Soft Of Voice

By chusniahne

77.9K 10K 1.6K

[COMPLETED] Sama seperti sayap yang patah, dia tak akan bisa membawa burung yang sama untuk melihat dunia leb... More

PROLOGUE
ONE
TWO
THREE
FOUR
FIVE
SIX
SEVEN
EIGHT
NINE
TEN
TWELEVE
THIRTEEN
FOURTEEN
FIFTEEN
SIXTEEN
SEVENTEEN
EIGHTEEN
NINETEEN
TWENTY
TWENTY ONE
TWENTY TWO
TWENTY THREE
TWENTY FOUR
TWENTY FIVE
TWENTY SIX
TWENTY SEVEN
TWENTY EIGHT
TWENTY NINE
THIRTY
NOT AN UPDATE, BUT INI PENTING GENGS
THIRTY ONE
THIRTY TWO
THIRTY THREE
THIRTY FOUR
THIRTY FIVE
THIRTY SIX
THIRTY SEVEN
THIRTY EIGHT
THIRTY NINE
FOURTY
FOURTY ONE
FOURTY TWO
BACA AJA DULU
FOURTY THREE
FOURTY FOUR
SEQUEL + PROMOTE
FOURTY FIVE
INFO
FOURTY SIX
QUESTION
PENTING!!
FOURTY SEVEN
FOURTY EIGHT
SPOILER SEQUEL + PROMOTE
FOURTY NINE
INFO END ㅡ HIATUS
INFO
FIFTY
EPILOGUE
CURHAT BENTAR
INFO PENTING
EP ㅡ 1
[!] NANYA NIH PENTING
EP ㅡ 2
SEQUEL
NOTE !

ELEVEN

1.3K 182 0
By chusniahne

Aku menghela nafas ketika sampai disalah satu hotel ternama di Paris. Seungcheol menggiringku dengan menggandeng tangan kananku. Dua koper kami dibawakan oleh pelayan yang ada. Perjalanan yang cukup melelahkan dan cukup membuatku drop. Kami tidur di kamar nomor 431.

"Thank you," kata Seungcheol saat pelayan itu selesai meletakkan dua koper besar kami di dalam kamar. Aku masih terlihat sangat pucat, kepalaku pusing tak karuan. Aku ingin segera tidur namun Seungcheol tak melepaskan genggaman tangannya padaku.

"You're welcome and happy holiday, Sir," balasnya setelah diberikan tip oleh Seungcheol. Dia menutup pintu dan menguncinya. Aku rasanya ingin pingsan sekarang. Aku terlalu takut dan kalut. Ingatan masa laluku teringat kembali setelah beberapa tahun tidak pernah terlintas dipikiranku.

Seungcheol membawaku ke ranjang dan membiarkanku tidur untuk sejenak, tapi tetap saja kejadian beberapa tahun lalu itu terngiang di otakku ketika aku memejamkan mata. Mataku terasa perih karena tangisanku selama di pesawat tadi. Sungguh memalukan. Seungcheol bediri dengan berkacak pinggang, aku tahu ini sangat merepotkannya.

"Sebenarnya apa yang terjadi sampai kau menangis begitu histeris dan membuatku tak bisa tidur Ahrim?" katanya. Aku masih mengatur nafasku. Berusaha menenangkan pikiran dan hatiku yang baru saja goyah, aku juga masih harus menghadapi keadaan seperti ini satu minggu lagi ketika perlajanan kami kembali ke Korea.

"Maaf," gumamku sangat pelan namun Seungcheol dapat mendengarmya dengan jelas. Aku pun dapat mendengarkan dirinya berdecak dan menghempaskan bokongnya ke sofa. "Aku sama sekali tak menyangka ini terjadi," lanjutku membuka mata.

"Memang ada apa Ahrim?" tanyanya. Aku diam saja, menatap langit-langit. Tak berkedip, membiarkan mataku perih karena udara yang dihasilkan oleh AC. "Kau tak mau bercerita kepada suamimu?"

"Semua hanya masa lalu yang buruk Seungcheol, tak ada yang perlu dikatakan."

"Jika masa lalu itu membuatmu takut bahkan trauma, kenapa kau hanya menyimpannya saja?"

"Aku tak ingin terus mengingatnya. Aku terlalu terpuruk," jawabku masih menatap langit-langit hotel bintang lima ini. Aku tak mendengar Seungcheol lebih jauh bertanya kepadaku. Dia terlihat mendekatiku.

"Jika begitu ceritakan padaku semuanya nanti malam," jawabnya. Aku menatapnya yang berdiri disamping ranjang. Dia berjalan menuju kamar mandi. "Aku akan mandi dulu."

"Apa aku harus bercerita semuanya?" kataku seakan menolak untuk menceritakan masa lalu yang buruk yang pernah terjadi pada hidupku. Aku tak ingin mengingatnya lagi.

"Sudahlah Ahrim, aku suamimu sudah semestinya kau jujur padaku," katanya berlalu meninggalkanku untuk mandi. Aku sudah merasa baikan, namun masih terasa shock. Aku memejamkan mataku, berusaha agar tertidur namun sama sekali tak bisa. Aku membuka mataku ketika ponselku berdering, tertera nama 'Mama' disana. Aku yakin dia pasti juga khawatir.

"Hallo, Ma," jawabku pada deringan kedua.

"Ahrim kau baik-baik saja, Nak?" tanyanya. Dapat kudengar dengan jelas bahwa dia khawatir. Sudah kuduga, dia akan khawatir dengan ini.

Aku tersenyum lalu menghela nafas pelan sebelum menjawab pertanyaan mama. "Tenang Ma, aku baik-baik saja. Tak ada yang perlu dikhawatirkan, ada Seungcheol bersamaku."

"Kau serius?"

Aku mengangguk meskipun mama tak mungkin bisa melihatku. "Meskipun memang trauma itu menyerangku, aku bisa mengendalikannya, Ma."

"Baiklah kalau begitu, Mama jadi lebih tenang."

"Iya, Ma. Tenang saja, aku hanya sedikit shock."

Hening. Tak ada jawaban dari mama atas penyataanku. "Hm ... Sayang," katanya memecah keheningan ini. "Mama yakin pasti Seungcheol juga kaget kau seperti ini, apa kau akan menceritakan semuanya padanya?"

Hening kembali. Aku mencoba berpikir karena aku tak ingin orang lain tahu masa laluku yang membuatku sangat trauma. Hanya keluargaku saja yang boleh tahu. Tapi Seungcheol adalah suamiku. "Tidak, Ma."

"Ahrim ..." kata mama dengan suara yang melembut. Aku yakin dia sedang membujukku agar aku mau menceritakkan semuanya pada Seungcheol.

"Tidak ada yang perlu dibicarakan, Ma. Hanya masa lalu buruk," jawabku menolak.

"Bagaimana pun juga Seungcheol adalah suamimu Ahrim, kau tak boleh menutupi apapun darinya. Sekecil apapun," kata mama.

"Meskipun itu masa lalu yang buruk, Ma?"

"Ahrim, dengarkan Mama," kata mama terhenti lalu menghela nafas berat. Aku tahu dia akan terus berusaha membuatku luluh. Namun bagaimana pun memang benar apa kata mama, aku sudah bersuami. Tidak seharusnya aku menyembunyikan sesuatu darinya. "Seburuk apapun masa lalumu──" mama terhenti ketika mendengar suaraku.

"Iya, Ma. Aku memang akan bercerita kepada Seungcheol nanti malam," kataku menghentikan suaranya yang mencoba membujukku dengan berbagai rayuan dan kata-katanya. Akhirnya aku harus memberanikan diriku untuk bercerita kepada Seungcheol. Entah bagaimana pun reaksi Seungcheol nanti. Aku memang harus berbagi.

"Baiklah, Mama yakin kau akan menceritakan semuanya. Mama ingin Seungcheol menjagamu, Ahrim," kata mama mengakhiri percakapan kami. Aku menghela nafas berat sebelum akhirnya menekuk kedua kakiku dan memeluknya. Menenggelamkan kepalaku diantara kedua lutut sembari memejamkan mata. Mencoba untuk menelusuri dan mengingat kembali kejadian beberapa tahun lalu itu.

Aku segera menengadahkan kepala ketika aku merasakan bagian belakang kepalaku diacak-acak oleh tangan seseorang yang pasti adalah Seungcheol. Dia terlihat mengeringkan rambutnya. Mengenakan celana piyama dengan kaos hitam polos. "Kau lebih baik mandi dulu," katanya padaku. Aku menyambutnya dengan anggukan.

Dibawah guyuran shower berair dingin ini aku memejamkan mata. Aku tak yakin harus bercerita dengan suamiku. Konyol jika dia menertawakanku dengan cerita ini. "Aaaarrrrgggghhhh!" kataku menggeram. Tanpa pikir panjang aku segera mengakhiri acara bersih-bersihku yang sudah dua puluh menit berlalu. Mengenakan hotpants dan kemeja putih aku keluar dengan rambut basah yang aku biarkan. Sama sekali tak mencoba mengeringkannya.

Seungcheol melihatku dengan dahi berkerut. Aku bisa melihatnya lewat manik mataku dia sedang menyesap kopi sambil menonton televisi, lalu mematikannya ketika melihatku keluar dari kamar mandi. "Kau mandi air dingin?" katanya menghentikan langkahku. Aku hanya mengangguk pasrah.

"Bodoh!" katanya mandekatiku. "Di Paris masih dingin, kau mau mati semudah ini sebelum kita bulan madu? Ish!" lanjutnya menggiringku menuju meja rias. Seungcheol mengambil handuk dan mencoba mengeringkan rambut sedadaku.

"Aku pusing dan ingin segera menghilangkan ketakutanku," jawabku saat Seungcheol dengan lembut menggosok rambutku dengan handuk putih bersih yang disediakan hotel.

"Baiklah, berceritalah sekarang," kata Seungcheol.

"Aku tak tahu harus memulai dari mana."

"Mulailah dari mana saja yang ingin kau mulai," kata Seungcheol berjalan mengambil kursi. "Kau duduk disini," kata Seungcheol menyuruhku duduk di kasur. Aku menurut saja. Aku duduk bersila dan menutupi kakiku yang terbuka dengan selimut, menghadap Seungcheol yang duduk dengan kursi sofa.

"Ayo bercerita," katanya.

"Dari mana?"

"Mana saja."

Hening.

Hening.

Aku menghela nafas. Mencoba mendramalisir ceritaku. Aku menatapnya. "Selesai."

Seungcheol tercekat. Mulutnya menganga, matanya membulat. Kedua tangannya mengepal, seakan ingin memukulku saat ini juga. "Ahrim!" katanya dengan nada kecewa. Sepertinya suamiku ini sangat penasaran.

"Aku bingung."

"Mulai saja dari rencananya."

Aku menghela nafas. Menatapnya dalam, aku masih ragu untuk bercerita semuanya. Aku takut mengorek luka lama. Seungcheol mengangguk-anggukkan kepalanya mencoba meyakinkanku untuk bercerita. Akhirnya aku menceritakan semua yang aku rasakan kepada Seungcheol. Air mata melesak dipelupuk mataku. Mulai menetes satu per satu. Isakanku terdengar diseluruh penjuru kamar hotel.

Seungcheol berjalan kearahku, mencoba merengkuhku dengan badan dan lengannya yang kekar. Kepala sengaja kutenggelamkan di dadanya. Kedua tanganku, aku lingkarkan di perutnya. Kehangatan rengkuhan Seungcheol menghujam hati dan pikiranku. Saat ini adalah saat indah yang aku rasakan, merasakan kehangatan jiwa dan hatiku. Namun kenyataan pahit yang aku terima merusak segala perasaanku yang indah. Kenyataan bahwa Seungcheol memelukku sebagai seorang suami yang sama sekali tak mencintaiku, bahkan dirinya masih memiliki wanita diseluruh relung hatinya.










---








Maaf ya kalo gaje dan kurang greget:'( mau ijin sekalian, autor mau ospek jadi doain semoga lancar jaya yaa... aku bakal segera post kelanjutannya setelah selesai ospek dan matrikulasi awal September. Thankyou.

Continue Reading

You'll Also Like

51.4K 2.3K 42
Almeera Azzahra Alfatunnisa Ghozali seorang dokter muda yang tiba-tiba bertemu jodohnya untuk pertama kali di klinik tempatnya bekerja. Latar belakan...
782K 79.8K 55
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
589K 59.2K 46
Bekerja di tempat yang sama dengan keluarga biasanya sangat tidak nayaman Itulah yang terjadi pada haechan, dia menjadi idol bersama ayahnya Idol lif...
35.1K 3.3K 20
Plak!!! Lisa terdiam merasakan panas di pipinya, saat kekasihnya yang dia cintai menamparnya. Hatinya terasa begitu sakit. Apalagi, dia melihat sang...