[2] Baby, Dont Cry [SUDAH DIT...

By precious_unicorn91

2.3M 100K 5.7K

[CERITA AKAN DITERBITKAN SECARA SELF PUBLISH SEHINGGA SEBAGIAN BESAR BAB SUDAH DIHAPUS] "Aku akan membahagiak... More

PROLOG
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
BAB 11
BAB 12
BAB 13
BAB 15
EPILOG
Bonus Story: When We Grow Older

BAB 14

75.2K 5.2K 232
By precious_unicorn91

REVAN

Aku terduduk lemas di sofa menatap kosong ke monitor TV yang tidak menyala. Sudah sejam berlalu sejak anak-anak dan Demi pulang. Suara tawa dan celoteh yang memenuhi rumah ini tadi, sekarang hilang tak bersisa. Rumah ini kembali sepi seperti sebelumnya. Sepi tanpa ada suara-suara yang menandakan ada orang yang hidup di dalamnya.

Mulai sekarang, aku harus membiasakan diri hidup seperti ini. Sendiri tanpa siapapun.

Ucapan Demi, mengenai kemungkinan diriku akan mencari wanita lain setelah resmi bercerai, kembali terlintas. Mungkin dia ada benarnya. Tidak mungkin aku bisa hidup sendirian terus seperti ini sampai aku mati nanti. Hanya beberapa bulan saja aku rasanya mau gila. Pulang ke rumah tanpa ada yang menyambut, tanpa ada suara tawa dan ocehan anak-anak, tanpa ada istri yang memeluk dan melayaniku. Mungkin aku tidak akan kuat.

Tapi apa bisa aku mencintai wanita lain seperti aku mencintai Demi? Apa ada wanita di luar sana yang bisa sesempurna Demi? Apa ada wanita di luar sana yang bisa mencintaiku sebesar cinta yang diberikan Demi padaku? Aku rasa tidak ada.

Jadi intinya, aku memang akan hidup sendiri. Seperti dulu, saat aku masih melajang. Dulu aku bisa hidup tanpa siapapun. Tapi kenapa sekarang rasanya sangat berat?

Aku kemudian bangun dari sofa, berjalan menuju dapur untuk mengambil air dingin. Tenggorokanku terasa begitu kering dan aku butuh air apapun saat ini. Saat aku membuka kulkas, makanan sudah memenuhi kulkas. Padahal tadi tidak ada satu bahan makanan pun di dalam kecuali botol air mineral. Aku memang jarang memasak di sini. Karena biasanya makan di luar.

Demi rupanya mengisi lengkap segala bahan makanan ke dalam kulkas. Bahkan dia membelikanku beberapa kotak susu dan jus, soda, buah-buah potong dan puding. Dia menyiapkan segala macam makanan ringan yang aku sukai. Kenapa dia masih juga memperhatikan kebutuhanku saat kami sudah diambang perceraian? Seharusnya dia biarkan saja aku mati kelaparan.

Aku ambil sekaleng soda dan kue ulang tahunku yang masih tersisa cukup banyak. Aku lapar karena sejak tadi belum makan. Terakhir kalinya tadi siang saat makan bersama anak-anak. Aku mengambil garpu dan membawa semuanya ke ruang TV. Kuletakkan kue di atas meja, di samping kado yang diberikan anak-anak yang belum sempat aku buka.

Setelah meneguk setengah kaleng soda tanpa jeda, aku membuka satu persatu kado dari anak-anak. Kalau Demi tahu aku minum soda sebelum makan, dia pasti akan mengamuk. Tapi sekarang tidak akan ada lagi yang menegur atau mengingatkanku. Tidak akan ada lagi yang memperhatikanku. Karena aku hanya sendiri.

Kado pertama dari Livie. Dia memberikan syal buatannya sendiri. Di umurnya yang semuda itu, Livie sudah begitu pandai membuat kerajinan seperti ini. Kado dari Rion adalah kartu namaku dengan tulisan tangannya yang lucu. Sedangkan Devan dan Dee membelikanku tas kerja yang sudah lama aku inginkan, aku yakin dengan Demi menambah kekurangannya.

Aku sangat senang dengan hadiah-hadiah pemberian mereka. Sebelum menikah dengan Demi, aku tidak pernah merayakan ulang tahun atau menerima kado. Bagiku ulang tahun sama saja dengan hari lainnya. Makanya saat ini aku merasa sangat bahagia karena keluargaku merayakannya untukku. Belum lagi anak-anak yang memberikanku hadiah yang dilimpahi cinta mereka.

Tuhan sangat berbaik hati padaku dan Demi hingga memberikan empat anak luar biasa pada kami berdua. Mereka tumbuh menjadi anak-anak yang memiliki hati mulia dan budi pekerti luhur. Walaupun mereka tidak selalu sempurna tapi bagiku dan Demi, mereka anak terbaik yang kami miliki dan kami sangat bersyukur memiliki kesempatan menjadi orang tua mereka.

Perutku yang mulai bergemuruh membuatku meraih garpu dan memotong asal kue yang sejak tadi ada di hadapanku. Kuenya sudah mulai lembek karena terlalu lama di luar, tapi aku tidak peduli. Aku hanya ingin mengganjal perut sementara. Lagipula rasanya tetap saja enak seperti biasa.

Kue ini buatan Demi, sekali lihat saja aku tahu. Bentuknya sangat memiliki ciri khas Demi. Aku tidak bisa menjelaskannya tapi aku tahu. Sebenarnya ini bukanlah kue kesukaanku, ini adalah kue kesukaan Demi. Sejak dulu aku menyukai Black Forest. Saat tahu hal itu, Demi bahkan sampai ikut kursus membuat kue selama beberapa minggu agar bisa membuatkan kue kesukaanku itu.

Saat akhirnya dia sudah bisa membuatnya, begitu mencicipinya, aku mengatakan padanya kalau aku tidak mau lagi memakan kue Black Forest lain selain buatannya. Dia terlihat sangat senang saat itu. Sejak itu, Demi tidak akan pernah lupa membuatkan kue kesukaanku itu di hari ulang tahunku. Tapi mungkin sekarang dia sudah tidak merasa memiliki kewajiban lagi untuk membuatkan kue yang aku sukai. Karena buktinya, dia membuat Cheesecake, kue yang biasanya dia buat kalau dia sedang merayakan sesuatu. Kali ini mungkin merayakan perceraian kami.

Aku mendengus geli dengan pemikiranku itu. Mana ada orang yang bercerai dan merayakannya dengan kue. Aku hanya terlalu menyedihkan sampai berpikir seperti itu.

Mulai bosan tapi tidak juga bisa tidur, aku meraih remote TV dan menyalakan TV yang sejak tadi mati. Aku mencari-cari saluran TV menarik yang bisa ditonton, tapi tidak ada yang bagus. Saat aku akan menekan tombol power, jariku salah menekan dan menekan tombol DVD. Aku terdiam melihat gambar yang ada di monitor TV.

Video pernikahanku dan Demi.

Kenapa ada di dalam DVD player? Seingatku aku sudah lama tidak menonton video ini tapi penasaranku itu tergantikan dengan ketertarikanku menonton video yang berputar.

Kamera menyorot Demi yang berjalan menuju meja penghulu. Dia terlihat sangat sedih. Tentu saja, saat itu Demi berpikir akan menikah dengan lelaki lain yaitu sepupunya, Bang Satria. Aku masih ingat bagaimana gugupnya aku saat Demi akhirnya duduk disebelahku. Aku berulang kali melihatnya, berharap dia mau menoleh dan menyadari kehadiranku tapi karena terlalu sibuk dengan pikirannya, dia hanya terus menunduk.

Pada saat akhirnya Demi menyadari siapa yang dia nikahi, wajah bahagia dan leganya itu terlihat sangat menggemaskan. Dia menangis tanpa peduli ejekan tamu. Aku memeluknya beberapa saat hingga dia tenang. Saat paling membahagiakan selama 27 tahun aku hidup saat itu. Aku tidak pernah menyangka menikahinya akan memberikanku kebahagiaan sebesar itu.

Kemudian video saat Demi bernyanyi di resepsi pernikahan kami. Dia terlihat sangat cantik karena diliputi kebahagiaan dan suaranya terdengar sangat merdu. Aku sering menyuruhnya menyanyi saat sedang tidak bisa tidur. Suaranya yang indah selalu berhasil membuatku tidur lelap seperti bayi.

Gambar berubah kembali menjadi pemandangan Jepang yang indah. Saat bulan madu kami. Aku tidak ingat pernah menyatukan semuanya dalam satu video. Senyumku mengembang melihat Demi yang berlari kesenangan di taman Ueno menikmati musim gugur yang sangat indah saat itu. Daun-daun coklat keorenan berjatuhan ke rumput. Dia terlihat seperti model video klip dengan latar pemandangan yang sangat indah. Senyumannya saat itu terlihat sangat cantik.

Kemudian, muncul Demi dengan perutnya yang buncit di usia kehamilannya yang memasuki bulan ke-enam, sedang memasak di dapur. Hari itu adalah hari ulang tahunnya. Tapi dia tidak mau makan di luar. Dia ingin makan masakan buatannya di rumah bersamaku. Hari yang begitu indah yang kami habiskan hanya berduaan. Tanpa melakukan apapun, hanya bermalas-malasan di sofa sambil berpelukan.

Kali ini gambar berubah lagi menjadi pemandangan di halaman belakang rumah ini. Demi bermain di ayunan dengan Devan yang masih berumur setengah tahun di pangkuannya. Demi mengangkat tangan Devan agar melambai padaku yang berada di belakang kamera. Devan tertawa dengan begitu menggemaskan karena melihatku. Memperlihatkan gigi depannya yang baru akan tumbuh.

"Devan, liat itu Papa!" kata Demi sambil menunjukku yang memanggil-manggilnya sejak tadi.

"Dev. Liat sini, Sayang!" Suaraku terdengar dari balik kamera.

Devan tertawa geli melihatku yang melakukan entah apa di balik kamera. Aku tidak bisa mengingat apa itu karena sudah begitu lama. Angin yang meniup rambut Demi yang saat itu masih berwarna coklat tua membuatnya terlihat sangat cantik. Senyum dan tawanya. Dia sangat bahagia. Kami sangat bahagia.

"Papa sayang Devan dan Mama," kataku dari balik kamera

"Devan juga sayang Papa," kata Demi menirukan suara anak kecil

"Mama juga sayang Papa. Always."

Demi mengatakannya sambil melihat ke kamera dan tersenyum penuh kebahagiaan dan dari mata coklatnya yang berbinar, aku tahu dia memang sangat menyayangiku saat itu.

Aku tahu masih banyak video lain setelah itu, tapi aku tidak sanggup melihatnya lebih lama. Aku semakin teringat akan hal-hal indah yang pernah kami lalui dan tidak akan mungkin ada lagi ke depannya. Karena kisah kami sudah berhenti sampai di sini.

Aku bangkit dari sofa dan berjalan ke balkon. Menatap pemandangan laut di malam hari dengan deburan ombak dan lampu kelap kelip di kejauhan. Sinar bulan sangat terang saat ini, sehingga tidak perlu lampu untuk melihat jelas halaman belakangku. Ayunan yang dulu sering diduduki Demi bergerak pelan terkena terpaan angin.

Ayunan yang mulai lapuk dimakan usia itu masih ada dan kokoh berdiri. Sayangnya, tidak begitu dengan pernikahanku. Pernikahanku kandas lebih cepat daripada usia ayunan itu. Pernikahanku tidak bisa terus berdiri kokoh seperti ayunan itu. Semakin bertambahnya usia pernikahan kami, tidak lantas membuatnya lebih kuat. Malah jadi semakin rapuh.

Aku mencengkram pegangan balkon dan menundukkan kepalaku. Mengatur napas akibat dadaku yang sesak karena mengingat Demi kembali. Aku memejamkan mata dan bayangan dirinya langsung menyerbu begitu saja. Meskipun aku mencoba untuk tidak membayangkan dirinya tapi otakku tidak mau mendengarkanku. Dia terus memutar-mutar potongan gambar Demi, tanpa bosan. Berulang-ulang yang membuat dadaku semakin sesak oleh rasa rindu.

Demi selalu senang bermanja denganku, mencium pipi dan bibirku bahkan saat di tempat umum sekalipun walaupun dia melakukannya diam-diam ataupun sekedar bergelayut di tanganku saat sedang berjalan. Suara manjanya saat memanggilku, yang dia keluarkan kalau sedang ada maunya. Tawanya yang kencang kalau aku melakukan hal bodoh atau mengatakan sesuatu yang lucu. Sungutan dan omelannya yang terkadang tidak ada jedanya yang biasanya aku hentikan dengan ciuman mesra yang kadang berhasil dan kadang tidak. Wajah memerah dan malu-malunya kalau aku memuji dirinya, baik urusan kantor ataupun di rumah. Dan juga pelukannya ditubuhku yang menentramkan hati. Demi sering memelukku dari belakang, katanya punggungku yang lebar ini terasa hangat baginya dan akupun sangat menyukai itu.

Air mataku pun jatuh ke lantai satu persatu. Cengkaramanku di pegangan balkon semakin kuat hingga terasa menyakitkan. Badanku bergetar menahan tangisan ini. Aku tidak seharusnya menangis. Aku lelaki. Tapi aku tidak bisa menahannya lagi. Dadaku rasanya begitu sesak dan nyeri. Aku selalu menahan air mataku selama ini. Mencoba tegar menghadapi ini semua.

Tapi pada akhirnya pertahananku pun runtuh.

Air mataku mengalir terus tanpa bisa lagi kuhentikan. Aku mengepalkan tangan kananku kuat-kuat dan berikutnya yang aku ketahui, aku sudah memukul kencang pegangan balkon hingga menimbulkan suara keras yang mengerikan.

Aku menengadahkan kepalaku dan berteriak dengan kencang ke arah lautan di hadapanku. Berharap sedikit saja sakit ini hilang dari hatiku.

"AAAAAAAAAARRRRRRRRRRRRGGGGGGGGGGGHHHHHHHHHHHH!!!"

Aku berteriak hingga suaraku habis. Namun, air mataku tetap mengalir dengan sialnya. Badanku bergetar karena tangisan piluku. Bagaimana lagi caranya untuk mengenyahkan sakit ini? Bagaimana caranya untuk menghilangkan penyesalan ini?

"Aku mencintaimu, Demi," ucapku lirih disela-sela tangisku. "Aku sangat mencintaimu, Sayang."

Dadaku bergerak naik turun dengan cepat karena emosi dan juga tangisan. Napasku terputus-putus yang membuatku merasakan sesak yang teramat sangat. Aku sulit bernapas. Sesuatu di dalam sana menekan dadaku begitu kencang. Sesuatu di dalam sana menghalangi udara untuk masuk ke dalam paru-paruku.

Saat aku akan menyentuh dadaku yang nyeri, tiba-tiba kurasakan sentuhan lembut tepat di sana. Dua lengan memelukku erat dari belakang hingga tubuh kami berhimpit. Pelukan yang membuat tubuhku menegang seketika.

"Baby, don't cry!" suara pelan itu terdengar di telingaku.

Aku menikmati sejenakpelukan itu. Menikmati kehangatan yang menjalar di seluruh tubuhku. Kemudian aku pun membalikkan badan. Melihat dia yang saat ini menatapku dengan matanya yang basah dan memerah. Kedua tangannya menangkup mulutnya, menahan suara tangisannya yang mulai terdengar. Mata bulat indahnya mengeluarkan cairan bening yang tidak berhenti mengalir.

"Aku sudah memaafkanmu, Sayang," ucapnya yang membuatku menahan napas. 

Air mataku pun kembali mengalir dari kedua mataku. Rasa haru dan juga lega menyeruak di dalam dadaku. Sesak di dadaku perlahan menghilang. Sakit yang kurasakan pun memudar. Meskipun penyesalan itu tidak akan pernah terlupakan.

Aku pun langsung menarik tubuhnya ke dekapanku dan memeluknya dengan erat. Kami menangis bersama tapi ini bukan tangisan karena kesedihan dan kepedihan seperti selama ini. Ini tangisan penuh cinta dan kelegaan. Akhirnya dia mau memaafkan diriku. Kalimat yang sudah kutunggu selama ini akhirnya keluar dari mulutnya.

Tapi bukan berarti dia mau menerimaku lagi kan?

Walaupun aku masih ingin memeluk tubuhnya, aku harus memastikan hal ini terlebih dahulu. Aku melepaskan pelukanku dan menatap Demi yang masih menunduk dengan pipi sembab.

"Kamu memaafkanku ... tapi apa kamu ... masih mencintaiku?" tanyaku penuh rasa takut dan cemas.

Demi mengangkat wajahnya dan menatapku. "Menurutmu?" tanyanya sambil tersenyum lebar.

Jawaban itu sudah jelas untukku.

Aku pun memajukan wajahku dan melumat bibir merahnya itu. Bibir wanita yang kucintai. Aku menciumnya dengan lembut dan perlahan. Menikmati setiap detik yang berlalu untuk mencicipi bibir indahnya. Demi pun membalas ciumanku dan mengalungkan kedua lengannya di leherku. Tanganku mengusap lekuk tubuhnya yang berisi.

Setelah itu aku pun mengecup setiap jengkal wajahnya. Puncak kepala, kening, pipi, ujung hidung, dagu, pelipis dan telinganya. Tidak ada yang aku lewatkan. Demi tertawa geli karena ciuman-ciuman itu. Aku ingin menghujaninya dengan kasih sayang saat ini. Aku kembali memeluknya dengan erat, memastikan ini semua bukanlah khayalanku saja.

Kami berpelukan selama beberapa saat. Tidak ada yang berbicara. Hanya diam menikmati kebersamaan ini. Demi menyandarkan kepalanya di bahuku dan mendekapku erat. Namun tidak lama suaranya pun terdengar. Suara manja yang sudah lama tidak kudengar, mungkin sejak kami mulai semakin dewasa dan anak-anak beranjak besar.

"Laper," rengeknya manja.


TBC

Udah ya nangis-nangisannya. Nanti aku dosa lagi nangisin anak orang.


Continue Reading

You'll Also Like

2.7M 288K 49
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
273K 44.8K 47
[Baca lengkap di Karyakarsa 'kataromchick'] Kashihugo Bijaksana dan Zemaya November adalah pasangan yang unik. Keduanya memiliki nama yang akan menja...
1.2M 17.9K 6
I kiss the boss and I like it. Nadira Almeera telah lama dikenal sebagai predator laki-laki tampan nomor satu di kantor. Tidak ada satupun pria tampa...
818K 104K 48
Kedua belah pihak keluarga ingin Jared menikah dan menjadi pendamping hidup Naira, teman sepermainannya sejak kecil. Sayangnya, Naira sudah memiliki...