BAGIAN 28

2.4K 250 85
                                    

Bagian 28



Allegra Stewart's View


Venesia, Italia. Orang-orang bilang kota ini adalah kota air yang romantis. Dengan pemandangan indah dan suasana yang hangat dan memesona. Dan orang-orang juga mengatakan bahwa kota ini tak kalah romantis dibanding Paris. Huh, romantis atau tidak, itu tidak berpengaruh untukku. Semua kota sama aja. Venesia tak jauh dari kota biasa yang memiliki genangan air di mana-mana. Okay, aku tahu mungkin kedengarannya aku ini menghina. Tapi, aku tidak. Maksudku, mungkin orang-orang terlalu melankolis dalam mengerti soal apa itu romantis. Dan itu menjijikkan, benarkan?

Rombongan murid Perkins--bersama aku tentunya--kini tengah mengunjungi Venesia. Setelah bersenang-senang di Monterosso kemarin, kota air ini menjadi tujuan selanjutnya. Well, di Venesia kami memiliki jadwal kunjungan yang cukup padat. Seharian tadi kami sudah mengunjungi Museum Correr, Gereja St. Mark's Basilica,--lalu mampir ke restoran terdekat untuk makan siang--dan sekarang kami tengah dibebaskan untuk mengunjungi berbagai tempat lain. Sebelum akhirnya kami akan berkumpul kembali dan berkunjung bersama ke Piazza San Marco untuk menikmati kopi dan akhir malam ini di sana. Well, di sana akan ada pertunjukan musik klasik dan aku tak sabar untuk menyaksikannya.

"Jaden! Jangan memasukan tanganmu seperti itu--Jaden! Geez, kau membuatku basah!"

Aku memutar mata jengah melihat Selena dan Jaden yang kini bertengkar. Well, pertengkaran yang manis. Ha-ha. Aku tidak tahu sejak kapan mereka mulai dekat seperti sekarang. Bahkan Selena mencampakkan Cara yang tengah sibuk berbelanja pakaian. Dan melihat mereka yang saling bertengkar di tengah genangan air Grand Canal bukanlah pemandangan yang bagus.

"Jaden! Berhenti menggodaku!"

Pekikan nyaring Selena terdengar lagi, kini ia tampak memalingkan wajahnya dan Jaden tengah berusaha menggodanya lagi. Geez, mengapa suara mereka bisa terdengar begitu berisik meski kami berada dalam jarak yang cukup jauh? Well, kami tengah menaiki Gondola--perahu--di Grand Canal. Meski sama-sama tengah berkunjung ke Grand Canal, tapi kami menaiki Gondola yang berbeda. Mereka berada di depanku, berdua. Dan aku? Kalian tentu tahu aku berada di sini bersama siapa. Benar, Justin Bieber Perkins.

"Sepertinya kau tidak suka melihat temanmu bersenang-senang bersama sahabatku."

Kutolehkan kepalaku ke samping lantas mendengus kala mendengar perkataan bodoh Justin. Dia tersenyum miring tanpa menatapku, matanya sibuk terpancang pada layar ponsel di tangannya. Dapat kupastikan dia tengah memotret sesuatu di depannya. Sedetik kemudian Justin mengigit bibirnya lantas terkikik geli. Sontak saja aku penasaran, aku mengernyit seraya melihat gambar apa yang telah ia ambil. Dan kau tahu apa? Dia memotret bokong seorang gondolier yang tengah melajukan perahu ini di depan kami. Dasar sinting!

Aku memilih untuk memutar mata, enggan berkomentar atas kelakuan bodohnya itu. "Selena terlihat frustasi bersamanya," balasku acuh, membalas perkataannya yang sempat terbengkalai.

"Tapi dia menikmatinya."

"Tapi aku tidak setuju jika Selena bersama Jaden! Aku tidak mau dia terkena penyakit hipertensi karena menghabiskan waktu bersamanya. Dan lagi, Jaden itu sepertimu! Aku tidak bisa bayangkan Selena menangis seperti bayi bodoh jika Jaden meninggalkannya." ceracauku panjang. Well, apa peduli pada sahabat merupakan kesalahan?

"Jaden sepertiku?" Justin menoleh ke arahku seraya menaikkan satu alisnya. Cih, sok tampan! "Aku jauh lebih tampan darinya. Tapi, soal wanita, kuakui Jaden memang cukup hebat. Daya pikatnya hampir menyamai kemampuanku."

Aku mendengus. Lihat si bodoh di depanku ini, dia begitu narsistik. "Kau melewati satu fakta lain."

"Apa itu, Babe?" ujar Justin seraya merangkulku. Aku kembali mendengus.

SOMETIMES [DISCONTINUED]Where stories live. Discover now