Love is On The Air (Completed)

By clownmystery

127K 4.4K 93

"SMA itu masa terindah didalam hidup lo!" Gitu sih kata orang... Tapi, gak buat Nina, siswi kelas 11 SMA Haru... More

Prolog
L'sOTA 1
L'sOTA 2
L'sOTA 3
L'sOTA 4
L'sOTA 5
L'sOTA 12
L'sOTA 15
L'sOTA 16
L'sOTA 17
L'sOTA 19
L'sOTA 20
Epilog
Extra Story #1
Curhatan Author
New Story
PENGUMUMAN
LINE
NEW STORY (2)

L'sOTA 13

4.7K 261 6
By clownmystery

Nina's Pov

Gue melangkahkan kaki gue dengan cepat lalu menghempaskan diri keatas ranjang dengan kasar.

Brukk.

Badan gue membentur kasur yang tidak seberapa empuk dan berhasil membuat punggung-punggung gue sedikit sakit.

Gue lalu menatap langit-langit kamar gue dengan tatapan kosong.
Serius.
Otak gue seakan mau meledak padahal otak gue cuman mikirin satu hal. SATU HAL, saja!

Tanpa sengaja air mata gue mengalir.

What???
Gue nangis?
Gak! Gak! Gak boleh.
Ya ampun Na!!!
Lo ga boleh nangis hanya gara-gara seorang cowok.
Bagus kalo cowok yang lo tangisi itu cowok baik-baik kek papa!
Tapi ini apa coba?!
Lo nangis untuk seorang bajingan busuk kelas kakap yang pergi kesana kesini melahap setiap cewek bodoh yang ada disekitarnya.

Lo bodoh Na!
Ayo buruan! Hapus air mata lo yang sia-sia itu.
Why are you crying for nothing huh?

Gue kembali menarik nafas.

Gue juga gatau. But i have 2 reasons for crying.

Pertama. Karena dia Bryan.
Kedua. Karena Bryan mencium cewek lain.

Yap.
Mungkin kalo gue ngelihat cowok lain yang ciuman gue gak bakal nangis. Sebaliknya gue bakal ketawa mati-matian dan mengejek mereka terus-terusan.
Tapi apa yang terjadi?

Gue ga nyangka.
Ternyata Bryan Tirtadinigrat, si playboy kelas kakap milik SMA Harum Bangsa berhasil buat gue menggila seperti ini.

Dan sekarang satu hal yang harus lo lakuin Na! Hanya satu hal. Lo perlu lupain perasaan lo ke cowok bernama Bryan itu.

💓💓💓

Bryan's Pov

Gue melangkahkan kaki pelan menuju koridor kelas. Diam-diam gue menjulurkan kepala gue dan mengintip apakah Nina sudah datang atau belum.

"Bry?" seseorang memanggil gue tiba-tiba dari belakang.

Mata gue yang hampir copot seketika masuk kembali ke tempatnya saat melihat sosok Raissa yang ternyata memanggil gue.

Yaampun! Gue kira Nina!

"H-hai!" sapa gue kikuk.

"Hai" balas Raissa sambil menatap gue aneh, "lo... Ngapain?" tanya Raissa.

"Gue? Gue ngapain? Mm... Ga ngapa-ngapain tuh" jawab gue sambil menyengir gugup.

"Ooh" balas Raissa singkat lalu berjalan masuk kedalam kelas.

Gue lalu mengikuti Raissa yang sekarang duduk sambil memainkan hp-nya.

Gue melirik jam.
Dikit lagi jam 7 dan Nina belum juga datang.
Masa sih Nina terlambat?

Duh.
Gue sebenarnya berharap Nina datang gak sih?

Dan akhirnya hingga pulang sekolah Nina belum juga datang tanpa izin yang jelas dan berarti Nina mem.bo.los.

"Sa" panggil gue pelan.
"Raissa buruan" kata Roy sambil menarik tangan Raissa.
"Eh sorrii gue buru-buru" kata Raissa lalu berlari keluar mengikuti Roy.

Gue mendesah.
Apa sebaiknga gue kerumahnya saja?
Tapi...
Gak. Gak...
Gue gak cukup percaya diri untuk bicara dengan Nina sekarang.

Dan begitulah hari ini berlalu.
Gue menjalani hari tanpa Nina untuk pertama kalinya sejak gue menginjakkan kembali kaki gue disekolah ini.

Begitupun besoknya.
Besoknya.
Besoknya.
Dan besoknya.

Gila!!!
Udah 5 hari Nina absent woi!
Tanpa keterangan.
Apa-apaan ini?

Gue uda ga tahan.
Gue uda berusahan hubungin Nina lewat Line, Whats App, BBM, sms, telpon, ig, twitter, bahkan gue uda bela-belain buat fake account di ask.fm supaya bisa kepoin Nina kenapa dia ga sekolah-sekolah juga.

Yang kayak gini ga bisa ditoleransi lagi.
Gue musti tanya Raissa.
Well, setidaknya Raissa pasti tau kenapa Nina ga masuk selama ini.

"Sa gu..." kata gue sambil menarik tangan Raissa.

"RAISSA!" teriak Roy tegas.

Raissa lalu menatap gue sejenak dengan iba, lalu menarik tangannya, "sorrii gue..."

"Kenapa?! Lo buru-buru?!" potong gue cepat, setengah marah.

"Bryan, gue..." Raissa hanya menatap gue dengan sedih.

Gue mendengus kesal lalu membalikan badan kearah Roy. Gue lalu berjalan melewati Roy dan berbisik pelan, "gue mau bicara" kata gue.

Roy lalu berjalan mengikuti gue menuju belakang sekolah.

Selama perjalanan, otak gue uda penuh dengan berbagai emosi. Mulai dari marah, kesal, sedih, cemburu, dll. Langkah kaki gue lalu berhenti tiba-tiba di pertengahan jalan menuju belakang sekolah.
"Lo gausa ikut campur" kata gue to-the-point.

Roy hanya mendecak sinis.
"Lo ga berhak larang-larang gue" balas Roy.

"Dan lo juga gak berhak ikut campur urusan gue" balas gue cepat. Titik kemarahan gue udah di ambang maksimal. Sekali lagi tuh mulut nantang gue, gue babat ampe ga bisa kebuka lagi.

"Iya gue berhak. Gue suka sama Nina" kata Roy jelas dan clear di telinga.

Seperti kembang api, ah bukan, yang ini seperti bom. Rasanya otak gue mau runtuh.

BUK!
Satu pukulan mendarat mulut di wajah Roy.

"Apa-apaan lo?" teriak Roy marah.

"Lo, ga berhak suka sama CALON TUNANGAN GUE!" teriak gue kesal.

"Ya bisalah. Lo ga pernah belajar Pkn apa? Gue punya hak untuk suka sama Nina. Itu termasuk kebebasan mencintai. Itu HAM! Ada dipasal 28 A-J UUD 1945!" balas Roy.

"Gue gatau dengan semua undang-undang itu. Dan gue gamau tau! Pokoknya lo..." belum selesai gue berbicara tiba-tiba Roy memotong.

"Setidaknya i'm better than you. Gue uda bicara sama Nina kalo gue suka sama dia walaupun ditolak," kata Roy lalu menatap gue lesu.

Bibir di salah satu sudut gue terangkat naik.
Jadi Roy ditolak.

"Tapi setidaknya..." Roy kembali menyadarkan gue ke realita, "gue ga kayak lo yang gantungin perasaan Nina hanya gara-gara gue belum sadar perasaan gue yang sebenarnya" kata Roy lalu berjalan mendekati gue.

"We are mens dude. Kita gak seharusnya gantungin perasaan cewek" Roy memukul dada gue pelan.

Gue menahan nafas.
Apa yang dikatakan Roy benar.
Gue itu cowok!

Gue lalu berlalu dari koridor belakang sekolah.
Ada satu hal yang perlu gue pastiin sebelum gue mastiin keberadaan Nina.

Perasaan.

Feeling first.

Dan seharusnya gue sadar akan hal itu, sebelum semuanya terlambat.

💓💓💓

Gue mendaratkan mobil tepat didepan rumah milik Nina yang kecil itu.
Masih didalam mobil, gue memegang stir dan berpikir 2x. Apa gue udah siap bertemu dengan Nina? Gue bahkan gatau apa yang pengen gue omongin ke Nina. Pokoknya ada satu hal yang harus gue kasih tau ke Nina. Tentang perasaan gue yang sebenarnya.
Alay? Iya sih. Gue juga rasa rada-rada aneh. Tapi gue gamau dan ga bisa nunggu lebih lama lagi.

Gue lalu menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya pelan. Oke. Gue siap ketemu sama Nina. Gue lalu turun dari mobil dan melangkah melewati pagar itu dengan berani.

Tok-tok-tok...
"Nina..." panggil gue agak keras.

Gak ada balasan.
Mata gue lalu jelalatan mencari tombol sejenis bel rumah, tapi hasilnya ya itu, nihil.

"NINAA" teriak gue lebih keras.
Tok-tok-tok...

Gak ada balasan.
Kali ini gue memukul kaca jendela menggunakan kunci mobil.

Teng-teng-teng...
Suara nyaringnya kaca jendela yang diketuk menusuk telinga gue, dan keluarlah seorang tetangga dari samping rumah Nina.

"Cari pak Wahyu tah?" tanya si perempuan tua itu dengan logat Jawa yang kental.

"Eh— iya" jawab gue.

"Pak Wahyu e wes pindah" jawab si perempuan.

"Hah? Kemana?" tanya gue kaget. Buru-buru gue mengatur pernafasan gue.

"Menyang...* (ke....// bahasa Jawa). Aduh, bibi ora* tau (tidak...// bahasa Jawa)" jawab perempuan itu lagi.

"Ooh oke. Makasih" kata gue buru-buru. Gue lalu masuk mobil dan segera meminum air putih.

Rasanya didada gue terdengar gemuruh besar yang berhasil membuat badan gue lemes-lemes.

Kenapa?
Kenapa Nina sampai pergi dari hadapan gue?
Segitu bencinya kah sama gue?

Gue menelan ludah kepahitan gue.

Enggak masih ada harapan lagi.
Iya.
Harapan gue yang terakhir.
Papa!
Papa pasti tau dimana Nina berada.

💓💓💓

"Pindah sekolah?" gue mengulang kembali perkataan yang dikatakan bokap gue.

"Iya Bryan" jawab papa berat.

"Kenapa?" tanya gue gugup.

"Kok kamu tanya papa alasannya? Bukannya kamu yang paling tau, alasan kenapa Nina pindah sekolah?" tanya papa dengan nada menyudutkan.

Jleb!
Hati gue udah kayak kerupuk yang ketindihan 5 telur rebus, habis itu di uleg pake cobek besar.

"Te-terus, terus... Pertunangannya gimana?" tanya gue buru-buru. Selama pertunangan itu masih tetap berjalan, gue masih ada harapan untuk bertemu dengan Nina.

Papa menghembuskan nafas lalu menggeleng kecil, "ini" papa menyodorkan sebuah amplop kecil.
Tangan gue dengan lincah menggapai amplop itu.
----------------------------------------------
[SURAT PENGUNDURAN DIRI]

Nama: Wahyu Chandra Winata
----------------------------------------------

Eh? Bukannya ini nama bokapnya Nina.
Gue lalu menahan nafas.

"Udah tau kan jawabannya apa?" kata papa.

Enggak. Gue ga tau. Atau lebih tepatnya, ga ingin tau!

Tapi yang bisa gue lakukan hanya mengangguk kecil lalu berjalan lesu keluar ruangan bokap.

Oke.
Sekarang gue ga bisa ngapa-ngapain lagi.
Gue gatau Nina dimana. Gue bahkan gatau apa Nina masih sekolah di Jakarta atau ga.
Dan karena hal itulah persentase kami untuk bertemu lagi adalah 0%. Persentase gue untuk nyelesaiin salah paham ini adalah 0%. Dan persentase gue untuk nyataiin perasaan gue ke Nina 0%.

Gue menatap layar ponsel gue yang kini ber-wallpaper foto seorang Nina. Entah sejak kapan foto itu telah menjadi foto wallpaper gue. Foto sewaktu Nina memakan mie di pondok Bandung.

"Na, gue pengen lihat lo lagi" bisik gue lirih.

💓💓💓

Author's Pov

Nina masih ga ngerti alasan kenapa papanya menyuruhnya istirahat di rumah Ima-nya* (sejenis nenek) di daerah Jakarta Selatan. Bukannya gak suka, tapi gak nyaman aja. Secara mereka tiba-tiba datang tadi sore tanpa pemberitahuan apapun ke ima. Yang lebih aneh adalah, ia juga ga ngerti kenapa papanya menyuruh ia bolos sekolah selama 5 hari ini.

"Pa, ngapain sih kita nginap disini?" tanya Nina.

Papa-nya yang tengah mengetik pekerjaan di laptop berhenti lalu menengok Nina sekilas, "papa lagi main drama" jawab papa.

"Hah? Sama siapa pa?! Papa mau jadi artis?" tanya Nina kaget.

"Sama om Dio. Enggak, papa gak mau jadi artis" jawab papa.

Nina mendengus kesal. "Yaelah. Ngapain sih main drama dengan om Dio?" desis Nina kesal.

"Na" panggil papa lembut, papa lalu meninggalkan laptopnya lalu duduk diatas ranjang Nina, "kamu bahagia dengan Bryan?" tanya papa.

Mulut Nina terbuka kecil— spontan karena kaget.
"Mm, pa... Kok tiba-tiba banget sih?" tanya Nina.

Papa lalu mengelus rambut Nina. Nina lalu menyandarkan kepalanya di paha papanya.
"Nina suka kok sama Bryan" kata Nina jujur.

"Beneren?" tanya papa kaget.

"Eh, kayaknya sih" jawab Nina buru-buru. "Tapi kayaknya Bryannya enggak" lanjut Nina.

Papa hanya mengangguk pelan.
"Jadi kamu sedih?"

What all girls have been wanted is to being loved by someone who they loved. Right?

Papa hanya tersenyum, "papa minta maaf ya, udah buat kamu menderita" kata papa.

"No dad. I'm your princess, and every princess never feel a pain if they together with their king" balas Nina.

Papa tersenyum senang.

"Nina bahagia. Papa ada disamping Nina aja Nina uda bahagia. Hanya papa yang bisa buat Nina bahagia" kata Nina.

"Oh ya?" Papa mencubit ujung hidung Nina.

"Lagian yang namanya patah hati jaman SMA'kan biasa?! Papa kayak ga pernah patah hati pas puber aja" kata Nina dengan sombong.

"Ooh. Papa pikir kamu belum puber" balas papa.

"Papa!" Nina merengek kesal.
"Nina ngantuk mau tidur" kata Nina lagi lalu menutup badannya dengan selimut.

"Nice dream princess" kata papa sambil tersenyum.
Papa lalu keluar kamar.

Dibalik selimut diam-diam Nina meneteskan air matanya.

Being with their king doesn't mean that the princess won't never feel a pain.

"Nina gak bahagia pa" ucapnya pelan, "maaf uda bohong".

Ting!
Bunyi sms masuk di hp Nina terdengar. Buru-buru Nina membuka hp-nya.

Sebuah pesan dari Bryan.

Ingin rasanya Nina mematikan kembali layar hp-nya, tapi tangannya malah bergerak membuka sms masuk itu.

From: Bryan
Na, gue bakal pakai permintaan ke-2 gue. Gue pengen ketemu lo. Sekarang.

Nina mendesah.
Apa Bryan sudah gila. Sekarang sudah malam banget. Mana mungkin ia diizinkan keluar rumah.

"Tapi, Bryan kan pake permintaan ke 2? Gimanapun juga gue uda janji nurutin 3 permintaannya"

"Itu dari Bryan?" tanya papa tiba-tiba dari balik pintu.

Nina melonjak kaget untuk sepersekian detik. "Eh? I-iya" jawab Nina.

"Pergi aja. Papa yakin dia bakal jaga kamu" kata papa.

Nina menatap papanys ragu.

"Na..." papa memegang bahu Nina lembut. "Go catch your happiness" kata papa.

Tanpa sadar, Nina tersenyum kecil lalu menganggukan kepalanya.

To: Bryan
Éxpress Ćafe

Nina lalu memakai jaketnya. "Papa mau ngantar Nina?" tanya Nina.
"Iyalah. Emang kamu mau kesana pakai apa? Papa ga izinin kamu pake taksi" kata papa tegas.
"Yaelah pa. Nina bilang ketemuannya di cafe depan jalan kok. Jalan kaki juga bisa" balas Nina.
"Gak. Papa yang antar" balas papa tegas.
Nina menghela nafas, "iya-iya" balas Nina mengalah.

Gak lama kemudian Nina sampai di cafe tersebut.
"Papa tinggal ya" kata papa.
"Mm" jawab Nina singkat.

Nina lalu melangkahkan kakinya masuk kedalam cafe yang masih ramai itu. Bener-bener anak Jakarta banget dah. Udah jam 11 malam tapi masih keluyuran.

"Na" sebuah suara berat memanggil Nina dari belakang.

Nina tertegun sejenak.
Ia lalu membalikan badannya, memamerkan senyum lebarnya.

"Hai Bryan!" sapa Nina ramah.

Bryan hanya berdiri dengan lesuh dan menatap Nina dengan matanya yang sayu. Bryan yang sekarang benar-benar terlihat seperti gembel— tapi gembel yang ganteng.

"Jangan gini Na" balas Bryan.

"Ha? Jangan gini gimana?" tanya Nina bingung.

"Buang tuh fake smile. Gue benci lihatnya" balas Bryan.

Nina berhenti tersenyum. "Bisa gak, lo ngehargai gue?" tanya Nina sambil tersenyum kecil. "Yang barusan itu bukan fake smile! Itu senyum yang gue paksa agar gue ga terlihat menyedihkan di depan lo. Lo...." Nina kehilangan kata-katanya.
Emosinya pecah. Ia lalu menundukan kepalanya. Setitik air mata mengalir.

Lo bisa bayangin ga betapa hati gue hancur ngelihat lo ciuman sama cewek lain —Nina menatap Bryan lesu.

"Gue minta maaf" balas Bryan.

Gak. Lo gak salah. Gue aja yang berharap lebih.

"Sori, gue udah php-in lo" tambah Bryan lagi.

Gak. Gue yang bodoh mau percaya sama playboy ketulungan kayak lo.

"Jawab gue Na" pinta Bryan— ia terisak kecil.

Silent is girl's biggest cry Bryan! Nina hanya menundukan kepalanya. Ramburnya yang lebat berhasil menutup mukanya yang tengah dipenuhi linangan air mata.

"Gue, gue..." Bryan menarik nafas. "Gue cemburu ngelihat lo sama Roy" kata Bryan.

Ngapain lo cemburu Bry? Emang gue pacarnya elo?

"Lo emang bukan pacar gue. Tapi gue suka sama lo. Apakah salah kalo gue cemburu walaupun kita ga pacaran?" tanya Bryan.

Gue juga gatau. Gue ngalami hal yang sama kek lo.

Nina lalu mengangkat kepalanya. "Udah?" tanya Nina.

"Na..." Bryan memegang tangan Nina. Tidak pernah ia merasa se-frustasi ini.

"Giliran gue yang bicara" kata Nina lalu menarik nafas.

"Gue ga pernah bermaksud buat lo cemburu" kata Nina.

Lo lakuin itu tanpa sadar Na —Bryan menggelengkan kepalanya frustasi.

"Dan tentang cemburu itu... Gue rasa... Itu ga salah" ucap Nina pelan.

Bryan menatap Nina kaget, "lo..?"

"Karna gue, ngerasain hal sama sekarang, sama lo dan... Lily" Nina menundukan kepalanya.

Bryan tersenyum kecil lalu melangkah mendekati Nina dengan cepat. Ditariknya Nina kedalam pelukannya.

"Jangan kabur lagi ya. Gue sayang sama lo" bisik Bryan pelan lalu dikecupnya pipi Nina yang agak lembab bekas air mata tadi.

Astaga cewek ini!
Cewek ini mampu membuat Bryan merasa berada di neraka dan di surga hanya dalam sekerjap mata.

"Lo juga. Jangan cium cewek lain selain gue! Gue sayang banget sama lo" balas Nina lalu mendorong Bryan menjauh.

"Lo kok lepas pelukan gue sih?" tanya Bryan kesal.

"Malu diliat orang" balas Nina santai lalu berjalan keluar cafe.

"Masa bodoh" balas Bryan lalu merangkul leher Nina.

"Duh Bry. Lepas gak. Sesak nih" kata Nina kesal.

"Gak. Lo tau gak, lo uda buat satu hari dalam hidup gue sengsara kek di neraka. Lo harus tanggung jawab" ucap Bryan.

Keduanya lalu berhenti dibawah tiang kecil papan nama toko kue yang sudah tua— Forever Bakery.

"Kalo gitu gue harus lakuin apa?" tanya Nina santai.

Tit-tit.
Alarm di arloji milik Bryan berbunyi, menandakan sudah pukul 00.00. Hari baru, dibulan baru.

"Lo harus jadi pacar gue. Real girlfriend" ucap Bryan serius.

"Sekarang tanggal berapa?" tanya Nina.

"Mm, 1 April?" ucap Bryan seraya melirik arlojinya.

"Yang barusan itu, bukan April Mop 'kan?"

💓💓💓

Tbc...

Keep read and vomment ya. Laf ya guys❤️

Continue Reading

You'll Also Like

1M 91.5K 29
Dark romance Jasmine Gloria, seperti bunga mawar di kebun yang rimbun, hidup dalam keluarga yang selalu menyirami kebahagiaan.Namun, takdir mengajark...
5M 921K 50
was #1 in angst [part 22-end privated] ❝masih berpikir jaemin vakum karena cedera? you are totally wrong.❞▫not an au Started on August 19th 2017 #4 1...
6.4M 716K 53
FIKSI YA DIK! Davero Kalla Ardiaz, watak dinginnya seketika luluh saat melihat balita malang dan perempuan yang merawatnya. Reina Berish Daisy, perem...
542K 88.4K 30
✒ 노민 [ Completed ] Mereka nyata bukan hanya karangan fiksi, mereka diciptakan atau tercipta dengan sendirinya, hidup diluar nalar dan keluar dari huk...