OBSESSION

By slay-v

99.7K 10.2K 6K

Bethany Chance dan Aimee Parker. Mereka gadis berusia 17 tahun yang sekilas terlihat seperti remaja pada umum... More

OBSESSION
CAST
Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 30 (2)
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 34 (2)
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 36 (2)
Chapter 37
Chapter 37 (2)
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Epilog
Author's Notes
Random Part
Bonus Chapter: Through The Dark
Bonus Chapter: After
Bonus Chapter
Bonus Chapter: Tough Guys

Chapter 15

1.6K 187 96
By slay-v

"Kau cerewet sekali, Gendut."

George mengerutkan dahinya. Ia menoleh ke belakang, merasa tak yakin kalau ucapan Harry tadi tertuju padanya. Kemudian Ia menolehkan kepalanya lagi ke depan dengan ekspresi bingung. "Kau bicara padaku?" tanya George.

"Tidak. Aku bicara kepada sarang laba-laba di belakangmu. Tentu saja aku bicara padamu!" sungut Harry seraya memutar kedua bola matanya. Ia mendecak meremehkan sebelum melanjutkan, "apa kau tuli? Astaga. Seharusnya aku sudah menduganya. Mungkin karena telingamu terhimpit oleh lemak di lehermu."

"Kau punya kesempatan untuk menarik ucapanmu, Lady Boy."

Harry melirik jam raksasa di sebelahnya. Tepat pukul sepuluh malam.

"Untuk apa? Lagi pula itu benar!" balas Harry dengan seringaian jahil. Ia menoleh kepada Greyson dan Gemma yang duduk di belakangnya (dan keadaan mereka tentu saja masih dengan kaki dan tangan terikat). "Greyson, Gem, tolong ingatkan aku untuk ke Victoria Secret sepulang dari sini untuk membelikannya bikini, oke? Sepertinya motif polkadot berwarna merah muda sangat cocok untuknya."

Tak hayal Greyson dan Gemma tergelak-gelak hingga bahu mereka berguncang. Dan itu membuat George berang. Ia tidak suka menjadi bahan lelucon, terutama ditertawai seperti itu. Ia tidak berfikir dua kali untuk mendekati Harry dan langsung menarik kerah bajunya hingga Harry terangkat dari lantai.

"Aku tidak peduli lagi dengan uang! Kau seharusnya kuceburkan saja ke sungai Thames dan membiarkanmu dimakan hiu."

"Tidak ada hiu di sungai, Idiot."

"PRANG!"

Sebagian kaca di jam raksasa di menara pecah secara tiba-tiba, membuat George, Gemma dan Harry terkejut. Sejumlah kepingan kaca terlempar hampir mengenai tubuh George. Ia pun melangkah mundur. Kini terdapat lubang berukuran sedang di jam raksasa tersebut, tepat berseberangan dengan posisi George berdiri.

"Apa itu tadi?!" pekik George, masih terdengar marah. Ia menyembunyikan rasa keterkejutannya. Ia menarik kerah pakaian Harry hingga wajah mereka semakin mendekat. "Apa kau yang melakukannya?!"

Harry melongo tidak percaya. Ia mencibir malas, "memangnya siapa aku? Penyihir? Bung, aku hampir dihajar olehmu bagaimana aku dapat membuat lubang di jam seperti itu!"

"Katakan padaku—"

George tiba-tiba berteriak kesakitan. Darah mengalir di pundaknya, menyebabkan kaus putihnya kini ternodai warna merah pekat yang banyak. Rasa nyeri dan perih karena luka di pundak George memengaruhi tenaganya, hingga genggamannya pada kerah baju Harry terlepas dan Harry pun jatuh ke atas lantai.

"What the fuck—" Harry menggerakkan bokongnya agar mundur dan merapat kepada Gemma dan Greyson. Ia memerhatikan George yang berdiri agak membungkuk di hadapannya sambil berteriak kesakitan.

"Apa itu tadi?! Kenapa pundaknya tiba-tiba berdarah?!" pekik Gemma ketakutan.

Sedangkan di tempat lain, di sebuah atap gedung besar yang berseberangan dengan menara Big Ben, pria dengan rambut gelap itu menyeringai puas. Ia menembak sasaran dengan tepat—yaitu George. Ia mengisi ulang senjata shot gun-nya dengan santai seakan sudah terbiasa menggunakan senjata berat tersebut. Padahal, ini kali pertama Ia menggunakannya.

"Nice shoot, Payno," puji seorang pria yang berdiri di sebelahnya—Louis. Ia memerhatikan sasaran mereka menggunakan teropong. Dengan benda itu Louis dapat melihat jelas si pria gempal, George, yang sekarang berlutut di balik jam raksasa Big Ben sambil memegangi lukanya. "Kau punya bakat menjadi teroris."

"Fuck you," Liam mengumpat diikuti gelak tawanya. Ia membenarkan posisinya yang kini berbaring telungkup di belakang shot gun. Liam menggunakan senjata tersebut untuk menembak George. Ia pun memerhatikan orang gempal itu menggunakan teropong di senjatanya, "kau mau mencoba menggunakan senjata ini, Louis?"

"Tidak. Kau lebih pandai menggunakannya," Louis teringat ketika Ia mencoba senjata yang sama di rumah sebelum mereka pergi. Kesimpulannya, Ia lebih memilih menggunakan senjata kecil dari pada shot gun. "Hei, dia mencoba menyerang Harry. Tembak lagi, Liam," ucap Louis cepat.

"Got it," Liam kembali memerhatikan sasaran dari teropong di atas senjata itu. "Shoot."

"DOR!"

George mengerang kesakitan saat peluru kedua menembak lehernya. Kini darah mengalir lebih banyak dari sana, dan dia ambruk di atas lantai dengan wajah pucat pasi.

"Itu menyeramkan," komentar Harry ngeri. Ia menolehkan kepalanya kepada Greyson, "jadi siapa yang menembaki George?"

"Liam," Greyson kerap menggerakkan tangannya, berharap tali yang mengikatnya melonggar. "Dia bersama Louis di atap gedung yang berseberangan dengan menara Big Ben."

"Greyson! Harry!"

Greyson, Harry dan Gemma menoleh ke asal suara yang berasal dari lift. Dari sana keluar dua orang yang sangat mereka kenal, Beth dan Niall. Dengan panik keduanya mendekati mereka bertiga. Ekspresi mereka menunjukkan kelegaan mendapati Greyson, Harry dan Gemma yang tidak terluka parah.

"Syukurlah kalian baik-baik saja!" sorak Niall dengan puas. Ia mengeluarkan pisau lipat dari saku celananya guna memutuskan tali yang menjerat Greyson, Gemma dan Harry. Sedangkan Beth mengawasi keadaan sekitar, memastikan tidak ada yang datang.

"Bagaimana dengan Frank? Bukankah dia ada di lantai bawah?" Greyson bertanya saat Niall tengah memotong tali di pergelangan tangannya.

"Oh, pria di bawah tadi?" Beth menghela nafas dengan puas. "Aku memukul kepalanya dengan pot bunga hingga Ia pingsan."

"Apakah dia mati?" tanya Harry prihatin.

"What? Siapa peduli Harry! Orang itu bisa saja membunuh kita!" omel Gemma sebal. "Tadi dia memukul kepalaku! Untung saja aku tidak gegar otak."

"Sst! Jangan bertengkar," lerai Niall tegas. Ia melangkah mundur selesainya membebaskan ketiga kawannya dari tali. "Sekarang, kita pergi dari sini!"

"Tidak secepat itu."

Mereka terkejut saat George tiba-tiba bangun kembali. Dengan tertatih-tatih, Ia mencoba berdiri sambil menahan perih karena luka tembak di bahu dan lehernya. Ia mencegat Greyson dan Niall di pinggir jam raksasa, sedangkan Harry, Gemma dan Beth berada di belakang George.

"Jauhi mereka, Big G!" teriak Harry kesal. Ia maju, mengangkat kedua kepalan tangannya seakan mengajak berduel. Padahal dia ketakutan setengah mati. "Ayo, lawan aku."

George menyeringai angkuh. Ia menoleh kepada Harry dan menatapnya tajam, mampu membuat Harry bergidik ngeri. "Satu pukulan untuk itu, Lady Boy," ucap George dingin.

Harry mengira George akan memukulnya, namun ternyata sasarannya bukan dirinya. Melainkan Greyson. George menghantam kepalan tangannya ke perut Greyson dengan sangat keras, menyebabkan Greyson berteriak kesakitan. Ia merasakan perutnya seakan remuk dan hancur. Kakinya dalam sekejap terasa lemas dan Ia ambruk ke atas lantai.

"Greyson!" Beth terkesiap kaget. Ia hendak menghampiri sepupunya namun Gemma dan Harry langsung mencegahnya. Beth dapat merasakan emosi sudah mencapai ubun-ubun kepalanya. Keinginan untuk menghajar George tidak dapat terbendungkan lagi. "Kau sentuh dia lagi akan kupastikan kau—"

"Apa?!" George membentak menantang. Seketika nyali Beth yang membakar dirinya lenyap. Terutama saat George melangkah maju, menyudutkan Beth, Harry dan Gemma ke pagar besi yang membatasi area jalan dengan alat-alat macam roda besi untuk menggerakkan jam. "Kau mau menghajarku? Gadis sepertimu?"

"Tidak ada salahnya mencoba," getir Beth gemetar.

George tertawa keras. Ia melayangkan kepalan tangannya kepada Beth. Dengan cekatan Beth berjongkok, hingga kini Harry-lah yang berdiri di belakang Beth menjadi korbannya. Kepalanya menghentak kuat ke samping saat tangan George menghantam rahangnya.

"Fuck!" Harry meringis kesakitan. Ia meraba rahangnya yang sedari tadi menjadi sasaran tinju. Kini warnanya nyaris membiru. "Oh my God kurasa gigiku akan rontok sebentar lagi."

"Ma-maafkan aku! Astaga," Beth bodoh Beth bodoh Beth bodoh! Ia menyentuh luka lebam Harry dengan ngeri. "Harry, maafkan aku. Biar kulihat lukanya—"

"AW!" Harry berteriak terkejut saat jemari Beth menekan luka memar di rahangnya. Dengan ekspresi memelas dan polos, Ia mengeluh. "Itu sakit, Beth."

"Hei, lawan yang sepantaran denganmu, Sialan!" George yang sedari tadi menertawakan reaksi Harry, kini beralih kepada Niall yang meneriakinya, menantang. Niall berdiri di depan Greyson, melindungi remaja itu yang masih terkapar tak berdaya.

Louis dan Liam menyaksikan itu semua dari seberang Big Ben (masih menggunakan teropong). Mereka berdua panik. Louis menoleh, menatapi Liam yang kini malah bengong, "apa yang kau lakukan? Cepat tembak orang itu!" seru Louis jengkel. "Ia bisa saja membunuh Niall dan Greyson!"

"Tidak bisa! Niall menghalangi si Gendut!" teriak Liam frustasi. Namun Ia mengisi ulang senjatanya—bersiap menembak George jika saatnya tepat. "Diam saja, oke? Aku tahu yang kulakukan."

Di sisi lain, Niall mulai merasa gentar. Mungkin dia sering berlatih boxing, namun jika melawan orang sebesar George, Ia merasa ragu dapat mengalahkannya. Tapi setakut apapun dirinya, Niall masih tetap berdiri di depan Greyson, mencoba melindungi remaja itu yang kini berusaha bangkit dan menahan perih di perutnya.

"Sebenarnya apa yang kau mau?!" teriak Greyson marah, "kalian terus membahayakanku dan teman-temanku!"

George memiringkan kepalanya. Ia tersenyum misterius, "tanyakan pada Frank, Kid," dia melangkah maju, semakin menyudutkan Niall dan Greyson ke pinggir jam raksasa tersebut. "Now, enjoy."

"DUAK!"

"Prang!"

Beth, Gemma dan Harry terkejut bukan main ketika menyaksikan apa yang George lakukan kepada Niall dan Greyson. Orang itu menendang keduanya hingga terpental ke belakang, menabrak kaca jam raksasa di belakang mereka dan terlempar keluar menara.

"AAH!" Beth histeris. Gadis batinnya yang gila menguasai dirinya begitu saja. Akal sehatnya lenyap. Dengan penuh emosi, Beth melompat ke atas punggung George, dan menjambaki rambut George sekuat yang Ia bisa. "Dasar manusia terkutuk! Otak udang! Kau sialan! Awas saja kalau Niall dan Greyson sampai mati! Akan kupastikan kepalamu di gantung di puncak menara!"

"TURUN DARI TUBUHKU, JALANG! AHK! Itu sakit!" George meronta mencoba menjatuhkan Beth dari tubuhnya. Namun di saat yang sama Ia menjerit kesakitan karena Beth memukuli luka tembaknya.

"Harry! Turunkan dia!" jerit Gemma panik.

"Bethany! Turun dari situ!" Harry memekik tak percaya. Ia dengan susah payah menarik pinggang Beth agar terangkat di punggung George dan menjauhi orang gendut itu.

Tetapi nasibnya sial. Tanpa Beth sadari, kakinya yang terangkat ke belakang menendang Harry, tepat di selangkangan.

"AAAA!" Harry ambruk, langsung tidak berkutik. "Kenapa ini semua harus terjadi padaku?!"

Bethany menoleh karena mendengar jeritan Harry. Ia melongo terkejut karena menyadari apa yang baru saja Ia perbuat kepada Harry. "Oh shit aku menendang selangkanganmu? Harry, aku benar-benar tidak sengaja!" Beth memekik histeris. Ia mendekati Harry dan memerhatikan lelaki itu yang kini terkapar di atas lantai sambil memegangi pangkal pahanya. "Astaga. Aku benar-benar minta maaf ..."

"Kau tidak perlu menangis segala!" jerit Gemma frustasi karena melihat Beth menitikkan air mata. "Harry tidak apa-apa. Hanya bengkak! Berhentilah menangis! Lihat, dia tersenyum!"

"DOR! DOR! DOR!"

Liam langsung menembakkan tiga peluru sekaligus kepada George saat menyadari Beth telah turun dari tubuhnya. Tembakannya menimbulkan luka tembak di kepala dan dada George. George langsung tewas dan ambruk ke atas lantai. Menyaksikan itu semua, Harry, Beth dan Gemma terbengong-bengong tak percaya.

"BETH! HARRY!"

"KAMI DI SINI!"

Beth terkejut mendengar suara Greyson dan Niall dari luar menara. Dia, Harry dan Gemma merangkak ke pinggir jam dan mendongakkan kepala mereka keluar melalui lubang lebar disana. Ketiganya menghela nafas lega karena melihat Niall yang bergelantungan di jarum panjang jam yang mengarah ke angka 4, sedangkan tangan kirinya memegang lengan Greyson.

"Kalian selamat! Kalian selamat!" pekik Beth bersemangat.

"Yeah, not for long," komentar Greyson dengan getir.

Beth, Harry dan Gemma memerhatikan Niall dan Greyson yang bergelantungan di jam di luar menara. Tak jarang tubuh keduanya tertiup angin kencang. Ini membuat keduanya semakin panik. Tangan kanan Niall tak mampu berpegangan di jarum jam dalam waktu lama, apalagi tangannya yang lain tetap berusaha memegang lengan Greyson agar tidak terjatuh. Untung saja permukaan jarum jam tempatnya berpegangan tak tajam, jadi Ia tidak merasa tangannya  perih.

"Oh, sial," Niall mempererat genggamannya. Dengan susah payah Ia mencoba menarik tangan Greyson untuk ikut berpegangan pada benda tersebut, namun Ia tidak mampu. "Greyson, kau tak apa-apa?"

Greyson menunduk. Sepasang matanya melebar ketika melihat ke bawah, dimana jaraknya dari atas tanah berpuluh-puluh meter jauhnya. Sesungguhnya Ia tidak takut dengan ketinggian, tetapi saat melihat ketinggian seperti ini, seketika memorinya berputar ke sebuah peristiwa beberapa tahun lalu. Saat Ia berada di atap gedung sekolahnya, menunduk, memandangi jasad Jonathan di atas tanah yang berdarah-darah.

"Tarik aku!" Greyson terengah panik. Ia berulang kali menggelengkan kepalanya, berusaha menghilangkan memori buruk itu darinya. "Tolong kami!"

"Bertahanlah! Kami akan mencari cara untuk menolong kalian!" tapi bagaimana caranya? Beth mengusap wajahnya frustasi. Ia kebingungan! Ia tidak tahu cara menolong Niall dan Greyson agar kembali masuk ke dalam menara.

"Grek!"

"SHIT!" Niall mengumpat saat jarum jam tempatnya bertumpu bergerak, kini posisinya di antara angka 4 dan 5. Kini Ia merasakan pegangannya merosot ke bawah, ke ujung jarum jam yang posisi-nya miring ke bawah. Dengan nafas terengah Ia mendongak, memerhatikan jam yang menunjukkan pukul 22.24. "Greyson, tanganku mulai nyeri."

"Da-dan aku mulai kedinginan disini," keluh Greyson dengan nafas tersengal. Semula hanya tangan kirinya yang digenggam Niall, namun kini kedua tangannya mencoba berpegangan pada Niall, dan berhasil. "Sial. Kita harus segera naik."

"Grek."

"AAHH!" Niall dan Greyson berteriak ketika jarum jam bergerak lagi, kini tepat di bagian yang menunjukkan pukul 22.25. Greyson ketakutan. Tangannya berkeringat dan merasa pegangannya di tangan Niall akan lepas sebentar lagi.

"Aku tidak akan mati sekarang. Tidak," Greyson memotivasi dirinya sendiri dengan yakin. "Ugh. Niall, kau bisa bertahan di atas sana?"

"Ku-kurasa tidak," Niall mati-matian menahan air matanya yang ingin tumpah. "Harry, selamat tinggal. Aku mencintaimu."

"What the fuck. Sekali lagi kau mengatakan itu aku akan membunuhmu," balas Harry tidak senang. "Kalian akan selamat. Kami akan mencari cara. Bertahanlah sebentar lagi!"

"SAMPAI KAPAN, HAH?! Aku tidak kuat lagi!"

"Greek!"

Greyson dan Niall terkejut saat jarum panjang bergerak lagi, dan kini mendekati angka 6. Niall bergelantungan tepat di ujung jarum jam, dan Ia mulai merasa pasrah jika saja Ia akan mati saat ini juga.

"Beth?" Greyson memanggil sepupunya dengan suara bergetar.

Beth berlutut, lalu mengeluarkan kepalanya dari menara agar dapat melihat Greyson lebih jelas. Ia meringis melihat Greyson dan Niall, apalagi sepupunya. Greyson tampak sangat ketakutan.

"I love you," desis Greyson pelan. "Aku sangat menyayangimu, oke? Kau sudah kuanggap sebagai adikku sendiri. Kau dan Aimee sangat berarti bagiku. Aku menyayangi kalian berdua."

"Jangan mengatakannya seakan kau akan mati!" protes Beth dengan bibir bergetar, menahan tangisannya. Suaranya parau dan matanya berkaca-kaca. "Kau tidak boleh meninggalkanku sendirian. Kau telah berjanji untuk membantuku mencari Aimee hingga ketemu, bukan?!"

Gemma mundur. Ia berdiri dan menolehkan kepalanya untuk mencari benda yang dapat Ia gunakan untuk menyelamatkan Greyson dan Niall.

"Hei, kita sudah berjanji! Kau boleh mati jika kita sudah menemukan Zayn, ingat?!" tuntut Harry tegas. Namun lama kelamaan suaranya lirih, dan Ia mulai merengek. "Ayolah, Niall! Aku berjanji akan mentraktirmu makanan sebanyak-banyaknya!"

"GREK!"

Jarum panjang pun berhenti di angka 6, repat lurus ke bawah. Dan Niall merasa tangannya kram. "Oke, aku akan benar-benar mati sekarang," gumamnya setengah menjerit. "Bye, cruel world!"

"AHA!" Gemma melonjak kegirangan menemukan seutas tali panjang di bawah kursi tempat George duduk tadi. Pasti sisa tali yang orang itu gunakan untuk mengikat dirinya, Greyson dan Harry. Ia segera mengambilnya dan kembali berjalan ke pinggir jam. "Aku menemukan tali!"

"BAGUS!" Harry menyambar benda itu dari tangan Gemma. Ia mengikat salah satu ujung talinya ke pagar di dalam emnara dengan kuat, lalu memberikan ujung tali keduanya kepada Beth. "Beth, lempar ke bawah, kepada Niall dan Greyson. Hati-hati jangan sampai tersangkut ke jam!"

"Got it," Beth berdiri di tepi jam, menunduk lagi kepada Niall dan Greyson yang masih bergelantungan. "Niall, tangkap ini!" Ia berteriak keras lalu melempar ujung tali ke bawah.

"Thank God!" Niall segera mengambil tali yang terulur di depan wajahnya. "Greyson, pegang erat tanganku!"

Greyson mengangguk. Kemudian Niall, setelah mengumpulkan tekadnya, langsung melepas pegangan tangannya pada jarum jam dan dengan cekatan memegang tali yang terjulur di depan wajahnya. Greyson pun langsung memegang erat tali tersebut hingga berhadapan dengan Niall.

"Tarik!" perintah Gemma kepada adiknya dan Beth. Kedua orang itu pun menurut, lalu ketiganya berjuang menarik tali ke atas hingga Niall serta Greyson kembali masuk ke dalam menara Big Ben.

"Kukira aku akan mati," desah Niall sembari berbaring terlentang di atas lantai.

Greyson menyahut setuju. Ia mengatur nafasnya yang tersengal, lalu mencoba bangkit untuk duduk, menenangkan detak jantungnya yang tak karuan. Belum sempat mendongak, Ia mendapati Beth telah berlutut di depannya dan langsung memeluknya sangat erat. Tangannya bergetar ketika pelukannya semakin erat di punggung Greyson.

"Lihat? Kau tidak akan mati. Setidaknya bukan sekarang," gumam Beth dengan lega. Ia dengan segera menghapus air matanya sebelum jatuh mengalir ke pipinya.

Greyson membisu. Ia melepas pelukannya, "aku tidak akan pergi sampai menyelamatkan Aimee," tekadnya sambil tersenyum kecil. "Itu janjiku."

Beth menghela nafas. Ia memeluk sepupunya lagi sambil merutuk pelan, "kau sebaiknya menepati janjimu!" kata Beth sambil memejamkan matanya.

Greyson mengusap rambut Beth. Ia bertanya pada dirinya sendiri; sebenarnya sudah berapa lama Ia pergi meninggalkan Beth dan Aimee? Sebenarnya sudah berapa lama Ia tidak memedulikan keduanya? Seharusnya Ia sadar bahwa selama dia pergi, saat itulah Beth dan Aimee tepuruk dan membutuhkan hiburannya. Namun dia tidak ada disana.

"Kemari, kau tiang listrik."

Baik Greyson dan Beth terkejut saat Niall dan Harry memeluk keduanya sekaligus. Tubuh Beth pun menjadi kaku bak patung ketika merasakan lengan Niall merangkul pundaknya. Gila. Aku mendapat Styles and Horan Hug sekaligus. Gadis batinnya kini melonjak kegirangan sekaligus menangis karena haru.

"Aku akan bersumpah jika orang-orang itu mencoba membunuh kita lagi, aku tak ragu untuk melawan," tekad Niall sambil menghela nafas. Ia menarik tangannya dan berdiri. "Ayo kita turun. Aku yakin Liam dan Louis telah menunggu kita."

Mereka mengangguk. Niall, Harry, Greyson, Gemma dan Beth menuju lantai satu menara menggunakan lift.

"Gem, kurasa sampai masalah ini selesai, kau menginap saja di rumah Robin di Chesire. Disana lebih aman," kata Harry seraya mengusap pundak kakaknya. "Aku akan merasa lebih lega jika kau jauh dari kami untuk sementara waktu."

Gemma terdiam, ia memikirkan usul dari Harry selama beberapa saat. Ia sebenarnya tak masalah dengan itu, tetapi—"bagaimana dengan kalian?" Gemma bertanya dengan khawatir.

Harry menatap Niall, Greyson dan Beth. Ketiganya membisu, seakan membiarkan Harry yang memutuskan hal tersebut. "Kami belum menemukan Zayn," Ia menyahut singkat tanpa membalas tatapan kakaknya.

Gemma mendecak. "Kalian bukan polisi. Aku bukannya ingin menakut-nakuti, tapi bagaimana kalau kalian mati karena hal ini?" tanya Gemma lagi, untuk kedua kalinya.

Tidak ada yang menjawab. Karena sebenarnya mereka memang tahu itu resiko yang harus diambil. Mereka tidak dapat meminta pertolongan polisi karena Modest! telah melakukan sesuatu agar pihak tersebut tidak terlibat. Jadi, kini mereka harus melakukannya tanpa perlindungan dari siapapun.

Gemma mendesah pasrah karena tak mendapat jawaban. Ia merangkul lengan adiknya dan memeluknya erat, "oke. Aku akan pergi besok ke Chesire. Jaga dirimu baik-baik," ucap Gemma.

Harry mengangguk lega. Ketika lift tiba di lantai bawah, kelimanya segera keluar lift dan menuju pintu keluar. Namun saat membuka pintu, Frank sudah berdiri di balik sana. Ia mengangkat senjatanya kepada Beth yang berdiri beberapa meter tepat di depannya.

"Kau," desis Niall. Ia menarik Beth agar berlindung di balik tubuhnya, sama seperti yang Harry lakukan pada kakaknya.

"Tak kuduga kalian selamat. Sayang sekali," ucap Frank dingin. Jari telunjuknya siap menarik pelatuk senjata, "padahal akan lebih mudah jika kalian biarkan kami membunuh kalian sekarang."

"Apa maumu?" Harry bertanya dengan marah. "Kau dan teman-temanmu bertindak atas perintah orang lain, itu pun secara tak langsung! Sebenarnya apa tujuan kalian?!"

Frank menatap kelima orang didepannya satu persatu. Ia menunjukkan senyuman masamnya, lalu memutuskan memberitahu kepada kelimanya tujuannya sebenarnya. Masih mengarahkan senjata kepada Liam, Beth, Harry, Greyson dan Gemma, Ia mulai membuka suara.

"Kami menerima perintah dari boss untuk—"

"DOR!"

Harry, Greyson, Liam, Gemma dan Beth tercengang. Frank langsung ambruk ke atas lantai sebelum menyelesaikan ucapannya, dengan lubang peluru di bagian dada.

Kelima orang itu mendongak. Mereka mengerjap terkejut ketika melihat Louis dan Liam yang berdiri di belakang Frank dengan pose seperti mata-mata. Liam dan Louis berdiri saling memunggungi, tangan bersedekap penuh dengan gaya ala superhero setelah mengalahkan penjahat. Dan Louis, di tangan kanannya Ia mengenggam sebuah senjata.

"LOUIS!!"

***

"Orang itu akan mengatakan alasan kenapa mereka mengincar kita, tepat saat kau menarik nyawanya! Dasar gila!" Greyson berteriak frustasi sembari mengguncang bahu Louis.

Sepasang mata Louis melebar mendengar ucapan Greyson. Ia sempat merasa bodoh namun tentu saja, Ia berusaha membela dirinya. "Mana aku tahu tentang itu! Aku dan Liam baru datang dan melihatnya menodongkan senjata kepada kalian, tentu saja aku menembaknya agar kalian tidak mati! Aku mencoba menyelamatkan kalian!" balas Louis sengit.

Niall menggeleng tak percaya mendengar pembelaan Louis. Ia mendekapkan tangannya saat menyender ke jok mobil, "sudahlah. Kita tahu kalau berdebat denganmu akan menghabiskan waktu lama. Tak ada gunanya," kata Niall mengalah.

"Sama-sama, by the way."

Suasana mobil hening lagi. Harry yang tengah menyetir akhirnya membuka mulut untuk memecah keheningan, "kau tahu, selama ini yang mencoba membunuh kita merupakan sekelompok orang yang dibayar orang lain. Tapi mereka menerima tawaran untuk membunuh kita melalui e-mail, jadi selama ini sepertinya mereka berkomunikasi dengan bos mereka secara online," ucapnya dengan pasrah. "Kalau begini kita tidak tahu pelakunya. Sebenarnya kita bisa tahu sedikit informasi jika tahu apa alasan mereka sehingga ingin membunuh kita, tapi Tommo malah menembaknya mati."

Louis memutar kedua bola matanya. Kenapa tidak ada yang berterima kasih padaku karena telah menyelamatkan mereka? "Sama-sama, guys. Sama-sama," sahutnya dengan sarkasme tinggi.

Suasana mobil hening kembali. Karena waktu menunjukkan hampir tengah malam, hampir sebagian dari mereka tertidur. Greyson terlelap sambil merangkul Beth, sedangkan disebelah Beth, Niall tidur menyender ke kepalanya. Louis yang berada di jok paling belakang, terlelap dengan posisi meringkuk dan memeluk dirinya sendiri. Yang tidak tidur hanya Harry, Liam dan Gemma. Sebelum pulang, Harry mengantarkan Gemma terlebih dahulu ke rumahnya.

"Mom dan Robin sedang berlibur. Sebaiknya aku tidak memberitahu mereka tentang peristiwa tadi, bukan?" kata Gemma saat Ia turun dari mobil yang berhenti di depan rumahnya. "Mmm ... dan aku akan ke Chesire besok."

"Ya, jangan beritahu mereka," Harry mengangguk setuju. "Kabari aku jika kau sudah tiba disana, oke?"

"Aku mengerti," Gemma menyahut cepat. Ia memeluk Harry erat, "kumohon, jaga dirimu baik-baik."

"Gem, aku akan baik-baik saja! Percayalah," hibur Harry dengan sportif. Ia menunjukkan cheeky smile terbaiknya kepada Gemma, "i'll see you soon, okay? Kurangilah aktivitas di luar rumah. Lebih aman jika kau jauh dari kami untuk sementara waktu—seperti yang kukatakan tadi."

Gemma tersenyum. Ia masih merasa khawatir, namun memutuskan segera masuk ke rumahnya. Sampai mobil hilang dari pandangannya, Ia masih berdiri di balik jendela. Ia tahu kalau Harry akan mengalami banyak hal sejak Ia mengikuti audisi X-Factor tempo lalu. Tapi, bukan ini maksudnya. Ini terlalu banyak, berlebihan, dan sangat berbahaya. Jika Zayn diculik sekelompok orang yang "disewa" itu, bagaimana jika selanjutnya adalah Harry? Atau bahkan Liam, Niall, Louis, Beth dan Greyson?

Dirinya saja sudah terkena batunya. Dan ia tahu, siapapun orang itu, tidak pernah main-main.

***

Fast update hehehe. Votesnya di FF gue ini dikit tapi karena gue suka bikin ff ini, jadi lanjut aja lol. Keep vote and comments ya x

Continue Reading

You'll Also Like

71.5K 4.3K 27
Ketika cinta tidak memandang status sosial, fisik, kekayaan dan kesempurnaan adalah cinta yang tulus. Ketika cinta tidak melihat lagi siapa mereka ar...
1M 83.3K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
274 156 28
Banyak hal yang berubah dalam hidup Janis setelah kematian sang ibu. Hidupnya yang semula bak putri kerajaan berubah seratus delapan puluh derajat de...
27.8K 4K 53
COMPLETED Cerita ini berlatar pada jaman penjajahan kolonial Belanda, di mana seorang perempuan yang lahir dari hasil pernikahan campuran antara Bang...