BAGIAN 40

2.4K 241 144
                                    

Gaes. Maafkan aku yang telah sekian lama menggantung cerita ini seperti cowok brengsek yang php dan tidak peka *wkwk tolong maafkan. Gue lama banget nganggurin cerita ini karena... apa ya? Jujur, males. Karena ini cerita paling 'asal' yang pernah gue tulis, plot maksa dan EYD gak beraturan. Tapi jangan kuatir, gue bakalan berusaha lanjutin cerita ini sampe selesai. Mungkin cerita ini bakalan ending di chap 45'an (dan menurut gue itu kepanjangan). Jadi, terima kasih yang sudah mau nunggu2 cerita ini dgn setulus hati:3 maaf bikin kalian nunggu lama dan tolong jangan tiru author sejenis gue yg bikin cerita asal2an kek begini. Menulislah dengan hati oke. Persiapkan ceritamu sebaik mungkin. Cheer up!

[][][]

Bagian 40


Allegra Stewart's View


Untuk pertama kalinya, aku merasa bahwa dunia benar-benar sempit.

Aku tidak pernah menyangka bahwa kebetulan yang begitu 'kebetulan' bisa terjadi secara nyata. Kau tahu, ini benar-benar tak bisa dipercaya. Aku tidak pernah tahu sebelumnya kalau Justin memiliki silsilah keluarga yang begitu rumit. Aku tidak pernah tahu kalau dia memiliki bentuk permasalahan yang hampir sama denganku. Dan mungkin, apa yang ia alami lebih menyakitkan dari kisah hidupku.

Aku melihatnya menangis.

Matanya yang berlinang menunjukkan bahwa dirinya benar-benar terluka. Ia menangis, bahkan terisak. Aku melihat detik-detik menyakitkan dalam benaknya saat ia memeluk Elise yang terus berteriak, bahkan Justin menciumi wajahnya dan terus bergumam; Mom, Mom. Tanpa henti. Aku tak percaya sebelumnya bahwa Elise adalah ibu kandung dari seorang Justin Bieber Perkins.

Aku menyaksikan itu semua. Aku melihatnya. Sekarang aku tahu jika Justin memiliki seorang ibu yang buta dan tidak mau bicara. Sekarang aku mengenal Elise sebagai seorang ibu. Aku tahu. Ketika semua tampak baik-baik saja, ketika aku menjalani hariku dengan baik. Namun takdir menguak kebenaran dan memberitahuku akan semuanya. Meski aku tidak pernah meminta sedikit pun untuk melihat peristiwa penuh haru itu.

Dan kini, aku terduduk dalam diam. Eksistensi Justin berada di sampingku. Elise sudah terlelap dengan tenang di apartemennya bersama Lucy. Sementara aku dan Justin memutuskan untuk bicara di sekitar taman belakang gedung apartemen ini. Angin malam membuatku mendengus sesekali. Perasaan canggung menderaku. Sudah sepuluh menit kami duduk di taman ini namun Justin belum juga memulai pembicaraannya.

Kau tahu, ia tampak sangat kacau. Justin terluka dengan semua ini. Aku tahu. Lelaki bodoh itu masih kehilangan arah untuk bertindak, dan seharusnya ia tidak perlu melakukan ini jika belum siap. Lagipula aku bisa menyimpulkan semua ini dengan baik. Aku tidak butuh penjalasan apapun darinya. Bahkan terlibat pembicaraan dengannya saja aku tidak mau.

Sial. Aku muak dengan semua ini.

Lelaki bodoh itu menunduk. Rambutnya yang kini tampak lebih panjang dariku menutupi sebagian wajahnya. Melihatnya yang terpuruk seperti itu membuat sebagian dalam hatiku merasa tersentuh. Kau pikirkan saja, cowok bodoh dengan pikiran pendek dan kepribadian narsistik yang begitu besar kini merenung seperti manusia pada umumnya. Maksudku, ayolah. Dia orang kaya yang seharusnya tidak perlu memikirkan semua ini.

"Allegra,"

Saat aku tengah meliriknya diam-diam, suaranya yang parau praktis membuatku tersentak. Ia seperti tercekat oleh sesuatu, tubuhnya kaku. Namun suaranya terdengar kecil. Kuhela napasku untuk meredam perasaan gugup, lantas kujawab dengan dehaman pendek.

"Dari mana kau mengenalnya?"

"Elise?"

"Ya,"

SOMETIMES [DISCONTINUED]Where stories live. Discover now