Philophobia (JiKook / MinKook)

By BTSShipperFanfiction

107K 7.8K 2.7K

Philophobia Cast : Jeon JungKook, Park Jimin Genre : romance, hurt / comfort, sad Rate : T Length : c... More

Philophobia Part 1 : Jeon Jungkook
Philophobia Part 2 : Park Jimin
Philophobia Part 3 : Jungkook's Hidden Stories
Philophobia Part 4 : Park Jimin's Mask and Heart
Philophobia Part 5 : 'Philophobia'
Philophobia Part 6 : Teach Me, Please..
Philophobia Part 7 : Jungkook, Jimin, and Namjoon
Philophobia Part 8 : The Liar and The Witch
Philophobia Part 9 : Jimin's Secrets
Philophobia Part 10 : Revealed of the secrets and the heart
Philophobia Part 11 : Min Yoongi's Revenges!
Philophobia Part 12 : Beware of The Jealous Min Yoongi
Philophobia Part 13 : Jimin is back!
Philophobia Part 14 : when the lovers reunited and Daegu's Venus
Philophobia Part 16 : Min Yoongi's ask
Philophobia Part 17: Lee Bo Young's story
Philophobia Part 18: Who's Jeon Jungkook?
Philophobia Part 19: Kookie and Jungie
Philophobia Part 20: The Suprise
Philophobia Part 21: Lust of Love
Philophobia Part 22: Trust and Love
Philophobia Part 23: Jimin's Mom..
Philophobia Part 24: Namjoon's love
Philophobia Part 25: Meet the Pass!
Philophobia Part 26 : The Battle of Heart
Philophobia Part 27 : Farewell
Philophobia Part 28 : Heartbreaker
PhilophobiaPart 29 : Fragile
PhilophobiaPart 30 : LOVE is..
Philophobia Part 31 : PJM's and KNJ's
WHAT'S NEW ON BSF??
Philophobia Part 32 : I'm tired..
Philophobia Part 33 : The Wedding pt.1
Philophobia Part 34 : The Wedding pt.2
Philophobia Part 35 : The lost Soul
Philophobia Part 36 : Welcome, Park Jungmin
Philophobia Part 37 : Where's Bo Young?

Philophobia Part 15 : He is Kim Namjoon

2.5K 220 22
By BTSShipperFanfiction

PART 15



Park Jimin, lelaki bermata sabit itu tengah duduk kaku dengan kepala tertunduk seraya memainkan jemarinya dengan gelisah. Well, siapa yang tidak akan gelisah jika ditatap intens dengan bias tajam penuh curiga seperti itu? Kim Seokjin lah yang menjadi tersangka utama atas kegelisahan seorang Park Jimin, Aktor muda-tampan dengan segudang pesonanya. Ya, lelaki tampan berbahu lebar yang memiliki garis wajah bak Pangeran itu sejak dua puluh menit yang lalu sibuk menatap tajam Jimin dengan pandangan bak Polisi yang tengah menginterogasi tersangka, sontak saja hal itu membuat Aktor muda itu mati kutu, dan sibuk menundukkan kepalanya dalam-dalam.

Oh, Jimin jadi merindukan Jungkook sekarang. Sejak bangun tidur tadi Jungkook dipisahkan darinya oleh sepasang Suami-Istri itu, lelaki manis itu sekarang tengah dikurung di dalam kamar bersama dengan Kim Taehyung yang sepertinya tengah menceramahinya panjang-lebar lantaran sedari tadi Jimin dapat mendengar suara lengkingan Taehyung yang terus berceloteh.

Menelan saliva nya gugup saat Jin berdeham kecil, lalu ia memberanikan diri untuk melirik Jin diam-diam melalui sudut matanya.

"Park Jimin."

Oh, akhirnya Psikiater itu berbicara. Awalnya Jimin bahkan mengira bahwa Jin tengah melakukan acara 'mogok bicara' lantaran sedari tadi lelaki berbahu lebar itu terus saja membungkam mulutnya dan hanya menatap Jimin tajam, seakan ingin melahapnya hidup-hidup.

"Y-Ya, Hyung?" jawab Jimin takut-takut.

"Mengaku saja padaku, apa yang telah kau lakukan pada Jungkook semalam?" tanya Jin dingin, membuat Jimin lagi-lagi tak bisa menahan hasratnya untuk menelan saliva nya, tenggorokannya serasa kering.

"A-Aku tidak melakukan apapun, Hyung.Sungguh."

Jin menaikkan satu alisnya, "Dan kau pikir aku akan mempercayai ucapanmu itu, huh?" tandasnya, Jimin pun sontak menghela nafasnya panjang.

"Hyung, aku sungguh-sungguh belum melakukan apapun pada Jungkook semalam, kami hanya tidur. Aku tidak sengaja –"

"Tunggu, kau bilang.. 'BELUM'?Berarti sebelumnya kau memang merencanakan sesuatu pada Jungkook, eoh?"Jin mendelik tajam, dan lagi-lagi Jimin pun menelan saliva nya gugup.

Sial, mengapa dia harus mengatakan 'Belum' dalam jawabannya? Oh, lihat sekarang! Bahkan suasananya semakin mencekam.

"A-Anniey, bukan itu maksudku, Hyung. Aku hanya –"

"Come on, Park. Aku juga laki-laki, aku tahu apa yang ada dipikiran semua laki-laki setiap mendapatkan kesempatan langka itu. Jadi, mengaku saja padaku, kau sudah melakukan 'sesuatu' pada Jungkook, bukan?"

Jimin mengusap wajahnya frustasi, ia hampir menangis kesal lantaran Jin tak kunjung mempercayai ucapannya.

"Hyung, aku benar-benar tidak melakukan apapun pada Jungkook semalam.Aku ketiduran disana, sebelumnya kami hanya bercerita sebelum Jungkook tidur.Tapi, malah aku yang tertidur lebih dulu."

Jin memicingkan matanya penuh selidik menatap Jimin, "Kau bersungguh-sungguh?"

"Ya Tuhan, Hyung..sejak awal aku selalu bersungguh-sungguh dengan jawabanku! Kami memang tidak melakukan apapun yang kalian pikirkan, kami hanya tidur bersama, tidur dalam artian sebenarnya, bukan dalam bahasa kiasan! Jika tidak percaya, kau bisa periksa tempat tidur Jungkook." Oh, Jimin kesal sekali saat ini.

Jin menatap Jimin lurus, mencoba mencari kebohongan disana, namun tak kunjung ia temukan hingga akhirnya lelaki berbahu lebar itu menghela nafas lega.

"Baiklah, aku percaya padamu.Tapi, jika sampai kau melakukan 'sesuatu' yang intim pada Jungkook, aku takkan segan-segan membunuhmu. Mengerti, Park?"

Jimin mengangguk malas, kemudian mengacak surainya asal."Tenang saja, Hyung.Jangan terlalu kaku, santai saja.Toh, kau juga pernah melakukannya dengan Taehyung-ssi saat kalian masih berpacaran, bukan?Mengapa aku dan Jungkook tidak boleh melakukannya sementara kami saling mencintai?Cham!"

Jin berdeham canggung, sedikit malu kala Jimin menyindir perbuatannya bersama Taehyung semasa mereka berpacaran.

"Kami berbeda, setidaknya Taehyung ku lebih kuat secara mental dari Jungkook, Jimin-ssi. Jungkook itu..kau harus lebih berhati-hati dan pelan-pelan untuk membuatnya mencintaimu. Adik iparku itu memiliki hati yang terlampau lembut mendekati rapuh, jadi jangan berani-berani kau menyakitinya dan membuatnya hancur, atau kau akan berurusan denganku! Sekarang dia adalah Adikku, dan menyakiti Adikku dalam bentuk apapun, sama saja mengibarkan bendera perang padaku. Mengerti?"

Jimin tertegun sejenak sebelum akhirnya mengangguk mantap."Eum, aku mengerti, Hyung. Tenang saja, aku berjanji tidak akan pernah menyakitinya sedikitpun. Kau bisa pegang janjiku, dan membunuhku jika suatu hari aku melakukannya."

Jin berdecih geli, kemudian menepuk pelan bahu Jimin. "Baiklah, aku pegang janjimu, Man."

Jimin hanya menyeringai mendengarnya, sebelum ucapan Jin berikutnya membuatnya tertegun.

"Jungkook itu..terlalu takut disakiti, Jimin. Dan dia juga sedikit sulit untuk menerima skinship yang biasanya dilakukan sepasang Kekasih.Jadi, saranku jangan terlalu cepat memintanya untuk melakukan itu.Tunggu sampai dia sendiri yang benar-benar memintanya.Tapi, kau juga harus memperlakukannya dengan sangat lembut dan hati-hati, jangan sampai kau menyakitinya."

"Aku tahu kalian sedang dimabuk asmara, tapi tolong pikirkan juga apa dampak yang ditimbulkan satu sama lain jika kalian melakukan hal itu terlalu dini. Well, kalian baru menjalin hubungan sekitar dua bulan, jadi kupikir masih terlalu cepat untuk kalian melakukannya. Aku harap kau bisa mengerti maksudku, Jimin-ssi."

Jimin menghela nafas kecil sebelum mengangguk dan tersenyum simpul pada Jin.

"Ne, aku sangat mengerti, Hyung.Lagipula aku tidak begitu menginginkan kami melakukan hal itu, setidaknya tidak dalam waktu dekat, karena aku pun ingin Jungkook benar-benar mencintaiku terlebih dahulu."

Jin membalas senyum simpul Jimin dengan senyum tipisnya, kemudian kembali menepuk pelan bahu Jimin.

"Aku tahu kau bisa diandalkan dan dipercaya, Jimin-ssi."

Jimin terkekeh pelan, kemudian menepuk pelan lengan atas Jin."Panggil saja aku 'Jimin', Hyung.Jangan se-formal itu."

Jin tertawa kecil kemudian mengangguk singkat, "Baiklah, Jimin-ie?Seperti itu?"

Jimin mengedikkan bahunya singkat, "Well, begitu lebih baik."

Sementara itu di dalam kamar Jungkook, lelaki manis dengan perut besarnya tengah menatap Jungkook memicing, penuh selidik, lengkap dengan kedua lengan yang bersidekap offensive.

"Kalian sungguh-sungguh tidak melakukannya, Jungie?" tanya Taehyung –lelaki manis berperut besar itu.

Jungkook berdecak kesal sebelum menghela nafasnya panjang."Aku sudah mengatakannya berulang kali bukan, Hyung?Huft, mulutku bahkan terasa pegal karena mengatakan hal itu berulang kali."

Taehyung mencebik, kemudian ikut mendudukkan dirinya kembali di atas ranjang Jungkook.

"Jungie, kau tahu bukan betapa khawatirnya aku padamu, aku hanya tidak ingin kau..tersakiti."

"Percaya padaku, Jungie. Setelah kalian melakukannya, dan itu berarti kalian harus sudah mengetahui luar-dalam, baik-buruk pasangan kalian masing-masing, pasti akan ada banyak perselisihan dan masalah yang muncul. Aku khawatir kau belum siap dengan itu.Maka dari itu, aku ingin kau mengetahui segala hal tentang Jimin terlebih dahulu sebelum melakukannya.Aku ingin kau memastikan bahwa cinta Jimin memang hanya tercurah untukmu sepenuhnya. Aku tidak ingin dia hanya sekedar suka padamu, dan begitu kalian melakukannya dia akan meninggalkanmu. Aku tidak ingin kau tersakiti, Jungie.Kau mengerti maksudku, bukan?" tambah Taehyung, membuat Jungkook tertegun.

Lelaki manis bergigi kelinci itu mengangguk kecil setelah bungkam untuk beberapa detik, dan mengembangkan senyum simpulnya untuk sang Kakak.

"Ne, aku mengerti, Hyung. Aku juga masih belum siap untuk melakukan itu dengan Jimin, dan sepertinya Jimin juga mengerti diriku, dia bahkan sama sekali tak menginginkannya. Percaya padaku, Hyung."

"Aku yakin Jimin itu orang yang baik, meski tingkahnya sedikit menyebalkan dan terlihat congkak. Bahkan semalam dia sendiri yang bersikeras ingin tidur di sofa, meski aku sudah memintanya untuk tidur disini." Tambah Jungkook seraya tersipu saat mengingat kejadian yang ia lalui semalam bersama Jimin.

"Lalu, mengapa Jimin bisa tidur disini saat aku datang, huh?"

Jungkook kembali menghela nafas kecil, kemudian menatap sebal sang Kakak.

"Hyung, aku sudah mengatakannya berulang kali. Semalam ia tidak sengaja tertidur disini, saat itu kami sedang saling bercerita, dan dia tiba-tiba saja tertidur, kupikir dia sangat lelah setelah kembali dari Jeju-do. Jadi, aku membiarkannya tidur disini, bersamaku, dan aku berani bersumpah bahwa kami tidak melakukan apapun tadi malam selain hanya tertidur."

Taehyung berdecak, "Arraseo, arraseo, tidak usah marah-marah seperti itu, Jungie. Menyebalkan! Sekarang kau jadi membelanya habis-habisan."Taehyung memajukan bibirnya lucu, membuat Jungkook terkekeh kecil.

"Hyung, aku membelanya karena dia memang tidak melakukan apapun padaku, kau lah yang terus-menerus menyudutkannya.Cham! Jangan cemburu seperti itu, kau sudah memiliki Jin hyung."

Taehyung semakin mencebik, alih-alih menjawab ucapan sang Adik.

"Hhhh.. aku lapar, Hyung. Bagaimana kalau kita sarapan bersama, eum? Aku rindu sarapan bersamamu." Ajak Jungkook, membuat senyum di wajah Taehyung sontak mengembang riang.

"Eum, ayo! Aku juga ingin sekali sarapan bersamamu, maka dari itu aku sengaja datang kesini pagi-pagi, tapi saat aku datang ternyata malah –"

"Stop, berhenti membahas hal itu yang kuyakin tidak akan pernah selesai untuk dibahas. Aku lapar, dan aku ingin sarapan sekarang."

"Arraseo, arraseo.Mau memasak bersama atau memesan?"

Jungkook melirik kakinya yang berbalut gips dengan bias kekecewaan, dan Taehyung yang menyadarinya hanya bisa tersenyum tipis.

"Jimin tidak memperbolehkanku bergerak sedikitpun sejak kemarin, dia bahkan melarangku untuk melangkah ke dapur, sementara sejak kemarin dia yang selalu memasak makanan untukku.Bagaimana aku bisa ke dapur dan membantumu memasak, Hyung?"

"Kkk~ Aktor itu memang benar-benar sempurna. Cha, bagaimana kalau kita memesan saja? Seokie juga takkan membiarkanku memasak sejak usia kehamilanku menginjak enam bulan. Dia sangat over protective."

Jungkook mengangguk seraya tertawa kecil, "Well, jika begitu memang tidak ada pilihan lain selain memesan."

"Oke, kita panggil orang-orang di depan itu dulu, ya."

Jungkook mengangguk riang, "Eum."

Taehyung bangkit perlahan dari ranjang Jungkook seraya memegangi perut besarnya, saat ini usia kandungannya sudah memasuki bulan ke-tujuh.

Klek.

Pintu kamar Jungkook dibukanya, membuat kedua lelaki tampan itu menoleh kompak.

Mengernyit heran melihat Jin dan Jimin yang sebelumnya tampak tengah tertawa geli.

"Sejak kapan kalian seakrab ini?" tanya Taehyung sedikit sinis, membuat Jimin menggigit bibir bawahnya canggung, sementara Jin tertawa kecil.

"Wae, Yeobo? Memangnya tidak boleh?" tanyanya, sementara Taehyung hanya mengedikkan bahunya acuh.

"Kim appa, Taejin lapar."Adu Taehyung seraya mengusap perut buncitnya, membuat Jin tertawa kecil.

"Taejin atau Eomma nya, eum?" godanya, dan diam-diam Jimin menatap iri keakraban keduanya.

"Ish, ppali! Aku dan Jungie sudah sangat lapar, Seokie.." rengek Taehyung.

Mendengar nama Kekasihnya disebut, Jimin sontak menatap Taehyung.

"Apa ingin kumasakkan sesuatu?" tawar Jimin, namun Taehyung dengan cepat langsung menggeleng kuat.

"Shireo, aku ingin memesan Jjajangmyeon saja."Jimin tersenyum kecut mendengarnya, sementara Jin hanya menepuk pelan bahu Jimin, meminta pengertian dari Aktor tampan itu.

"Jungie, kau ingin makan apa?" tanya Taehyung seraya menoleh ke belakang, menatap Jungkook yang masih bersandar di kepala ranjangnya.

"Jimin-ie, kau ingin makan apa?" alih-alih menjawab, Jungkook bertanya pada Jimin, membuat Taehyung mencebik sebal.

Jimin bangkit dari duduknya dengan sigap dan langsung memasuki kamar sang Kekasih.

"Apapun yang ingin kau makan, aku pasti akan ikut memakannya, Baby." Ujar Jimin lembut seraya mengusap sayang pucuk kepala sang Kekasih, membuat sang empu merona malu karena sedari tadi Taehyung memperhatikan kegiatan keduanya.

"Cih, kamar ini penuh aura merah muda, aku merinding." Komentar 'Ibu' hamil itu.


**


Lelaki manis itu terus-menerus menekan bel di bawah pad jari telunjuknya dengan gusar, terkesan tidak sabar lantaran sudah sekitar lima menit dia melakukan hal itu, namun sang empu rumah tak kunjung membukakan pintu di hadapannya ini untuknya.

Mendengus gusar sebelum merogoh saku celana jeans nya, mengambil sebuah benda tipis persegi panjang dari dalam sana, dengan lambang apel yang sudah digigit di bagian badan belakangnya.

Jemarinya bergerak lincah di atas layar tipis itu sebelum mendekatkan benda yang merupakan ponsel iPhone terbarunya pada daun telinganya. Mendengarkan dengan kesabaran yang kian menipis suara nada sambung di telinganya, hingga terdengarlah sebuah suara laki-laki di ujung line sana, membuatnya membuang nafasnya kasar.

"Hey, Baby. Ada apa?"

Memutar bola matanya malas sebelum berceloteh, mengeluarkan kata pedasnya.

"Dari mana saja kau, hah!? Mati tenggelam dalam Jacuzzi? Atau mendadak telingamu tuli, eoh?!"

Alih-alih tersinggung atau marah, lelaki di seberang sana malah terkekeh geli.

"Ok, ok, you got me now. Ada apa, Sayang?"

Menaikkan satu alisnya jengah, "Cepat buka pintu rumahmu, Bodoh! Kau ingin membuat kakiku sakit lantaran hampir lima menit berdiri di depan sini, hah!? Memangnya telinga besarmu itu sama sekali tak mendengar suara bel dari dalam sana, hah!?"

"Wow, wow.. tahan, Babe. Kau.. di depan rumahku? Sekarang?"

"Kau benar-benar sudah tidak sayang nyawa ya, Jackson Wang?" tandasnya dingin, namun lagi-lagi lelaki di seberang line sana terkekeh kecil.

"Arraseo, arraseo. Aku akan turun dan membukakan pintunya untuk tuan Putri kita yang cantik. Tunggu sebentar, ya." hanya dengusan yang dikeluarkan lelaki manis itu sebelum memutuskan panggilannya secara sepihak dengan menekan kasar ikon unhold di layar ponselnya.

Tak butuh waktu lama, akhirnya pintu di hadapannya terbuka lebar, menampilkan sosok lelaki tampan dengan surai blonde yang tampak sedikit berantakan dan sepasang manik jatinya yang tengah tersenyum lebar.

"Baby, aku merindukanmu~" dendangnya seraya memeluk erat tubuh mungil lelaki manis yang tampak berontak tak suka.

"Lepaskan aku sekarang atau kau akan kehilangan nyawa berhargamu itu, Pengacara Jackson Wang yang terhormat." Desis lelaki manis itu dingin, membuat lelaki itu sontak mengangkat kedua tangannya di udara, persis seperti gesture orang yang menyerah dalam perang.

"Hehehe, santai sedikit, Baby. Tidakkah kau rindu padaku setelah hampir tiga tahun lebih tidak bertemu, eum?" ujar lelaki bernama 'Jackson Wang' itu. Lelaki tampan dengan garis wajah perpaduan Hongkong-Amerika itu kembali mengeluarkan seringai konyolnya, membuat lelaki manis itu mendengus kesal.

"Teruslah bermimpi, Wang. Minggir, aku mau masuk, kakiku sakit!" lelaki manis itu mendorong tubuh yang lebih besar darinya dengan mudah, setelahnya dengan santainya ia melenggang memasuki rumah besar nan mewah itu, Jackson pun setia mengekor di belakangnya.

"Kukira kau mati tenggelam dalam Jacuzzi atau semacamnya, mengapa lama sekali membukakan pintunya, eoh!?" sindir lelaki manis itu dengan nada ketusnya.

Jackson mendengus geli, tangannya terangkat untuk mengusak surai lembut berwarna pink pudar lelaki manis itu.

"Jahat sekali mengatakan hal itu pada Kekasihmu, Cantik." Jackson berpura-pura merajuk.

"Mantan." Ralat lelaki manis itu dengan ketus.

Terkekeh pelan sebelum mengangguk-anggukkan kepalanya mahfum, "Baiklah, baiklah.. mantan. Kau puas, Cantik?" lelaki manis itu hanya mendengus.

"By the way, aku suka warna rambutmu, tuan muda Produser –Min Yoongi."

Lelaki manis yang tak lain adalah Min Yoongi itu hanya mendengus sebelum menyeringai kecil kala mendengar pujian yang dilontarkan sang mantan Kekasih –Jackson- untuknya.

Yoongi terus melangkahkan kakinya hingga ia hampir menaiki salah satu anak tangga menuju kamar Jackson, sebelum tangannya ditahan oleh sang empu rumah.

"Mau kemana, Cantik?" tanya Jackson.

Yoongi menaikkan satu alisnya heran, "Kemana lagi? Ke kamarmu, lah."

"Eh? Kenapa harus ke kamar, Cantik? Atau jangan-jangan.."

Yoongi memukul kasar kepala Jackson dari belakang, membuat sang empu meringis kecil.

"Ternyata isi otakmu masih sama seperti tiga tahun yang lalu. Minggir, aku ingin merebahkan tubuhku di kamarmu, aku lelah, sejak semalam aku tidak tidur." Yoongi mencoba mendorong tubuh Jackson lagi, namun kali ini gagal.

"Bagaimana jika kita ke taman belakang saja? Disana ada gazebo, dan ayunan besar yang biasa kau duduki dulu. Bukankah dulu kau juga biasa tidur disana, eum?" tawar Jackson, namun Yoongi menggeleng kecil.

"Kau gila? Matahari hari ini terik sekali, kau ingin kulitku menggelap, huh?!" tandas Yoongi dengan delikan tajamnya.

Jackson hanya bisa pasrah saat Yoongi berhasil mendorong tubuhnya dan mulai menaiki satu per satu anak tangga yang akan membawanya ke lantai dua rumahnya. Yoongi hanya menaikkan satu alisnya curiga kala melihat wajah facepalm Jackson yang seperti tengah menyembunyikan sesuatu darinya.

Mengedikkan bahunya sejenak sebelum meneruskan langkahnya menuju kamar yang terletak di ujung lorong, kemudian membukanya santai, sementara suara langkah kaki Jackson terdengar mulai memenuhi lorong yang sama.

Yoongi menghembuskan nafasnya kasar sebelum menoleh pada sosok yang sudah merangkul bahunya santai dengan sebuah seringai konyol lagi-lagi bertengger di wajah tampannya.

"Jadi ini alasanmu, eum?" Jackson hanya mengedikkan bahunya kecil.

"Sudah kubilang bukan? Lebih baik di taman belakang saja." Sahut Jackson, membuat Yoongi menatapnya kesal.

"Cih, sekarang aku tahu alasanmu sama sekali tak mendengar suara bel. Ternyata sedang 'sibuk bermain' dengan Kekasih barumu. Cham! Membuatku kesal saja!"

Jackson menggeleng kuat, "Bukan Kekasih baruku, yang benar adalah, 'Mainan' baruku."

Yoongi kembali berdecih geli sebelum menghadiahkan sebuah pukulan kecil di kepala Jackson. Jackson kembali meringis kecil, sementara seorang gadis di atas ranjangnya sibuk menutupi tubuh 'polos' nya dengan selimut yang semula terjuntai ke lantai, tampak kaget dengan kehadiran tiba-tiba Yoongi di kamar Jackson.

"Minggir, kau merusak mood ku, Brengsek." Hardik Yoongi seraya menepis tangan Jackson di bahu sempitnya.

Jackson menyeringai kecil mendengarnya, "Wae? Kau cemburu, eum? Mengaku sajalah, Baby Yoongi."

Yoongi menatap malas Jackson kala mereka sudah kembali ke lantai dasar rumah besar itu.

"Bagian mana dari kalimatku yang mengatakan bahwa aku cemburu, eoh!? Kau tuli atau bodoh, hah!? Aku bilang, kau merusak mood ku dan selera makan siangku, Brengsek!"

"Ah~ jadi, Yoongi bear ku ini belum makan siang, eum? Bagaimana jika seporsi Smoke Beef Cheese Carbonara dan segelas Cola?"

Yoongi mendengus geli, "Kuhargai ingatanmu yang masih mengingat makanan kesukaanku. Cepat pesankan makanannya, Pabbo. Aku tahu sedang tidak ada Pelayanmu disini."

"Kkk~ itu artinya aku masih sangat memperdulikanmu, Cantik. Maka dari itu, kembalilah padaku, dan kita akan bahagia bersama seperti dulu."

Yoongi menyerahkan gagang telepon tepat di wajah Jackson setelah sebelumnya mengambilnya dari tempatnya di atas meja hias.

"Katakan itu pada Pelayan restorannya." Ujar Yoongi datar sebelum menghempaskan tubuhnya di atas sofa besar berwarna merah milik Jackson.

Jackson hanya menyeringai geli sebelum mulai menekan serangkaian angka, dan mendekatkan gagang telepon rumahnya pada telinganya, sementara matanya terus mengikuti setiap pergerakan Yoongi yang kini sudah tenggelam dalam siaran berita yang di tayangkan televisi besar di hadapannya.

Lelaki bersurai blonde-mohawk itu kini sudah bergabung bersama Yoongi di atas sofa besar itu, mengangkat sejenak kepala Yoongi sebelum mendudukkan bokongnya di tempat yang sama, kemudian meletakkan kembali kepala Yoongi untuk berbaring kembali, kali ini di atas pahanya.

Tangan Jackson bergerilya di atas kepala si Manis, mengusap dan memainkan surai halus –yang jujur saja, sangat ia rindukan- itu. Namun, Yoongi memilih bergeming, tak melarang lelaki tampan itu untuk melakukan hal manis tersebut.

"Jadi, apa alasanmu datang kesini, eum?" tanya Jackson lembut.

Yoongi menatap mendongak dan langsung berhadapan dengan wajah Jackson yang teralu dekat dengan miliknya.

"Huft, sepertinya kau sudah mulai pikun di usia muda. Kau sama sekali lupa dengan apa yang kukatakan kemarin, eoh?"

"Hehehe, maafkan aku, Baby. Kemarin itu aku sedang sibuk, aku menunggumu sampai sore namun kau tidak juga datang, kukira kau hanya bercanda kemarin."

"Tsk, cham! Langsung saja, apakah di Sekolah kita dulu ada Siswa yang bernama 'Kim Namjoon'?" tanya Yoongi.

Jackson terlihat berpikir sejenak sebelum ia menjentikkan jarinya, "Ah, aku ingat! Kalau tidak salah, ada salah satu anggota OSIS yang bernama Kim Namjoon, aku pernah berurusan dengannya saat mengurus izin untuk lomba tim basketku. Ya, kalau aku tidak salah ingat, anak itu memang bernama Kim Namjoon. "

Mata Yoongi berbinar antusias sebelum bergegas bangkit dan duduk tegak menghadap Jackson sepenuhnya.

"Benarkah? Kau masih menyimpan buku tahunan sekolah kita, Jack? Punyaku hilang entah kemana."

Jackson kembali terlihat berpikir, kemudian berkata. "Sebentar, akan aku cari dulu."

Yoongi menatap lekat punggung Jackson yang sudah menghilang di balik pintu kamarnya sebelum menggigit bibir bawahnya gelisah. Uh, entah mengapa ia jadi gelisah seperti ini hanya karena sosok bernama 'Kim Namjoon' yang berhasil menyita seluruh perhatiannya, bahkan dari Park Jimin sekalipun.

Tap..

Tap..

Tap..

Butuh waktu sekitar sepuluh menit di dalam kamarnya, akhirnya Jackson melangkah tergesa menuruni anak-anak tangganya sebelum kembali menghempaskan bokongnya di samping Yoongi.

"Ini." Ujarnya seraya menyerahkan sebuah buku tebal dengan cover tebal pula berwarna biru navy.

Yoongi menerimanya dengan antusias, kemudian mulai membuka halaman demi halaman, menyusuri setiap foto dan kolom informasi yang terdapat di setiap foto itu. Sementara Jackson diam-diam terus memperhatikan Yoongi lekat dengan kening berkerut.

"Sebenarnya ada apa tiba-tiba menanyakan soal Kim Namjoon, Gi?" tanyanya bingung, sukses menghentikan kegiatan tangan Yoongi yang sebelumnya masih sibuk menyusuri foto demi foto disana.

"Eum, itu.. Ah, hanya iseng saja." Sahut Yoongi sekenanya, namun Jackson semakin menyorot dengan binar curiganya.

"Mustahil! Kau bukan tipikal orang iseng yang secara random mencari informasi mengenai seseorang jika kau tidak benar-benar membutuhkannya. Jadi, berhenti berbohong padaku, Cantik. Ada apa tiba-tiba mencari Kim Namjoon?"

Yoongi melirik Jackson dari sudut matanya sebelum kembali melakukan kesibukannya dengan buku di tangannya itu.

"Aku kemarin bertemu dengannya, dan dia memanggilku dengan gelar konyol itu." aku Yoongi, membuat kedua bola mata Jackson terbuka lebar.

"Mwo!? Bagaimana bisa? Dimana kau bertemu dengannya?"

Yoongi kembali melirik Jackson sejenak, sebelum berdecak kesal. "Bisakah kau tidak banyak bertanya, Bocah idiot?"

"Mwo!? Idiot!? Wah, kau benar-benar –"

"Ketemu!" seru Yoongi riang memotong umpatan Jackson.

Jackson pun sontak memperhatikan arah telunjuk Yoongi berhenti. Disana terdapat foto seorang pemuda berseragam sama dengan Siswa lainnya, dengan kacamata ber-frame kotak bertengger di hidungnya, dan sepasang dimple yang tercetak samar di kedua lekuk pipinya. Kemudian Jackson sontak menurunkan pandangnya, kali ini ia perlahan membaca setiap informasi yag dimuat dalam kolom di bawah foto itu yang memuat nama Siswa, kelas, dan angkatan.

"Wah, benar! Aku juga ingat bahwa dia menyukaimu saat –"

"Pfffttttt.."

Yoongi menyemburkan kembali soda yang sepersekian detik lalu baru saja menempati ruang mulutnya, hingga kini setiap tetes cairan itu membasahi buku dan meja di hadapannya.

"Mworago!?" pekiknya tak percaya, Jackson mengernyitkan alisnya bingung.

"Ada apa denganmu?"

Yoongi menggeleng cepat, "Dari mana kau mendengar hal seperti itu?" desak Yoongi, sementara Jackson hanya menatapnya bingung.

"Ah, kalau tidak salah saat itu aku tidak sengaja mendengar dari segerombolan anak perempuan yang pernah menyatakan cinta padanya, mereka bilang alasan Namjoon menolak mereka karena dia menyukaimu."

Kedua alis Yoongi terangkat kompak, sementara warna wajahnya berubah merah dengan cepat. Yoongi menelan saliva nya gugup kala merasakan detak jantungnya yang kian cepat. Uh, ada apa dengannya?

Jackson pun melihat jelas rona merah yang memenuhi kedua pipinya, namun hanya mampu mengernyit heran.

"J-Jangan konyol! Mana ada alasan yang seperti itu?"

"Eoh? Kenapa memangnya? Aku juga pernah memergokinya sedang memperhatikanmu lekat-lekat, Gi. Dan dia sungguh dingin padaku saat aku menyerahkan proposal lomba yang akan diikuti tim basketku. Jelas sekali bahwa dia menyukaimu, bahkan sepertinya satu Sekolah juga mengetahui hal itu."

Yoongi mengernyit tak percaya, "T-Tapi, mengapa aku sama sekali tidak tahu soal hal itu, Jack?"

Jackson berdecih, "Itu karena kau terlalu sibuk dengan duniamu sendiri, Tuan populer."

"Mengapa kau tidak pernah memberitahuku mengenai hal itu, eoh?!" entah mengapa nada suara Yoongi jadi meninggi.

Jackson menaikkan alisnya, "Memangnya itu penting bagimu, eoh? Atau kau.. juga menyukainya saat itu?"

Yoongi menelan saliva nya gugup sebelum menggeleng kecil, wajahnya semakin bertambah merah.

"Bu-Bukan seperti itu, aku –"

"Hhh.. kupikir kau tidak akan suka orang seperti dia, jadi kubiarkan saja. Lagipula, seharusnya dia mengatakan langsung hal itu padamu, bukannya malah bersikap pengecut dengan bersembunyi sampai akhir." Ujar Jackson sebelum bangkit dari duduknya kala mendengar suara dentingan bel dari arah pintu rumahnya.

Yoongi masih bergeming di tempatnya seraya terus mencoba mengingat sosok Namjoon di Sekolahnya. Lalu, tiba-tiba sebuah ingatan mengenai sosok berbaju jubah putih khas club Judo yang tersenyum canggung padanya seakan menampar kesadarannya. Itu Namjoon, dan mereka pernah bertemu, berpapasan dan bertukar pandang untuk beberapa saat.

Yoongi sekarang ingat, kala itu ia terpaksa pulang terlambat untuk mengikuti kelas Matematika tambahan lantaran beberapa hari sebelumnya ia mendapatkan nilai rendah pada ulangan hariannya, dan saat itu ia hampir terjatuh jika saja seorang pemuda ber-kacamata tidak menahan tubuhnya lantaran ia begitu tergesa menuruni anak tangga. Dan yang menolongnya saat itu adalah Namjoon, Kim Namjoon.

Ia usap wajahnya kasar kala Jackson sudah kembali dengan sebuah kantung plastik dijinjingnya, menatap Yoongi heran.

"Ada apa?" tanya Jackson, namun Yoongi kembali menggeleng kecil.

"Sudah, jangan terlalu dipikirkan mengenai anak itu. Lebih baik kita makan, dan lupakan soal anak itu. Kau tahu, kau cukup kembali padaku saja jika kau sudah bosan dengan Park Jimin itu."

Yoongi menatap Jackson jengah sebelum menyandarkan kepalanya pada kepala sofa, memijat batang hidungnya perlahan.

"Dia.. sudah berubah menjadi setampan itu." gumam Yoongi tidak sadar dengan tatapan menerawang ke langit-langit rumah Jackson.

"Tidak usah memujiku seperti itu, sejak dulu aku memang sudah tampan." Sahut Jackson santai, membuat Yoongi kembali mendelik tajam padanya.

"Mati saja kau, Badass sialan!" umpat Yoongi sebelum meraih kaleng Cola dari dalam plastik yang dibawa Jackson.

'Kim Namjoon, kita bertemu lagi.' Batin Yoongi, tanpa sadar seulas senyum terlukis di wajah cantiknya, membuat Jackson menyeringai kecil seraya menggelengkan kepalanya intens.

"Apa?" tanya Yoongi sinis setelah menyadari apa yang dilakukan Jackson.

Kembali menggeleng sebelum menjawab, "Kau seperti anak ABG yang baru merasakan cinta monyet. Huh, mengapa kau tidak pernah berekspresi seperti itu saat baru berpacaran denganku dulu? Cih, Kim Namjoon membuatku iri saja!"

"K-Kenapa membawa-bawa orang itu, eoh?!" Yoongi memalingkan wajahnya kala kembali merasakan hangat di wajahnya, dan Jackson terkekeh geli melihatnya.

"Uh,jelas sekali." Goda Jackson membuat Yoongi melemparinya dengan cushion.




*****TBC*****


aduh, kayaknya chapter ini adalah chapter paling ga mutu yang pernah ada..

maaf ya, bikin kalian ga mood bacanya, bete, sebel, dan ngedumel sama chapter ga jelas ini..

maaf juga soal hiatus itu, VJin janji ga akan lama..

dan bakal balik dengan segudang (PHP) FF buat kalian.. :"v


diminta untuk bersabar ya, Gais..

kusayang kalian.. #eaaakkk


tetap vote sama review, ya ^^

makasih udah setia sama akun gaje ini.. *very deep bow*


see ya! ^^


love ya! ^^


VJin

Continue Reading

You'll Also Like

202K 31K 56
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
50.5K 11.1K 126
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...
280K 23.9K 36
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
975K 78.9K 28
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...