PROLOG

212K 6.8K 182
                                    

Per hari aku akan me-repost bab dalam jumlah tidak tentu. Aku usahakan meng-cut saat cerita lagi gantung-gantungnya. Hahahahhhaa. Biar seru. Lagian kalian cuma akan menunggu 1 hari, bukan 7 bulan kaya aku yang nunggu kelanjutan Walking Dead yang kemarin endingnya GANTUNG MAMPUS. Wkwkwk. 

Kalau kalian tidak sabar menunggu, ada baiknya kalian baca setelah semua di repost, daripada desak2 aku untuk repost secepatnya. Karena kalian tahu kan, kalau didesak2, moodku langsung jelek #evilsmile. Lagipula aku udah ngitung, cuma butuh 5 hari buat nuntasin semua bab. Nggak lama kan? Dibandingkan nunggu My Lady yang 1,5 tahun baru end. hahaha.

Buat yang pernah baca BDC, kalian akan menyadari banyak adegan PANAS yang aku cut dalam repost ini. Kenapa? Karena aku merasa bagian itu tidak penting dan cuma bikin cerita ini terkesan murahan dengan menjual adegan vulgar. Jadi aku putuskan untuk meng-cut semuanya. Jadi jangan pada kecewa ya! Haha.  

Oke, silahkan dinikmati!


---


DEMETRA

"Devan, Livie. Kalian harus sarapan! Kalau tidak, nanti kalian lemas di sekolah," ucapku yang sedang mengendong Dee, anak keempatku dan Revan yang baru berusia 3 bulan. Saat ini, aku sedang berusaha untuk menidurkannya setelah selesai menyusu, sambil memperhatikan kedua anak tertuaku, Devan dan Livie, yang memakan sarapan mereka dengan malas-malasan.

"Yang, kamu lihat dasiku yang warna abu ga?" teriak Revan dari dalam kamar.

Aku pun berjalan ke kamar dan melihat suamiku tercinta yang sibuk mencari-cari di dalam lemari baju. Aku menidurkan Dee yang sudah terlelap di boks bayi terlebih dahulu sebelum menghampiri Revan yang menggaruk-garuk kepalanya karena pusing tidak menemukan dasi itu.

Aku mendekati lemari dan mendorong pelan tubuh Revan dari depan lemari, agar aku bisa mencari dasi yang dia maksud. Hanya hitungan detik, aku pun langsung menemukannya.

"Kalau nyari pakai mulut, ya nggak akan ketemu, Yang," sindirku sambil mendengus geli.

"Begitu kamu sama suami," gerutu Revan yang terlihat lucu di mataku.

Aku terkekeh pelan, kemudian mengancing satu persatu kemeja Revan yang masih terbuka. Desir hangat menjalar di tubuhku saat melihat tubuh tegap Revan. Aku kembali teringat pada aktivitas tadi malam yang begitu menggairahkan dan panas. Aktifitas yang akhirnya kembali bisa kami lakukan setelah sempat berpuasa selama tiga bulan pasca melahirkan Dee.

"Jangan melihat seperti itu, aku jadi tergoda untuk menyentuhmu lagi, Sayang," bisik Revan sambil mendekatkan wajahnya padaku.

Revan tersenyum simpul menatapku sebelum menyentuhkan bibirnya pada bibirku dan mulai mencumbuku dengan lembut dan perlahan. Tangan kirinya menarik pinggangku untuk mendekat, sedangkan tangan kanannya menyentuh rahangku di saat ibu jarinya mengusap daguku. Kedua tanganku pun bergerak otomatis mengalung di tubuhnya.

Erangan tertahan terdengar dariku saat lidah kami saling bertautan dan bermain di dalam rongga mulutku. Kami berdua semakin larut dalam gairah yang menggebu setiap kali kami bersentuhan. Tidak jarang, sampai melupakan kondisi di sekitar kami.

Hingga tangisan Dee menyadarkan kami.

Revan menggigit bibir bawahku gemas sebelum melepaskanku sepenuhnya. "Sakit, Revan!!" keluhku sambil memukul pantatnya yang membuat dia tertawa kecil.

Suami iseng!

Aku kemudian menggendong Dee dan menenangkannya yang terbangun. Tidak lama, dia sudah kembali terlelap digendonganku setelah aku membuainya dan mengusap-usap punggungnya.

"Sudah siap?" tanya Revan menghampiri Devan dan Livie yang sudah menghabiskan sarapannya di meja makan. "Kita berangkat?"

"Iya," jawab keduanya serempak sambil bergegas meraih tas sekolah mereka.

Aku memasukkan bekal makanan ke tas Devan dan Livie, mengecek baju dan rambut keduanya memastikan semuanya rapi. Setelah itu, kukecup pipi keduanya dengan sayang dan anak-anak pun membalas mengecup pipiku. Revan melihat kami sambil tersenyum lembut. Aku tahu dia sangat menyukai pemandangan seperti ini. Melihatku bersama anak-anak.

"Hati-hati ya!" kataku pada Devan dan Livie yang berjalan ke arah pintu depan setelah sebelumnya mengucapkan salam padaku.

Revan mengambil tas kantornya dan mengikuti keduanya tapi kemudian berbalik kembali seperti mengingat suatu hal tertinggal. "Kenapa kembali lagi?" tanyaku bingung.

"Aku lupa ini," katanya kemudian mengecup dahiku dengan penuh kelembutan.

Kecupannya yang membuatku tersenyum bahagia karena perlakuan penuh cinta dan sayang Revan padaku, yang tidak pernah berubah sejak dulu. Meskipun kami sudah menikah selama 7 tahun.

"Sudah, sana berangkat!" kataku agar Revan cepat pergi sebelum mereka semua terlambat.

Revan mengecup bibirku dan memeluk sekilas. Mencium pipi Dee yang ada di gendonganku yang membuat putri bungsu kami menggeliat geli namun tetap tertidur lelap.

"Aku berangkat dulu, Sayang!" ucapnya kemudian berjalan ke pintu depan. "Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Aku memandang punggung Revan yang menjauh sambil tersenyum lebar. Mensyukuri kebahagiaan yang kami rasakan di dalam keluarga ini dan berdoa, semoga semua kebahagiaan ini akan terus bertahan hingga nanti


TBC

---


Baru Prolog jadi singkat hehe

[2] Baby, Dont Cry [SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang