Unobtainable

Od deanadr

65.1K 4K 354

Aldi. Alvaro Maldini. Kasanova terpopuler di SMA Bintang Pelita. Juga kapten tim basket yang di kagumi semua... Více

Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Duabelas
Tigabelas
Limabelas
Enambelas
Tujuhbelas
Delapanbelas
Sembilanbelas
Duapuluh
Duapuluh Satu
Duapuluh Dua

Empatbelas

2.9K 189 11
Od deanadr

Setelah mengintip keluar, Aldi melirik jam tangannya.

"Udah mau maghrib, Ca," Aldi melirik pada Salsha, cewek itu kini sibuk dengan ponselnya.

"Hm," gumam Salsha, tanpa menoleh pada Aldi sedikitpun.

Aldi melangkah meninggalkan jendela, mendekati Salsha yang tidak menoleh padanya sama sekali. "Ujannya awet, nih."

"Hm ...,"

"Gak mau pulang?" tiba-tiba suara Aldi terdengar begitu dekat di telinga Salsha. Terkejut setengah mati, cewek itu menurunkan ponselnya dengan gerakan cepat dan tepat di hadapannya kini Aldi tengah membungkuk, membuat kepalanya condong ke depan.

Disaat Salsha nyaris menjerit, Aldi langsung menjauhkan diri dan tertawa terbahak-bahak.

Salsha mendengus kesal. Entah sudah berapa kali jantungnya nyaris copot karena cowok ini.

"Ayo pulang," ucap Salsha ketus.

"Uuu, galak amat."

"Berisik. Ayo pulang,"

"Masih ujan, Ca."

"Bodo. Ayo pulang!"

Aldi mendesah pasrah, dirinya selalu saja kalah dalam perdebatannya dengan Salsha. Ia lalu meraih tas nya, dan membuka pintu ruangan. Udara dingin dari luar langsung menyeruak dengan cepat, membuat Salsha menggosok lengannya perlahan.

Aldi menoleh, menunggu Salsha keluar dari ruangan kemudian menutup pintu.

"Serius mau pulang?" tanya Aldi pelan, tetapi terdengar tegas di telinga Salsha hingga membuatnya agak ragu. Memang benar apa kata Aldi tadi, langit kini sudah mulai menggelap seperti malam padahal waktu masih menunjukan pukul enam sore.

Tidak lucu juga 'kan jika mereka sampai bermalam di sekolah?

"Iya, pulang sekarang."

Dengan itu, Aldi melepas tasnya dan mengangkatnya tinggi tepat di atas kepala Salsha. "Ayo."

Oh, tunggu. Kenapa cowok ini tiba-tiba bersikap manis terhadapnya?

Awkward, Salsha melangkah menginjakkan kakinya pada aspal yang basah. Airnya bercipratan menembus kain sepatu.

Entah hanya perasaannya saja, tapi jalan menuju tempat parkir terasa sangat jauh jika berjalan seperti ini. Aldi sudah basah kuyup, usahanya untuk menutupi Salsha dengan tasnya juga lama kelamaan percuma. Tidak ada yang berlari di antara mereka. Tidak ada yang meminta dan memulainya.

Semakin lama, langkah mereka semakin berjauhan. Salsha tidak dapat mengimbangi langkah Aldi yang lurus kedepan. Tubuhnya semakin menjauh, posisi seperti ini sungguh menyulitkannya. Kemudian refleks, tangan kiri Salsha melingkar pada pinggang Aldi untuk menyamai langkah mereka.

Seketika tempat yang disentuh cewek itu bergetar samar yang menjalar dengan cepat ke seluruh tubuh Aldi, membuat jantung Salsha menghentak resah. Tubuh Aldi menegang, dan Salsha bisa merasakannya dengan jelas.

Salsha langsung melepas pegangannya dan berhenti berjalan, membuat Aldi empat langkah berada di depan.

"Kenapa berenti?"

Yang ditanya diam saja, tidak menjawab. Jantungnya sudah tidak bisa lagi bertindak normal. Perubahan Aldi yang terasa jelas olehnya membuat ia tidak bisa mengatur emosinya saat ini. Salsha tidak tau perasaan apa ini, karena ia tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya.

Keduanya diam dalam jarak yang tidak terlalu jauh untuk saling bersitatap. Dengan air hujan yang mengguyur diri, mereka tidak bisa memilih antara otak dan hati.

Dalam hembusan yang sama, mereka mencari oksigen di celah rintikan hujan.

Tidak tahan dengan keadaan seperti ini, Aldi memutuskan untuk melangkah mendekati Salsha yang tetap diam. Sampai cowok itu mencondongkan wajahnya, hingga hanya tersisa beberapa senti jarak di antara mereka.

Aldi menyentuh lengan Salsha dan menatapnya dalam. "Ini kayak ftv, tau?"

Salsha mengangguk. "Tapi tadi gue mimpi dan lo bilang, gue akan tetep ada walaupun insiden ulangan dan sistem tutor ini gak ada."

Jantung Aldi seperti disentuh kulit jemari, hingga meninggalkan rasa ngilu. Ia menelan ludah dengan susah payah karena tenggorokannya kering dalam waktu singkat.

Samar-samar rintik hujan berhenti. Tinggalah mereka berdua yang tengah berdiri di pinggir lapangan.

Aldi menelan ludah lagi, merasa situasi seperti ini akan membunuhnya perlahan jika ia terus diam seperti ini.

"Mimpi lo aneh-aneh aja," ujar cowok itu pada akhirnya seraya tertawa garing, mencoba dengan nada yang senormal mungkin.

Salsha menyengir sambil menggaruk tengkuknya, kikuk. Kenapa juga ia tadi sampai mengatakan itu pada Aldi.

"Ayo pulang. Ujannya udah berhenti," ucap Aldi sambil menarik tangan Salsha. Yang disentuh menegang seketika, membuat Aldi melepaskan pegangannya dan meminta maaf.

Kemudian mereka berdua pulang ke rumah dengan penuh kebisuan, selain ucapan terimakasih Salsha setelah motor Aldi berhenti tepat di depan rumahnya.

★★★

Di kamar, tepat setelah mandi dan minum teh hangat yang dibuatkan Bi Sarti, Aldi menatap lurus layar televisi di hadapannya yang terus mengoceh, sementara pikirannya menjalar kemana-mana.

Bagaimana bisa ia tadi berkata selenjeh itu saat di ruang ganti tadi sore? Saat Salsha tertidur, tapi nyatanya, cewek itu mendengar apa yang Aldi ucapkan. Mendengar kata-kata yang seharusnya tidak meluncur begitu saja dari mulutnya.

Sekali lagi, Aldi tidak pernah seperti itu sebelumnya. Tidak pernah pada Katya sekalipun.

Cowok itu menggeleng kuat, kedua tangannya mengusap wajah kusutnya saat percakapannya dengan Kiki di lapangan indoor terngiang di otaknya.

-

"Lo nggak mungkin suka Salsha 'kan?"

"Nggak. Gue nggak mungkin suka dia,"

"Jangan pernah bohongin perasaan lo sendiri, Di."

"Tapi, Bang. Gue bener-bener gak suka Salsha."

"Terus, kenapa lo cium dia?"

-

Aldi mengusap wajah kusutnya lagi.

Baru saja ia mendapati Katya yang merasa disakiti oleh kekasihnya. Malam itu. Ketika ia mencoba menenangkan Katya dari rasa sakit hatinya karena Devan, kekasihnya, di taman itu. Memeluk Katya, berharap cewek itu bisa segera melupakan Devan dan memutuskan hubungannya dengan cowok itu, agar secepat mungkin Katya bisa menjadi miliknya. Harapan itu masih terbuka begitu lebar.

Ya, benar. Dirinya masih menunggu Katya. Segenap hatinya masih untuk Katya. Hanya untuk Katya.

Bukan Salsha.

Dan pada kenyataannya, ia tidak mungkin menyukai Salsha, karena mereka berdua hanya sebatas guru dan murid. Tidak mungkin ia menyukai Salsha, gadis yang digilai Bastian, sahabatnya sendiri.


-

"Santai kali, Bas. Gue gak suka sama Salsha. Dia cewek pinter, dan lo tau, gue gak suka cewek pinter. Cenderung ngebosenin,"

"Gue tau lo suka sama Salsha, Bas. Terus, gue bakalan rebut Salsha dari kejaran lo, gitu? Ya nggak lah!"

"Gue masih nunggu Katya. Lo tau itu 'kan? Lagian Salsha bukan tipe gue. Lo tau itu juga 'kan?"

-

Aldi mendesah lelah.

Katya, Salsha, Bastian. Kini ketiga makhluk itu berkeliling-keliling di otaknya.

Dentingan singkat pada ponselnya membuat cowok itu menghentikan aktivitas bodohnya.

Aldi mengerutkan dahinya ketika mendapati layar ponselnya kini dipenuhi beberapa karakter pesan singkat.

Menghela napas, kini Aldi meraih jaket yang tersampir pada kursi belajar, lalu beranjak dari rumah dengan motor besarnya menuju sebuah taman. Karena kini seorang gadis tengah menunggunya di sana.

Tak perlu menunggu lama, Aldi kini sudah berada di taman tersebut. Ia melepas helm nya dan turun dari motor sambil mengedarkan pandangannya, lehernya berputar beberapa derajat.

"Mana?" desisnya, kembali merogoh ponsel yang berada di dalam saku celananya.

"ALDI!!!"

Teriakan itu terdengar sumringah, langkahnya bertepuk cepat menghampiri posisi di mana Aldi berdiri saat ini.

Tiba-tiba kedua lengan melingkar pada tengkuk Aldi dan tubuhnya menabrak tubuh cowok itu kencang.

"Kangen," ucapnya manja.

"Sama," hanya mulut Aldi yang merespon pernyataan cewek itu. Tanpa merespon pelukan Katya yang menggelendot manja di tengkuknya.

"I have a good news!" ujarnya, tersenyum antusias. Menarik lengan Aldi untuk segera duduk di bangku taman.

Sementara Aldi belum berkomentar apapun. Tidak cerewet seperti biasanya, tidak se-kepo biasanya. Entahlah, sejak kejadian tadi sore, mungkin saraf-saraf motoriknya hampir terlumpuhkan sehingga membuat responnya selalu lamban.

Kini keduanya sudah duduk di bangku taman. Wajah cewek itu masih berseri-seri menatap Aldi.

"Aku ... udah putus sama Devan."

Deg.

Ucapan itu menghantam dada Aldi yang kini merasakan sedikit kebahagiaan.

"Aku nggak sedih. Aku nggak akan nangisin dia lagi. Karena ... ada kamu, yang selalu sayang sama aku," ujar Katya lagi, mengacak-acak rambut Aldi.

Katya ... Gadis impian Aldi dari dulu hingga saat ini. Hingga saat ini? Benarkah? Walapun pikirannya kini malah tertuju pada cewek lain?

"Makasih, ya, selama ini kamu udah selalu ada buat aku. Sayang sama aku. Dan ... i love you. Aku mau jadi pacar kamu, Di," ujar Katya antusias. Kata-katanya terdengar riang. Namun Aldi masih bertahan dengan senyum hambarnya.

Katya mengernyit, mulai menyadari tingkah aneh cowok di hadapannya. "Di? Kenapa?"

Aldi menoleh, lalu menggelengkan kepalanya. Berusaha tersenyum seriang mungkin.

"Kamu sayang sama aku 'kan?"

Aldi mengangguk. Sudah jelas ia menyanyangi Katya.

"Jadi, sekarang kita ... pacaran?" Katya mencubit pipi kiri Aldi sambil terkekeh.

Aldi mengangguk pelan yang langsung di sambut pelukan cewek itu.

★★★

Sedari tadi Salsha duduk diam memandangi ponselnya yang tergeletak di atas bantal tidur. Tidak bergetar, tidak berkedap-kedip pula layarnya.

Salsha tidak mau memulainya duluan, karena ia perempuan. Lagipula, jika ia memulainya, apa yang harus ia katakan?

Hai?

Aldi?

Lalu kalau dia membalas, 'apa?'

Salsha harus menjawab apa?

'Gapapa,'

Kemudian selesai. Percakapan mereka akan berakhir menyedihkan hanya sampai di situ saja.

Salsha menghela napas. Hitungan ketiga ia benar-benar akan mematikan ponselnya. Ini sudah hampir satu jam ia duduk diam saja menunggui telepon genggam, dan hingga detik ini ia tidak mendapatkan hasil apa-apa.

Entahlah, mungkin Salsha sudah gila hanya memandangi ponselnya, menunggu cowok itu menghubungi dirinya, hingga mereka hanyut dalam percakapan menenangkan itu.

Padahal, dalam satu jam itu ia bisa saja menghabiskan waktunya dengan membaca novel, menyelesaikan tugas, atau mencetak hasil jepretan di kameranya.

Tapi, sungguh, bahkan Salsha tidak tahu apa yang membuatnya seperti ini. Salsha tidak tahu perasaan apa yang mendorongnya hingga melakukan hal bodoh seperti ini.

"Sayang, kamu lagi ngapain sih?" suara lembut itu sedikit mengagetkan Salsha hingga membuat ia menoleh pada asal suara.

Didapatinya Bunda yang membuka pintu kamar lebih lebar dan masuk ke dalam.

"Daritadi Bunda panggilin buat makan malam. Bunda kira kamu tidur. Eh, malah lagi ngelamun kayak gini," ujar Bunda seraya duduk di samping Salsha, menatap putrinya yang tidak berhenti menatap benda kotak di hadapannya, lalu tersenyum jahil. "Ada apa, sih? Lagi mikirin apa? Pasti lagi mikirin cowok yang tadi nganterin kamu pulang, ya? Aldi, hm?"

Salsha terkesiap, lalu menatap Bunda dengan tatapan terkejut, pipinya bersemu merah tanpa ia sadari. "Nggak ih, Bunda. Lagian, nggak penting juga Salsha mikirin Aldi."

"Masa, sih?" Bunda semakin tersenyum jahil seraya mencubit hidung putrinya. "Nggak penting sih nggak penting, tapi pipinya kok merah gitu, ya?"

"IH, BUNDA," dengus Salsha geram. Ia lalu menutup wajahnya dengan selimut.

"Ya udah, ya udah. Turun sekarang, ya. Ayah udah nunggu di ruang makan tuh," Bunda berdiri, lalu beranjak menuju pintu. Tepat saat Bunda sampai di ambang pintu kamar Salsha, ia tersenyum kemudian berkata, "Tapi ngomong ngomong, keliatannya Aldi baik. Bunda suka liat kamu sama dia."

Salsha kembali melebarkan matanya, tangannya mengusap wajahnya, lalu helaan napas lelah terdengar di seantero kamar.

★★★★★★★

Whops ... btw, [ini a/n nya cukup penting. baca dulu, ya]
Sebelumnya, sori kalo lama update, HEHEHE.
I hope u guys like this!

And, fyi, gue baru publish cerita baru. Coba di search&read, ya; Seven Request. Baru prolog, sih. Soalnya gue mau liat respon kalian dulu. Kalo suka, boleh di vote&komen. Dan kalo responnya bagus (re: banyak vote&komen), bakalan gue lanjut, secepatnya HEHE, insyaAllah.

Tadinya Seven Request mau gue publish kalo cerita ini udah selesai, tapi kelamaan hhhft. Tapi, tenang, gue janji, Unobtainable gaakan terbengkalai, kok:3

Dan, gue juga mau ngucapin makasih, makasih&makasih buat yang udah ngeluangin waktunya buat baca cerita gue. Bahkan, yang rajin vote dan komen hihihi.
Respon dari kalian akan sangat sangat sangat membantu dan bikin gue semangat for the next chapter.
So, vote dan komennya ditunggu!


Love ya guys x.

Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

1.7M 68.2K 31
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
2.7M 133K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
271K 25.4K 31
[JANGAN LUPA FOLLOW] Bulan seorang gadis yang harus menerima kenyataan pedih tentang nasib hidupnya, namun semuanya berubah ketika sebuah musibah me...
3.3M 169K 25
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...