Dedarah 「END」

By andhyrama

440K 54.9K 19.7K

[15+] Aku dikutuk. Aku hanyalah seorang gadis penderita asma yang ingin menjalani hari-hari dengan tenang ber... More

Prolog
Bagian 00
Bagian 01
Bagian 02
Bagian 03
Bagian 04
Bagian 05
Bagian 06
Bagian 07
Bagian 09
Bagian 10
Bagian 11
Bagian 12
Bagian 13
Bagian 14
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 18
Bagian 19
Bagian 20
Bagian 21
Bagian 22
Bagian 23
Bagian 24
Bagian 25
Bagian 26
Bagian 27
Bagian 28
Bagian 29
Bagian 30
Epilog
Delapan
Segera Terbit!
Vote Cover!
Pre-Order
Ada di Shopee!

Bagian 08

10.5K 1.6K 475
By andhyrama

Dedarah
Bagian 08

a novel by Andhyrama

www.andhyrama.com// IG: @andhyrama// Twitter: @andhyrama//FB: Andhyrama// Ask.fm: @andhyrama

○●○

Apa hantu paling terkenal di daerah kalian?

Percayakah kalian kalau orang yang mati arwahnya bisa gentayangan?

Saat kecil, apakah kalian pernah diharuskan pulang sebelum Maghrib karena akan ada Wewe yang menculik anak-anak?

Sekarang kalian sedang baca sambil duduk, berdiri, atau tiduran? Atau ada gaya lain?

○●○

Darma sudah mendengar semua ceritaku. Dia menatapku, seperti masih mencoba memahami cerita yang kukatakan dengan cepat tadi. Lalu, dia memutar, melihat ke atas, dan kembali menghadap ke arahku.

"Kau mungkin saja sedang paranoid," kata Darma. Ternyata dia sama saja. "Maksudku saat kau melihat adikmu melakukan hal berbahaya: menyeberang, melompat dari pohon. Lalu, masalah kutukanmu, bisa saya bilang ini semacam santet. Seseorang ingin melukaimu dengan menggunakan ilmu hitam.

Apa yang saya katakan ini disebut sebagai hipotesis. Jawaban sementara yang muncul dari praduga. Jawaban saya kemungkinan akan berkembang setelah kita mulai meneliti masalah ini," ungkapnya yang ternyata cukup meyakinkan.

"Bantu aku," kataku. "Aku memang tahu, kita tidak banyak bicara, bahkan kita tidak pernah saling memanggil—kecuali kau mungkin. Namun, kurasa aku sedang berharap padamu."

Aku menjadi sosok seperti ini—memohon dan mengharapkan orang lain—karena ada rasa dendam dan amarah yang ingin segera kuluapkan pada siapa pun yang telah mengutukku. Segala reputasi Darma yang sering dibicarakan orang membuatku punya harapan dia bisa membantuku. Aku tidak mungkin minta bantuan ke ibuku, atau orang dewasa lainnya.

"Saya cukup mengerti kondisimu. Rema yang sombong dan selalu mengusir saya sekarang sedang mencoba meminta bantuan. Tenang. Sebagai seorang gentleman, saya akan membantu," kata dia yang mulai menyebalkan. "Dengan satu syarat."

"Apa?" Aku tidak suka berbasa-basi.

"Jadilah pacar saya," jawabnya seraya tersenyum penuh kemenangan.

Jika masalahnya tidak seberat ini, mungkin aku akan segera menendangnya, dan meludahinya. Namun, kurasa ada peluang muncul di sini. Biarkan saja dia mengharapkan itu—menjadi pacarku—agar dia punya semangat lebih. "Aku akan mau jadi pacarmu, jika pelakunya sudah tertangkap."

"Deal!" Darma mengajakku berjabat tangan.

Aku mengangkat tanganku dengan malas.

"Ayo, keluar dari hutan ini." Dia memandang sekitar. "Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan jika ada orang lain memergoki kita," ujarnya yang kemudian mulai berjalan.

"Arah keluar lewat sini," kataku seraya menunjuk jalan yang benar.

"Maaf," kata dia yang kemudian melangkah ke jalan yang kutunjukkan.


Darma ingin mengajakku ke markasnya. Aku tidak tahu apa yang dia sebut markas, mungkin rumahnya atau bangunan lain yang dia gunakan untuk menghabiskan waktu. Namun, aku bersikeras untuk mengecek Rajo di rumahku. Aku tidak bisa tenang jika aku belum melihat Rajo—yang asli—baik-baik saja.

Selama aku masuk ke rumah, Darma menunggu di pinggir jalan depan rumahku. Rajo sedang bermain di ruang tengah. Sekotak mainannya tergeletak di lantai. Syukurlah, dia baik-baik saja.

"Kamu tidak memainkan nintendomu?" tanyaku.

"Nanti lagi," kata dia.

"Kakak mau pergi, kamu tetap di rumah ya," kataku.

Dia menoleh ke arahku. "Aku ikut!"

"Jangan," tanggapku seraya menoleh ke jendela depan. Aku tidak bisa melihat Darma dari sini.

"Aku ikut! Aku mau ikut!" Dia buru-buru memasuk-masukan mainannya kembali ke dalam kotak.

Karena melihatnya ingin sekali ikut denganku, sepertinya tidak ada masalah jika aku bawa dia. Aku pun menaruh tas di kamarku dan mengganti pakaian sebelum ke luar menemui Darma lagi.

"Ini adikmu?"

Aku mengangguk.

Rajo mengajak Darma bersalam. "Namaku Rajo, Kak. Dahlan Putra Rajo."

Darma kemudian mengelus pelan kepala Rajo. "Nama Kakak, Darma. Darma Dwi Atmaja," katanya yang kemudian berjongkok di depan Rajo, menatap adikku dengan pandangan yang ramah. "Kau tahu arti namamu?"

Rajo menggeleng.

"Kau adalah pangeran yang akan membawakan berita untuk orang-orang di sekitarmu," ujar Darma.

"Seperti pembawa berita di televisi?"

Darma terkekeh. "Tidak. Berita itu mungkin sesuatu yang penting, yang besar, dan sangat berguna."

"Mungkin aku belum mengerti sekarang, tetapi kalau sudah besar aku pasti mengerti," kata Rajo.

"Anak pintar." Darma kembali berdiri. "Ayo, kita berangkat."


Jalan menuju markas yang dimaksud Darma biasanya berlawanan arah dengan jalan menuju ke rumahku jika dimulai dari sekolah. Namun, jika kami kembali ke arah sekolah, jaraknya malah akan lebih jauh dibanding jalan memutar yang akan melewati jembatan. Bisa kusimpulkan jika markasnya ada di daerah yang sama dengan rumah Naya.

Markas yang Darma bilang ternyata adalah sebuah bagunan tidak terpakai yang letaknya dekat dengan padang rumput yang sampingnya ada kebun jagung. Bangunan ini pasti sebuah gardu sebelum diubah oleh Darma menjadi seperti rumah kecil dengan hanya satu ruangan di dalamnya.

"Pamanku dulu menggunakan tempat ini sebagai tempat istirahat saat sedang menggembala domba-dombanya," kata Darma yang sedang memasukkan kunci ke dalam gembok pintu.

"Kak, aku lihat belalang melompat-lompat. Apa aku boleh menangkap mereka?" tanya Rajo menunjuk ke arah padang rumput.

Aku masih protektif dengan adikku. "Jangan!"

"Biarkan saja, lihat di sana juga ada anak-anak lain," ujar Darma.

Kuperhatikan dari kejauhan memang ada beberapa anak yang sepertinya juga sedang mencari belalang di antara rerumputan.

Aku melepas napas. "Jangan jauh-jauh, ya," kataku ke Rajo.

Rajo pun berlari ke padang rumput dengan senangnya. Kurasa dia memang perlu punya teman. Kesehariannya yang hanya di rumah pasti membosankan baginya.

Kupikir akan ada banyak hal di dalam ruangan ini. Nyatanya, hanya ada meja dan kusi panjang—sepertinya biasa untuk tidur karena ada bantalnya. Namun, sepertinya bukan ini yang dimaksud sebagai markasnya, karena Darma membuka papan kayu besar di lantai dan ternyata ada lubang di sana, lubang yang menuju ke ruang di bawah tanah.

Darma menuruni tangga, tiba-tiba aku agak ragu. Aneh, aku tiba-tiba memikirkan kata-kata Gilang waktu itu. Namun, Darma tidak akan mungkin melakukan itu. Aku harus berpikiran positif. Kuputuskan untuk mengikutinya turun.

Di bawah sana adalah kenyataan dari apa yang aku bayangkan. Ruangan itu, sebuah ruangan yang cukup luas dengan cahaya yang berasal dari bagian pojok atap yang berupa kaca. Di sana, ada papan-papan yang ditempeli banyak kertas, ada juga papan tulis kapur yang ditulisi oleh Darma, lemari berisi buku-buku, meja dengan alat-alat di atasnya, dan yang membuatku tercengang karena di sana ada ranjang dan kasurnya.

Rema akan diperkosa oleh pengirim surat itu.

Tidak ada bukti pasti jika Darma bukanlah pengirim surat itu—selain omongan Naya. Untaian tali tersambung-sambung di otakku. Sebuah skenario terbentuk. Darma mengirimiku surat itu sebagai tanda dimulainya misteri yang dia buat dengan kedok meminta maaf untuk apa yang akan dia lakukan, lalu dia membayar dukun untuk menyantetku—mengingat dia bicara soal santet. Ketika aku kehabisan akal untuk mengetahui siapa pengirim surat itu, aku akan meminta bantuan padanya. Sangat jelas saat dia memberikan sebuah sugesti bahwa dia memiliki banyak catatan tentang bagaimana dia memecahkan kasus dan membantu polisi.

Saya rasa kamu sudah dengar gosip-gosip itu.

Sugesti semacam itu tanpa sadar telah membuatku mengakuinya sebagai orang yang ahli dalam memecahkan misteri. Dia memunculkan wajahnya beberapa kali di depanku untuk membuatku ragu, membuatku akhirnya mau meminta tolong padanya—terlebih santetnya memang bukan main-main efeknya.

Jika teoriku benar, aku sedang terperangkap. Aku masuk ke lubang jebakannya. Seketika aku gemetaran. Melihatnya membuka kancing seragam pramukanya, menyisakan kaus putih tipisnya, aku semakin yakin. Dia membawaku ke sini agar aku mau tidur dengannya, di ranjang itu. Tidak salah lagi.

○●○

Question's Time

1. Apa pendapat kalian tentang bagian ini?

2. Cerita ini ada beberapa hal yang disinggung, seperti kasus pelecehan seksual, atau keimanan seseorang pada agamanya, dan hal-hal lain. Apa kalian tidak keberatan akan hal itu?

3. Apa kalian tidak keberatan jika ada percintaan di cerita ini? Tapi horor tetap sajian utama di samping misteri.

Hadiah permainan di Bagian 28: Memiliki kemampuan tampol online. (Klik profil netizen yang dituju, otomatis dia akan merasakan tampolan, klik sepuasnya maka dia akan ditampol berkali-kali)

Continue Reading

You'll Also Like

72.6K 8.7K 18
Horror-Romance 💞 The Wattys winner 2018 : The Breakthroughs. "Saat malam, jangan menyalakan lilin di sekolah, jika memang gelap, nyalakan senter ata...
3.4K 208 6
"𝘒𝘪𝘵𝘢 𝘣𝘢𝘬𝘢𝘭𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘶𝘴, 𝘬𝘢𝘯?". Seorang remaja yang bernama Gempa, ia adalah anak satu-satunya di keluarganya. Dari kec...
60.9K 8.3K 27
AKP ... ah, Komisaris Roy kini harus berhadapan dengan musuh yang mendeklarasikan perang dengannya. Namun, tindakan yang dilakukan Komisaris Roy mala...
107K 9.9K 35
[SUDAH DITERBITKAN] Book 1 of Aster Trilogy Higest Rank #6 in science fiction (30/6/17) Bertahun-tahun lamanya manusia mengeksploitasi bumi tanpa men...