Blood and A Heart

By Amatsukichan

466 22 10

when your time comes to live out you destiny, you need to delete a heart full of feelings... Cause you are p... More

Iron Heart
White Haired Woman
Follower
Cold Bloody Night
Two Monsters
Secret Girl
Rent House
Old Memories
Double Dates
Woman in The Hood
True Colors
Song and Disaster
Two Rangdas
Heart Story
Last Visit
Words before Truth

Trade of Secret

11 0 0
By Amatsukichan

I don't want any of it...

I just... don't want you die...

By my own hands...

Mata yang terpejam terbuka untuk melihat sekitarnya. Plafon dari gipsum berwarna abu-abu. Dinding soft peach bercampur tone abu-abu yang menandakan bahwa ruangan itu remang-remang. Tirai merah bercampur tone warna terang yang menandakan bahwa ada sinar di balik tirai. Lalu TV di depan mata, di belakang selimut abu-abu berlapis yang lembut dan hangat. Ada jam tangan yang diletakan di atas selimut. Jarum-jarumnya menunjukkan pukul setengah sembilan pagi.

Tangan yang tidak terkurung selimut menyentuh sesuatu yang lembab dan berserat. Mata itu kemudian melihat apa yang disentuhnya: kepala yang terkulai lemah, tertidur lelap dan lelah. Itu adalah Jose, meringkuk memeluk lutut dan menggenggam sejumput rambut putih yang pastinya milik Kinara. 

"Ng? Kinara..." Jose terbangun ketika tangan itu mulai membelai kepala Jose.

Mereka berdua berbaring di atas kasur yang cukup luas di sebuah kamar suite. Kinara berbaring lurus, dibungkus--hanya--dibungkus selimut dan dikompres handuk basah di dahi. Jose berbaring tegak lurus, menaruh kepalanya di dekat tangan Kinara yang dihiasi bekas gigitan yang cukup besar. Di sekitar Jose tergeletak benang operasi dan ramuan-ramuan. Bahkan ada juga mangkuk keramik yang berisi melati yang dibakar. Asapnya sudah hilang tapi harumnya sudah menyebar.

Kinara merasakan badannya kehabisan tenaga. Bahkan untuk angkat badan saja nggak bisa. Dia cuma bisa menggerakan tangan dan menggelengkan kepala. Dia cuma bisa melihat Jose kembali ke posisi semula, berlutut di atas kasur. Mungkin dia tertidur saat sedang bersemedi. Kinara menajamkan inderanya untuk menangkap apa yang terjadi. Yang terjadi adalah Jose menjahit luka melingkar di bawah lehernya dan luka memanjang dari tengah dada sampai ke pusar. 

"I did it again, am I?" lirih Kinara dengan suara yang habis. Tangannya meraba jahitan di tengah dadanya. "Did you see me flying around with only my head and organs?"

Jose menggenggam tangan Kinara dan mengecup punggung tangannya. Dia menghangatkan tangan Kinara dan menatapnya dengan tenang. "Gua nggak akan ngebiarin lu berubah. Lu ya lu. Dan... aku ya aku. Selamanya..." 

What's this? Mata Kinara berkaca-kaca. Air mata mengalir tanpa rasa sedih yang disadarinya. This sadness... This is not mine... Why? Air mata terus mengalir sampai ke kupingnya. Kinara membalik kepalanya sebelum air mata memasuki kupingnya. Dia menatap sebuah menu makanan di atas meja telepon dengan tulisan Sri Pratiwi Hotel di atas menu tersebut. Senyumnya keluar, membelah wajahnya yang kering karena AC hotel.

"Kamu bilang apa ke lobi hotel?"

"Kamu sepupuku dan aku menemukanmu pingsan di bar. Jadi aku bawa kamu ke sini supaya kamu istirahat. Aku sembari telpon orang tuamu sambil nunggu kamu siuman."

"Hmm... Kamu selalu jago kalau ngebohong."

Jose nggak merasa bangga dipuji begitu. Dia justru sedih. "Kali ini aku nggak bisa bohong. Yadi... meninggal dan Gintar masih ditahan di polisi."

Bola mata merah tua Kinara melebar. Bibirnya kering dan sulit membentuk untaian kata. Dia menggenggam erat tangan Jose yang menggenggam tangannya. 

"Apa Yadi temen Gintar juga?" kali ini suara Kinara serak basah.

"Ya."

Air mata Kinara mengalir deras tanpa isak tangis. Matanya cuma ingin menangis, bukan wajahnya. Kinara tetap tanpa ekspresi, menatap menu hotel dan telpon dan juga smartphone ber-jellycase hitam milik Jose. Sejumlah line dari Lidia memberondong layar sentuhnya. Line terakhir yang masuk berbunyi: kalau lu emang sahabat Gintar dateng jenguk dia di penjara!!! Kata-kata itu cukup menghantam ketenangannya, menghancurkannya menjadi keping-keping keputusan bulat.

"Kita beresin tugas kita di Bogor. Kita udah terlanjur di Bogor," tegas Jose.

"Apa kita punya alesan buat masuk ke rumah kakaknya Gintar?"

Jose diam. "Hmmm... Aku masih mikirin alesannya."

"Kalau gitu kita tunggu Gintar balik."

"Nunggu Gintar balik? Ya... Kalau Gintar nggak balik? Kalau ternyata dia balik hari Senin, buat apa kita ke Bogor? Buat apa kita..."

"Dia pasti balik. Aku yang tancepin keris itu ke jantungnya." Kinara menyentuh tengah dadanya. "Dia yang bantu aku balik lagi... Aku tau..."

I know that we are always connected... always...

*****

Kantor polisi melepaskan Gintar dari tuduhan pembunuhan. Hasil autopsi menunjukkan bahwa luka-luka di tubuh korban bukan perbuatan Gintar. Pukul dua belas siang, Gintar duduk di luar kantor polisi. Dia duduk diam dengan muka miserable dan kantung mata hitam yang bengkak. Matanya merah dan bibirnya masih dihiasi bekas darah yang mengering. Dia yang pingsan dengan mulut berdarah-darah di TKP memang tampak seperti habis menggigit korban dengan sadis. Tapi beberapa saksi yang bicara sangat memperkuat bukti bahwa Gintar nggak bersalah. 

Duka masih sangat pekat menyelubungi dirinya. Gintar masih syok dan masih lemas. Sekujur tubuhnya habis menderita nyeri yang sangat menyakitkan. Makanya dia lelah. Ditambah lagi interogasi yang nggak ada habisnya. Tenaga Gintar terkuras sehingga dia nggak bisa berpikir jernih.

Drrt...

Smartphone yang disita polisi sudah dikembalikan. Gintar bangun dari lamunan berkat line dari Ricky Angelo. Katanya dia nggak usah ke Bogor lagi karena Ricky nggak ada urusan di luar kota lagi. Mendadak hatinya nggak terima. Dia habis menonton rentetan mimpi buruk dan kejadian nyata yang buruk mengenai palasik. Bahkan mengingat julukan itu di kepalanya membuat Gintar kumat. Dia trauma. Tapi dia nggak mau ada kejadian semacam itu lagi di Bogor. At least just make sure she's okay...

Keputusannya bulat. Gintar memesan gojek dan duduk di situ sampai gojek menjemputnya dan mengantarnya ke Rentaus. Sesampainya di Rentaus, Gintar langsung mengemas dua setel baju yang bisa digulung cepat ke dalam tas ranselnya. Jangan lupa laptop dan map plastik tebal berisi makalah. Oh, ya! Makalah. Gintar menggerutu sendiri mencari-cari makalah yang harus dipelajari sebelum presentasi. Mendadak dia nggak enak hati melanjutkan presentasi itu tanpa Yadi. Bahkan dia nggak ke rumah sakit buat sekedar... mengucapkan turut berduka cita. 

Nggak sengaja Gintar menyenggol sebuah bingkai foto sampai jatuh dan pecah di lantai. Gintar kaget campur kesal. Dia memungut pecahannya lalu membuangnya ke tong sampah. Tinggal foto kedua orang tuanya, bersembunyi di antara frame alumunium yang tercongkel lepas. Perhatiannya jatuh kepada wajah ibunya yang lebih gelap dari sekitarnya. Seolah-olah foto itu difilter oleh layer hitam yang dibubuhkan di wajah almarhum ibunya saja. Gintar mengabaikan kejahatan editing itu, memasukan bingkai foto ke dalam tas dan juga mengambil sebuah amplop cokelat yang kejatuhan bingkai foto.

Gojek menunggu dengan setia di luar. Dia bahkan nggak protes melihat Gintar yang keluar Rentaus dengan baju yang sama dan tampang yang kuyu. Gojek mengantar Gintar sampai stasiun kereta dan mendapat bayaran yang sesuai. 

Gintar langsung dapat kereta. How lucky is he! Dalam satu setengah jam, Gintar langsung sampai di Bogor. Kejutan menanti di luar stasiun kereta di Bogor. Di halaman parkir dia melihat sosok Jose, berkaos putih dan celana hitam, menyandar di mobil sedan biru. Jose menurunkan kacamata bulat berlensa abu-abu dan menyelipkannya di leher kaos. Rokok di bibir diambil dan dibuang ke sembarang tempat karena sudah sangat pendek. Jose menatap Gintar dengan wajah cool yang nggak pernah ada di kamus ketololan Jose. 

"Lu fix... kayak master kung fu yang bisa berubah jadi... campuran colie-singa...," tutur Gintar, kaku, kehilangan sense of humor-nya.

"Barong," tegas Jose. "Yang lu liat semalem itu barong."

"Oke... Gua masih bingung lu ini semacam Jacob atau semacam Edward Cullen. Tapi yang bikin gua bingung adalah kenapa lu bisa sampe ke Bogor." Nada Gintar sudah seperti kereta yang ditungganginya.

"Long story... But I need your help. Ah! We need your help."

Otak Gintar berputar mengolah kata. "Lu dan... Kinara... butuh bantuan apa? Eh! Tunggu! Lu minta bantuan apa dan buat apa? Ada apa sih sebenernya? Kalian sepasang kekasih monster gitu? Trus kalian minta bantuan cariin pengacara buat minta hak kalian? Atau barang kali kalian pengen dianggap 'sebentuk' makhluk yang ada dan diakui? Dude! Cerita! Gua nggak ngerti kenapa lu tiba-tiba serem, tiba-tiba horror, dan tiba-tiba jalan berdua sama Kinara. Explain..."

"Well... Kalau gitu bukan gua yang cerita. Kinara yang cerita. Ikut gua."

Gintar diam dan masuk ke dalam mobil sedan. Jose bisa menyetir mobil. Fakta lain yang mengejutkan bagi Gintar. Oh! Ada lagi. 

"Ini mobilnya Kinara," ujar Gintar.

Jose menatap kosong wajah Gintar yang polos dan kuyu yang siap menunduk dan tertidur. Hidungnya sudah mengirup aroma parfum wangi yang lembut. Dan dia nyaris tidur di atas bantal putih yang dicabut dari sandaran kepala.

"Tidur aja sana! Tapi jangan di atas bantalnya Kinara," tegas Jose sambil mengoper gigi.

"Lu cemburu, Jo-nes?"

Jose diam. Dia merebut bantal Kinara lalu melemparnya ke jok belakang. Dia menarik sabuk pengaman Gintar dan menguncinya di slot kunci sabuk. Jose kembali menyetir dan Gintar melupakan semuanya.

Tiga puluh menit melewati macet, mereka tiba di Pratiwi Hotel. Gintar dan Jose berjalan ke lobi lalu berbelok ke ruang lift yang dindingnya dilapis keramik hitam bergliter. Saat ke sana, Gintar agak bingung. Mereka masuk ke lift dan cuma mereka berdua di dalam lift yang cukup lebar itu. 

"Lu nggak salah bawa gua ke hotel?" tanya Gintar, hati-hati kalau Jose salah tangkap.

"Lu nggak usah mikir macem-macem. Kita cuma sobatan." Kejadian. Jose salah tangkap.

"Lu kira gua nggak normal? Lu yang udah mulai bipolar."

"Gua normal selama orang di sebelah gua normal."

Gintar mengernyit freak dan kembali menatap angka lantai. Ting! Berhentilah di lantai sepuluh. Mereka keluar lift dan langsung berjaga jarak, terutama si Gintar yang pertama-tama sudah ngeri melihat Jose berubah wujud dan ngeri kalau Jose ternyata... yeah you know... Mereka masuk ke kamar nomor seratus lima di paling ujung koridor. Kamar itu adalah kamar suite. Gintar semakin negative thinking. Di kamar itu ada sebuah kasur lebar dan sebuah sofa dengan seorang cewek yang duduk bersila di atasnya.

"Kinara," tebak Gintar.

Senyuman yang mistik merekah di wajah Kinara. Aura mistik itu kembali menguar. Jose menghampiri dan mengembalikan kacamata yang dia pinjam. Kinara memakai kacamata itu dan warna merah bola matanya tersamarkan. Gintar tiba-tiba tercekat. Dia melihat Kinara cuma memakai kemeja gombrang yang dulu Gintar pinjamkan ke Jose. Dan Gintar melihat bekas jahitan melingkari leher dan jahitan yang memanjang dari tengah dada hingga ke... balik kemejanya.

"Lu! Lu main gila lu sama Kinara??" bentak Gintar sambil merah padam mukanya. Bukan karena marah tapi malu.

Kinara tiba-tiba ketawa ala penyihir jahat. "We've seen each other self so many times. He...," Kinara menunjuk Jose,"...always lose his clothes after he changes. And he will always sew my wound when I losing control like last night."

Gintar menelan ludah. Mereka berdua adalah aktor dan aktris yang jago bermuka banyak. Wujud-wujud asli mereka kontras total dengan wujud-wujud kedok mereka di kampus. 

"Sekarang jam dua. Lu pada mau minta bantuan apa? Eh! Jangan lupa. Ceritain sejujur-jujurnya siapa kalian dan apa tujuan kalian di Bandung dan di Bogor." Hidung Gintar pedih. Dia baru sadar Kinara sedang merokok. "Matiin... Please..."

Kinara mematikan rokoknya. "Namaku Kinara Azela, pewaris ilmu hitam palasik yang terakhir dari Eyang Ratulangi, buyutku. Kamu tahu kan kalau palasik itu diwariskan turun-temurun ke anak perempuan? Terus aku pindah ke Bali, ke orang sakti. Namanya I Nugraha. Guru dapet pencerahan dari Yang Maha Kuasa buat menghapus ilmu hitam palasik di badanku. Caranya dengan mengubah aku jadi Rangda, perempuan bertaring, berlidah panjang, dan punya kuku panjang. Itulah aku sekarang."

Gintar mengangguk awkward. "Oke... Terus si Jose itu Barong?"

"Ya," tukas Jose. "Gua pewaris keris barong hitam keluarga Setiawan. Bapak angkat gua punya semacam aliran ilmu mengubah bentuk. 'Mencitrakan' makhluk yang mengisi keris pusaka. Gua direkrut I Nugraha buat ngejaga Kinara kalau sampai dia kepengaruh ilmu hitam palasik lagi."

"Gintar, aku jauh-jauh dari Bali ke sini buat nyari keris perak palasik yang tinggal satu-satunya di Bogor. Keris itu dulu dipakai pertapa dari Jawa buat membasmi palasik. Sebenernya setiap palasik pasti punya keris perak tapi nggak sesakti keris pertapa itu. Keris itu bisa menghapus ilmu hitam si palasik atau ngebunuh si palasik. Dulu aku punya keris perak. Tapi aku baru tahu kalau kerisku itu bisa juga buat ngelindungin manusia biasa. Keris itu sekarang ada di jantung kamu buat ngelindungi kamu dari aku. Sekarang aku nggak punya keris lagi."

"Lu..." Omongan Gintar terhenti. Mukanya pucat pasi. "Berarti..." Gintar mengambil amplop cokelat yang berisi foto rontgen paru-parunya. "Ini... Pisau aneh di jantung gua ini berarti punya lu? Iya?"

Jose berubah serius. Dia mengambil foto itu dan mengangkatnya ke armatur lampu. Baik Kinara dan Jose bergeming. Sebuah keris remuk di dalam jantung Gintar. Lalu serpihan-serpihannya menyebar sampai ke paru-paru. Gagang keris sudah nggak ada. Tapi pisaunya masih di dalam dan masih banyak yang belum keluar. 

"Parah," ujar Jose.

"Tapi..." Kinara menatap Gintar dengan mata berkaca-kaca. "Aku mau minta tolong. Habis itu aku nggak akan muncul lagi di hidup kamu."

Gintar mendesah berat. Dia menatap mata Kinara yang menyiratkan kepedihan yang setara dengan sakit yang diderita Gintar. "Lu mau minta tolong apa?"

"Bantuin kita masuk ke rumah kamu lagi. Masih ada satu palasik yang ngincar nyawa ponakan kamu."

Gintar menelan ludah. 

Fix... gua... nggak tau lagi harus ngapain...


Continue Reading

You'll Also Like

5.4K 532 13
Menikah hanya karena dasar saling cinta belum tentu bahtera rumah tangga akan awet. karena perasaan cinta punya tanggal kadaluwarsa, menikahlah jika...
354K 23.3K 15
Ini tentang Na jaemin dengan cara anehnya, dalam mencitai Huang Renjun. Warning!!! mengandung kekerasan, adegan penyiksaan, dan sejenisnya:) BXB YAOI...
22.7K 2.3K 11
Bertahan hidup dengan dikelilingi para kanibal? Siapa yang kuat? Tentu saja mereka bertujuh. [ 𝗕𝗢𝗕𝗢𝗜𝗕𝗢𝗬 𝗙𝗔𝗡𝗙𝗜𝗖 ] Sebuah virus menyebar...
The William By 우아한

Mystery / Thriller

2.7K 540 23
Menceritakan tentang kisah 3 remaja, Daniel Reifando William, Lukas Azkara William, Bhavya Rasha William. Tiga saudara yang tidak akan pernah lepas d...