EPILOG

188K 6.6K 474
                                    

15 tahun kemudian ...  

Di areal pemakaman pagi itu yang selalu tenang seperti biasanya, berdiri seorang lelaki paruh baya yang masih terlihat sangat tampan dan juga gagah di usia tuanya bersama dengan istri yang dia cintai, yang telah menemaninya selama 25 tahun ini. Wanita itu menaburkan potongan bunga-bunga di atas kuburan kecil di hadapannya dan kemudian menyiramkan air di atasnya.

Keduanya memenjamkan mata dan berdoa untuk jiwa yang telah pergi meninggalkan tubuh kecil yang terkubur di bawah gundukan tanah itu.

Cirio Octo Devan

Itulah namanya. Janin berusia 3 bulan yang harus meninggalkan dunia ini terlebih dahulu karena Tuhan memiliki rencananya sendiri bagi Cirio. Walaupun kedua orang tuanya tidak mengetahui apa jenis kelamin calon bayi mereka, mereka tetap menamainya. Cirio yang berarti mulia. Sudah 15 tahun yang lalu bayi mereka meninggal dunia dan setiap tanggal wafatnya dia, kedua orang tuanya tidak pernah lupa untuk datang dan berdoa bagi bayi mereka. Agar bayi mereka dapat tenang dan bahagia di alam sana.

"Semoga kamu bahagia di sana, Sayang" ujar sang Ibu sambil tersenyum dan mengelus batu nisan anaknya. Demi tidak hanya datang saat peringatan kematian anaknya itu, dia selalu datang setiap bulan di tanggal yang sama untuk mendoakan anaknya. Tidak ada satu hari pun dia pernah melupakan anaknya yang tidak sempat dia lihat itu. Cintanya pada Cirio sama besarnya dengan cintanya pada keempat anaknya yang lain.

"Papa dan Mama pulang dulu ya. Nanti kami datang kembali" kata Revan sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya pada Demi. Demi menyambut uluran tangan itu dan berdiri dari samping kuburan Cirio.

"Bye, Cirio sayang" kata Demi melihat kuburan anaknya sebelum pergi bergandengan tangan dengan Revan meninggalkan kuburan anaknya.

Tanpa menyadari seorang anak kecil yang tidak terlihat, berdiri di sebelah kuburan tersebut dan menatap kedua orang tuanya yang masih bersama setelah sekian lama dengan perasaan bahagia.


***


DEMETRA

"Kamu meeting jam 3 sore ini, lalu besok pagi ada tele-conference dengan rekanan di China," kataku sambil membacakan jadwal Revan seperti biasa.

Ya, aku memang kembali menjadi asisten Revan di kantor. Setelah keempat anak kami beranjak dewasa, aku memutuskan untuk kembali bekerja. Sudah sejak anak terakhir kami, Dee, berusia 12 tahun aku kembali bekerja. Karena tidak pernah memiliki asisten yang betah bekerja dengan Revan yang tegas dan perfeksionis, akhirnya aku kembali mendampinginya di kantor.

Memang hanya aku saja yang bisa menghadapi Revan dengan segala sifatnya.

"Kamu mendengarkan aku atau tidak?" tanyaku sambil menyilangkan kedua tangan di depan dada saat menyadari Revan hanya diam saja menatapku. "Kenapa senyum-senyum saja?"

"Hari ini ulang tahun pernikahan kita yang ke-25. Ulang tahun perak kita. Kenapa kita masih harus bekerja? Aku ingin merayakannya berdua denganmu," kata Revan memasang wajah tidak senang.

Aku tertawa kecil dan berjalan mendekati suamiku yang menggemaskan ini. Revan memutar kursinya ke samping agar bisa berhadapan denganku yang berdiri di depannya. Tangannya kemudian terulur dan meraih tangan kiriku. Menggenggam lembut dengan tangan besarnya yang hangat.

"Aku juga ingin merayakannya, tapi masih ada yang harus kamu lakukan, Sayang," kataku sambil mengusap pipi Revan dengan tanganku yang bebas. "Jangan lupakan tanggung jawabmu, Re."

"Kapan aku pensiun?" tanyanya memasang wajah lelah. "Aku ingin menghabiskan hari tuaku dengan istriku yang cantik. Selagi aku bisa," ucapnya seakan merajuk seperti anak kecil.

[2] Baby, Dont Cry [SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang