SEBUAH PILIHAN HATI

Por Abiyasha

66.7K 4.8K 842

Adrian bukan hanya kehilangan rumah tangga yang dibangunnya bersama Kara, tetapi perceraian membuatnya kehila... Más

TEASER
SATU - THREE ROSES
DUA - YOU'RE MY DAY'S EYE
TIGA - PLAYING WITH FIRE
EMPAT - THE DINNER
LIMA - ALSTROEMERIA
ENAM - HE FOUND ME
TUJUH - SHE IS HERE
SEMBILAN - THE WAY OUT
SEPULUH - THEY MEET AGAIN
SEBELAS - SAYING GOODBYE
DUA BELAS - COMING HOME
TIGA BELAS - UNTIL WE MEET AGAIN
EPILOG
DI BALIK SEBUAH PILIHAN HATI

DELAPAN - HOW I MET HER

2.6K 230 15
Por Abiyasha

"Kiss me, Adrian!"

Riuh manusia di sekeliling serta hentakan Me And My Imagination dari album terbaru Sophie Ellis-Bextor, menggema memenuhi dance floor KOKO, salah satu night club yang ada di Camden. This is nonsense, Adrian. Nonsense!

Aku masih tidak paham kenapa Kara memintaku untuk menciumnya. Pertemuan kami di pesta Claire tadi jelas sebuah kebetulan. Menemukan orang Indonesia di London memang bukan perkara sulit, tapi menemukan wanita seperti Kara, bukanlah sesuatu yang mudah. To be honest with you, Kara is every man's dream. Rambut hitam legam sebahu, wajah ovalnya jelas menunjukkan dia berdarah campuran, tubuh kecilnya justru membuat tampilan Kara semakin menarik. In short, she's gorgeous. Apalagi dengan little blue dress yang membalutnya sekarang. She's a head turner when we entered KOKO.

Namun semua yang dimiliki Kara itu tidak punya pengaruh untukku. I have Chris at home.

Pertengkaranku dengan Chris bukanlah sesuatu yang baru. Setelah lima tahun, argumen di antara kami seperti menjadi sesuatu yang normal. Every couple argues. Namun, apa yang terjadi tadi malam adalah pertengkaran terhebat kami sejak ... aku bahkan tidak bisa mengingat dengan pasti kapan terakhir kali kami saling mendiamkan satu sama lain selama satu hari. No goodnight kiss, no morning kiss, no text, no call. Nothing. Jika bisa, aku lebih memilih untuk ada di rumah bersama Chris sekarang, bergelung bersamanya di sofa, dan mengakhirinya dengan mengabaikan apa pun yang kami tonton di televisi. We argued over something ... petty.

Ronan, mantan Chris mengiriminya pesan singkat semalam. Tidak ada yang perlu diributkan sebenarnya, selain ada kata-kata 'Thanks for last night. It brought back a lot of memories' di penghujung pesan itu. Cemburu yang biasanya bisa aku redam, lepas kendali. Aku menuntut penjelasan dari Chris, yang tentu saja menjelaskan tidak terjadi apa-apa semalam antara dirinya dan Ronan. Aku bukan orang yang suka mengetahui semua yang dilakukan Chris karena aku percaya dengannya. Kami sadar punya kehidupan masing-masing meski sedang menjalin hubungan. We have our own lives, our own circle of friends. Ketika aku meminta penjelasan lebih, kami mulai kehilangan kendali atas emosi masing-masing. We accused each other. And it was nasty. In the end, he left the house and didn't come back until 3 AM. Ketika aku berangkat ke kantor, Chris belum bangun dan aku tidak ingin membangunkannya. I sent him message, just saying good morning and told him I already prepared his breakfast. No reply. No call the whole day.

Aku memang sengaja mengajak Chris untuk datang ke pesta Claire. Rekan baru di kantorku itu baru saja ditransfer ke London dari kantor cabang yang ada di Berlin. Jika Chris mengabaikan pesanku seharian, ajakan ke pesta Claire jelaslah sesuatu yang tidak mungkin. So, I went straightly from the office and there, I met Kara.

Kara adalah wanita yang cerdas. Ayahnya yang memang asli Inggris dan ibunya yang asli Jakarta sudah tinggal di London sejak dia lulus SD. She's spent her life in London ever since. Kami membicarakan banyak hal. Mulai dari kebiasaanya pergi ke warung mi ayam langganannya setiap kali pulang ke Jakarta, rasa kangennya yang kadang-kadang impulsif untuk makan soto ayam, dan bagaimana dia bisa kenal dengan Claire. Selera musik kami bisa dibilang mirip, hingga ketika Claire melanjutkan pestanya ke KOKO, dengan sedikit memaksa, Kara memintaku untuk ikut.

So, here I am.

And Kara asked me to kiss her.

Aku medekatkan wajahku untuk berbisik di telinganya. "What?"

"Kiss me!" teriaknya.

Entah sudah berapa gelas tequila yang dihabiskannya, sementara aku baru menghabiskan dua gelas martini. Not too strong dan aku masih sangat sadar.

Aku menjauhkan wajah dan menatap Kara. Dengan segera, dia mengalungkan lengannya di leherku dan menempelkan bibirnya. Aku masih tidak tahu apa yang harus aku lakukan, hingga aku tidak memberikan balasan atas ciumannya. Kara kemudian menatapku dengan senyum yang sepertinya tidak lepas dari wajahnya.

"Tunggu di sini!"

Aku hanya mengangguk sebelum Kara menghilang di antara kerumunan. Aku hanya terpaku, berdiri di antara manusia yang menggoyangkan tubuh dengan leluasa. Aku berusaha mencari Claire, mungkin sudah saatnya aku pulang. Namun, ketika berniat beranjak, sebuah tangan mencengkeram lenganku. Kara mengulurkan satu gelas kepadaku.

"Relaks, Adrian. Ini cuma Manhattan!"

"Thanks!"

Aku mengambilnya dari Kara dan dia menatapku, seolah menungguiku menghabiskan cocktail itu di hadapannya. Minuman itu pun langsung membakar tenggorokanku begitu aku menegaknya. Kara hanya mengacungkan jempolnya sebelum meraih kembali gelas itu dari tanganku.

Things got ... wilder after that.

Aku tidak tahu bagaimana Kara bisa menemukanku di antara banyaknya pengunjung yang memenuhi dance floor ini, but she found me.

"Now, should I ask you again?"

Dentuman musik di sekelilingku sepertinya sudah merasuki kepalaku. It felt so heavy, yet it felt so light. Selebihnya, aku tidak terlalu ingat apa yang terjadi. Everything became so blurry....

***

"Where were you last night?"

Aku baru saja pulang ke rumah setelah semalam menginap di tempat Kara. I was too drunk to go home and I knew Chris would've hated it.

"Aku nginep di hotel. I needed a space."

Meletakkan tas kerjaku di sofa ruang tengah, aku tidak menghampiri Chris seperti biasa untuk memberikan kecupan. Dia sedang menikmati sarapan, meski jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang.

Selama beberapa menit, kami hanya saling diam. Dia sibuk dengan koran yang sedang dibacanya, sementara aku menimbang apa yang harus aku lakukan sekarang. Tinggal di rumah tidak akan mengubah keterdiaman di antara kami. Aku segera melepas sepatu dan berniat menuju kamar utama ketika Chris membuatku menghentikan langkah.

"Kita harus bicara, Adrian. Kita tidak bisa seperti ini terus."

"Aku bahkan nggak yakin kalau Ronan tahu kamu sudah punya orang lain. Did you even tell him?"

"Let's not talk about Ronan. He's got nothing to do with this."

"Nothing to do with this, you say? Chris, kita sudah tinggal bersama lima tahun. Hubungan kita memang nggak sempurna, dan kita sadar itu. Kita juga sama-sama tahu, we have our own lives as individual. I've never minded any of your friends, but seeing Ronan is a different matter. You could have told me you were going to see him."

"Can you sit?"

Betapa pun enggannya aku untuk membahas ini pada pukul 11 siang, aku menuruti permintaan Chris. Begitu aku duduk di hadapannya, Chris memandangku.

"Aku tidak ingin membawa Ronan ke dalam apa pun ini yang sedang kita jalani, Adrian. It's our problem and it has nothing to do with him. Aku minta maaf kalau tidak cerita ke kamu tentang pertemuanku dengan Ronan. I'm sorry."

Aku menelan ludah. Tidak semua masalah selesai hanya dengan permintaan maaf, meski aku sendiri tidak menyukai argumen di antara kami. Namun saat ini, aku tidak ingin menggiring kami menuju pertengkaran lain.

"Aku tahu kamu mencintaiku, Chris. After all, we won't have this relationship if we don't respect and love each other. Tapi kamu juga tahu, aku nggak suka segala sesuatu yang berhubungan dengan Ronan. Just him. It's him. Aku punya hak untuk marah karena kita sudah berbagi banyak selama lima tahun ini. And yet, you said, he has nothing to do with this. He always has something to do in our relationship, Chris. You defend him like you did the last time he came in to our relationship. Kamu nggak ingat apa yang pernah dia lakukan?"

Chris mengangguk. "I remember."

"Kalau kamu mau menyakitiku, then by all means. Kalau kamu mau hubungan kita berakhir, then just say so. Tapi aku nggak akan diam jika kamu ingin kembali kepadanya. I can't. Sorry."

"I don't want any of that, Adrian. Aku tidak akan mengorbankan hubungan kita untuk kembali ke Ronan. It was a mistake and I apologise. I promise-"

"Jangan, Chris. Jangan mencoba buat berjanji apa-apa. I don't want you and will never ask you."

Chris hanya menundukkan wajahnya. Namun, ketika dia kembali mengangkat wajahnya untuk menatapku, dia mengangguk. Aku merasakan belaian lembut di pergelangan tangan sebelum Chris menggenggam tanganku.

"Have you had your breakfast?"

***

"Adrian, ada yang perlu aku omongin."

Sejak malam di KOKO waktu itu, hanya beberapa kali aku bertemu Kara. Kami memang masih rajin tukar kabar melalui surel, tetapi aku memang tidak ingin bertemu dengannya terlalu sering. It just didn't feel right.

"Yes?"

"I think I'm pregnant." Reaksi pertamaku ketika mendengar kalimat itu adalah memberikan sebuah senyum lebar. Aku ebrniat untuk mengulurkan tangan untuk mengucapkan selamat ketika kalimat Kara selanjutnya membuatku membatalkannya. "It's yours, Adrian."

Aku tertegun.

Dengan sweater tipis putih, kemeja hitam dan rok selutut, Kara terlihat begitu sederhana, tetapi tetap tidak bisa menyembunyikan kecantikannya. Aku memandangnya, sementara tatapannya fokus pada jalanan di luar Bourne & Hollingsworth. Tempat ini bisa saja menjadi favoritku jika saja Kara tidak memberku kejutan.

"Kamu yakin?" Kara hanya mengangguk. "Kara, I'm not sure how that happened."

"Claire's party? KOKO? My apartment?"

Bayangan akan malam itu memang sudah tidak begitu jelas dalam ingatanku. It wasn't a big deal. I slept at her couch, I wasn't fully dressed, but I couldn't remember if we....

"Apa yang terjadi malam itu, Kara? Aku tidur di sofa kan? How did that happen?"

"We had sex, Adrian. Can't you remember?"

Aku menggeleng. "Impossible, Kara. I couldn't possibly do that."

"Kenapa?"

"I'm gay, Kara, I have a wonderful relationship with a man for five years."

Kami terdiam. Aku tidak tahu apa yang sedang ada di pikiran Kara saat ini, karena apa yang diberitahukannya kepadaku bukanlah sesuatu yang aku duga. Bagaimana Kara bisa yakin janin yang dikandungnya adalah punyaku? Aku tidak mengenalnya cukup baik untuk tahu apakah ada pria lain dalam hidupnya. This is just ... nonsense.

"Aku nggak mau dan nggak akan gugurin kandungan ini, Adrian. Why didn't you tell me?"

"Apa pengaruhnya sekarang?"

"Ini nggak perlu terjadi, Adrian, kalau aku tahu kamu gay."

"Apa gunanya sekarang, Kara?"

"Aku belum bilang siapa-siapa. But, sooner or later, I have to tell everyone. Sekarang, terserah kamu. I can take care of this by myself if you don't want it."

"Kenapa kamu memilih untuk menghancurkan hidup kamu?"

"Apa maksud kamu dengan kalimat itu?"

"It could be ... taken care of."

"I want this baby, Adrian. Kalau kamu nggak mau bertanggung jawab, fine by me. I don't need your money. But, if you want to live in constant guilt, suit yourself."

Dengan itu, Kara kemudian bangkit dan meninggalkanku sendirian. Aku bahkan tidak mengalihkan pandangan dari baked portobello mushroom yang tersaji di hadapanku. Ini tidak mungkin.

Ketika aku mengangkat wajah dan menopangnya dengan kedua tanganku, rasa bersalah yang luar biasa besar perlahan mendatangiku. Bagaimana aku memberitahu Chris tentang ini? Dia akan menganggapnya sebagai sebuah lelucon. Chris tidak mungkin percaya dengan omong kosong ini.

Aku memejamkan mata, berusaha mengulang kembali setiap kejadian di malam itu. Namun, ingatanku terhenti setelah Kara memberiku satu gelas Manhattan. Was I really drunk that night, that I couldn't remember anything?

***

Buat chapter 9, terpaksa saya private ya? Ada bahasa yang cukup kasar di chapter itu, dan saya nggak yakin bisa lulus sensor, hahahaha. Maafkan karena harus di-private :)

Chapter 8 dan 9 ini adalah chapter yang menurut saya paling krusial dan challenging untuk Sebuah Pilihan Hati. Kenapa? Karena dua chapter ini menjawab pertanyaan tentang kenapa Adrian bisa menikah dengan Kara. Saya cukup bingung mengeksekusi bagian ini, tanpa harus terlihat seperti sinetron, hehehe. This is the best I could come up with and hope you all enjoy these two chapters.

Seguir leyendo

También te gustarán

4M 542K 62
DALAM TAHAP REVISI! Irenica Lucia De Vony, putri kedua dari keluarga Marquess Dylon De Vony. ia berakhir tragis dengan mati konyol di tangan keluarga...
1.9M 235K 47
[BXB] [Fluffy] LASKEN: Laska Ukenya Ayden. "Las, pacaran kuy!" "Gue straight." Ayden menatap Laska dengan senyuman yang terlihat sangat menjengkelka...
2.8M 34.5K 11
-Karena setiap langkahmu adalah rinduku- Ini adalah kisah tentang Laskar dan Jingga. Bertemu dengan Jingga adalah salah satu momen paling manis yang...
13.8M 1M 74
Dijodohkan dengan Most Wanted yang notabenenya ketua geng motor disekolah? - Jadilah pembaca yang bijak. Hargai karya penulis dengan Follow semua sos...