When Love Walked In

Av galaxywrites

2.7M 130K 8.3K

[SUDAH TERSEDIA DI TOKO BUKU] Pemenang Wattys Award 2016 kategori "Cerita Sosial". Relin sebel bang... Mer

Bab 1 - Asal Mula
Bab 2 - Namanya Mikanzio Zhafir Darmawan
Bab 3 - (Bukan) Hari yang Buruk
Bab 5 - Peduli?
Bab 6 - Gosip!
Bab 7 - Sebelas IPA Satu
Bab 8 - Awesome
Bab 9 - Happy Birthday, Hayden!
Bab 10 - Sambil Menyelam Minum Air
Bab 11 - Film Horor
Bab 12 - Mika
Bab 13 - Flashback
Abaikan (1)
Abaikan (2)
Bab 14 - Mantan Pacar Mika
Bab 15 - Gita dan Segala Argumennya
Bab 16 - Pacaran Beneran?
Bab 17 - Terlalu Manis
Bab 18 - Double Date
Bab 19 - Pelukan
Bab 20 - Three Magic Words: I Love You
Bab 21 - Aku Kamu?
Bab 22 - Party
Bab 23 - True Love (End)
About Extra Part and Resist Your Charms
Q&A
Special Part
Answers
Moodboards
Pemberitahuan
VOTE COVER
PENGUMUMAN PEMENANG
PRE ORDER
Blog Tour + Giveaway

Bab 4 - Senjata Makan Tuan

103K 7.1K 212
Av galaxywrites

EMPAT

"...baik, ganteng, tinggi, manis, ramah, gue nggak tahu harus ngedeskripsiin dia kayak gimana lagi. Dia itu bagai malaikat tak bersayap yang telah dikirim Tuhan buat gue kemarin. Gue bener-bener berterimakasih sama dia. Gue nggak tahu kalau nggak ada dia bakalan jadi apa nasib gue kemarin, mungkin udah gue tinggalin motor gue di sekolah. Pokoknya dia itu baik dan muanisssss banget!"

"Davin, dia orangnya yang mana sih?"

Pertanyaan Nadine sontak membuat Relin berhenti berceloteh panjang lebar mengenai insiden yang menimpanya kemarin. Sebenarnya dia lebih banyak menjelaskan tentang orang yang udah ngebantuin daripada bagaimana kronologis kejadiannya. Mau gimana lagi sih, bayang-bayang Davin masih aja melekat di benaknya. Dia nggak bisa ngelupain jasa cowok itu. Dan juga senyumnya.

Manis banget.

"Anak kelas sebelas IPS 3. Yang anak basket ituloh." jawab Relin riang.

Nadine tampak mikir berat, "Anak basket kelas sebelas IPS tiga yang gue tau itu cuma cowok yang sering pake handband ijo kalau lagi latihan basket hari minggu, yang badannya gede kayak hulk. Apa yang itu namanya Davin?"

Relin berdecak, "Ck, bukanlah. Itu Bagas, Nad."

Nadine berdeoh sekenanya. Relin bergidik, masa Nadine menduga Bagas itu Davin? Berdasarkan pendeskripsian Relin tadi tentu sosok Davin yang cakep, tinggi, manis, atletis, nggak bisa disamain dengan Bagas yang badannya kayak raksasa, dengan muka yang sangarnya kayak penagih hutang.

"Tunjukkin gue dong pas istirahat nanti." pinta Nadine, sebenarnya dia penasaran dengan cowok yang dianggap Relin sebagai malaikat tak bersayap itu.

Relin melirik jam yang melingkar di tangan kirinya. Sekarang ini sedang pelajaran Sir Lailan, tapi beliau berhalangan hadir dengan suatu alasan. Jadi, beliau cuma menitipkan tugas ke guru piket, tapi bukannya mengerjakan tugas, penduduk kelas XI.IPA-2 udah mencar kesana-kemari. Tersisa cuma beberapa orang di kelas.

"Bentar lagi istirahat, kantin yuk! Kali aja ketemu tuh sama Davin." ajak Relin yang disambut persetujuan dari Nadine.

Saat Relin dan Nadine keluar kelas untuk menuju kantin, dugaan Relin ternyata benar, ketika mereka melintasi lapangan basket, sosok Davin ada di tempat itu bersama beberapa orang cowok lainnya. Dia sedang main basket. Entah ini karena kebetulan atau karena Tuhan mengkehendaki Nadine bisa ketemu cowok itu secepatnya. Yang jelas Relin merasa suprise.

Relin buru-buru menyetop langkahnya, dia mengajak Nadine berdiri di pinggir lapangan. Dengan gerakan yang nggak terlalu kentara, Relin memberi tahu Nadine kalau itu yang namanya Davin, cowok yang udah membantunya kemarin.

"Yang lagi ketawa itu?" tanya Nadine memastikan. Relin mengangguk girang.

Davin sekarang lagi ketawa sama cowok di dekatnya yang nggak Relin kenali siapa. Masih sama kayak kemarin, Davin kelihatan manis sekali.

"Oh iya iya, gue pernah liat dia beberapa kali, tapi gue nggak tahu kalau namanya Davin dan dia anak kelas IPS-3. Dia biasa aja ah."

Relin langsung melotot ke Nadine, "Manis kayak gula gitu lo bilang biasa aja."

"Lo naksir dia ya?" tebak Nadine yang sukses bikin Relin jadi gelabakan. Bukan karena dia ngerasa ketangkap basah naksir cowok itu, hanya saja karena dia sendiri bingung sama jawaban atas pertanyaan Nadine, dia heran kenapa dari kemarin muji-muji Davin terus, padahalkan dia cuma baru ketemu cowok itu satu kali, dan baru kenal kemarin. Hell yeah, KEMARIN!

Relin menggeleng, tentu dia nggak naksir cowok itu. Mungkin cuma sedikit kagum aja. Iyalah kagum, Davin itu orang baik, manis, ramah, dan keren. Eh, kenapa malah balik muji dia lagi sih? Relin mengutuk diri dalam hati.

"Gue nggak naksir."

"Terus? Cinta?"

Relin memutar bola mata, "Nggaklah, apaan sih Nad? Gue cuma agak kagum aja, gue masih merasa berhutang budi sama dia." Nah iya, itu alasan yang logis kenapa Relin hobi ngomongin tentang Davin.

"Ohhh, jadi rencana lo selanjutnya apa?"

"Hah?"

"Hm, misalnya lo mau kenal dia lebih? Sebagai teman tentunya karena dia udah nolong lo kemarin."

"Excatly, itu yang gue mau!" sahut Relin tanpa ragu. Duh, siapa sih yang nggak mau temenan sama orang seperti Davin? Bisa kenal aja syukur-syukur.

"Terus apa langkah lo supaya bisa temenan sama dia?"

Ini dia masalahnya. Relin nggak tahu dengan cara gimana. Kalau misalnya Relin langsung nyapa aja si Davin itu apa mungkin Davin akan langsung mengenali dia? Barangkali aja Davin udah lupa sama Relin, sama kejadian kemarin, karena menurutnya itu nggak terlalu penting untuk diingat. Kalau itu terjadi, kemungkinan nyapa duluan akan berujung dikacangin. Dikacangin itukan syakiiitttt.

Eh, tapi mengingat bagaimana baik dan ramahnya Davin, kayaknya Davin nggak bakal ngacangi orang deh. Dia kan bukan tipe cowok cool yang nggak peduli lingkungan.

Teetttttt....Teettttt...

Bunyi bel istirahat membuyarkan pikiran Relin. Dia kembali ke realita dan mendapati Nadine tengah memandangnya seolah meneliti, mungkin cewek itu sedang mencoba membaca pikirannya.

Relin menoleh ke arah lapangan tempat Davin bermain basket, cowok itu masih pada aktivitasnya yang sama, Relin menyadari diantara cowok-cowok yang sedang main basket itu, Mika ada disitu.

"Mika," gumam Relin pelan.

Nadine mengikuti arah pandang Relin.

"Mika pasti kenal tuh sama Davin," cetus Nadine seketika membuat Relin tersentak. Relin buru-buru menarik tangan Nadine menjauhi lapangan dan segera berjalan menuju kantin di lantai dua yang kebetulan belum terlalu padat pengunjung.

Mereka duduk berhadapan dan memesan dua gelas es jeruk.

"Gue baru sadar kalau Mika dan Davin itu ternyata temenan." kata Relin menyimpulkan.

"Iyalah, orang satu eskul. Bagus tuh, dengan begitu lo bisa menjadikan Mika sebagai sarana agar lo dan Davin bisa saling kenal lebih, gimana?" Nada Nadine bicara kayak dia baru saja menemukan ide brilian. Sebaliknya, Relin malah melongo nggak habis pikir.

"Gila lo, ini Mika tau!" protes Relin.

"Lah, kenapa kalau Mika? Justru bagus tuh, dia kan udah lumayan deket dengan lo, jadi nggak sungkan lagi kalau mau minta bantuan. Lagian lo cuma perlu nanyain aja ke Mika sikap Davin yang sebenernya itu kayak gimana, baru deh lo bisa memutuskan apakah lo perlu kenal sama Davin lebih dan dengan cara gimana yang bisa buat kalian deket."

"Ribet banget penjelasan lo, gue nggak ngerti maksudnya."

Perbincangan mereka terinterupsi pesanan es jeruk yang datang ke meja mereka.

Nadine menyeruput es jeruknya, setelah itu melanjutkan, "Gini ya, maksud gue itu, lo bisa tanya-tanya ke Mika kayak apa Davin itu sebenarnya. Misal Mika jawab kalau Davin itu sebenernya cowok baik, nggak pilih-pilih temen, dan JOMBLO, nah lo bisa melanjutkan rencana lo untuk bisa deket sama dia."

"Tanpa gue tanya ke Mika pun gue tahu jawabannya, kecuali dengan status Davin sekarang."

Nadine menghela nafas, "Iya sih, Davin keliatan kayak orang baik-baik. Tapi disini kasusnya tuh, 'lo mau kenal Davin lebih tapi lo nggak tahu caranya gimana' Menurut gue, mungkin, Mika yang notabene-nya orang yang udah kenal Davin tahu cara gimana lo supaya bisa deket sama Davin."

Oh, Relin mengerti maksud Nadine. Hanya saja, ini Mika lho! Iya, Mika! Cowok yang ngeselinnya minta ampun, yang dianggap Relin kayak nyamuk yang kerjaannya suka ganggu orang. Dan Relin berharap menjadikan cowok itu sumber atas informasi yang berhubungan dengan Davin? Bisa-bisa Mika malah menduga yang nggak-nggak, menyebar gosip kalau dia naksir Davin. Nggak mungkin sih kalau menyebar gosip, cowok itu mulutnya nggak senyinyir itu. Tapi setidaknya, mungkin Relin bakal dihina habis-habisan udah mencari tahu tentang Davin kepadanya? Huaaa, Relin nggak mau.

Apa yang diomongin Nadine memang ada benarnya, Mika lumayan bisa ditanya-tanyain menyangkut Davin.

"Nanti Mika malah yang bepikiran yang nggak-nggak dan malah ngehina gue lagi. Ah lo kenapa nanya-nanyain tentang Davin? Naksir ya, cie. " Ujar Relin mencoba menirukan apa yang mungkin Mika katakan padanya. Membayangkannya saja udah bikin Relin jengkel berat.

Tanpa disangka, Nadine malah ketawa, "Lo ini Rel, kayak nggak kenal Mika aja. Gue kasih tau nih ya, gue nyaranin hal ini juga karena ingin mastiin satu hal."

Dahi Relin berkerut, "Satu hal? Apaan?"

"Gimana reaksi Mika gimana lo nanyain cowok lain ke dia." jawab Nadine enteng. Relin langsung tercengang.

"Nggak ngerti gue kenapa lo harus mastiin hal itu."

Nadine makin terbahak, "Gue tuh punya firasat Mika naksir lo, firasat yang udah lama banget tapi belum nemuin ujungnya. Dan reaksi dia bakalan menjawab firasat gue ini bener atau enggak."

"Firasat lo itu nggak ada dasar, Nad."

Nadine mengangkat bahu sekenanya, "Jangan ngeremehin firasat seorang Nadine." Lalu cewek itu tersenyum lebar. "Intinya, lo sebaiknya nanya aja ke Mika tentang Davin. Gue jamin deh mulut cowok itu nggak bakal ember. Gue yang bakal ngehajar tuh cowok kalau dia berani nyebar omongan yang enggak-enggak"

Relin bergidik, membayangkan Mika dihajar Nadine yang jago taekwondo adalah pemandangan yang seru sekaligus mengerikan.

Coba aja deh ah tanya ke Mika. Kali aja dia bisa bantu.

"Oke, gue bakalan nanyain tentang Davin ke Mika."

***

Kali ini Relin nggak habis pikir. Sekali lagi, entah ini hanya kebetulan atau Tuhan yang memang mengkhendaki saran Nadine segera terealisasikan, pada jam pelajaran terakhir, Bu Elia, guru Bahasa Indonesia pamit pulang karena ada urusan mendadak, beliau cuma memberi tugas catatan tentang Sastra modern dan lama yang ditulis di papan tulis oleh Syalia, sang sekretaris.

Walaupun kelas jadi ribut, tapi kegiatan mencatat di buku tetap nggak berhenti, soalnya besok catatan ini harus diserahkan untuk diperiksa oleh Bu Elia.

Dan kesempatan inilah yang dipergunakan Relin untuk bertanya ke Mika, karena kebetulan Beben, chairmate-nya Mika, keluar kelas sebentar untuk ke toilet.

"Mika?" Panggil Relin, agak ragu juga sebenarnya. Tapi Nadine telah meyakininya. Nadine yang gelagatnya sedang sibuk menulis sebenarnya memasang telinga.

Mika menoleh, "Kenapa?"

"Gue boleh nanya?" Relin yakin, suaranya nggak mampu ditangkap oleh orang lain selain Mika dan Nadine karena kondisi kelas sedang ribut dan yang lain terlalu sibuk pada kegiatan masing-masing.

"Sejak kapan nanya pake nanya dulu? aneh lo." Mika lalu tertawa kecil.

Relin nyengir gugup.

"Nanya apa emangnya?" Mika kembali serius.

"Anak basket, ada yang namanya Davin?"

Mika yang tadi duduk menghadap papan tulis kini memutar tubuhnya menjadi menghadap Relin. Mata mereka bertemu.

"Ada, kenapa?" Mika balik nanya dengan nada tenang. Oke ini bagus, setidaknya Mika nggak langsung heboh karena Relin nanyain tentang Davin.

"Dia orangnya gimana sih?" Relin sok santai.

Relin dapat melihat kerutan di dahi Mika, tapi hanya sebentar. "Dia baik."

"Oh, baik. Terus?"

"Peduli sesama." katanya sambil mendengus geli.

Relin ngangguk-ngangguk.

"Kenapa lo nanya-nanyain Davin? Suka? Naksir?"

"Nggak, penasaran aja. Dia kemarin nolongin gue."

Tanpa Relin duga, Mika terbahak, "Cuma gara-gara ditolongin langsung suka gitu?"

Relin nggak suka sama omongan Mika barusan yang terkesan menyindirnya.

"Dia memang baik ke semua orang kok. Nggak usah baper gitu, hahaha."

Relin mendengus, "Gue nggak baper."

"Lah, terus?"

"Gue cuma pengen kenal dia aja. Jadi temen dia maksud gue."

"Oh boleh tuh, dia terbuka temenan sama siapa aja, tapi lo harus ngasih jaminan ke gue kalau lo nggak bakal naksir dia."

"Hah? Kenapa gitu?"

"Gue nggak mau lo patah hati. Kalau lo patah hati, lo bakalan sedih, nangis-nangis ala cewek pada umumnya, dan ngeliat yang begituan, gue nggak bakalan tega ngisengin lo lagi. Nah, bisa-bisa gue mati kebosenan kalau nggak ngisengin lo satu hari aja di sekolah ini." Jelas Mika sambil mengulum senyum khasnya ketika berhasil bikin Relin kesel.

Relin mendengus sebal. Nih cowok emang otaknya rada geser!

"Cowok gila! Emang kenapa sih lo mikir kalau gue bakalan patah hati karena naksir cowok itu? Gue rasa dia nggak sejahat lo, dengan sengaja bikin cewek yang naksir sama lo ngalamin hal paling menyakitkan dan memalukan semasa dia SMA. Nggak punya hati kan lo?!"

"Cewek yang naksir sama gue ngalamin hal paling menyakitkan dan memalukan semasa dia SMA karena kesengajaan gue? Ngomongin siapa tuh?" Tanya Mika membuat Relin tertegun. Astaga! Relin kebablasan curhat tentang dirinya sendiri ke Mika. Cari mati ini namanya.

"Ah, itu, semua cewek yang naksir samo lo di sekolah ini," balas Relin, dalam hati dia berdoa semoga Mika nggak ngeh sama omongannya tadi.

"Oh, tapi gue ngerasa cuma pernah nyakitin hati mereka. Gue nggak pernah bikin mereka malu, apalagi secara sengaja." Entah ini cuma perasaan Relin aja atau emang kenyataan, Relin dapat mendengar nada menggoda dan juga memancing di dalamnya. Kayaknya Mika ngerti arah pembicaraan Relin tadi. Mampus!

"Ha-ha-ha terserah lo deh," Relin mencoba tetap ketawa walaupun dia tahu tawanya itu parah banget. Relin beneran nggak jago akting!

Sebelum Relin menghadapkan kembali tatapannya ke papan tulis, dia menangkap sebuah senyum tercetak di bibir Mika.

"Ohya Rel, kalau lo mau tahu lebih tentang Davin, kita bisa ke ngomonginnya berdua aja, di kedai bubble tea depan sekolah, gimana?" Tawaran yang cukup menggiurkan dari Mika. Tapi setelah percakapan tadi, apa Relin masih punya muka?

"Nggak mau," jawab Relin pendek, Mika mengangkat bahu sekenanya. Relin lalu mengalihkan perhatiannya ke papan tulis.

Senjata makan tuan ini namanya. Dia nanya ke Mika tentang Davin selain memang karena ingin tahu tentang Davin juga karena ingin melihat reaksi Mika, mereka ingin mengetahui jawaban atas firasat Nadine yang mengatakan cowok itu naksir dia atau nggak. Tapi ujung-ujungnya jadi gini! Relin yang secara tak gamblang mengaku kalau dia yang pernah naksir Mika. Relin ataupun Nadine nggak tahu gimana perasaan Mika sebenarnya, sebaliknya, malah Mika yang tahu gimana perasaan Relin ke dia. Benar-benar senjata makan tuan.

Rasanya Relin ingin musnah aja deh dari kelas ini, dari hadapan Mika terutama.

Relin menengok ke Nadine, cewek itu menatapnya sambil mendengus, "Bego." Mendengar itu, Relin meringis karena dia juga tengah menyadarinya.

***


Fortsett å les

You'll Also Like

276K 60K 38
Ketika Ivory kembali berurusan dengan Silver, mantan pacarnya, tanpa sadar perempuan itu harus siap menerima kemungkinan terburuk untuk diganggu kemb...
1.2M 60.2K 25
Disclaimer: Cerita ini adalah cerita pertamaku yang memiliki banyak kekurangan. Harap dibaca dengan bijak :) --- Nina harusnya tahu sejak awal. Sejak...
10.2M 99.1K 6
Insiden mencengangkan, berani, dan kurangajar yang dialami oleh Gatari dan Gilang pada suatu pagi di lorong sekolah mereka, menyatukan keduanya pada...
Roomate [End] Av asta

Ungdomsfiksjon

587K 39.6K 41
"Enak ya jadi Gibran, apa-apa selalu disiapin sama Istri nya" "Aku ngerasa jadi babu harus ngelakuin apa yang di suruh sama ketua kamu itu! Dan inget...