OBSESSION

By slay-v

99.5K 10.2K 6K

Bethany Chance dan Aimee Parker. Mereka gadis berusia 17 tahun yang sekilas terlihat seperti remaja pada umum... More

OBSESSION
CAST
Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 30 (2)
Chapter 31
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 34 (2)
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 36 (2)
Chapter 37
Chapter 37 (2)
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Epilog
Author's Notes
Random Part
Bonus Chapter: Through The Dark
Bonus Chapter: After
Bonus Chapter
Bonus Chapter: Tough Guys

Chapter 32

1.2K 161 118
By slay-v

"Beth, ada pintu darurat di belakang panggung. Bagaimana kalau kita coba lewat situ? Jaraknya tidak begitu jauh dari sini."

Ia mendekati kawannya dan mendapati Syahna menunjuk simbol pintu di denah. Ia tersenyum dan mengangguk. "Bagus, Syahna! Kita kesana saja," dengan penuh semangat, ia menggandeng tangannya dan menariknya untuk mempercepat langkahnya. 

"Hei, kau tahu sekarang pukul berapa?" tanya Syahna. "Ponselku hilang. Dasar sial."

"Tunggu," Beth mengambil ponsel dari saku celananya. "Pukul satu siang."

"Ugh. Pantas saja aku merasa lapar."

Beth baru saja akan memasukkan ponselnya lagi ke saku celana. Namun, sebuah pesan baru masuk. Ia pun menggeser lockscreen-nya dan membuka pesan tersebut. 

Isinya membuat Beth bergidik.

Aku tahu kau selamat dari ledakan itu! Angkat teleponku atau aku akan mengatakan pada orang tuamu yang sedang kau lakukan sekarang!

"Shit," Beth merasakan kakinya gemetar. "James tahu tentang rencana kita ini, Syahna."

Syahna langsung berbalik. Ekspresinya terkejut bercampur takut. "Apa?" ia mendekati Beth dan turut membaca pesan yang tertera di ponselnya. "Bagaimana bisa?"

"Mana kutahu?!"

Ponsel Beth diberi mode silent hingga saat telepon James masuk, benda itu tidak mengeluarkan suara. Ia bisa saja mengabaikan telepon ini. Namun, di sisi lain, jika saja ia tidak mengangkatnya, kemungkinan besar ketika mereka bertemu James akan mengikatnya dan tidak mengizinkannya pergi. Dan sungguh, ia sama sekali tidak kaget jika ia melakukannya.

"Ha—halo—"

"For fuck's sake kau benar-benar membuatku gila!" Beth menjauhkan ponselnya dari telinga saat mendengar James berteriak. "Kau tahu seberapa paniknya aku karena kau tidak mengangkat teleponku?! Aku kira kau mati! Ternyata kau malah berkelana di arena guna menyelamatkan Greyson dan yang lainnya?! Dimana otakmu, Bethany?!"

"Wow! Tenanglah, Pak Tua!" Beth berseru sewot. "Jika kau berpikir aku akan pergi begitu saja saat Greyson dan yang lainnya terjebak di dalam arena, maka kau salah besar! Aku tidak mungkin membiarkan mereka terluka lagi!"

"Dengan mempertaruhkan nyawamu sendiri?!"

"Kau agen. Seharusnya kau tahu."

"Astaga. Kau benar-benar-"

Hening. Beth dan Syahna saling bertatapan selama mendengar deru nafas James yang berderu cepat. Hanya dengan itu, ia tahu kalau ia dalam masalah yang sangat besar.

"Dengarkan aku dan aku tidak menerima penolakan," tegas James. "Berhenti apapun yang sedang kau lakukan sekarang! Kau memegang denah, bukan? Gunakanlah denah itu untuk mencari pintu keluar, secepatnya. Aku tidak peduli seberapa jauh kau sekarang dari sana, namun, aku menunggu kedatanganmu dalam lima menit."

"Tidak mau."

"Apa kau dengar ucapanku tadi, Sialan?! Aku tidak menerima penolakan!"

Beth agak terkejut mendengar respons James. Syahna pun langsung berjengit ketika mendengar suaranya yang semakin meninggi dan marah. Ia mengangkat kedua tangannya, berbalik, dan menjauh tiga langkah dari Beth dengan ekspresi takut.

"Tenanglah sebelum kau serangan jantung dan dengarkan aku!" Beth menjerit tak kalah keras. Ia pun mulai merasa berang karena James. "Kemungkinan besar, yang ada di dalam arena dan bisa menyelamatkan Greyson dan yang lainnya adalah aku dan temanku. Hanya kita berdua. Dan aku tidak mungkin dengan tenangnya pergi keluar arena utama kepadamu ketika sepupuku serta yang lainnya berada di dalam sana tanpa kepastian yang jelas! Apa kau mau bertanggung jawab jika mereka terluka atau bahkan mati?! Bagaimana jika kau menjawab pertanyaan itu?!"

James tidak langsung merespons. Tetapi, deru nafasnya masih terdengar.

"Aku tidak akan mendengar segala perkataanmu sekarang."

Gadis batin Beth membayangkan membanting James ke atas lantai hingga ia mengalami patah tulang. "Bagian mana yang kau tak mengerti tentang menyelamatkan mereka?!"

"Seharusnya kau yang mencoba memahami ucapanku! Ini semua tidak main-main! Apakah kau bahkan lupa apa yang baru saja terjadi di dalam sana?! Bagaimana jika kau yang mati, huh?! Apakah itu akan memperbaiki semuanya?!"

Beth menelan ludah. James terdengar benar-benar marah. Dan sejujurnya, itu menyeramkan baginya walaupun ia memarahinya melalui telepon.

"Sekarang, turuti ucapanku tadi! Aku menunggu kedatanganmu di pintu keluar dalam lima menit!"

Beth menatap Syahna gelisah. Ia hendak membuka mulutku, namun, kemudian ia mendengar suara letusan senjata lainnya.

"Bethany Rue Chance, kau benar-benar membuatku marah sekarang! Turuti perintahku!"

Persetan, batin Beth mendecak tak peduli. "Tanpa kau atau tidak, aku akan tetap masuk ke arena utama dan menyelamatkan mereka."

"Demi tuhan, BETH-"

Dengan itu, Beth memutuskan sambungan telepon. Ia menggamit ponselnya dengan kedua tangannya. Perasaannya berdebar karena mengetahui konsekuensi dari tindakannya tadi.

Ia menoleh pada Syahna yang kini memandanginya dengan nanar. 

"James akan membunuhku."

"No shit! Dia juga akan membunuhku karena melakukan ini bersamamu!"

***

Greyson memerhatikan sejumlah bandits yang datang. Lebih sedikit, namun tetap saja—mereka membawa senjata. Jumlah mereka sepuluh orang, berdiri mengelilingi panggung dan penonton.

"Aku heran kenapa kau memiliki banyak anak buah," Greyson berkomentar. "Kalian mirip seperti kecoak. Terus bermunculan."

"Berisik, Greyson," Frank menggeleng, meminta lelaki itu diam. "Tutup mulutmu sebelum aku melakukannya sendiri."

Greyson akhirnya memilih diam. Ia menatap tiga bandit yang menaiki panggung lalu mendekati dirinya, Niall, Liam, Louis dan Harry. Ketiganya membawa tali dan berdiri di belakang mereka berlima (Kelly sudah kembali ke kerumunan penonton).

"Kau mengikat kami?!" seru Liam berang. "Sebenarnya apa yang akan kalian lakukan, hah?! Bunuh saja kami sekalian!"

"Bukan itu rencananya," Frank tersenyum miring. "Aku menunggu kedatangan seseorang."

"Siapa?" Louis melirik Frank dengan sinis. Ia memutuskan untuk diam tak melawan saat seorang bandit berdiri di belakangnya untuk mengikat pergelangan tangannya dengan kuat. "Boss kalian?"

"Oh, tidak," Frank menggeleng. Ia tersenyum lagi—membuat siapapun yang melihatnya semakin jengkel. "Sepupumu, Greyson."

Greyson benar-benar kesal.

"Dia tidak akan kemari," tukas Harry dengan sinis. "Dia pasti sudah keluar dari arena."

"Tidak, Harry," Frank menggelengkan kepalanya. Ia tergelak. "Aku tahu dia akan kemari untuk menyelamatkan kalian berlima."

Benar juga, batin Harry terduduk pasrah.

"Frank! Ini dia gadis-gadis yang membunuh teman kita!"

Greyson, Louis, Niall, Liam dan Harry pun memandangi tiga orang bandit yang datang sambil membawa tiga gadis yang tidak mereka kenal. Tangan mereka bertiga terikat ke belakang oleh tali. Greyson memandangi mereka satu persatu. Perasaannya sedikit jauh lebih lega karena tidak melihat Beth di antara mereka.

Mereka membawa ketiga gadis itu ke atas panggung, lalu mendorong ketiganya hingga jatuh ke depan Greyson dan the lads yang terduduk dalam keadaan tangan terikat ke belakang. Namun mereka bertiga tidak sadar oleh keberadaan Greyson dan keempat personel One Direction tersebut. Ketiganya sibuk mengomel, mengumpat dan melawan hingga salah seorang dari mereka berhasil menendang selangkangan seorang bandit.

"Fuck!" bandit itu mengumpat, jatuh bersimpuh sambil meringkuk kesakitan.

"Rasakan itu, Brengsek!" si rambut hitam tertawa puas.

"Dasar gadis gila!"

"Tidak segila kau, Kawan."

"Dea!" seorang temannya berteriak jengkel. "Shut up!"

"You shut up, Az!"

Frank dongkol dengan ocehan ketiga gadis itu yang begitu mengganggunya. Ia menarik dagu si Gadis—Azza—hingga mereka bertatapan. "Aku tahu sejak awal kalau fans kalian akan mengganggu rencana ini," ucap Frank sembari melirik the lads. Lalu Ia kembali menatap gadis itu, "kau seharusnya mati."

Azza tergelak meremehkan. "Konyol. Seharusnya aku yang mengatakan itu."

Azza meludahi wajah Frank, yang tentu saja--membuat pria itu marah. Tanpa ragu Frank menamparnya hingga Azza jatuh kembali ke atas panggung.

Ia meringis kesakitan. Namun Ia tidak menjerit. Matanya pun berkaca-kaca, seakan hendak menangis. Tetapi Azza memendamnya. Dia tidak mau Frank melihatnya menangis. Itu akan membuatnya terlihat lemah.

"Brengsek! Jauhi dia!"

Azza serta merta mendongak terkejut karena mendengar suara seseorang yang membelanya. Matanya membulat, mendapati Greyson dan keempat idolanya terduduk di depannya. "Ka—kalian—argh!"

Harry marah menyaksikan Frank menarik rambut Azza. Jambakan itu sangat keras hingga membuatnya terbangun dari panggung, dan berlutut di sisi Frank. Wajah Azza mengekspresikan kemarahan yang amat sangat.

"Kau dan kedua temanmu ini berada di gudang di atas arena, bukan?" Frank berbisik kesal. "Kau membunuh Julio. Kau pun membunuh banyak anak buahku."

"Aku tidak akan membunuh mereka jika kau tidak mencoba membunuh Greyson, Niall, Liam, Harry dan Louis!" Azza membentak kasar.

Frank mendecak tak peduli. Ia menatap Azza dan dua gadis lainnya bergiliran. "Dimana Bethany?" Ia bertanya. Tangan kirinya menodongkan senjata kepada ketiga gadis itu secara bergiliran.

Deandra berekspresi bingung. "Siapa Beth?"

"Don't you dare to lie to me, bitch," umpat Frank geram.

"HEI!" Frank menoleh terkejut saat Niall meneriakinya. "She's not a bitch, asshole!"

"Stay away from them!" kini Louis yang mengamuk. Ia meronta agar tali yang mengikat tangannya melonggar, namun sia-sia saja.

"Frank, mereka tidak ada kaitannya dengan ini! Lepaskan dia!" pekik Liam.

"Tentu saja ada, Liam! Mereka membunuh anak-anak buahku!" Frank mendesak senjata di tangan kirinya ke kening Deandra.

"You deserve it anyway," Greyson mencibir sarkastik.

"SHUT UP!" Frank jengkel. Ia menjambak rambut Azza lebih keras dan berujar padanya, "aku tahu Beth bersama kalian tadi! Dimana dia, hah?!"

Azza meringis. Frank menjambak rambutnya kasar, dan itu membuat kulit kepalanya sakit. Ia pun berusaha melawan. "Lepaskan aku, Jelek-aw!"

Harry tidak dapat menahan emosinya lagi. Ia sangat benci melihat Frank yang sesuka hati melukai orang lain. Lagi pula, tak seharusnya seorang pria menyakiti perempuan!

Jadi, ia mulai bertindak nekat. Ia sama sekali tak ragu saat bangkit berdiri dan berlari menuju Frank. "KUBILANG, JAUHI DIA!"

Frank mendongak. Dirinya tak sempat mengelak saat Harry menendang dadanya kuat hingga Ia terjungkal jatuh ke belakang. Kontan genggaman tangannya pada rambut Azza terlepas. Azza pun segera menjauh dari Frank, berlindung di balik Deandra dan Riley.

Beberapa bandits segera mengarahkan senjata mereka kepada Harry. Tetapi ia sama sekali tidak takut. Dia masih berdiri di tengah panggung, memandangi Frank dengan hina. "Percayalah padaku. Kau tak mau melihatku marah, Frank," peringatnya tajam.

"Kau payah!" Liam meneriaki Frank. "Kau mengandalkan anak buahmu yang bersenjata! Kalau kau yang sendirian disini, kau tidak akan hanya diserang olehku dan sahabat-sahabatku. Namun juga oleh fans. Dan kuberitahu—kau tak akan menyukainya!"

Frank tak menyahut. Ia segera berdiri, memberi isyarat bagi anak buahnya untuk tidak menembak. Ia mau bertindak sendirian.

Frank melayangkan kepalan tangannya kepada Harry. Namun Harry dengan cekatan membungkuk, kemudian menegakkan tubuhnya secara kuat hingga kepalanya membentur dagu Frank.

Namun tentu Frank tidak tinggal diam. Ia melawan. Ia menonjok perut Harry dengan sangat bertenaga. Harry ambruk, jatuh berlutut di atas panggung. Ia tidak dapat melawan dan bangkit. Rasanya sulit untuk berkelahi, apalagi kedua tangannya masih dalam kondisi terikat di belakang tubuhnya.

Suasana menjadi menegangkan saat Frank mengangkat senjatanya dan membidik benda itu tepat di kening Harry. Harry tampak tegar. Ia terus menatapi Frank, membendung emosi untuk menghajarnya.

"Kau bodoh, Styles," Frank terkekeh, meledek penampilan Harry sekarang. Panjang rambutnya yang nyaris melewati pundak menghalangi sebagian wajahnya. Tetapi Frank masih dapat melihat sepasang mata Harry yang menatapnya begitu geram. "Kau tampak seperti Tarzan dengan rambut panjang seperti itu."

Harry menggelengkan kepalanya, menepis tangan Frank yang mengusap rambutnya. "Don't fucking touch me!"

Frank menggelengkan kepalanya atas perlawanan Harry. "You know, this is bullshit!" Frank berteriak geram. "Aku benci kau, teman-temanmu, apalagi FANS-MU!" Ia menekan senjata ke kening Harry dan menyelipkan jari telunjuknya pada pelatuk senjata. "Kau akan kubunuh saja sekarang. Sayang sekali kau kemarin tidak mati sungguhan."

"Pak Tua, menjauh darinya!" amuk Deandra. Frank malah semakin mendorong senjatanya kepada Harry. "Kau tuli?! Kubilang, menjauh dari Harry!"

Louis merasakan kakinya gemetar saat melihat jari Frank yang tertarik ke belakang, mencoba untuk menarik pelatuk senjatanya. "ASSHOLE! STOP!"

DOR!

Fans menjerit. Mereka menundukkan kepala, ada pula yang memunggungi panggung karena tak kuasa untuk melihat apa yang terjadi setelah Frank menembakkan senjatanya.

Amarah Louis meledak. Ia hendak berdiri untuk menghajar Frank. Walaupun Ia tahu itu akan sulit karena tangannya masih terikat.

Tetapi niatnya hilang, saat mendapati yang terkapar di atas panggung dalam kondisi pundak berdarah bukanlah Harry. Melainkan Frank.

"What?" Harry menunduk, memerhatikan tubuhnya yang "bersih" tanpa luka. Yang ada hanyalah sejumlah noda darah di pipi dan bajunya, akibat luka tembak yang Frank alami di bagian pundaknya. "Apa yang terjadi?!"

Greyson, Niall, Liam, Harry dan Louis menoleh. Mereka tadi mendengar kalau suara tembakan berasal dari belakang mereka.

Dan ternyata, pendengaran mereka tak salah. Tembakan senjata itu memang dilakukan oleh seseorang, yang berdiri beberapa meter dari belakang mereka. Ya, orang itu bersenjata. Perlahan, tangan kanannya yang memegang pistol bergerak turun, hingga siapapun yang ada di arena dapat melihat wajah si Penembak dengan jelas.

"B—Beth ..." Greyson tercengang, sama seperti respon the lads dan fans lainnya. Oh, kecuali Azza, Riley dan Deandra. Ketiganya berteriak kegirangan.

"BETH!" Louis menatap Beth dengan berbinar-binar. "Astaga, kau hebat!"

Beth mengabaikan perhatian dari orang-orang disekitarnya. Ia terlanjur marah. Menyaksikan Frank yang hendak membunuh Harry (lagi) benar-benar membuat kesabarannya lenyap.

Dengan langkah memburu, ia mendekati Frank. Pria itu pun telah membalikkan tubuhnya hingga terbaring dengan posisi terlentang. Saat menyadari Beth mendekatinya, Ia segera meraih senjata di sisinya dan menodongkannya kepada Beth.

Namun sebelum Ia sempat menarik pelatuknya, Beth menendang tangannya hingga pistol tersebut terlempar ke kerumunan fans.

Frank terkejut bukan main. Ia mendongak kepada Beth yang berdiri di depannya, "tunggu, Beth. Aku—"

"Ini karena menabrak Liam!"

Beth menendang rahang Frank begitu kuat dan bertenaga. Frank menjerit, bersamaan dengan sorakan Greyson, the lads dan fans disekitar mereka.

Selanjutnya, Beth menginjak dada Frank, menahan tubuhnya agar tidak berdiri dan kabur. "Tunggu! Aku—"

"Ini karena menculik dan meracuni sepupuku, Brengsek!"

Greyson bergidik ngeri begitu melihat Beth yang menendang dagu Frank hingga menyebabkan kepalanya tertarik ke belakang.

"Shit! Dia menyeramkan!" komentar Liam sembari menoleh kepada Greyson.

"Dia tidak pernah semarah ini sebelumnya!" seru Greyson.

"Teruskan, Beth!" Azza, Riley dan Deandra berteriak menyemangati, sama seperti yang Louis dan fans lainnya lakukan.

Niall berbeda dengan reaksi Greyson, Louis dan Liam yang agak kagum dengan tindakan Beth (karena bagaimana pun, apa yang Beth lakukan sekarang cukup sadis untuk dilihat). Niall menyeret tubuhnya untuk bersembunyi di balik Greyson. "A-aku tak berani melihat ini semua!"

Tetapi Beth tak mendengarkan. Ia tak peduli dengan pandangan kagum maupun ngeri dari Greyson, the lads dan penonton. Ia fokus ke satu tujuan saja—menghajar Frank habis-habisan.

"Dan ..." kaki kanan Beth berpijak di antara kaki Frank yang terbuka lebar. "Ini karena membuat Harry koma."

Frank menjerit keras ketika Beth menendang pangkal pahanya kuat-kuat.

"SIALAN!" Frank mengumpat, namun tidak dapat melakukan apapun. Satu tendangan di pangkal paha seakan langsung melenyapkan semua tenaganya. Ia menolehkan kepalanya kiri dan kanan, mencari-cari keberadaan anak buahnya. Namun nihil. Sekejap saja mereka tidak ada dalam pandangannya. "Dimana kalian, Pengecut?!"

"Neraka."

Frank mendongak mendengar jawaban dari suara lainnya. Ia mendapati seorang gadis lagi datang dari belakang panggung dan mendekati dirinya. Ia berdiri di sisi Beth, berkacak pinggang penuh kesombongan. "By the way, namaku Syahna," Ia tersenyum manis. Dua detik kemudian, Ia berekspresi dingin. "Coba kau hadapi kami semua sendirian tanpa anak buahmu. Kau bisa apa?"

Frank bungkam. Ia tidak mau kalah. "Jangan sombong dulu, Gadis," Ia menggeleng. "Anak buahku yang lainnya akan datang sebentar lagi."

"Ya? Begitu pun dengan James dan agents lainnya," Beth menatap Syahna. Mereka saling saling tersenyum bangga. "Tetapi kau tak perlu khawatir. Karena sebelum mereka datang, kau pun sudah mati di tangan kami."

Frank mendecak malas.

"Syahna, bukakan tali mereka, oke?" pinta Beth santai. Ia menunjuk sepupunya serta the lads, yang memerhatikan dirinya dan Syahna dengan nanar.

"Tentu saja," dengan langkah riang, Syahna mendekati Greyson dan the lads. Pertama Ia mendekati Liam. "Hai, Liam. Senang bertemu denganmu."

Liam tersenyum. "Hai, babe."

Sedangkan Beth, Ia mendekat kepada Harry. Lelaki itu menatapnya dengan was-was, seakan tak percaya atas apa yang Beth lakukan kepada Frank. "Jangan tersinggung tetapi tadi itu cukup menyeramkan, Bee," ujar Harry ketika Beth sedang membukakan tali di pergelangan tangannya.

"Well, aku pun kaget saat mendengarmu mengumpat," ledek Beth. Ia berdiri, memandangi penonton di depan panggung. "Jangan khawatir! Sebentar lagi bantuan akan datang!"

Kini seisi arena merasa jauh lebih tenang. Selain karena ucapan Beth, mereka juga menyadari Frank yang telah "kalah" dan anak buahnya tak terlihat lagi. Mereka bersorak, saling berpelukan karena merasa lega dan gembira.

"Dimana anak buahku?" Frank bertanya dengan lemah. Ia babak belur setelah dihajar oleh gadis berusia 17 tahun—hal memalukan yang mungkin akan sulit Ia lupakan (dan tak akan Ia bahas lagi untuk kedepannya). "Kalau kau menembak mereka, pasti aku mendengar suara tembakannya!"

"Well, saat aku dan Beth menuju pintu darurat agar masuk kemari, kami mampir ke ruangan dimana menurut Beth, disanalah MI6 menyimpan persediaan senjata jika saja ada serangan," ungkap Syahna dengan santai. Ia kini di belakang Greyson dan membukakan tali yang menjerat tangannya itu. "Dan disana, aku menemukan alat semacam ... penyadap suara tembakan. Ternyata berguna. Kau terlalu bernafsu untuk membunuh Harry hingga tak sadar satu persatu anak buahmu telah kutembak."

"Gila," Frank berteriak kepada Syahna dan Beth. "KALIAN GILA!"

"Kau kira aku akan tersinggung atas kata itu? Bitch please, aku sudah terbiasa dipanggil "gila" sejak lima tahun yang lalu!" balas Syahna malas. Selesai melepaskan tali di tangan Greyson, Ia bertanya kepada Beth. "Dimana James? Dia lama sekali."

"Bersiap-siap, kurasa," Beth menjawab asal. Sekarang Ia mendekat kepada ketiga teman barunya; Riley, Deandra dan Azza. Mereka berempat bersorak bergembira. "Tak kusangka kalian tertangkap juga. Kurasa aku dan Syahna datang tepat waktu, bukan?"

"Rambutku dijambak, tahu!" sungut Azza.

"Begitukah? Jangan berdiam diri saja kalau begitu," Beth pun membuka tali pada tangan Azza. Ia baru saja melonggarkan talinya, namun Azza langsung berdiri, membalas perbuatan Frank padanya dengan cara menonjok hidungnya hingga berdarah.

"Kuharap kau dipenjara di Azkaban, kabur dan dimakan oleh Dementor, Brengsek!" umpat Azza puas.

Frank tidak mau membiarkan dirinya terus dihajar tanpa perlawanan. Sebelum Azza menghabisinya lagi, Ia segera bangkit, berdiri menjauhi fans, Greyson dan the lads. "Kalian sungguh tidak sadar, ya?!"

Tatapan semua orang tertuju pada Frank. Kini pria itu tertawa, tampak menyeramkan sekaligus konyol.

"Ada apa denganmu, Sinting?" tanya Niall heran. "Berhentilah tertawa."

"Maaf," Frank menatap Beth. Ia tersenyum miring, "aku tak menyangka kalau kau dan teman-temanmu rela berbuat sejauh ini demi sebuah boyband."

Deandra, yang saat itu berdiri di seberang Frank pun merespon ucapannya. "That's what family do," kata Deandra. "We help each other."

Frank tertawa semakin keras. "Sungguh?" Ia menatap Beth yang kini berdiri diapit oleh Greyson dan Syahna. "Apakah itu juga yang dilakukan Aimee, Bethany?"

Beth membeku saat mendengar Frank menyebut nama sahabatnya. Raut wajahnya berubah keras, marah. "Apa maksudmu?"

"Apa maksudku? Oke," Frank menertawai Beth, melirik Beth dan Greyson bergiliran. Ia tertawa semakin kencang, "oh, aku merasa kasihan dengan kalian berdua! Kalian kemari, demi satu tujuan; mencari sahabat kalian yang selalu kabur setiap melihat dan bertemu kalian!"

Greyson dan Beth bertatapan, tidak mengerti.

"Seharusnya kalian berfikir," Frank tersenyum sinis. "Aku tahu sahabat kalian bertemu dengan Louis di supermarket. Aku tahu sahabat kalian itu kabur darinya."

"Bagaimana kau tahu?" teriak Louis marah.

"Itu bukan urusanmu, Tomlinson," Frank menggelengkan kepalanya. Ia tersenyum penuh arti. "Aku tidak tahu apapun soal hubungan antara idola dan fansnya. Tetapi aku tahu satu hal; kalau aku bertemu seseorang yang ingin kujumpai sejak lama, aku tidak akan kabur darinya."

"Berhentilah mengatakan omong kosong!" Liam kehilangan kesabarannya. Ia menyambar pistol dari tangan Beth dan menodongkannya kepada Frank. "KATAKAN SAJA APA MAKSUDMU!"

"Maksudku? Baiklah. Aku akan mengatakannya langsung. Sembari menunggu James datang, kurasa aku akan mengatakannya saja," Frank bersikap sangat santai, sama sekali tak ada tekanan. "Kalian sudah tahu kalau aku dan teman-temanku melakukan ini semua—mengincar, melukai dan berusaha membunuh kalian karena perintah seseorang melalui e-mail. Namun, dia sama sekali tak mau memberitahu identitasnya kepadaku."

Melihat Frank yang begitu tenang dan tidak bersenjata, membuat Beth, Greyson, the lads dan fans merasa cukup "aman" dan mendengarkan penjelasannya—walaupun perasaan ragu untuk percaya kadang muncul.

"Tetapi suatu hari, aku meminta bukti kalau dia bukanlah penipu yang memanfaatkan kami—komplotan pembunuh bayaran terbaik se-London. Aku meminta sedikit identitas dirinya," Frank membalikkan tubuhnya hingga memunggungi orang-orang. "Saat pertama kali aku mendengarnya, aku terkejut, aku tak mau percaya. Tetapi ini yang dia katakan—"

Ia kembali berbalik, menatapi Greyson dan Beth. "—dia bilang, dia perempuan. Berusia 17 tahun. Berasal dari kota kecil di Amerika Serikat," ujar Frank. "Dia berinsial A.P."

Batin Beth mulai gentar, kebingungan dan ketakutan karena tahu siapa yang dimaksud Frank.

Liam melirik Beth dan Greyson yang tampak terkejut. "Lalu?" Liam bertanya, sedikit berteriak. "Penjelasan seperti itu sangat umum! Kau mengatakan itu seakan boss kalian adalah—"

"Aimee Parker," Frank tersenyum sinis. "Aimee Parker adalah boss kami."

***

Continue Reading

You'll Also Like

11.2K 1.4K 31
"Sabar kek, gue belom dandan anjir." - Tiara "nggak usah dandan, nanti yang laen pada naksir sama lo." -Jevrandy Started on January'21
77.2K 8.1K 27
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
21.3K 2.5K 20
It's about Jefan yang lagi bucin too much sama cewek yang tingginya 160 cm nggak nyampe. ©Bloomisher Juli 2020
2.3M 234K 39
Cerita sudah dihapus sebagian untuk kepentingan penerbitan meet Karenina, gadis 23 tahun dengan penampilan seperti anak remaja dan nggak bisa pasang...