I See You (Werewolf)

Af urmychan

842K 54.4K 3.2K

Aku melihatmu. Perempuan yang mampu membakar diriku dalam gejolak gairah. Membuatku merasa sesak akan rasa me... Mere

Prolog
Bagian 1: Awan Mendung di Pagi Hari
Bagian 2: Hari yang Buruk untuk Belanja
Bagian 3: Dia Terasa Begitu Nyata
Bagian 5: Semuanya Gelap dan Basah
Bagian 6: Ini Terlalu Sulit Untuk Dimengerti
Bagian 7: Aku akan Menolongmu
Bagian 8: Kuharap Semua Akan Baik-baik Saja
Bagian 9: Perang; Puncak Keserakahan
Bagian 10: Apa Aku Harus Memohon? Sentuh Aku
Bagian 11: Kontrol Penuh
Bagian 12: Keringat Dingin
Bagian 13: Suara Angin dan Geraman
Bagian 14: Hangat Dalam Dingin
Bagian 15: Darah Vampir
Bagian 16: Angin Dingin Musim Gugur
Bagian 17: Jalan Setapak
Bagian 18: Sweet Bunny
Bagian 19: Kaca Jendela yang Berembun
Bagian 20: Pagi Hari dengan Nuansa Kelabu

Bagian 4: Keinginan, Daya Tarik dan Gairah

42.6K 3.1K 118
Af urmychan

Perkataan Dad masih terngiang sampai aku tiba dan duduk di bangku taman kampus. Memperhatikan pegunungan hijau yang tampak tinggi dengan pohon-pohon pinus yang lebat. Aku sering memperhatikan sesuatu jika itu mengusikku. Seperti sekarang atau seperti kemarin ketika aku memperhatikan Drew hingga memimpikannya. Itu sungguh tidak masuk akal.

Aku sudah beberapa kali satu kelas dengannya. Dan beberapa kali pula, aku berusaha tidak memperhatikannya dengan pipi merona. Tapi sialnya setelah mata kuliah semiotik dari Mr. Brock selesai, tanpa kuduga teman-temanku mengajaknya bicara dan berkenalan di cafétaria. Dia duduk berkumpul bersama mereka. Seperti hari yang menyebalkan di setiap hariku. Kadang teman-temanku sangat menyebalkan karena sifat mereka yang selalu ingin tau. Sangat bagus tapi menjengkelkan.

"Jadi, kenapa kau pindah kemari?" tanya Emma menatap Drew sambil tersenyum.

"Hanya ikut ayah. Dia bekerja di sini," jawab Drew santai. Tampak tenang. Meskipun dia tidak banyak berekspresi, dia terlihat begitu dominan dan menarik.

Aku tau makhluk supernatural itu hanyalah dongeng. Setidaknya itulah yang aku yakini. Tapi, Drew. Dia seperti iblis yang mempesona. Aura yang begitu dominan dengan sisi misterius. Itu benar, bahkan iblis pun tidak ada yang setampan ini. Ugh, aku harus melupakan pikiran itu.

Steve menyingkirkan minuman bersodanya ke pinggir meja. "Apa yang menarik dari kota ini? Kau tau, kota pinggiran cukup...eem kecil," katanya seakan dia sedang mengintrogasi.

"Jadi kau ingin bilang kota ini terpencil?" timpal Seirra galak yang hanya dibalas lirikan keji Steve.

"Di sini sama dengan Charleston. Udara dan suhu yang sama. Cukup menyenangkan," balasnya lantas menatap ke arahku. Dia menatapku dengan mata itu lagi. Mata dengan sorot tajamnya. Aku akan membunuh diriku jika aku tidak berhenti merona. Aku tidak pernah ditatap seperti itu oleh seorang laki-laki sebelumnya. Kecuali dia, Drew. Dia membuatku bertanya-tanya, kenapa dia menatapku seperti itu? "Bagaimana keadaanmu? Sudah lebih baik?" Dia bertanya padaku.

Untuk beberapa saat aku gelagapan di tempat. Aku merasakan teman-temanku menatap dengan penasaran. Butuh beberapa saat bagiku untuk kembali fokus pada Drew.

"Ya, aku merasa lebih baik setelah melihat ayahku." Kalimat lain untuk mengungkapkan rasa aman dan baik-baik saja.

"Baguslah. Karena aku sempat akan kembali dan melihat keadaanmu."

Aku melotot kaget. Sedangkan Drew, dia hanya tersenyum geli melihat reaksiku. Teman-temanku saling bertukar pandang sebelum mereka menatapku dan Drew penuh curiga. Dan aku tau siapa yang akan memulainya.

"Ukhuk ukhuk! Sepertinya... sudah ada yang mendahului kita untuk berkenalan." Steve mulai berbicara dan menatapku dengan jail. Sudah jelas itu untukku.

Aku memandang Drew memohon. Tapi dia tidak membantu, dia hanya menatapku dan tersenyum karena tingkah teman-temanku yang mulai menyebalkan seolah dia sedang menikmati ini. Aku mencoba mengintimidasinya, menatap matanya dengan tajam seakan mengatakan: berhentilah-tersemyum-dan-tolong-aku-buat-mereka-diam. Tapi sepertinya itu tidak berhasil. Aku malah terhisap dalam pesonanya, membuatku tak bisa berpaling.

"Hei! Mereka terlihat saling tertarik, apa kalian tidak bisa melihatnya?"

Tiba-tiba semua terdengar sunyi meski aku masih bisa mendengar ucapan Seirra. Tapi aku tak mengindahkannya, aku malah terpaku pada Drew. Caranya menatapku seolah dia memiliki suatu yang hangat dan dalam terhadapku. Keinginan, daya tarik dan gairah yang tak terbatas padaku. Panas yang mendekapku. Aku tidak pernah tau rasanya terhisap ke dalam black hole, mungkin akan sama. Ketika tubuhmu seolah bergetar karena darah bergejolak panas dengan jantung berdetak semakin cepat. Itu membuatmu kehilangan kesadaran. Cuma bedanya untukku hanyalah sebagian.

"Oooh, mereka saling bertatapan," guman Steve terdengar samar-samar.

Aku merasakan pembuluh darah di pipiku melebar, membuat pipiku terlihat merah. Aku bisa melihat Drew lebih jelas, senyum kekanak- kanakan terpampang di bibir tipisnya yang seksi. Sial! Rasa merinding menggerayangi tubuhku sampai ke tulang belakang saat aku seakan kehilangan kendali dan jatuh dalam keseluruhan pesonanya.

"Lihat dia. Vee tampak merona, so cute," kali ini aku dapat mendengar suara Emma. Tapi, aku belum benar-benar kembali.

Dia memiliki pesona lelaki yang luar biasa. Keinginan, rasa memiliki dan nafsu. Semuanya terasa dari auranya. Dia memiliki aura seks dan gairah yang mendalam. Aku tidak yakin, aku tidak pernah berpengalaman dengan ini. Tapi aku tau, Drew tampak berbeda. Dia terasa begitu ... nyata.

Senyum Drew memudar dan digantikan sesuatu yang begitu intim dan tak tertahankan. Tapi dia terlihat berusaha mengendalikan itu. "Hentikan ini, aku tidak yakin bisa menahan diriku lagi," gumam Drew terdengar seperti bisikan, bahkan aku tidak bisa mendengar suaranya. Tapi entah kenapa aku mengerti gerakan bibirnya.

Aku merasakan diriku menarik napas. Darahku bergejolak dan dadaku sesak.

Drew menggelengkan kepalanya dan tersenyum ke arah teman-temanku. "Senang berkenalan dengan kalian. Tapi, sepertinya aku harus pergi." Dia berdiri dari duduknya dan kembali menemukan mataku, dia memberiku senyuman sebelum berbalik dan melangkah pergi.

"Oh, pangeranmu sudah pergi," goda Steve dengan jail. Dan untuk kesekian kalinya aku jengkel pada ucapannya.

Dreeeet... Dreeeeet.

Aku tersentak dan tersadar dari lamunan tentang obrolan di cafétaria tadi saat merasakan ponselku bergetar. Aku merogoh kantong mantelku dan mengeluarkan ponselku itu. Melihat layar, aku mengerutkan dahiku mendapati Seirra menelponku. Tidak biasanya dia menghubungiku seperti ini, dia lebih suka mencariku dan berbicara langsung jika ada sesuatu.

"Ya, ada apa?"

"Kami berencana untuk menonton hari ini. Kata Emma, ada film bagus di bioskop. Apa kau mau ikut?"

Aku mendengarkan suara Seirra di seberang. Tapi aku tidak fokus pada ponselku. Pasalnya mataku menemukan Drew dari kejauhan. Ya, aku yakin dia Drew meski jarak kami cukup jauh, terlihat dari kaos putihnya. Dia berjalan dengan cepat ke arah belakang kampus--semakin mendekati pegunungan hijau. Dan entah kenapa, rasa penasaran membuatku melangkah mengikutinya. Aku tidak bisa menahan diriku, aku begitu ingin tau. Drew, dia ingin ke mana? Kenapa dia berjalan terburu-buru ke arah pegunungan.

"Hei, Vee. Apa kau mendengarku?"

"Oh! I'm sorry ... Eem tadi kaubilang apa?"

Sambil mengikuti Drew dari belakang, aku mendengar Seirra mendengus di telpon. "Tadi aku bilang, apa kau mau ikut menonton?"

Lagi. Aku malah kembali fokus pada Drew, aku melihatnya sudah melewati pagar kawat kampus--perbatasan antara rimbun pepohonan dari bukit dan taman belakang kampus. Aku mendongak melihat ke atas pagar, tidak mungkin Drew naik atau meloncatinya. Pagar ini sangat tinggi. Sama seperti pagar kawat di penjara, tingginya kira-kira kurang lebih tiga meter dan terdapat duri-duri tajam yang terbuat dari kawat juga yang melingkar di atasnya.

Sambil mencari jalan, aku kembali fokus pada Seirra. "I'm sorry Seirra, I can't. Eeem, aku sedang sibuk, setelah pulang dari kampus aku berenca pergi untuk membeli beberapa kebutuhan untuk berkebun di hari pekan nanti."

"Oh, baiklah,"

Aku meringis, merasa bersalah karena sudah membohonginya. "Sorry."

"No problem. Aku akan memberitahu Emma dan Steve. Daaa,"

"Daaa,"

Aku memasukkan ponselku lagi ke dalam saku seraya mengamati pagar di hadapanku. Tanpa sengaja aku menemukan celah. Di antara tiang besi terdapat rangkaian kawat yang terlepas dan patah. Aku menarik rangkaian kawat itu dan memperbesar lubangnya. Aku menyelipkan rambutku ke telinga sebelum membungkuk dan merangkak melewati lubang itu. Setelah aku berhasil, aku menepuk tanganku yang kotor dari tanah lalu menegakkan punggung. Mataku terpaku menatap rimbun pepohonan dari pengunungan hijau yang tadi aku amati.

Rasa penasaran itu mengusikku lagi, memaksaku untuk berjalan masuk mengikuti Drew yang mungkin sudah jauh. Dorongannya begitu kuat dan mengalahkan rasa takutku. Menghela napas, aku mencoba meyakinkan diriku. Aku melangkah masuk lebih jauh melewati pepohonan yang semakin lebat.

Tbc.

An:
Aku inget pas nulis chapter ini tuh lagi sibuk dan cape-capenya padahal udah jadwalnya update, jadi aku cuma bisa nulis sekitar 1000 word aja. Ehe.

Btw, aku udah ganti cast-nya Drew (ada di mulmed) um, dia aku pake juga buat cast-nya Arlen di Short Story-ku, Deep Inside. Sekarang aku pake dia lagi karena nggak ada cast yang menurutku bagus. Hahaha. Lagian juga dia mendekati lah sama bayanganku tentang Drew, meski dia agak ... berbulu :v

Emak Bear.

[]

Fortsæt med at læse

You'll Also Like

1.2M 93.4K 62
Bagaimana jika seorang King of Werewolf dikhianati matenya sebanyak 3 kali? Dialah Dareen Walcott. Seorang pria yang berpenampilan bak dewa yunani it...
3.5M 166K 69
"Jilat aku, aku menginginkannya! Bagian bawahku juga! Aku ingin merasakan mulutmu di sana, cantik." ------------- Sejak mempunyai kekuatan membaca pi...
372K 33.9K 53
*** Takdir selalu tak terduga, suka atau tidak kita harus menjalaninya. Agnoraga Demetri Apollo, keturunan murni Dewa Serigala itu telah melenyapkan...
843K 70.2K 50
Jordan Dandelion seorang Alpha yang memimpin Lightmoon Pack. Ribuan tahun lamanya sendiri tanpa kehadiran Mate. Sampai suatu saat, dirinya mulai ingi...