SOMETIMES [DISCONTINUED]

By badgal97

131K 11.9K 1.8K

Allegra Stewart. Gadis bengis, rakus, aneh, angkuh, dan menyebalkan. Wajahnya juga tidak terlalu cantik. Yaa... More

PROLOG
BAGIAN 1
BAGIAN 2
BAGIAN 3
BAGIAN 4
BAGIAN 5
BAGIAN 6
BAGIAN 7
BAGIAN 8
BAGIAN 9
BAGIAN 10
BAGIAN 12
BAGIAN 13
BAGIAN 14
BAGIAN 15
BAGIAN 16
BAGIAN 17
BAGIAN 18
BAGIAN 19
BAGIAN 20
BAGIAN 21
BAGIAN 22
BAGIAN 23
BAGIAN 24
BAGIAN 25
BAGIAN 26
BAGIAN 27
BAGIAN 28
BAGIAN 29
BAGIAN 30
AUTHOR NOTES
BAGIAN 31
BAGIAN 32
BAGIAN 33
BAGIAN 34
BAGIAN 35
BAGIAN 36
BAGIAN 37
BAGIAN 38
BAGIAN 39
BAGIAN 40
BAGIAN 41
BAGIAN 42

BAGIAN 11

3K 265 28
By badgal97

Bagian 11









        Allegra menghempaskan diri dengan malas di atas tempat tidurnya. Mengistirahatkan tubuhnya yang sudah merasa lemas kelelahan. Gerai tempatnya bekerja hari ini benar benar ramai. Beruntung, ia mendapat jadwal shift siang minggu ini jadi ia tidak pulang terlalu larut dan bisa memiliki banyak waktu untuk beristirahat.

        "Allegra! Bersihkan tubuhmu!"

        Terdengar teriakkan khas seorang ibu di luar kamarnya. Siapa lagi kalau bukan ibunya? Allegra hanya bisa berteriak 'ok' sebagai respon atas suruhan ibunya. Mandi? Bangkit dari ranjang saja Allegra sudah tidak sanggup. Ia baru selesai makan malam dan kini tubuhnya sudah benar benar lemas tak berdaya. Lagipula, ini sudah malam. Tak baik mandi malam-malam. Benarkan?

        Sadar akan sesuatu yang menganggu pikirannya seharian ini, Allegra memilih tak memperdulikan suruhan ibunya lantas bergegas merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel. Benda pipih itu ia matikan seharian setelah mengalami kejadian mengerikan di sekolah tadi siang. Oh sungguh! Ia yakin pasti ada beribu-ribu––oh astaga berlebihan. Mungkin beberapa notifikasi dan pesan-pesan yang tidak ingin Allegra lihat. Bahkan mengingat kejadian sialan tadi siang saja, Allegra sudah bersumpah ingin mati.

        Mulai hari ini, Allegra dan Justin berpacaran.

       Bagaimana bisa? Bahkan Allegra dan Justin saling membenci. Allegra tidak menaruh perasaan sayang apalagi cinta sedikit pun pada Justin, dia hanya menganggap bahwa Justin itu hidup, tidak menganggapnya seorang musuh apalagi teman, sangking ia membenci pria itu. Lantas? Apa Justin memiliki perasaan cinta yang semestinya dimiliki seorang kekasih pada umunya? Itu mustahil. Justin melakukan semua ini begitu tiba-tiba. Dan ada Vanessa yang terlibat dalam masalah ini. Justin pasti bermaksud menghindari Vanessa. Namun, bukankah Justin memiliki kekasih? Bahkan dia adalah Hailey. Teman karibnya sendiri. Bagaimana jika Hailey tahu akan semuanya? Allegra tahu pasti bagaimana perasaan Hailey.

        Dan soal Harry, mengapa pria itu mencampakan Allegra begitu saja? Apa dia marah? Ah, atau mungkin sebelumnya Harry sudah tahu mengenai Justin yang tiba-tiba memacarinya? Dan, maka dari itu Harry memilih untuk menjauhinya? Begitu? Lantas, mengapa? Mengapa Harry menyerah begitu saja? Oh Gosh! Semua benar benar memusingkan!

        Mengingat masalah gila ini yang semakin rumit, Allegra kembali berpikir. Sampai kapan Allegra harus menghindar? Ia juga harus menjelaskan secara gamblang kepada Selena dan temannya yang lain tentang semua masalah ini, terutama kepada Hailey. Apalagi, dengan asumsi macam-macam yang bersarang di otaknya seharian ini membuat Allegra merasa sangat terganggu. Jadi, tanpa ragu lagi, Allegra memilih untuk menyalakan ponselnya.

         Ketika Allegra mulai kembali tenggelam ke dalam lamunan. Gadis itu terlonjak disadarkan ke dalam dunia nyata ketika merasakan ponselnya yang bergetar terus menerus. Setelah mendiamkannya beberapa saat, lama kelamaan ponselnya berhenti bergetar. Dengan ragu, Allegra mengambil kembali ponselnya seraya membuka 20 pesan yang tertera dan 114 notifikasi dari akun-akun social media-nya. Astaga.

        Notifikasi tidak terlalu penting, mungkin semuanya berisi teror para penggemar Justin dan Harry atau teman-temannya. Allegra tidak terlalu perduli mengenai hal itu. Yang ia perdulikan sekarang adalah, mengenai Hailey yang mungkin mengiriminya pesan. Atau mungkin Harry yang mengirimikan pesan juga.

        Perlahan, Allegra membuka daftar pesan masuk. Hampir semua di dominasi oleh pesan Selena, selebihnya pesan dari Cara, Kylie, dan Kendall. Dan rata-rata semua pesan berisi sama, meminta penjelasan.
Dengan gusar, Allegra mencari huruf 'H' yang mewakili inisial dua nama orang yang ia khawatirkan. Namun..nihil. Ia tidak menemukan barang satu pesan pun yang dikirim oleh dua orang berinisial 'H' yang ia cari.

        Apa Hailey sudah tahu? Apa Hailey menghindarinya? Lalu, apa Hailey marah padanya? Hailey benar benar mencintai Justin. Bahkan mengingat awal pertemanan mereka saja, Hailey sudah menyatakan kegilaannya pada Justin. Bagaimana jika Hailey histeris mengetahui ini lalu bunuh diri!?

        Lalu, apa Harry sudah tidak perduli lagi padanya? Jadi, ketika dia tahu bahwa Justin dan Allegra berpacaran, Harry memilih untuk menjauh? Begitu? Lantas apa selama ini? Harry yang begitu posesif, baik hati, dan pernah memeluknya beberapa kali. Bahkan mereka pergi bersama ke sebuah pesta bak sepasang kekasih. Apa semua itu tidak berarti? Samar-samar, Allegra mulai merasakan kembali sesak dalam dadanya ketika mengingat fakta akan status Allegra dan Harry yang masih bersirat abu-abu.

         Allegra kembali terlonjak ketika merasakan ponselnya yang kembali bergetar hebat. Ia segera mengangkat telepon tanpa ragu ketika membaca nama kontak si penelepon. Selena.

        "Halo! Allegra! Kemana saja kau? Huh..aku kira kau bunuh diri."

        Allegra mengernyit samar ketika tak mendengar teriakan atau pekikkan aneh dari Selena. Suara ini lembut, dan terdengar..seksi.

         "Cara?" Gumamnya ragu-ragu.

         "Ya, ini aku. Selena sudah tidur. Aku menginap di rumahnya." Balas Cara. Membuat Allegra mendesah lega. Setidaknya, jika dengan Cara, Allegra bisa lebih tenang untuk menjelaskan. Tidak dengan Selena yang pasti akan berteriak-teriak mendesaknya meminta penjelasan dalam waktu yang singkat.

        "Jelaskan Allegra. Ada apa dengan Justin dan kau? Mengapa kau tidak menceritakannya kepada kami?"

        "Aku juga tidak mengerti Cara. Sama sepertimu. Tapi kau tahu kan? ada Vanessa saat itu. Mungkin Justin berniat untuk menghindarinya?"

        "Orang-orang tidak memikirkan itu, mereka malah bertanya-tanya mengenai hubungan Justin dan Hailey."

         Allegra mendesah frustasi. "Lalu, Hailey tahu?" Tanya Allegra mulai gusar.

     

         "Dia pasti tahu. Barbara dan temanmu yang lain sempat melihatmu di koridor. Dan walaupun mereka tak melihatmu, mereka akan tetap tahu. Berita ini bahkan udah terdengar sampai ke telinga Mr.Lincoln."

        Sialan. Umpat Allegra dalam hati.

        "Jika aku jadi kau, lebih baik aku mengikuti apa yang Justin inginkan. Ini permainan, Alle. Justin tipikal yang sulit ditebak. Mungkin saja Justin hanya terdesak melakukan ini dan besok dia bisa melupakannya begitu saja?"

        Mendengar itu, Allegra mengangguk setuju. "Um..mungkin. Bahkan dia sempat mengancam akan mengeluarkanku dari sekolah jika aku membantah semua ini. Itu tidak adil."

        "Astaga, kalau begitu kau harus berhati-hati. Sulit membedakan antara perkataan serius atau main main dari seorang Justin."

         Allegra kembali mengangguk. Walaupun Allegra tahu Cara tidak mungkin melihatnya. Membahas masalah ini lebih jauh membuat Allegra merasa semakin lelah. Hari ini cukup berat ia lewati. Dan tak seharusnya Allegra mengalami ini jika bukan karena Justin. Pria itu memang selalu membawa kesialan dalam hidupnya! Sungguh! Allegra benar benar membencinya!

        "Aku ingin tidur." Lirih Allegra pada akhirnya. Terdengar helaan napas di seberang sana.

        "Kalau begitu, tidurlah. Semua akan baik baik saja."

         Lagi lagi Allegra mengangguk. Dan tanpa basa-basi lagi ia segera memutuskan sambungan telepon lebih dulu lantas kembali menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur. Ia mulai merasakan penat yang menjadi-jadi di otaknya. Sungguh, ini semua diluar dugaan. Tak seharusnya Allegra mengalami ini. Perlahan, Allegra memejamkan matanya kuat-kuat, memilih untuk tidur. Berharap bahwa semua ini hanya mimpi. Berharap bahwa apa yang dikatakan Cara benar adanya.

        Justin hanya terdesak melakukan semua ini dan besok dia akan melupakan semuanya.







***





        Pagi hari, Allegra bangun lebih awal. Setelah mandi dan bersiap, kini ia tengah berdiri menghadap cermin kamarnya seraya memandang kagum pada pantulan dirinya sendiri yang terlihat berpenampilan semakin cool––menurutnya. Dengan mengenakan kaus polos berwarna putih yang di tambah dengan kemeja berwarna hitam, lalu skinny jeans ketat yang melingkupi kakinya membuat Allegra merasa semakin percaya diri. Terutama karena kehadiran kemejanya yang baru ia temukan tersembunyi di dalam lemari setelah cukup lama ia tinggal di California. Ransel berwarna hitam miliknya sudah tersampir di pundak, Allegra sudah siap untuk berangkat ke sekolah. Namun ia masih ingin berlama-lama menilik penampilannya yang menurutnya sudah keren seperti Kurt Cobain.

        "Allegra!" Terdengar ibunya yang memanggil di luar kamar. Allegra hanya mendengus mendengar itu, kebiasaan ibunya yang memang selalu menyuruh Allegra untuk membantu menyiapkan piring di meja makan setiap waktu sarapan.

         Karena terlalu senang melihat penampilannya yang keren. Allegra tidak menyahut teriakan ibunya. Dengan pandangan yang masih lurus ke arah cermin, Allegra hanya berdecak kagum. Melihat pantulan dirinya di dalam cermin seraya menyisir rambutnya dengan jari.

        Allegra keren.

        Allegra keren.

        Allegra seperti Kurt Cobain.

       Allegra sekeren Kurt Cobain.

        "Allegra!" Lagi lagi ibunya menginterupsi membuat Allegra harus menghentikan segala pujian untuk dirinya sendiri. Terdengar konyol, tapi Allegra suka melakukan ini setiap pagi. Ia memutar mata, lantas mendengus sebal. Namun tetap bergeming dan terpaku di depan cermin.

        Allegra keren.

        Allegra keren.

        Allegra seperti Kurt Cobain.

        Allegra sekeren Kurt Cobain.

        "Alleg––"

        "YES, MOM! YES!" Pekik Allegra geram yang akhirnya memilih untuk menyerah. Ia bergegas membawa tubuhnya dengan gontai keluar pintu.

        Setelah keluar dari kamarnya, Allegra berjalan cepat menuju bilik dapur yang menyatu dengan meja makan. Terlihat ibunya yang tengah sibuk dengan makanan yang tengah beliau masak hingga tak menyadari kehadiran sang putri yang tengah merasa kesal.

        "Mom! Bisaka––JUSTIN!?"

        Seketika Allegra terpaku di tempatnya seraya memasang raut kelewat terkejut kala melihat seorang pria yang tengah ia lupakan jauh-jauh di otaknya, terduduk santai di meja makan. Itu Justin, Justin Bieber Perkins. Orang yang tengah ia lupakan, orang yang Allegra harap akan melupakan kejadian kemarin di sekolahnya. Orang yang membuat kehidupan Allegra menjadi buruk. Orang yang selalu membuat Allegra tertimpa kesialan. Itu Justin, Justin, Justin. Kehadiran pria sialan itu yang lagi lagi secara tiba-tiba, membuat Allegra terjatuh kembali pada ingatan berat masalahnya. Di mulai dari Justin dan Allegra yang kini berpacaran, disertai masalah-masalah lain yang saling berhubungan.

         "Oh astaga Allegra. Mom memanggilmu sedaritadi." Mandy, ibu Allegra kini berbalik sembari membawa tiga piring berisi pancake di atas nampan lantas meletakkan menu sarapan itu di atas meja. Terlihat sudah ada tiga gelas susu dan sandwich juga di sana.

        Allegra mendengus kesal seraya memutar mata. Ia berjalan menuju meja makan dengan wajah yang tertekuk masam dan kaki yang sengaja dihentak-hentakkan ke atas lantai, lalu ia menyeret kursi dengan kasar seraya duduk dengan malasnya di atas sana. Ia duduk tepat berhadapan dengan Justin. Hancur sudah mood-nya kali ini, ditambah tatapan mengintimidasi Justin yang mengawasi gerak-geriknya dalam diam membuat rasa kesal Allegra semakin tersulut.

        "Kau ini kenapa?" Ujar Mandy terheran-heran pada anaknya. "Sudah cepat makan. Dan Justin, nikmatilah. Maaf hanya menu ini yang bisa kusajikan." Mandy kembali menginterupsi.

         Justin mengangguk sembari menggumamkan kata 'terimakasih' lantas tersenyum manis, memperlihatkan betapa menawannya pria itu. Melihat itu, Allegra hanya bisa mendelik tajam. Allegra tahu sang ibu yang menyimpan rasa senang akan sosok Justin yang bersandiwara seperti ini. Menyebalkan!
Dengan kekesalan yang masih menjadi-jadi, Allegra memilih untuk menarik jatah sarapannya lantas memakannya dengan brutal.

         Keheningan melingkupi mereka yang tengah menyantap hidangan sarapan. Hanya terdengar dentuman sendok yang beradu dengan piring mengiringi keheningan mereka. Allegra kini fokus ke dalam santapannya, memakan lahap makanan buatan sang ibu yang selalu terasa lezat. Hingga tak lama, Mandy melontarkan pertanyaan disela kunyahannya membuat Allegra nyaris tersedak.

        "Mengapa kau tak pernah bercerita pada Mom bahwa kau sekarang memiliki pacar?"

        Mata biru milik Mandy mengarah tepat ke sang anak yang kini tengah membelalakkan matanya. Allegra menggeleng cepat, lantas menatap Justin dengan tajam dan hanya di balas dengan tatapan tanpa dosa dari pria itu. Lalu Allegra menoleh kembali ke arah Mandy, memandang sosok ibunya dengan raut wajah kesal.

        "Aku tidak." Jawab Allegra dengan lugas.

        "Tapi Justin bilang kau pacarnya. Dia pria yang baik." Balas Mandy sumringah seraya tersenyum. Beliau senang mengetahui anak sematawayang-nya yang tomboy itu ternyata bisa memiliki kekasih. Walaupun Mandy tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

        Allegra mendengus, bola matanya kembali mengarah kepada Justin. Memandang pria itu yang kini terlihat berseri-seri, tengah mengusap noda selai strawberry di bibirnya dengan tisu. Allegra hanya bisa memutar mata dan berdecak kesal lantas segera meminum susunya dengan cepat. Membuat siapapun yang melihatnya, akan langsung merasa mual.

        "Aku berangkat." Ujar Allegra setelahnya. Ia bangkit dari kursi diikuti Justin yang ikut beranjak dari duduknya. Meninggalkan pancake di piringnya yang masih tersisa.

        "Hidangan yang lezat, terima kasih. Tapi kami harus segera berangkat, Ma'am."

        Ma'am?

        Ma'am? Sekali lagi, apa!? Ma'am? Apa-apaan dia!? Begitu lancangnya Justin memanggil ibunya dengan sebutan ma'am? Justin dan ibunya baru saling mengenal beberapa puluh menit lalu. Bahkan satu jam pun belum. Mengapa Justin begitu lancang!? Batin Allegra mulai berapi-api.

        "Oh aku tersanjung. Terima kasih, Justin. Dan Honey, Sabtu nanti Mom akan kembali lembur. Kau bisa mengajak Justin untuk menginap jika kau kesepian, okay? Kalian pergilah, hati-hati."

         Justin mengangguk ramah disertai senyumannya lantas memutari meja hingga ia berdiri di samping Allegra. Gadis itu terlihat tergelak seraya berpura-pura muntah melihat tingkah sandiwara Justin yang benar benar menyebalkan. Dan Justin sama sekali tidak perduli, tangan kekarnya seakan menginterupsi Allegra untuk segera membawa Allegra keluar. Jemarinya mulai meraup pundak gadis itu lantas menuntun gadis itu yang kini terlihat semakin kesal.

        "Itu sangat tidak perlu. Aku pergi, bye Mom."





***







        "Sekali lagi kau masuk ke rumahku dengan lancang, aku bersumpah akan menggunting rambut jelekmu itu!" Ancam Allegra sarkastik  setelah duduk di jok mobil samping Justin yang kini tengah melintasi jalan raya. Pria itu terlihat menahan senyumnya sembari fokus menyetir.

         "Aku tidak lancang. Ibumu mengizinkanku untuk masuk." Balas Justin sembari terkekeh yang membuat Allegra semakin mencebikkan bibirnya kesal.

           "Kau itu tidak punya otak!? Sudah kubilang, semua ini tidak benar! Bisakah kau mengerti, Justin!? Kau tidak bisa mendatangi rumahku tanpa seizinku!" Celoteh Allegra dengan kesalnya. Ia menoleh ke arah Justin dengan tatapan tajam menyeramkan. Kendati membalas tatapan maut gadis itu, Justin tetap fokus ke jalanan dengan raut wajah yang semakin menahan tawa.

        Melihat gelagat Justin yang sama sekali tidak menampilkan rasa jera, Allegra menyerah. Ia memilih untuk bungkam saja. Rasanya rugi bila ia divonis mengidap penyakit hipertensi karena amarahnya kali ini. Dengan pasrah, Allegra menghempaskan tubuhnya ke sandaran jok seraya memejamkan matanya untuk menangkan diri. Lebih baik begini, batin Allegra. Daripada ia harus berhadapan dengan sialan Justin yang menyebalkan.

        Tiba-tiba Allegra merasakan pergerakan di mobil Justin yang terhenti, namun suara mesinnya masih terdengar. Allegra sempat mengernyit samar dalam mata yang terpejam namun ia sama sekali tidak berniat untuk membuka matanya. Mungkin Justin menepi hanya untuk mengisi bahan bakar? Jadi untuk apa ia memastikannya lagi?

       Namun segala asumsi-asumsi yang bersarang di otaknya seakan lenyap ketika Allegra merasakan jemari yang menggelitik pahanya. What the hell!? Apa-apaan!? Kontan Allegra membelalakkan matanya dan mendapati Justin yang kini mendekat ke arahnya.

         "Ap–apa yang kau lakukan!?" Pekik Allegra mulai panik dengan alis yang bertautan tajam seraya mencondongkan tubuhnya ke belakang hingga meringkuk ke pintu mobil. Bola matanya menemukan Justin dengan mata hazelnya yang bening itu semakin mendekat. Senyuman miring tercetak jelas di bibirnya.

        "Justin!" Seru Allegra lagi lebih keras. Ia mulai merasakan hembusan napas Justin menerpa wajahnya. Allegra merasa sesak luar biasa ketika wajah Justin semakin mendekat. Namun Justin seakan tuli, dan kini kedua tangannya mulai kembali menjalari sekitar paha Allegra yang masih terbalut jeans.

        Seketika Allegra merasa gemetaran, belum pernah ia melakukan ini. Seperti ini. Rasa takut yang mendoninasi hatinya membuat Allegra dengan reflek menjambak rambut blonde Justin yang cukup panjang di bagian poni-nya itu. Dan dengan reflek pula Justin berteriak.

        "Justiiiin!" Pekikkan menyeramkan lagi-lagi keluar dari mulut Allegra ketika menyadari Justin yang tidak menyerah dan terus menggerayangi kedua paha Allegra walaupun dengan kondisi rambut yang tengah terjambak. Kontan Allegra semakin menarik rambut Justin dengan keras membuat kepala Justin mendongak ke atas.

        "He–hentikan!" Ringis Justin dengan kedua tangan yang mulai berhenti bergerak. Allegra sempat merasakan tangan Justin yang merogoh sesuatu di saku jeansnya. Hingga ia melihat tangan kanan Justin yang terangkat memamerkan ponselnya.

        Segera Allegra melepas jambakkan mautnya di rambut Justin. Justin bergegas menjauh dari gadis liar itu dan kembali duduk di jok mobilnya seraya mengusapi puncak kepalanya dengan tangan yang satunya.

        "Bisakah kau tidak berlaku kasar!? Ini sakit! Dan..oh ini rontok!" Cercah Justin sembari membuka telapak tangannya yang sebelumnya tengah mengusap kepala. Beberapa helai rambut terlihat mengotori tangannya. Sementara Allegra hanya bisa mendelik tajam melihatnya. Walaupun dalam hati, ia merasa sangat menyesal telah melakukan perbuatan sekeji itu.

        Justin menoleh dengan getir ke arah Allegra sebelum akhirnya bungkam seraya membuang helaian rambutnya ke sembarang arah. Lalu tangannya membuka lockscreen ponsel Allegra tanpa izin, mengetikkan sesuatu disana lantas melempar ponsel itu ke arah Allegra hingga terjatuh dalam pangkuannya. Gadis itu segera mengambil ponselnya. Melihat apa yang Justin perbuat pada ponselnya. Dan seketika Allegra tergelak melihat nama kontak telepon yang baru tersimpan di ponselnya.

         My Handsome Boy (Bieber)

        "Itu, agar aku bisa meminta izin padamu jika suatu saat aku berkunjung ke rumahmu. Jangan berani menggantinya!" Sanggah Justin ketus sembari kembali memegang stir mobilnya. Allegra tak bisa menjawab apapun selain terkekeh pelan melihat tindakan Justin yang kelewat konyol seperti ini. Ini lucu, menurutnya. My handsome boy? Geez, gadis itu sungguh muak mendengarnya. Bunuh saja dia sekarang!






***







        Kehebohan tidak bisa di hindari lagi ketika para siswa di Perkins mendapati Justin dan Allegra yang turun berdampingan dari mobil. Ditambah tangan Justin yang menuntun Allegra dengan genggaman yang erat ketika berjalan memasuki kelas membuat banyak pasang mata terkejut melihat mereka. Allegra hanya bisa pasrah saat digiring oleh Justin sembari memasang wajah masam tanpa gairah.

        Kelas yang terdengar ricuh seketika berubah hening dalam waktu yang singkat ketika Justin dan Allegra melangkahkan kakinya memasuki kelas. Mereka yang tengah berkumpul di kelas kini memandang Justin dan Allegra dengan telak. Justin terlihat santai dengan langkahnya sementara Allegra sudah benar benar jengah. Pada akhirnya gadis itu segera melepas kaitan jemarinya dengan Justin lantas berjalan cepat menghampiri kursinya. Dan Justin dengan dinginnya tetap mengekori gadis itu.

           Selena dan Cara yang tengah berbincang kontan terkejut melihat kehadiran Allegra yang begitu tiba-tiba. Mereka sama sekali tidak menyadari kehadiran Allegra saat memasuki kelas.

         "Apa!? Sana! Duduk di tempatmu!" Seru Allegra sinis dengan suara yang meninggi ketika mendapati Justin yang kini berdiri di sampingnya. Cara dan Selena hanya bisa menyaksikan amarah Allegra tanpa bisa berbuat apa apa. Mereka takut Allegra semakin hilang kendali jika ada yang melerainya.

        "Aku akan duduk disini, Babe." Jawab Justin dengan santai. Pria itu segera meletakkan tasnya di atas meja lantas duduk di salah satu bangku yang tersedia di meja Allegra. Justin duduk satu baris bersama Cara. Meninggalkan Jaden yang berseru tak terima karena duduk sendirian.

        Allegra mendengus keras seraya membanting tasnya di atas meja lantas duduk di samping Justin dengan pasrah. Ini akan menjadi buruk seburuk-buruknya! Allegra akan benar-benar marah jika Justin kembali berbuat ulah setelah ini, sumpahnya dalam hati. Ia segera merogoh isi tasnya seraya mengeluarkan alat tulis. Sementara Justin bersandar di bangkunya sembari melipat kedua tangan di atas dada, tanpa berniat mengeluarkan isi di dalam tasnya yang terlihat ringan.

         Justin yang duduk di tepat di belakang Cara dan Selena membuat mereka dilanda kecanggungan. Kedua gadis itu segera memalingkan tubuhnya ke depan tanpa berani sedikit pun untuk kembali menoleh ke belakang. Aura segan nan canggung yang di buat Justin sukses membuat mereka mati kutu. Walaupun Cara sudah mengenal Justin cukup dekat, rasanya itu tak berpengaruh banyak.

        Tak lama, bel sekolah pun berbunyi hingga muncul Mr.Lincoln yang memasuki kelas. Beliau sempat menatap sekilas ke arah Allegra sembari mengulum senyum tipis. Allegra melihat itu dengan jelas, dan tahu pasti apa arti tatapan sialan dari Mr.Lincoln.

         "Oh Congrats! Allegra. Kalian cukup serasi." Ujar Mr.Lincoln tiba-tiba yang sukses membuat kelas ricuh seketika. Orang-orang di kelas ada yang bersiul sembari tertawa-tawa sementara sisanya terlihat saling berbisik.

         "Fuck!" Desis Allegra pelan yang tak mungkin terdengar siapapun karena bising di kelasnya mengalahkan umpatannya. Allegra hanya bisa menenggelamkan kepalanya di dalam tangan yang terlipat di atas meja selama beberapa detik lantas kembali mendongak dengan malas. Oh astaga, apa Mr.Lincoln terserang amnesia!? Secara tidak langsung, guru yang terkenal killer itu menurunkan derajat sendiri sebagai seorang guru! Bodoh! Allegra menoleh sesaat dan mendapati Justin yang tengah menyeringai. Benarkan!? Ini akan menjadi buruk! Mood Allegra benar benar sudah hancur.

         "Baiklah anak-anak, kita lanjutkan materi minggu lalu. Perhitungan....."

          Mr.Lincoln kembali menjadi sosok yang menakutkan. Tak ada senyum yang mengembang di wajahnya seperti tadi hingga tak ada kericuhan lagi yang terdengar di kelas. Allegra segera mendengarkan kata demi kata yang berisi ilmu untuk kesuksesannya nanti. Sesekali ia mencatat hal yang penting di buku tulisnya. Namun, walaupun Allegra bisa mendengar materi yang dijelaskan Mr.Lincoln dan mencatatnya, gadis itu sama sekali tidak mencerna perkataan Mr.Lincoln dengan baik. Ia tidak bisa berkonsentrasi jika sedaritadi Justin terus menatapnya.

        "Apa!?" Bisik Allegra tajam pada akhirnya karena tak tahan terus diperhatikan.

        "Tidak ada." Balas pria itu dingin sembari mengedikkan bahu dan tetap menatap Allegra dengan alis yang mengkerut. Allegra memutar mata dan siap membuka mulut untuk membalas perkataan menyebalkan Justin namun niatnya terurungkan kala merasakan getaran di saku celananya. Gadis itu segera merogoh ponselnya lantas membuka pesan yang tertera dengan sembunyi-sembunyi.


        From: Hailey

We need to talk. Jam istirahat di ruang balet belakang gedung.









***






Allegra Stewart's View






        We need to talk. Jam istirahat di ruang balet belakang gedung.


        Pesan dari Hailey sukses membuatku gelisah disepanjang jam pelajaran Mr.Lincoln dan Mrs.Emma. Ketika bel istirahat berbunyi, aku langsung bergegas keluar dari kelas untuk segera bertemu Hailey. Kutinggalkan bajingan Justin yang tertidur di tempatku, dan berpura-pura pada Selena untuk pergi ke toilet.

          Sungguh! Hari ini sangatlah buruk. Pagi-pagi buta aku sudah di buat kesal oleh si Perkins yang menyebalkan, Justin menjemputku tanpa izin! Dan ibuku terlihat menyukainya. Itu sangat membuatku muak! Lalu ketika kami sampai di sekolah, Justin tanpa malu menggandeng tanganku. Demi Tuhan, aku sangat risih diperlakukan seperti itu. Berkali-kali aku merasakan perutku sakit karena mual. Okay itu berlebihan, sebenarnya tidak.

         Dan saat pelajaran Fisika berlangsung, Mr.Lincoln sempat menggodaku dan mengucapkan selamat atas hubunganku dengan Justin. Apa apaan!? Bahkan aku tidak menyangka jika Mr.Lincoln termasuk orang yang peka terhadap hal percintaan, oh astaga! Yang benar saja!

        Mati-matian aku menahan amarahku terhadap Justin. Dan ini yang terakhir. Jika dia mempermalukanku lagi aku taakan segan-segan untuk mencukur habis rambutnya hingga botak! Aku bersungguh-sungguh!––mungkin.

          Aku berjalan cepat melintasi koridor tanpa memperdulikan tatapan orang-orang yang lagi-lagi mengarah padaku. Tak lama, aku memutari gedung kelas tahun terakhir––senior––hingga menyusuri koridor di belakangnya. Aku bisa melihat kumpulan gadis dari kejauhan yang terduduk di bangku panjang di depan ruang balet. Itu mereka, Hailey dan kawan-kawannya.

         Hailey selalu peka akan kehadiranku. Satu meter jarak kami ketika aku masih berjalan menghampirinya, ia sudah melihatku. Kendall, dan yang lain terlihat beranjak dari duduknya seraya ikut menatapku, sementara Hailey tetap duduk di tempatnya. Aku bisa merasakan tatapan mereka memiliki aura berbeda, dan itu membuatku sedikit gusar.

          Ketika aku menghampiri mereka, aku sedikit terkejut melihat penampilan Hailey yang tidak terlihat seperti biasanya. Ia terlihat..urakan, sepertiku. Rambutnya kusut, ia terlihat pucat tanpa polesan make up, dia juga memakai kemeja beserta jeans ketat. Oh astaga! Ia menjiplak penampilanku!? Ia juga ingin terlihat seperti Kurt Cobain? Aku rasa tidak, aku yang lebih pantas. Dan aku bisa melihat dengan jelas sembab di matanya. Okay, Hailey tidak menjiplak penampilanku, dia mungkin..patah hati?

        Hailey mulai mendongak menatapku. Aku tertegun melihat wajahnya yang tertekuk murung. Matanya yang sembab menatapku begitu dalam. Aku hanya hisa menunduk membalas tatapannya karena posisinya yang tengah duduk sehingga aku jauh lebih tinggi darinya. Kendall, Kylie, dan Barbara sedikit menjauh dari kami seakan memberi Hailey waktu untuk berbicara berdua denganku dan itu cukup membuatku sedikit canggung. Kami baru berteman baik namun sudah tertimpa masalah yang konyol seperti ini. Dan semua gara gara Justin! Shit!

          Ini semakin menegangkan. Hailey tetap bungkam sembari menatapku sementara aku hanya bisa diam membalas tatapannya seraya menunggunya untuk meminta penjelasan padaku. Seharusnya begitukan? Tapi yang kudapat hanya keheningan yang semakin mencekam. Teman-teman Hailey yang lain pun seakan bersedia menunggu kami berbicara walaupun sudah hampir sepuluh menit kami saling diam.

         Aku mengerjapkan mata sesaat, merasakan kecanggungan yang menjadi-jadi dalam benakku. Seharusnya tak seperti ini, seharusnya aku menjelaskan semuanya secara terang-terangan mengenai apa yang terjadi agar Hailey tidak termakan gosip murahan yang tersebar di Perkins mengenai diriku. Tapi mengapa Hailey diam? Apa dia menungguku untuk menjelaskan? Well, jika memang iya, aku akan menjelaskannya.



          "Semua tidak seperti yang kau kira, Hailey. Aku bisa jelaskan."

       

       

Continue Reading

You'll Also Like

327K 27K 38
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
163K 15.6K 38
Tidak pandai buat deskripsi. Intinya ini cerita tentang Sunoo yang punya enam abang yang jahil. Tapi care banget, apalagi kalo si adek udah kenapa-ke...
37.5K 4.9K 43
[DISCLAIMER!! FULL FIKSI DAN BERISI TENTANG IMAJINASI AUTHOR. SEBAGIAN SCENE DIAMBIL DARI STREAM ANGGOTA TNF] "apapun yang kita hadapi, ayo terus ber...
177K 15K 26
Ernest Lancer adalah seorang pemuda kuliah yang bertransmigrasi ke tubuh seorang remaja laki-laki bernama Sylvester Dimitri yang diabaikan oleh kelua...