaik buat dirimu, dan dia." Katanya sambil menepuk bahuku.
Aku tersenyum dan mengangguk.

Setelah acara kabur dari mall kemarin, sahabat-sahabatku memutuskan untuk menyusulku ke kostan dan aku menceritakan segalanya pada mereka.
Untunglah mereka mendukungku.
Aku merasa beruntung memiliki teman-teman seperti mereka.

Aku menghela napas.
Ini momen terpenting dalam hidupmu, Nadine.
Jangan sia-siakan kesempatan ini.
Jangan buang cintamu untuk orang yang tidak mencintaimu Nadine.
Akhiri. Hubungan. Ini.

>>>

Aku menaiki tangga ke rooftop.
Beberapa menit yang lalu aku baru sampai di Viper's.
Entah mengapa jantungku mulai berdetak lebih kencang.
Tenangkan dirimu, Nadine..

Aku akhirnya sampai di rooftop.
Kerumunan orang-orang langsung menyerbu mataku.
Kenapa ramai sekali?
Pertanyaanku itu terjawab dengan kemunculan Chiko.

Dia tersenyum padaku.
Biasanya aku luluh karena senyumannya yang manis itu tapi sekarang aku malah membencinya.
Aku menyembunyikan kebencianku dengan senyuman.

"I-ini ada apa?" Tanyaku.
"Ayo ikut aku, Sayang." Katanya.
Aku mengikutinya ke tengah kerumunan orang yang sepertinya, adalah keluarga Chiko.
Aku tersenyum kaku ke orang-orang di sekitarku.

Chiko berlutut di hadapanku.
Pikiranku berlabuh kepada sebuah momen lamaran tapi aku buru-buru menyingkirkannya dari otakku.
"Eh.. uh.." aku berdeham kecil.

"Ya.. hari ini aku sengaja ngedatengin keluargaku karena aku butuh kepastian. Kepastian dari hubungan kita." Kata Chiko.
Ia mengeluarkan sebuah kotak yang berisi cincin dari sakunya.
"Will you marry me?"

Aku melirik keluarganya dan melihat wajah mereka yang seperti harap-harap cemas menunggu jawabanku.
Aku menatap wajah Chiko yang dihiasi senyuman.
Aku bisa melihat kebohongan dan aku teringat akan perselingkuhannya.
Amarah dan rasa benciku memuncak.

Tanpa pikir panjang aku langsung mencampakkan kotak itu, sehingga cincinnya terlempar agak jauh.
Orang-orang di sekitarku sontak terkejut.
Chiko juga terlihat kaget.

"Sayang kamu-"

"Bagus, ya. Bagus. Dua hari lalu kamu baru aja jalan sama perempuan lain dan hari ini kamu mau ngelamar pacarmu. Bagus! Biadab!"

"Apa maksudmu?"

"Jangan pura-pura. Apa perlu aku yang bongkar kebiadabanmu? Yakin kamu nggak mau bongkar itu sendiri?"

"Aku nggak ngerti apa maksudmu. Aku bukan laki-laki biadab. Aku cintanya cuma sama kamu!"

"Yakin? Terus kemarin kamu jalan mesra-mesraan sama Hanna itu apa?"

"A-"

"Terus semua 'acara ultah' sepupumu itu apa? Acara date kalian, ya kan?"

".."

"Musik EDM dari teleponmu waktu kamu batalin janji nonton kita itu dari klub, ya kan? Pasti kamu lagi asyik-asyikan sama Hanna. Sampe-sampe kamu ninggalin aku di halte itu sendirian. Iya kan?"

"Em.."

Aku mengatur napasku yang mulai memburu saking marahnya.

"Kenapa kamu bisa bilang aku jalan sama Hanna?"

"Aku lihat sendiri."

"Kenapa kamu bisa nuduh aku ke klub?"

"Ak-"

"Kamu berani nuduh ini semua ke aku setelah semua yang udah ku kasih ke kamu?"

"N-"

"Aku udah cinta sama kamu. Aku udah percaya sama kamu. Aku udah memiliki kamu. Apa yang kurang? Dan kenapa kamu bisa bilang itu semua padahal kamu nggak punya bukti?"

"Ka-"

"Jawab aku! Kenapa?"

"K-"

"Mana bu-"

"KARENA KAMU NGGAK CINTA SAMA AKU!"

Aku merasakan air mata yang sudah menggenang di pelupuk mataku.

"Kamu nggak cinta sama aku Chiko. Kamu cintanya sama Hanna. Di awal memang kamu memenuhi semua itu, tapi setelah itu kamu malah menyakiti aku."

"Itu kesalahanku sampe-sampe kamu marah begini, hah?"

"Kamu nggak salah. Aku yang salah. Aku yang salah udah nganggap kamu cinta sejatiku padahal kamu bukan cinta sejatiku."

"Lantas siapa cinta sejatimu?"

"Aku nggak tahu. Yang jelas bukan kamu. Kamu cinta sejatinya Hanna, bukan aku."

"Oke. Sekarang apa mau kamu?"

Tatapan dingin tanda menyerah itulah yang kutunggu sedari tadi.

"Aku mau putus."

"Oke. Terima kasih udah malu-maluin aku hari ini. Sekarang pergi."

Aku menelan gumpalan di tenggorokanku.

"Baik. Aku pergi sekarang. Tapi satu pesanku.." mata kami kembali bertemu, "Jangan sakiti perempuan lain seperti kamu sakiti aku."

Air mataku tumpah, aku tak kuat menahan genangan itu lagi.

Aku langsung berlari ke bawah.

"Nadine!" Aku bisa mendengar suara Chiko.
Dia mengejarku.

Aku buru-buru memesan taksi.
Sebelum masuk, aku menatap wajahnya untuk yang terakhir kali.
Aku memalingkan wajahku dan memasuki taksi.

"Kemana Non?" Tanya sang supir.
"Bapak ke lampu merah depan dulu nanti baru saya kasih tahu." Kataku di tengah air mata yang membanjiri pipiku.
Untunglah sang supir mengerti keadaanku sehingga ia menuruti perintahku.

Aku menangis.
Penggalan momen-momenku dengan Chiko terulang lagi.
Aku merasa bodoh ketika mengingat kalau dia adalah mantan cinta sejatiku.

Aku tak ingin menyakitinya.
Tapi dia menyakitiku.
Semua kriteria 3M itu sudah kuusahakan.
Tapi dia tak mau berusaha memenuhi kriteria 3M.

Lagi-lagi kepercayaanku dirusak oleh orang yang kusayangi.

Tapi aku juga merasa lega karena telah mengakhiri hubungan ini.
Aku mengusap air mataku.
Cukup, Nadine. Cukup. Jangan menangis lagi.

Aku menarik napas dan menghelanya.
Kuatkan dirimu, Nadine.
Aku tersenyum kecil dan kembali menarik napas lalu membuangnya.

Tepat di saat itu, taksinya berhenti di lampu merah.
Supir taksi itu menatapku lewat kaca spion yang ada di tengah, memberi pertanyaan lewat sorotan matanya.
"Sudah tahu mau kemana Non?" Tanyanya.

"Iya Pak. Ke UMN ya." Kataku.
"Oh, siap." Kata supir taksi itu.
Kukira dia akan marah saat kuberitahu kalau dia harus memutar balik, ternyata dia tipe orang yang santai.

"Baru putus ya Non? Ndak apa-apa Non, pasti nanti ada yang lebih baik Non. Dulu saya juga pernah diputusin. Saya juga nangis-nangis pertamanya, eh ndak tahunya malah ketemu istri saya sekarang. Kalo saya ndak move on pasti saya ndak punya 3 anak sekarang." Kata supir taksi itu.

Aku terkikik.
Bukan karena dirinya yang mirip seperti motivator, tapi karena aksen Sunda-Jawanya yang lucu, ditambah kata move on yang dilafalkan dengan aksen Indonesian English.

"Yee, kok Non malah ketawa? Saya teh serius." Kata supir taksi itu dengan aksen Sundanya.
"Saya teh ketawa soalnya Bapak ngomongnya aksennya lucu." Kataku. "Hehe.. saya ada peluang jadi pelawak dong Non." Kata supir taksi.

"Bolehlah.." kataku.
Supir taksi itu tertawa pelan.
Aku memandang keluar jendela.
Lebih baik aku mengunjungi Chiko dan menceritakan ini padanya.
Siapa tahu dia punya solusi untuk membantuku move on.

Continue Reading

You'll Also Like

Monolog 1987 By ♡

Teen Fiction

3.4K 114 1
Renjana hanya meluangkan waktunya untuk kuas dan kanvas. Hidup bak air mengalir yang tak ada niat sedikitpun untuk melawan arus atau menentukan sendi...
2.9K 2.1K 12
Jembatan Seoul, entah kenapa aku selalu merasakan keganjalan saat melewati jembatan ini. Setiap kali aku melangkah, akan nampak dengan pudar kepingan...
4.1M 481K 43
[available on bookstores; gramedia, etc.] Ketika kamu baru saja bahagia lagi, sesuatu mengharuskanmu berpaling dan merelakan segalanya. O S C I L L...
6.8M 89.5K 8
[available on bookstores; gramedia, etc.] Selain main COC, kesukaan Aidan yaitu menyendiri sambil denger musik. Dan, selain kentang goreng serta pep...