Philophobia (JiKook / MinKook)

By BTSShipperFanfiction

107K 7.8K 2.7K

Philophobia Cast : Jeon JungKook, Park Jimin Genre : romance, hurt / comfort, sad Rate : T Length : c... More

Philophobia Part 1 : Jeon Jungkook
Philophobia Part 2 : Park Jimin
Philophobia Part 4 : Park Jimin's Mask and Heart
Philophobia Part 5 : 'Philophobia'
Philophobia Part 6 : Teach Me, Please..
Philophobia Part 7 : Jungkook, Jimin, and Namjoon
Philophobia Part 8 : The Liar and The Witch
Philophobia Part 9 : Jimin's Secrets
Philophobia Part 10 : Revealed of the secrets and the heart
Philophobia Part 11 : Min Yoongi's Revenges!
Philophobia Part 12 : Beware of The Jealous Min Yoongi
Philophobia Part 13 : Jimin is back!
Philophobia Part 14 : when the lovers reunited and Daegu's Venus
Philophobia Part 15 : He is Kim Namjoon
Philophobia Part 16 : Min Yoongi's ask
Philophobia Part 17: Lee Bo Young's story
Philophobia Part 18: Who's Jeon Jungkook?
Philophobia Part 19: Kookie and Jungie
Philophobia Part 20: The Suprise
Philophobia Part 21: Lust of Love
Philophobia Part 22: Trust and Love
Philophobia Part 23: Jimin's Mom..
Philophobia Part 24: Namjoon's love
Philophobia Part 25: Meet the Pass!
Philophobia Part 26 : The Battle of Heart
Philophobia Part 27 : Farewell
Philophobia Part 28 : Heartbreaker
PhilophobiaPart 29 : Fragile
PhilophobiaPart 30 : LOVE is..
Philophobia Part 31 : PJM's and KNJ's
WHAT'S NEW ON BSF??
Philophobia Part 32 : I'm tired..
Philophobia Part 33 : The Wedding pt.1
Philophobia Part 34 : The Wedding pt.2
Philophobia Part 35 : The lost Soul
Philophobia Part 36 : Welcome, Park Jungmin
Philophobia Part 37 : Where's Bo Young?

Philophobia Part 3 : Jungkook's Hidden Stories

3.9K 271 57
By BTSShipperFanfiction

PART 3

"a-apa?! Philophobia?"

Pria tampan dengan jas putih nya mengangguk mantap seraya menatap lurus sosok manis di hadapannya.

"ya, Baby. Menurut hasil pengamatanku selama ini, Jungkook mengalami gangguan mental yang bernama Philophobia. Ketakutan akan hal yang berbau cinta. Jungkook akan merasakan takut berlebih pada segala sesuatu yang berkaitan dengan cinta, baik mencintai, maupun dicintai. Ia bahkan akan merasa gelisah dan mual tiba-tiba setiap melihat orang disekelilingnya tengah memadu kasih. Baik sepasang kekasih, maupun orang tua pada anak mereka."

Kim Taehyung –sosok manis itu- terdiam. Bungkam.Ia sama sekali tak menyangka bahwa Sahabat yang sudah dianggapnya sebagai Adik sendiri selama tujuh belas tahun ini ternyata mengidap penyakit mental seperti itu.

Sungguh ia tak habis pikir, bagaimana caranya sosok Cantik sepertinya mengidap penyakit seperti itu; Philophobia –ketakutan akan cinta.

Ia tertegun kala baru menyadari alasan Jungkook selalu mengatakan bahwa ia tidak akan pernah menjalani masa memadu kasih –berpacaran seperti dirinya. Ia juga selalu terlihat pucat setiap mereka bertiga tengah bersama.

"t-tapi.. ke-kenapa? Kenapa Jungie –kenapa dia bisa mengidap hal seperti itu, Hyung?" ia masih belum mengerti sepenuhnya, dan ia harus mencari tahu.

Seokjin –Kekasih dari Taehyung yang memang berprofesi sebagai Psikolog handal itu- menghela nafasnya sebelum menegakkan tubuhnya, menatap lekat sang Kekasih yang terlihat shock.

"ada berbagai macam penyebab seseorang mengidap Philophobia, Taetae. Biasanya sang pengidap sudah pernah merasakan sendiri pahitnya cinta, seperti dikhianati atau bahkan kisah cinta yang tak berjalan baik seperti apa yang mereka ekspektasikan sebelumnya." Jelas Seokjin, sementara Taehyung hanya mengernyit heran.

"ta-tapi.. Hyung, aku sudah mengenal Jungie sejak aku berusia sepuluh tahun, sedang ia berusia delapan tahun. Saat itu dia datang ke panti asuhan. Dan sejak itu kami selalu bersama, dan aku sama sekali belum pernah melihatnya berpacaran atau sejenisnya. Ia bahkan selalu menutup diri dari yang lain, bahkan Ibu panti sekalipun."

Seokjin terdiam sejenak seraya berpikir, hingga ia kembali berkata.

"jika kasusnya seperti itu, mungkin saja Jungkook pernah melihat kisah cinta yang tak berjalan baik. Misalnya..kedua Orang tua nya yang selalu bertengkar dan pada akhirnya bercerai. Atau mungkin ia mengalami kekerasan sebelum ia dibawa ke Panti asuhan."

"be-bercerai?"

"eum, apa kau tahu mengapa Jungie dibawa ke Panti asuhan, Tae?"

Taehyung terdiam sejenak, mencoba mengingat-ingat awal kedatangan Jungkook di Panti asuhan tempatnya bernaung. Hingga ia berkata.

"setahuku Ibu panti pernah berbicara bahwa Jungkook dibawa oleh Paman dan Bibinya. Mereka berkata bahwa kehidupan mereka sangat miskin, sehingga mereka tak sanggup lagi menghidupi Jungkook yang saat itu bahkan belum bersekolah seperti anak-anak kebanyakan yang sudah lebih dulu mengenyam pendidikan saat sesusia nya."

"paman dan bibinya? Orang tuanya?"

Taehyung mengedikkan bahunya sebelum menggeleng. "aku tidak tahu, Hyung. Aku tidak pernah mendengar tentang hal itu, bahkan Jungie sendiri tidak pernah membahas hal itu."

Seokjin terdiam, begitupun dengan Taehyung yang diam-diam memutar kaset nostalgia dalam otaknya.

"haaahh.. bahkan untuk bisa dekat dengannya aku membutuhkan waktu selama hampir tiga tahun. Selama itu aku berusaha hanya untuk mendengar suaranya. Awalnya kupikir dia itu bisu, ternyata hanya berusaha menutup diri dan menghindari komunikasi dengan kami." Pikir Taehyung menerawang, membuat Seokjin menghela nafas panjang sebelum menggenggam lembut jemari sang Kekasih kala melihat mata Taehyung mulai berkaca-kaca.

"aku.. aku sama sekali tidak menyangka Jungie –hiks.. kasihan anak itu." Taehyung kini sudah melepaskan air mata pertamanya, membuat Seokjin bangkit dari duduknya untuk meraih tubuh bergetar sang Kekasih.

"hiks.. Jungie..hiks.. bagaimana –hiks.. bagaimana jika ia selama nya sendirian? Ia pasti kesepian, Hyung. Dan aku dengan tega nya malah ingin meninggalkannya..hiks.."

"sstt.. jangan berbicara seperti itu, Sayang. Jungkook takkan sendirian jika ia sendiri mau menyembuhkan trauma nya."

"hiks.. pantas saja –hiks.. pantas saja dulu ia yang terlihat begitu terpuruk bahkan sampai masuk rumah sakit saat.. saat aku berakhir dengan mantan Kekasihku dulu.. hiks.. aku tidak tahu bahwa dia sangat ketakutan saat itu.. hiks.. aku memang jahat.. hiks.."

"sstt.. kau tidak jahat, Baby. Berhenti menyalahkan dirimu sendiri seperti ini.Kau 'kan baru mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Jungkook. Sstt..sudahlah.. jangan menangis, ya."

Taehyung menggeleng nanar, kemudian kembali berkata disela isakannya.

"hiks.. tidak, Hyung. Aku memang jahat. Hiks..aku sangat jahat pada Jungie.. hiks.."

"ssttt.. uljima, Baby. Jungkook tidak akan menilaimu seperti itu, jadi berhenti menyalahkan dirimu sendiri."

"hikss.. Jungie..hiks.."

Seokjin hanya mampu mengusap lembut punggung mungil sang Kekasih, sementara Taehyung masih sibuk menangis terisak dalam peluknya.

"aku.. aku harus membantunya untuk sembuh, Hyung.. harus.. hiks.."

"tidak ada yang mampu menyembuhkannya kecuali ia memiliki keinginan kuat untuk sembuh, Tae. Semua pengidap phobia harus seperti itu untuk sembuh."

"hiks.. t-tapi, Hyung.. sepertinya Jungie sama sekali tidak mengetahui tentang penyakitnya. Ba-bagaimana caranya ia bisa sembuh?"

"maka dari itu, kita harus memberitahukannya."Bujuk Jin lembut seraya mengusap sayang kepala Taehyung.

Taehyung menatap lekat Jin yang masih menatapnya lembut.

"entahlah, Hyung. Aku tidak yakin. Jungie..ia pasti takkan percaya. Jika pun ia percaya bahwa ia mengidap penyakit itu, ia takkan mau disembuhkan. Aku yakin itu."

Jin menghela nafas panjang, kemudian menerawang ke langit-langit ruang praktik nya.hingga ia kembali menatap sang Kekasih, kemudian menghela berat.

"jika seperti itu.. kita pakai extreme treatment."

"e-extreme? Ma-maksudmu, Hyung?" bingung Taehyung, sedang Jin mengangguk mantap.

"eum, extreme treatment. Cara penyembuhan yang dinilai paling beresiko. Karena kita akan menghadapkan Jungkook pada trauma yang dialaminya, cinta. Kita akan membuat Jungkook berhadapan sendiri, merasakan sendiri bagaimana cinta itu bekerja. Tapi..ia harus dibantu seseorang untuk menghadapi trauma nya, seseorang yang begitu mencintainya setulusnya." Jelas Jin, membuat Taehyung tertegun –berpikir.

"seseorang yang mencintainya setulus hati? Dari mana kita bisa mendapatkan orang yang akan mencintai –tunggu.."

Taehyung dan Jin saling bertukar pandang, hingga mereka berseru kompak.

"PARK JIMIN!"

Taehyung tersenyum lebar, kemudian menepuk-nepuk antusias bahu lebar sang Kekasih, sementara Jin hanya tersenyum lega melihat sang Kekasih akhirnya bisa tersenyum kembali.

"ah, mengapa aku tidak terpikir Park Jimin ya tadi?" gumam Taehyung, Jin hanya mengusak gemas surai sang Kekasih.

"tapi.. apakah kita harus memberitahukan Jimin tentang penyakit Jungkook?"

Jin berpikir sejenak, sebelum berkata. "aku rasa sepertinya tidak perlu, Baby. Aku takut jika Jimin diberi tahu hal itu, ia takkan lagi mencintai Jungkook setulusnya, aku takut rasa cinta nya malah berubah iba pada Jungkook."

"ah, kau benar, Hyung. Tapi..berarti kita harus ekstra keras membantu Jimin agar bisa masuk ke dalam kehidupan Jungkook lebih dalam lagi."

"ya, kita harus membantunya untuk itu, Baby."

Taehyung terdiam sejenak, sebelum akhirnya menghela panjang, kemudian mengangguk kecil.

"eum, kita harus menyembuhkan Philophobia Jungie, Hyung." Ujarnya mantap yang langsung ditanggapi dengan anggukan mantap Jin.

**

Jungkook mengusak kedua matanya, seakan dirinya belum memastikan bahwa ia sudah benar-benar terjaga.

"hei, Jungie. kau sudah bangun?" sapa Taehyung lembut dari arah dapur, membawa dua gelas cangkir ke ruang tamu.

Jungkook mengernyit, kemudian berkata sinis. "mengapa makhluk ini ada disini, Hyung?"

Taehyung terkekeh kecil, kemudian berkata. "memangnya Jimin-ssi tidak boleh berkunjung di hari minggu pagi yang cerah seperti ini, eum?"

Jungkook mendengus, kemudian berkata ketus. "cerah bokongku! Hyung, apapun yang sedang kau rencanakan bersama si Pendek ini aku tidak perduli."

"e-hey..memangnya apa yang sedang kurencanakan bersama Jimin-ssi? Sudahlah, berhenti berpikiran yang tidak-tidak tentangku dan Jimin-ssi. Sebaiknya kau mandi sana, setelahnya Jimin-ssi akan mengajakmu berkencan –oops, maksudku jalan-jalan."

Jungkook menaikkan satu alisnya mendengar titah sang Hyung, kemudian menyipitkan pandangnya menatap Jimin dan Taehyung bergantian.

"mengakulah padaku, Hyung. Apa yang makhluk ini sudah berikan padamu? Rumah?Helicopter?Sial kau, Hyung.Apa kau sedang berusaha menjualku pada makhluk ini!?"

Taehyung terkekeh geli, kemudian bangkit dari duduknya untuk mendorong kening Jungkook pelan dengan jari telunjuknya.

"kau terlalu banyak menonton drama sepertinya. Jika aku memang berniat menjualmu pada Jimin-ssi, aku tidak hanya akan meminta rumah dan helicopter, jika perlu aku akan memintanya untuk membelikan beberapa pulau pribadi untukku. Kau itu bahkan jauh lebih bernilai dari itu semua."

Jungkook menaikkan satu alisnya menatap Taehyung, kemudian ia melirik Jimin yang masih setia menebar senyumnya dari atas sofa.

"apa yang kau rencanakan lagi, Park Jimin-ssi?" desisnya sinis, mengundang kekehan geli dari Jimin.

"mm.. berkencan?" sahutnya santai, membuat Jungkook menatapnya tajam.

"kau pikir aku mau?" sahut Jungkook dingin.

"kau harus mau, jika tidak, aku akan menculikmu ke Apartemen ku saat ini juga."

Jungkook mendengus kemudian mencibir. "dasar Aktor jelek yang mesum!"

"yes, I am." Sahut Jimin santai, membuat Jungkook yang kesal setengah mati melihatnya memutuskan untuk menghilang di balik pintu kamar mandi setelah sebelumnya membanting kasar pintu malang tersebut.

**

Jungkook mendengus gusar sementara tatapannya terpaku pada jendela di samping kursi nya.di sebelahnya terlihat ekspresi yang sangat kontras dengan wajah tertekuk miliknya.

Park Jimin, aktor tampan dengan senyum bak malaikatnya itu terus saja memamerkan eyesmile nya, sementara matanya sesekali menatap lekat Pria manis yang tengah duduk di kursi penumpang di sebelahnya.

"gigimu akan kering." Celetuk Jungkook ketus, membuat Jimin mendengus geli.

"terima kasih sudah memperhatikan dan mengkhawatirkan ku, Jungie." sahut Jimin riang, membuat Jungkook menoleh sinis padanya.

"mengkhawatirkan bokongku!" umpatnya kesal.

"eoh? Kau ingin aku mengkhawatirkan bokongmu?Aigoo, tenang saja.tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari bokong indahmu itu." sahut Jimin jahil, membuat wajah Jungkook memerah malu, sementara tatapannya kian tajam untuk Jimin.

"kau aktor termesum yang pernah kutahu!" cibir Jungkook, sementara Jimin hanya mengedik santai menanggapinya.

"kau suka Bingsoo, Jungie?" tanya Jimin, berusaha membawa topik yang lebih menarik dari pada bahasan mengenai kemesumannya.

"mengapa kau membawaku pergi?" Jungkook rupanya memiliki bahasan lain –yang lebih penting menurutnya dari pada bahasan Bingsoo.

Jimin tersenyum kecil, kemudian berkata. "ingin jalan-jalan saja, tapi aku tidak punya teman untuk menemaniku."

"Managermu? Memangnya kau sama sekali tidak memiliki orang lain yang bisa kau buat kesal selain aku, eoh?"

Jimin terkekeh kecil, kemudian berkata. "apa kau masih menganggapku menyebalkan?"

"selalu." Sahut Jungkook mantap, membuat Jimin mendengus geli.

"mengapa tidak pergi dengan Min Yoongi-ssi?" tanya Jungkook lagi, kali ini membuat Jimin terdiam sejenak.

"dia bukan Kekasihku, Jungie. aku sudah mengatakannya padamu, bukan?"

"lalu, memangnya aku Kekasihmu, eoh?" sahut Jungkook kesal.

Jimin menoleh sejenak, kemudian berkata. "aku ingin kau menjadi Kekasihku."

Jungkook berdecih geli, kemudian berkata sinis. "kau sedang memintaku menjadi Kekasihmu sekarang? Hell, apa aku terlihat ingin menjadi Kekasihmu, Park Jimin-ssi?"

Jimin terdiam, menghela nafas panjang.Setelahnya Jimin memilih untuk menepikan mobilnya ke sisi jalan, membuat Jungkook sedikit heran.

Kini ia sudah menatap Jungkook lekat, namun yang ditatap sama sekali tak gentar dan malah menatap sinis.

"perlukah aku mengatakannya berulang kali, Jeon Jungkook? Aku menyukaimu, aku tertarik padamu.Jika memang kau masih belum menerima kenyataan itu, izinkan aku untuk semakin meyakinkanmu.Izinkan aku untuk menghabiskan waktu lebih banyak lagi denganmu.Izinkan aku berusaha untuk mendapatkan akses masuk yang lebih baik ke dalam hatimu, setidaknya hidupmu."

"aku tertarik padamu, dalam segala hal yang mungkin menurutmu sama sekali tidak menarik. Aku menyukaimu, aku menyayangimu.Salahkah aku, jika aku ingin menghabiskan waktu ku, setidaknya hanya setiap akhir pekan bersama orang yang aku suka?Orang yang aku sayangi?"

"dengarkan aku, Park Jimin-ssi. Apakah aku terlihat begitu mudah di matamu? Aku tidak bodoh, aku bukan bocah berusia tiga tahun yang hanya tahu bahwa permen itu manis. Mataku tidak buta, aku bisa melihat sendiri bagaimana perlakuanmu pada Yoongi-ssi hari itu, hari dimana aku datang mewawancarainya. Demi Tuhan, Park Jimin. Min Yoongi mencintaimu! Dia bahkan datang sendiri menemuiku, mengancamku untuk tidak mendekati orang yang ia cintai, kau! Kau lah yang ada di hatinya.Lalu, apakah kau memang se-brengsek itu dengan mengatakan bahwa kau hanyalah temannya?Kau tidak mencintainya? Kau benar-benar bajingan, Park Jimin-ssi!" desis Jungkook tajam.

Jimin menghela nafas panjang, mengusap wajahnya kasar, kemudian kembali menatap Jungkook lekat.

"baik, aku mengaku. Aku pernah menjalin hubungan dengannya.Itu dulu, dulu sekali.Percayalah.Mungkin dia masih mencintaiku, tapi aku tidak.Aku tidak bisa mencegah hal itu, Jungie.aku tidak bisa melarang seseorang untuk mencintaiku. Namun sungguh, yang aku cintai hanya dirimu!"

"atas dasar apa sehingga kau begitu yakin bahwa kau mencintaiku? Park Jimin, cinta dan sebuah ketertarikan itu jelas hal yang berbeda. Baik, aku sendiri tidak mengerti betul apa definisi cinta, tapi aku yakin sekali jika kedua hal itu jauh berbeda. Kau mungkin hanya tertarik padaku sesaat, siapa yang tahu jika besok atau lusa ketertarikanmu padaku akan menghilang?" sahut Jungkook.

"dan lagi, jika kalian sudah berpisah, mengapa dia masih mengancamku untuk tidak mendekatimu? Bahkan dia tanpa ragu mengakuimu sebagai Kekasihnya di depan beberapa Karyawan yang saat itu sedang memperhatikan kami. Aku yakin dia tidak sebodoh dan seceroboh itu untuk membongkar sendiri rahasia yangia jaga rapat-rapat pada publik, Park Jimin. jika ia tidak mencintaimu, jika kalian memang tidak ada hubungan lagi, aku yakin ia takkan senekat itu untuk mengatakannya di depan orang banyak."

Jimin mengacak surai nya frustasi, kemudian menahan kedua bahu Jungkook, menatapnya lurus.

"bagaimana caranya agar kau percaya padaku, Jungkook-ah? Bagaimana caranya meyakinkanmu bahwa hubungan ku dan Yoongi sudah lama berakhir?Bagaimana caranya meyankinkanmu bahwa aku mencintaimu?Aku ingin selalu berada disimu, melindungimu dengan segenap jiwaku."

"tidakkah kau sadar bahwa awal mula dari cinta bisa berasal dari rasa ketertarikan? Mungkin memang seperti itu caraku mencintaimu.Aku tertarik padamu saat aku melihatmu di ruangan Yoongi, aku melihat ada yang special dari dirimu yang membuatku menggila.Bahkan aku sampai tidak bisa tidur hanya karena terlarut memikirkanmu."

"mungkin Yoongi masih mencintaiku, dan aku bukan tipikal orang yang mempermasalahkan sebuah panggilan, itu sebabnya aku masih memanggilnya 'Baby'. Bagiku dia seperti seorang anak kecil yang menggemaskan, hanya itu.dan aku bukan tipikal orang yang akan memutuskan komunikasi ketika hubunganku berakhir, itulah sebabnya aku masih santai datang ke ruangannya, dan itu juga dalam rangka mengurus album perdana ku yang akan digarap sepenuhnya oleh Yoongi."

"sungguh, Demi Tuhan beserta malaikatnya. Aku benar-benar mencintaimu, aku benar-benar menyayangimu, Jeon Jungkook.Melihat wajah pucatmu waktu itu membuatku hampir mati panik.Aku cemas setengah mati.Memikirkan bagaimana keadaanmu setelah kuantar pulang.Sungguh, hanya kau yang mampu membuatku menggila seperti itu.hanya kau. Aku berani bersumpah."

Jungkook terdiam, menatap lekat Jimin yang masih menatapnya lurus penuh keyakinan. Sementara di dalam sana, Jungkook merasakan sesuatu yang aneh. Sesuatu yang menggelitik perutnya, namun di saat yang bersamaan rasa mualnya mulai terasa.

Jungkook membuang pandangnya ke arah jalanan di hadapannya, sementara ia sudah memejamkan matanya kala rasa sakit di kepala nya mulai menusuk, entah datang dari mana rasa sakit itu.

Gulp.

Menelan saliva nya kala rasa mual itu semakin jelas terasa, hingga beberapa peluh mulai mengalir di pelipisnya sementara pendingin mobil Jimin masih bekerja dengan baik.

Jungkook tanpa sadar membawa kedua tangannya untuk memeluk dirinya sendiri kala merasakan kegelisahan tanpa alasan yang pasti. Sementara di kepala nya mulai terdengar beberapa suara yang entah berasal dari mana.

'Kookie-ah..'

'aigoo.. Putra Eomma manis sekali..'

'Kookie-ah! Andwae!'

"AH!" Jungkook sontak menutupi telinga nya, mulai takut akan suara-suara yang mulai memenuhi kepala nya. Suara seorang Wanita yang sepertinya tak asing di telinga nya.

Sementara itu Jimin mulai menatap cemas Pria manis di samping nya itu.

"J-Jungie-ah.."

"Jungie, kau kenapa?" panik Jimin seraya mengguncang pelan bahu Jungkook yang sudah bergetar hebat, sementara kedua tangan nya semakin erat menutupi kedua telinga nya dengan mata yang masih terpejam erat.

"JUNGIE!" panggil Jimin keras, membuat Jungkook membuka matanya dengan nafas terengah.

"pulang." Ucapnya lirih, Jimin sempat mengernyit sesaat mendengarnya.

"aku ingin pulang." Suara Jungkook kini bergetar, membuat Jimin mencelos.

"AKU INGIN PULANG! SEKARANG!"

Jungkook menatap sekeliling nya dengan pupil yang gelisah, hingga matanya menemukan tombol pada pintu di sampingnya. Dengan cepat ia melepas seat belt nya, kemudian menarik tombol itu dan membuka pintu mobil Jimin. Jimin yang masih belum dapat mencerna apa yang terjadi hanya mampu terpaku melihat Jungkook yang sudah membanting kasar pintu mobilnya.

"J-Jungie! Ya!" panggilnya.

Jimin mengacak rambutnya frustasi, ia tidak mungkin keluar untuk mengejar Jungkook lantaran saat ini di halte tempat ia menepikan mobilnya terdapat banyak orang. Terlalu banyak. Ia takut orang-orang itu akan menyadari dirinya, dan membuat kisah nya dan Jungkook terangkat ke permukaan. Ia tidak bisa melibatkan Jungkook terlalu dalam ke dalam skandal lika-liku dunia hiburan.

Tak lama setelahnya ponselnya berdering nyaring, membuatnya menghela nafas berat menatap nama yang tertampil di layar datar itu. Baby Yoongi.

"yoboseo, Baby." Jimin mengatur suara nya agar terdengar setenang mungkin setelah sebelumnya sempat berdeham kecil.

"ish! Kau dimana, sih? Aku merindukanmu. Kau sibuk sekali akhir-akhir ini." Suara Yoongi di seberang sana terdengar merajuk, membuat Jimin menyisir surai nya ke belakang.

"mianhae, Baby Yoongi. Kau tahu sendiri 'kan betapa padatnya jadwal syuting drama terbaruku, eum? Produser Goo benar-benar bersemangat membuat drama ini, dan lagi drama ini tayang 3 kali dalam seminggu. Kita selalu dikejar deadline." Karang Jimin.

"ah.. seperti itu. huh, mengapa kau tidak tinggalkan saja drama kacangan itu, sih? Lalu, percepat debut solo mu, aku bahkan sudah bertemu dengan seorang design grafis untuk membahas cover mini album mu. Kau tidak pernah datang menemuiku. Menyebalkan!"

Jimin tertawa kecil, kemudian berkata. "aigoo.. Kekasihku baik sekali, dan perhatian. Maafkan aku, ya. Aku tidak pernah bisa meluangkan waktu untukmu akhir-akhir ini. Ah, bagaimana kalau kita kencan saja lusa, jadwalku kosong. Bagaimana, eum?"

"kkul!" seru Yoongi di seberang sana, membuat Jimin kembali tertawa kecil, gemas mendengar suara bersemangat dari sang Kekasih.

"aigoo.. jika kau di depan ku, aku pasti sudah 'memakan' mu saat ini, Honey. Kau menggemaskan sekali." Rayu Jimin, membuat Yoongi terkekeh kecil.

"jika begitu.. 'makan' saja aku malam ini. Bagaimana, eum?"

Jimin menjilat bibir bawahnya yang terasa kering. Benar juga, semenjak mengenal Jungkook ia sudah sangat jarang menyentuh Kekasih nya secara intim. Shit, sepertinya seorang Jungkook sudah berhasil mengacaukan hidupnya.

"challenge accept. Tunggu aku di Apartemen ku, ya. Love you, Honey."

"love you more, Chim-ie."

Jimin menatap layar ponselnya setelah Yoongi mengakhiri panggilannya, kemudian berdecak kecil.

"cham, gara-gara Bocah miskin itu aku jadi jarang menyentuh lubang Yoongi." Sungut nya kesal, setelahnya ia lempar asal ponsel nya ke kursi penumpang di samping nya, hingga tatapannya terpaku pada sebuah sapu tangan yang tergolek di kursi itu.

Jimin mengambil sapu tangan itu, kemudian melihat sesuatu di salah satu sudut nya. JJK.

"Jeon Jungkook sialan, kapan aku bisa menyentuhmu! Shit, kau membuatku gila!" sungutnya lagi, kali ini ia mengacak surai nya lagi. Kesal.

Jimin tiba-tiba teringat akan perubahan sikap Jungkook tadi, membuatnya berpikir keras.

"mengapa dia selalu seperti itu? apa.. dia punya trauma? Kekasihnya sebelumnya bajingan? Ah, molla!"

"Jeon Jungkook, aku akan memilikimu seutuhnya. Lihat saja nanti." ujarnya mantap sebelum ia kembali menginjak pedal gas nya, melarikan mobilnya menuju Apartemen nya. Ia harus menyiapkan diri untuk mendapatkan kenikmatan dari Yoongi malam ini.

**

Klek.

"oh! Sudah pulang, Jungie? Bagaimana –"

Blam!

Taehyung sedikit tersentak kaget kala Jungkook baru saja membanting pintu kamarnya kasar. Pria manis itu kemudian memilih untuk meninggalkan drama favorit nya untuk mendapatkan penjelasan dari sikap sang Adik tadi.

Taehyung tercekat kala mendapati pintu dikunci dari dalam saat ia hendak memutar handle nya. tidak biasanya Jungkook mengunci pintu kamarnya.

Deg.

Jungkook pernah seperti ini, tiba-tiba menutup diri, mengunci rapat pintu dan jendela kamarnya, membuat Taehyung cemas setengah mati, dan itu saat.. Jungkook dan dirinya tak sengaja berpapasan dengan seseorang yang dipanggil 'Paman' oleh Jungkook dengan nada lirih.

Sepertinya rasa cemas kembali membawa Taehyung tersadar dari moment nostalgia nya sesaat, hingga ia memilih untuk mengetuk pintu kamar Jungkook.

Tok.. took..

"J-Jungie-ah, mengapa kau mengunci pintunya?"

"..."

"Jungie, buka pintunya. Ada apa, eum?"

"..."

"Jungie, kau membuatku khawatir. Ada apa? Apa kau sakit? Bukalah pintunya."

"hiks.."

Taehyung mencelat kala telinga nya baru saja menangkap suara isakan dari dalam kamar, membuatnya kini sudah mengetuk keras pintu kamar Jungkook dengan tidak sabar.

"Jungie-ah! Kau menangis? Buka pintunya. Kumohon.."

"hiks.. hiks.."

"Jeon Jungkook! Buka atau kudobrak!"

"hiks.. hiks.. hiks.. sshh.. Appo.. hiks.."

Taehyung yang sudah tidak bisa menahan kekhawatirannya akhirnya memilih memundur beberapa langkah, bersiap mendobrak pintu kamar sang Adik.

Bukk.

Sial, mengapa pintu itu menjadi sangat keras dan kokoh?

Taehyung harus mencelat mendapati lengan kirinya mememar akibat berusaha mendobrak pintu kamar Jungkook.

"hiks.. andwae.. hiks.."

Taehyung mengusap wajahnya kasar, kemudian berjalan bolak-balik dengan gelisah, hingga akhirnya ia memilih untuk menghubungi sang Kekasih. Ia butuh bantuan. Secepatnya.

Sementara itu di dalam sana, Jungkook tengah menjambak surainya kasar. Rasa sakit di kepalanya semakin mendera kepalanya, dan juga.. hatinya.

Ya, ada yang salah dengan dirinya. Jungkook sadar itu saat tanpa sebab air matanya mengalir sementara dadanya terasa sesak, sakit. Sementara di dalam kepalanya, beberapa potongan gambar ber-background vintage tengah berputar tanpa jeda, menampilkan beberapa memori yang Jungkook sendiri sangsi untuk menyebutkan kenangan-kenangan yang mungkin sudah terlupakan itu.

Menjambak semakin kasar saat kepalanya semakin berputar, sesekali mengerang untuk menyuarakan penderitaannya.

'Aku menyukaimu, aku menyayangimu'

DEG.

'Kami menyayangimu, Kookie sayang.'

DEG.

'huweee... Eommaaaa..'

DEG.

"ARRGGHHHHH!!" Jungkook mengerang semakin keras seraya menjambak surainya semakin kasar. Suara-suara itu terus berputar di kepalanya, seakan mengujinya dengan rasa sakit yang kian menyiksa itu.

Brak!

"JUNGIE! ASTAGA!" pekikan itu terdengar sesaat setelah pintu kamarnya dibuka kasar –didobrak dari luar.

Jungkook hampir kehilangan kesadarannya saat Taehyung membawa kepala nya bersandar di atas pahanya.

Mengerjapkan matanya dengan sangat pelan, sebelum bergumam lirih untuk menutup matanya lagi.

"Eomma.."

**

Pria tampan itu menampilkan seringai yang terkesan brengsek. Tangannya tanpa ragu menyambut sepasang lain yang melingkar apik di perutnya.

"kau sudah lama menungguku, eum?" tanya nya dengan suara yang direndahkan, membuat Pria mungil yang mendekapnya erat dari belakang sedikit mengerang kecil.

"eum, lumayan. Mengapa lama sekali, eum?" suara yang terdengar nakal, dan mampu membangunkan hasrat si Tampan yang masih senantiasa mengusap lembut namun sensual sepasang lengannya.

"kau sudah 'lapar', eum?"

Jemari lentik itu kini tak lagi saling berpaut di depan perut si Pria tampan, melainkan mulai bergerak lambat penuh sensualitas, menyusuri setiap lekuk otot yang tercetak jelas lantaran sang empu mengenakan kemeja yang cukup ketat dan mencetak dada dan otot-otot perutnya.

"menurutmu, eum?"

Pria tampan itu terpejam seraya menggigit bibir bawahnya saat Pria manis dibelakang nya secara sengaja meniup nakal tengkuknya, sebelum mengecupnya ringan namun penuh gairah.

"sepertinya aku yang 'sangat lapar', Cantik." Dendang si Tampan.

Grep.

Ia meraih tangan nakal itu kala mulai mengusap pelan dada kirinya, menggunakannya untuk memutar tubuh mereka hingga kini mereka sudah saling berhadapan dengan jarak yang sangat intim.

Seringai kini tercetak di wajah si Manis, hingga si Manis dengan kulit seputih susu itu menjatuhkan lengannya untuk mengalung di leher sang Kekasih.

"jika kau 'sangat lapar', mengapa kau tidak segera 'makan', eum?" goda nya dengan suara serak –seksi nya.

Park Jimin –Pria tampan itu- kini sudah menjilat bibir bawahnya saat Min Yoongi –sang Kekasih- sudah mengerling nakal padanya.

"kalau begitu, maukah kau menjadi 'santapan spesial' ku, eum?" tangannya mulai menyusup masuk ke dalam kemeja putih yang dikenakan Yoongi, meraba perut datar-halus milik sang Kekasih.

"ngghh.." Yoongi mengerang kecil kala Jimin sudah mengusap sensual dada nya di dalam sana.

"with my pleasure, My Lord." Dendang Yoongi seraya memiringkan kepalanya kala bibir Jimin hampir sampai di bibirnya.

Dengan kalimat itu, Jimin mempertemukan bibir mereka dalam sebuah pagutan panas yang terkesan kacau, sama sekali tak ada kelembutan disana. Keduanya sibuk meraih kenikmatan dari bibir kenyal pasangan masing-masing.

"euungghhh.. Chiimmhh.." erang Yoongi tertahan kala Jimin sudah menyusupkan lidahnya ke dalam rongga mulutnya, mengeksplorasi seluruh isi mulutnya, dan tak akan melewatkan kesempatan untuk menggoda lidah Yoongi yang begitu lihai menggoda langit-langit mulutnya.

"sshhh... nggghhh.."

"ngghhh..."

Erangan demi erangan semakin keras terdengar memenuhi setiap sudut apartemen mewah itu, sementara kedua insan itu semakin hanyut dalam nuansa eksotis berselimutkan kabut nafsu yang tebal.

**

Sementara itu di saat yang bersamaan, sesosok Pria manis lainnya nampak tengah terisak, sementara Pria tampan dengan bahu lebar nampak masih setia mengusap sayang bahu mungil di sampingnya.

"sstt.. tenanglah, Baby." Bujuk si Tampan, namun malah membuat isakan itu semakin menjadi.

"hiks.. kenapa? Kenapa Jungie seperti ini lagi, Hyung? Hiks.. aku kasihan padanya.."

Kim Seok Jin –Pria tampan berusia tiga puluh satu tahun itu nampak menghela nafas berat, kemudian ia mengusap sayang puncak kepala sang Kekasih.

"sepertinya Jungkook baru saja berhadapan langsung dengan trauma nya, Tae. Dia.. mulai memasuki dunia bernama cinta, dan sepertinya ia belum bisa beradaptasi dengan baik, dan mengalami.. yah, semacam kontraksi dengan trauma nya, Philophobia.

Kim Taehyung –Pria manis berusia dua puluh tujuh tahun itu nampak mengusap air matanya kala menatap lurus sang Kekasih.

"be-berarti Jimin.."

"sepertinya Jimin mulai berhasil membuat Jungkook merasakan hal itu, cinta maksudku. Namun, sepertinya Jungkook belum mau membuka dirinya dan.. yah, hasilnya seperti sekarang. Bahkan, sepertinya kontraksi nya lebih kompleks dari pada beberapa kasus yang sama yang pernah kuamati saat masih menjadi Asisten Psikolog dulu."

"lebih kompleks?" cicit Taehyung, dan Jin pun tak segan untuk mengangguk kecil.

"eum. Sepertinya Jungkook memiliki semacam masa lalu yang jauh lebih buruk dari pada penderita lainnya yang hanya mengalami semacam trauma lantaran kisah cinta mereka di masa lalu. apakah.. sebelumnya Jungkook pernah seperti ini, Tae?"

Taehyung terdiam sejenak, menatap nanar sang Kekasih sebelum menjawab.

"eum, pernah, Hyung."

"benarkah? Kapan? Apa pemicu nya?" tanya Jin penasaran.

Taehyung menghela nafas berat, kemudian berkata. "saat.. aku dan Jungie tak sengaja bertemu dengan Paman nya saat kami berlibur ke Daegu dulu."

"saat itu Jungkook hanya diam, sementara tatapannya menjadi sangat dingin, namun terkesan hampa. Aku.. sungguh, kupikir itu karena Jungie hanya merasa canggung setelah bertemu dengan Paman nya. namun.. huft, aku tidak pernah tahu bahwa Adikku sangat menderita."

"setelahnya Jungkook mengurung diri di kamarnya di Panti asuhan, saat itu kami memang memutuskan untuk menginap disana selama masa berlibur kami. Dia tidak membuka pintunya, kecuali jika ia ingin ke kamar mandi, namun sama sekali tak mengeluarkan sepatah kata pun, dan tidak mau memakan atau meminum apapun, hingga.. kami berhasil mendobrak pintunya dan mendapati Jungkook sudah terkapar.. err.. pemandangan yang sama dengan apa yang kita lihat tadi. Wajahnya sangat pucat.. hiks.."

"melihatnya sehancur itu, aku memutuskan untuk tidak pernah menanyakan apa yang terjadi padanya. aku tidak ingin melihatnya sehancur itu lagi. Sejak saat itu, aku juga berjanji dalam hati untuk tidak pernah mengungkit masa lalu yang sepertinya begitu kelam dan menyedihkan baginya. Namun, sepertinya Tuhan kembali membuatku mengingat kejadian itu lagi hari ini." Taehyung menatap sendu sosok manis yang masih tergolek lemah di atas ranjang nya dengan wajah pucat dan bermandikan peluh.

Jin pun tanpa sadar ikut memperhatikan Jungkook saat sang Kekasih kembali mengusap pelipis Jungkook yang bermandikan peluh dengan kain basah.

"lalu.. apa yang Park Jimin lakukan hingga membuat Jungkook menjadi seperti ini lagi, Baby?" tanya Jin seraya menatap iba Jungkook.

Taehyung menghela nafas berat sebelum menggeleng, "entahlah, Hyung. Aku.. jadi ragu untuk menyerahkan Jungkook padanya. sepertinya Park Jimin dan dunia nya terlalu berbahaya untuk Adikku yang rapuh."

Jin kini sudah menatap sang Kekasih, kemudian menghela nafas panjang.

"Taetae-ah, aku tidak tahu harus mengatakan ini atau tidak. Tapi.. Park Jimin sudah berhasil membuat Jungkook berhadapan dengan cinta. Dia berhadapan langsung dengan pemicu kelainan psikis nya. itu.. menurutku hal itu cukup bagus. Memang, memang sedikit –ah, maksudku sangat extreme dampak yang ditimbulkan. Tapi, memang seperti itulah metode extreme treatment. Memang harus membuat sang pengidap berhadapan langsung, meski harus mengalami traumatic effect yang sangat mengerikan, seperti berteriak-teriak, bahkan menangis keras. Namun, metode ini lah satu-satunya cara yang paling ampuh saat sang pengidap sama sekali tidak mengetahui penyakitnya, dan inilah cara yang –err.. bisa dikatakan paling cepat untuk membuat sang pengidap sembuh dari trauma yang menyiksa nya." ujar Jin, membuat Taehyung menatapnya gelisah.

"entahlah, Hyung. Aku hanya –"

"begini, Sayang. Bagaimana kalau kita coba sekali lagi? Kulihat Park Jimin sudah melakukan yang terbaik, meski terkesan extreme. Jadi, biarkan dia mencoba sekali lagi, meski itu artinya kita harus melihat Jungkook seperti ini lagi. Setidaknya kita sudah mencoba. Tidak jarang suatu keajaiban datang saat kesempatan kedua, bukan? Jika memang tidak berhasil juga.. kita akan hentikan treatment nya. dan itu berarti.. selamanya Jungkook akan mengidap kelainan psikis ini, dan.. mengucilkan dirinya sendiri sampai ia.." Jin tak tega melanjutkan kalimatnya, sementara Taehyung juga sudah mengerti apa yang dimaksud sang Kekasih.

Taehyung kembali menghela nafas berat sebelum memijat kepala nya yang terasa pusing, kemudian ia kembali menatap iba Jungkook yang sesekali hanya bergumam lirih dalam tidurnya. Hingga, ia kembali menatap lurus sang Kekasih.

Taehyung menatap lekat Jin yang juga menatapnya dengan lembut, hingga apa yang diucapkannya membuat kedua bias kelembutan itu berganti dengan pancaran kaget yang luar biasa.

"Hyung, aku ingin membatalkan pernikahan kita."

DEG.

"A-Apa?!"


**TBC**


Mind to vote and comment below? *deep bow* ^^


VJin


Continue Reading

You'll Also Like

53.9K 6.6K 30
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...
106K 8.8K 84
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
82K 10.7K 116
This is just fanfiction, don't hate me! This is short story! Happy reading💜
591K 59.3K 46
Bekerja di tempat yang sama dengan keluarga biasanya sangat tidak nayaman Itulah yang terjadi pada haechan, dia menjadi idol bersama ayahnya Idol lif...