SOMETIMES [DISCONTINUED]

By badgal97

131K 11.9K 1.8K

Allegra Stewart. Gadis bengis, rakus, aneh, angkuh, dan menyebalkan. Wajahnya juga tidak terlalu cantik. Yaa... More

PROLOG
BAGIAN 1
BAGIAN 2
BAGIAN 3
BAGIAN 4
BAGIAN 5
BAGIAN 6
BAGIAN 7
BAGIAN 8
BAGIAN 9
BAGIAN 10
BAGIAN 11
BAGIAN 12
BAGIAN 13
BAGIAN 14
BAGIAN 16
BAGIAN 17
BAGIAN 18
BAGIAN 19
BAGIAN 20
BAGIAN 21
BAGIAN 22
BAGIAN 23
BAGIAN 24
BAGIAN 25
BAGIAN 26
BAGIAN 27
BAGIAN 28
BAGIAN 29
BAGIAN 30
AUTHOR NOTES
BAGIAN 31
BAGIAN 32
BAGIAN 33
BAGIAN 34
BAGIAN 35
BAGIAN 36
BAGIAN 37
BAGIAN 38
BAGIAN 39
BAGIAN 40
BAGIAN 41
BAGIAN 42

BAGIAN 15

2.2K 279 31
By badgal97

Bagian 15

Justin mendesah frustasi seraya mengusap wajahnya dengan tangan. Ia melirik gadis di sampingnya yang tengah menunduk. Rambut coklat yang didominasi hitam kemerahan tampak menutupi hampir seluruh wajahnya. Diam diam, jika diperhatikan lebih peka, gadis itu terisak.

"Bisakah kau tidak berbuat kasar pada semua orang!?"

Nada dalam bicara Justin meninggi. Ia kembali merasa kesal jika mengingat kejadian baru saja dimana Allegra yang menghajar brutal temannya tanpa alasan yang jelas.

"Apa yang dia lakukan padamu? Jika dia berbuat lancang, cukup kau marahi saja dia. Kau hampir membuatnya sekarat, Alleg--"

"Tutup mulutmu!" Bisik Allegra dengan nada bergetar. Membuat Justin seketika bungkam. Gadis itu..menangis?

"Dari mana kau mengenal Luke?"

Justin mengernyit. Jadi Allegra mengenal Luke? Dari mana gadis sejenis Allegra bisa mengenal Luke yang notabene adalah seorang badboy sepertinya? Justin tahu pasti bagaimana selektifnya gadis itu dalam memilih teman.

"Club?" Jawab Justin ragu ragu.

"Kau sengaja mempertemukanku dengannya!?" Tukas Allegra setajam belati.

"Tentu saja tidak!" Balas Justin cepat, ia mulai gusar.

Allegra sedikit bergerak dari posisinya. Namun kepalanya masih tetap menunduk. "M..mengapa dia ada di sini. Maksudku, di kota ini!?"

"Dia bilang sedang berlibur. Kau..mengenalnya? Bagaimana bisa?" Tanya Justin penasaran. Menurutnya, ini janggal. Allegra menangis sehabis menghajar Luke dan gadis itu tahu Luke tidak tinggal di California. Apa jangan jangan? Allegra mantan kekasih Luke? Tidak, Allegra bukan termasuk dalam kriteria Luke sama sekali!

"Kau bisa tanyakan padanya." Allegra mengehela napasnya. Tangannya mulai bergerak untuk menyibakkan rambutnya. "Justin?"

Justin berdehem seraya mendekat. Sehingga ia bisa melihat dengan jelas wajah kemerahan Allegra disertai kilauan akibat air mata yang membekas di pipinya. Hidungnya memerah, dan matanya terlihat sembab.

"Bawa aku pulang." Lirihnya dengan bibir yang bergetar. Membuat Justin sadar bahwa ada sesuatu yang lain. Melihat gadis segarang Allegra bisa begitu terluka hanya karena bertemu dengan lelaki sejenis Luke.

"Dan jangan pernah mengajakku ke tempat seperti ini lagi."

Justin mendesah pelan, dan tiba-tiba ia menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Merengkuh tubuh mungil itu dalam-dalam, menghirup aromanya, meresapinya, dan menenangkannya. Allegra sama sekali tidak membalas, namun Justin bisa merasakan tubuh Allegra yang bergetar. Allegra kembali terisak dan untuk pertama kalinya Justin merasa begitu bersalah.

"Maaf. Maafkan aku."


***


"Kami bersaudara. Ayahnya menikah dengan ibuku. Jadi Justin, hentikan. Jika kau melanjutkan ini dan berniat untuk menyakitinya, lebih baik hentikan."

Justin memejamkan matanya sejenak tatkala perkataan Luke kembali mempengaruhi pikirannya. Ketika ia membuka mata, ia menoleh dan mendapati Allegra yang tengah berjalan menunduk di sampingnya. Mereka saling berpegangan tangan menyusuri koridor dan gadis itu tampak tidak keberatan ketika tangannya bertautan dengan milik Justin. Padahal, biasanya Allegra akan mengomel dan berteriak-teriak jika Justin tidak mau melepas tangannya. Kini gadis itu diam sedaritadi. Ia terlihat...berbeda.

Kemarin, setelah Justin mengantar Allegra pulang, ia langsung pergi menemui Luke. Meminta penjelasan segamblang mungkin pada lelaki yang kini berada di rumah sakit karena bagian dadanya yang memar harus segera ditangani akibat ulah Allegra. Sadis bukan? Tapi Luke tampak tidak keberatan menerima itu semua. Dan semua itu memiliki alasan.

Allegra dan Luke bersaudara, tiri. Ayahnya menikahi ibu Luke. Justin tentu terkejut mendengar fakta itu. Itu sebabnya Allegra membenci Luke dan juga ibunya. Walaupun Luke tidak memberi penjelasan lebih detail mengenai semuanya, tapi Justin mengerti. Posisi Justin dan Allegra sama. Justin juga tengah merasakan apa yang Allegra rasakan saat ini.

Dan sekarang, perkataan Luke membuat Justin jatuh dalam pilihan yang sulit.

Orang-orang yang memperhatikan mereka sama sekali tidak dipedulikan Justin. Hingga tak lama, Allegra berhenti di depan lokernya. Gadis itu menoleh ke Justin sekilas lantas melepaskan genggaman Justin.

Justin mengerti, ia pun bersandar di samping loker Allegra. Menunggu gadis itu mengambil kebutuhannya di dalam loker. Dan kesempatan itu Justin gunakan untuk kembali berpikir.

Berpikir mengenai dirinya yang berniat mengakhiri permainannya, sekarang juga.

Ketika Justin mendengar derit loker yang tertutup, ia segera beranjak dari posisi bersandarnya dan langsung menarik pergelangan tangan Allegra yang tengah berniat untuk pergi meninggalkan Justin.

"Tunggu."

Allegra pun berbalik. Dengan berani manik mata hijau misterius itu memandang Justin tepat di mata. "Apa?"

"Kau marah padaku?"

Gadis itu mengernyit dan memandang Justin remeh. "Untuk apa?"

Justin mendengus. Emosinya mulai naik setelah mendapat jawaban menyebalkan dari Allegra. Lelaki itu kembali meraih tangan Allegra, mendekatkan wajahnya, lantas membisikan sesuatu.

"Aku hanya ingin bilang, bahwa aku resmi mengakhiri permainan ini. Kita, berakhir."

Justin belum menjauhkan wajahnya. Ia menunggu reaksi Allegra setelah mendengar keputusan Justin baru saja. Dan gadis itu menatap Justin dengan raut yang sulit ditebak.

"Oke."

Allegra merunduk sesaat untuk menghempaskan tangan Justin. Berbalik, lantas pergi begitu saja tanpa berniat sedikit pun menoleh untuk terakhir kalinya. Sementara Justin terpaku di tempatnya. Memandang kosong punggung Allegra yang semakin menjauh. Napasnya tercekat. Keputusan yang ia buat sudah dipikirkan matang-matang. Dan melihat hasilnya yang mengalir dengan mudah membuat Justin merasa senang sekaligus sakit secara bersamaan.

Justin menyesal? Tidak. Hanya saja, ia merasa ada sesuatu yang hilang.

***

Sebuah bayangan peristiwa mengalir begitu saja di dalam kepala seorang gadis. Pagi itu, di taman belakang sekolahnya, ia masih ingat dengan jelas bagaimana perasaanya yang berbunga-bunga.

Harry mendesah pelan seraya bergerak dari posisi tidurnya. Alih-alih untuk bangun, lelaki itu ternyata memiringkan posisi tubuhnya hingga kini menghadap ke perut Allegra yang hanya tertutupi kaus putih berbahan tipis. Allegra merasa tersengat seketika. Beberapa detik ia menahan napasnya dengan tubuh yang tiba-tiba merinding. Ia bisa merasakan hembusan napas Harry yang kini mulai membenamkan hidungnya disekitar perut Allegra tanpa sungkan.

Aku merindukan..kita."

Dan aku menginginkan kita. Bisik Allegra dalam hati.

"Apa kau juga merindukan kita?" Ujar Harry lagi. Ia menatap Allegra lembut. Dan sirat harapan bisa Allegra lihat di iris mata hijaunya.

"Sangat."

Allegra mulai merasa pipinya memanas. Ia merutuk dalam hati karena menyesali mulutnya yang salah bicara. Lebih tepatnya, ia kelepasan.

Terdengar kekehan kecil dari Harry. "Berjanjilah. Beritahu aku jika kalian sudah berakhir, aku akan menunggu."


Lamunan Allegra seketika buyar ketika mendengar Selena yang memekik kaget karena tak sengaja menyenggol cup berisi puding di sampingnya yang kini tumpah, jatuh ke lantai. Seketika gadis itu panik. Matanya membulat menatap Cara penuh arti. Sementara yang ditatap terlihat tidak begitu peduli.

Well, itu hanya puding. Tapi, jika puding itu milik Allegra? Tamat sudah riwayatnya.

"Oh Allegra, please! Ma..maafkan aku! Aku tidak sengaja! Ak-aku..kau boleh ambil pudingku!"

Selena buru-buru menyimpan pudingnya ke atas nampan milik Allegra. Allegra yang melihat itu hanya bisa memutar mata. "Kau berlebihan."

"Aku tahu kau penggila dessert! Termasuk puding. Dan aku tahu kau selalu kelaparan. Aku tidak mau pada akhirnya, kau memakanku."

Konyol. Terdengar suara gelak tawa dari Cara disertai tepukan meja beberapa kali. Allegra ikut terkekeh sesaat sementara Selena mencebikkan bibirnya kesal.

"Besok hari minggu. Bagaimana kalau kita jalan-jalan?" Ujar Cara antusias setelah mengakhiri tawanya.

"Ide bagus!" Jawab Selena ikut antusias. Dan sedetik kemudian, ia beralih ke Allegra. "Kau tidak ada janji bersama Justin 'kan?"

Allegra mengedikkan bahunya tak peduli lantas mendelik kesal. Padahal, tenggorokannya mulai terasa tercekat saat ini. "Aku dan dia sudah berakhir."

Hening.

Satu

Dua

Ti--

"APA!?"

Meja yang ditempati Allegra mulai ramai oleh teriakan Selena yang histeris mendengar penuturannya barusan, sementara Cara terlihat menepuk-nepuk meja lagi dengan menggumam tak percaya. Mereka mulai melontarkan banyak pertanyaan yang sama sekali tidak Allegra dengar sekarang. Ia tengah bimbang.

Ia merasa senang sekaligus sakit disaat yang bersamaan.

Dalam pikiran kalut sekalut perasaannya, ia meraih ponselnya di atas meja. Lantas mengetikkan pesan untuk seseorang.

To: Harry

Kami sudah berakhir. Aku dan Justin.

Allegra membenamkan bibirnya menahan gusar ketika pesan itu telah terkirim pada orang yang ia tuju. Dan beberapa menit ia menunggu, tidak ada balasan.


***

"Alle! Pesanan meja nomor 7!"

"Sebentar!"

Allegra buru buru menghampiri rekan kerjanya yang tengah memegang nampan berisi dua gelas jus jeruk dingin, ia pun segera mengambil nampan yang diberikan rekannya itu lantas berjalan cepat keluar. Tepatnya menuju meja nomor 7 dengan sedikit terengah.

Gerai hari ini benar-benar penuh.

Terik matahari di siang menjelang sore, itu waktu yang cukup bagus untuk memakan makanan siap saji. Mungkin itu sebabnya para pelanggan begitu banyak memenuhi gerai tempatnya bekerja. Dan tentunya Allegra harus menambah tenaganya untuk bekerja.

"Pesanan meja nomor 7." Allegra merunduk sebentar untuk meletakkan jus yang ia bawa. "Terima kasih su--"

Ada Harry.

Di meja nomor 7. Harry duduk di meja nomor 7, sendirian. Lelaki itu kini mendongak menatap Allegra dengan tangan terlipat di dada dan tubuh yang bersandar di kursi. Iris hijaunya mengarah telak pada Allegra yang kini membeku di tempatnya dan gadis itu menggantungkan perkataannya begitu saja.

"Duduk." Perintah lelaki itu. Matanya mulai memicing tajam ke arah Allegra.

"Ak..aku harus kembali--"

"Duduk."

Hening.

"Duduk." Tukas Harry untuk ketiga kalinya. Geez! Mengapa lelaki ini jadi seperti Justin!? Batin Allegra dalam hati. Oh, tidak! Ia tidak sudi mengingat Justin lagi dengan segala permainan bodohnya. Yang sudah berakhir, tentunya.

Tanpa mengelak lagi, karena jiwa manisnya yang selalu hidup jika di depan Harry, ia pun duduk di kursi, berhadapan dengan Harry. Dan lelaki itu kembali mengarahkan pandangannya pada Allegra.

"Kau bekerja terlalu keras. Minum itu."

Harry menunjuk satu jus jeruk yang terletak di tengah-tengah meja dengan dagunya. Namun, Allegra menggeleng.

"Itu pesananmu."

"Kau pikir aku akan minum dua gelas sekaligus?"

Allegra mengernyit seketika. Mengapa Harry jadi begitu menyebalkan!? Sialan! Saat di sekolah ia menahan malu dan kesal habis-habisan karena pesan sialan yang ia kirim sama sekali tidak dibalas oleh Harry. Dan sekarang? Oh! Mengapa hari ini begitu..buruk!? Allegra memekik dalam hati.

"Minum, Allegra."

Tanpa mengelak lagi, kali ini diiringi kekesalan, Allegra mengambil salah satu gelas berisi jus pesanan Harry lantas menegak isinya hingga setengah, tanpa memakai sedotan yang sudah tersedia di dalamnya.

"Puas!?" Cercah Allegra tajam sembari meletakkan gelasnya dengan kasar. Persetan dengan rasa sukanya pada Harry, persetan dengan relasi seorang pelayan dan pelanggan, persetan dengan orang-orang yang terkejut mendengar suara dentuman meja yang Allegra ciptakan. Ia sangat kesal sekarang. Dan jiwa manisnya sudah hilang entah kemana.

Harry menaikkan satu alisnya. Alih alih terkejut melihat reaksi gadis itu, ia bangkit dari duduknya seraya mengambil jaket kulitnya yang tersampir di sandaran kursi. Lelaki itu memutari meja lantas menyampirkan jaket kulit besar miliknya itu di pundak Allegra.

"Sekarang, ikut aku."

Tanpa menunggu reaksi Allegra lagi, ia segera menarik lengan gadis itu keluar dari gerai. Dan menghiraukan segala keributan dari Allegra yang meronta ingin kembali bekerja.


***

Allegra sedikit melebarkan matanya ketika pemandangan pantai terlihat jelas di balik kaca mobil Harry. Dan ia merasakan mobil Harry sudah tidak melaju lagi.

Allegra tengah marah pada Harry. Lelaki itu benar benar menyebalkan untuk saat ini. Bahkan, ia sama sekali tidak mau bicara selama perjalanan bersama Harry yang ternyata membawanya ke pantai antah berantah yang tidak Allegra tahu.

Allegra menoleh ke samping ketika didengarnya suara mesin mobil yang berhenti disertai dentuman pintu mobil yang tertutup. Kursi kemudi kosong, ia melirik kaca depan mobil dan menemukan Harry yang tengah memutari mobilnya. Dan pintu mobil di samping Allegra pun terbuka.

"Keluar."

Allegra mendelik sebal. Ia menghempaskan jaket Harry yang tersampir di bahunya lantas melenggang keluar begitu saja. Memasuki area pantai seraya melepas sepatu ketsnya.

Setelah berdiri di sekitar pantai, Allegra terdiam. Sunyi, sepi, terik. Hanya suara deburan ombak yang mengalun. Ia sama sekali tak berniat untuk melangkah lebih jauh atau menginjakkan kakinya di air yang membentuk gulungan ombak setiap menitnya. Hingga tak lama, ia merasakan seseorang yang memeluknya dari belakang, dan mencium tengkuknya sekilas.

Ia malu. Sangat malu. Dengan seragam kerja yang menyedihkan disertai keringat, rambut yang berantakan, serta aroma tubuhnya yang mungkin sudah didominasi bau saus dan mayonaise. Allegra dipeluk tanpa ragu oleh lelaki setampan Harry. Bagaimana bisa? Amarahnya seketika hilang dalam sekejap.

"Maafkan aku." Bisik Harry disertai kikikkan kecil.

Lelaki itu tiba-tiba melepas pelukannya lantas berlari kecil mendahului Allegra. Menghampiri air pantai yang membentang indah. Dan membiarkan celananya yang kini basah terkena deburan ombak kecil.

Dari jauh, Harry berbalik. Lantas memamerkan senyuman lebarnya pada Allegra. Rambut ikalnya terlihat bergerak-gerak tertiup angin. Kemeja merah berbahan tipis tampak mencetak dada Harry yang bidang terkena terpaan angin.

"Kemari, sayang!" Pekik Harry diiringi suara deburan ombak.

Diam diam Allegra tersenyum. Hatinya seketika menghangat setelah mendengar seruan Harry yang menunggunya di tepi pantai. Ia tersanjung. Dengan langkah pelan, ia pun berjalan menyusuri pasir seraya merunduk sesaat untuk menyimpan sepatunya, lantas segera menghampiri Harry.

Lelaki itu langsung menyambut Allegra dengan pelukan. Pelukan yang benar-benar erat, saling menggetarkan jantung satu sama lain. Allegra dengan jantungnya, Harry dengan jantungnya. Jantung yang selalu peka atas apa yang dirasakan manusia, termasuk cinta.

"Allegra." Bisik Harry. Tanpa memperdulikan wajah Allegra yang berkeringat.

Gadis itu tersenyum. Senyum paling polos nan manis yang pernah Harry lihat. Bibirnya yang tampak pucat seakan tersamarkan oleh senyuman manis yang ia perlihatkan. Mata hijau diterpa keabuan, yang sama, saling menatap dalam satu-sama lain. Penuh hasrat, hasrat kasih sayang.

"Aku menyayangimu. Mulai sekarang, kita akan selalu bersama."

Harry mendekat, semakin memperdalam tatapannya dengan tangan yang merengkuh pinggang Allegra lebih erat. Hingga, satu kecupan singkat mendarat mulus di bibir Allegra. Kecupan, hanya kecupan.

Bibir Allegra terasa gemetar. Jantungnya mulai berdegup kencang. Namun, Allegra merasakan rasa sakit yang timbul dalam setiap detakkan yang terjadi. Perasaan yang janggal.


***

Gelak tawa yang begitu keras menyeruak di sepanjang koridor. Seketika, para murid Perkins menghentikan sejenak aktivitasnya untuk menoleh ke arah suara yang benar benar menarik perhatian mereka.

Berdiri seorang gadis bertubuh mungil yang tengah berjalan sembari merunduk memegangi perutnya tanpa berhenti tertawa. Di sampingnya, seorang lelaki berambut ikal tengah merangkulnya begitu posesif. Lelaki itu tampak senang memandangi si gadis dengan senyuman lebar.

"Sialan! Itu sangat lucu!" Ujar gadis itu sembari terus tertawa dan menghiraukan perhatian murid Perkins ke arahnya.

Gadis itu, Allegra. Hanya dia seorang gadis--dengan segala keanehnnya--yang berani tertawa sekeras itu. Penampilannya yang urakan, rambutnya yang selalu menutupi sebagian wajahnya, tas ransel hitamnya, celana jeans yang kini tampak kebesaran. Ia terlihat begitu..sederhana. Dan para murid Perkins benar benar tak mengerti dengan sosoknya yang berhasil menarik perhatian seorang Harry Styles dan Justin Bieber Perkins--si anak pemilik sekolah. Dua pria tampan. Baru beberapa hari mereka melihat Allegra yang begandengan tangan dengan Justin, kini gadis itu membawa Harry bersamanya.

"Ada lagi?" Bisik Allegra dengan tergelak. Gadis itu tidak bisa berhenti tertawa setelah mendengar lelucon-lelucon yang Harry ceritakan.

Kehadiran Harry berhasil membuat Allegra teralihkan. Ia bisa sejenak melupakan Luke dan..permainan Justin. Walaupun gadis itu memikirkan semuanya semalaman.

"Sayangnya tidak ada." Balas Harry diiringi cengiran. Allegra pun meredakan tawanya.

Mereka kembali melanjutkan langkahnya. Hingga tak lama, keheningan di sepanjang koridor Perkins semakin menegang ketika seseorang menghalangi jalang Allegra dengan tubuh tegapnya.

Lelaki lain dengan penampilan serba tertutup. Memakai hoodie kebesaran, topi hoodie yang ia kenakan dilapisi lagi oleh snapback. Iris mata hazel nya menatap Allegra lurus-lurus. Justin.

Seketika, Harry maju satu langkah melindungi Allegra di balik punggungnya. Gadis itu sudah sepenuhnya berhenti tertawa dan kini terkejut melihat Justin. Setelah kejadian kemarin, Allegra tidak mau bertemu Justin secepat ini.

"Kita harus bicara." Ujar Justin kaku. Ia menatap tajam Harry sekilas lantas beralih pada Allegra.

"Dia tidak mau." Harry yang menjawab. Tatapan datarnya pada Justin menyiratkan sesuatu yang cukup menyeramkan. Membuat orang-orang di sekitar koridor semakin memperhatikan dengan tengang.

"Aku tidak bicara padamu, brengsek!"

Justin menggeram. Ia maju satu langkah dengan tatapan tajam dan mulai mendorong bahu Harry dengan kasar. Harry tergelak dan berniat untuk membalas. Sontak Allegra terkejut dan langsung mencegah mereka yang nyaris berkelahi di tengah koridor yang tengah ramai.

"Hentikan!" Seru Allegra tegas. Ia menatap Justin dan Harry bergantian dengan tatapan tajam. Lantas ia menoleh kembali pada Harry. "Pergilah."

"Tidak!" Harry bersikeras dan berniat untuk menarik Allegra kembali ke belakangnya. Dengan cepat gadis itu menahannya dan menatap Harry lembut.

"Aku bilang, pergilah. Bel sebentar lagi berbunyi."

Harry mendengus. Dengan berat hati, ia berlalu melewati Allegra dan Justin. Meninggalkan mereka yang kini tengah saling pandang. Justin dengan tatapan datarnya dan Allegra dengan tatapan setajam elang.

"Kau!?" Allegra menghela napasnya. "Lebih baik kau bolos saja sana! Aku tidak mau mendengar semua pembicaraan sialanmu. Aku tidak mau melihat wajahmu di kelas. Kuharap, kau mendapat detensi lagi dari Ms.Eva dan kembali ke Zero Class. Sekarang, pergi!"

Gadis mana lagi yang berani mengusir seorang anak pemilik sekolah dari sekolah anak itu sendiri?

Sialan. Justin pikir dengan Allegra yang lebih dulu menyuruh Harry pergi, ia mau mendengarkannya. Dan Justin semakin membeku di tempatnya ketika melihat Allegra yang mulai berjalan melewatinya. Double sialan!






A/N: Yoyoooo kembali lagi. Semoga suka yaa. Mau nanya nih, kalian lebih suka Jallegra atau Hallegra? Jawab yaaa, leave vomments juga thanksssss!



Continue Reading

You'll Also Like

825K 87.2K 58
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
38.2K 4.9K 43
[DISCLAIMER!! FULL FIKSI DAN BERISI TENTANG IMAJINASI AUTHOR. SEBAGIAN SCENE DIAMBIL DARI STREAM ANGGOTA TNF] "apapun yang kita hadapi, ayo terus ber...
71K 5.2K 24
"MOMMY?!!" "HEH! COWOK TULEN GINI DIPANGGIL MOMMY! ENAK AJA!" "MOMMY!" "OM!! INI ANAKNYA TOLONG DIBAWA BALIK YAA! MERESAHKAN BANGET!" Lapak BxB ⚠️ Ma...
56.6K 4.1K 27
Love and Enemy hah? cinta dan musuh? Dua insan yang dipertemukan oleh alur SEMESTA.