The Miracle Of Crystals

נכתב על ידי Khnzxtv_

581 156 3

Bagaimana jika kalian mendapati manusia di bumi ini perlahan menghilang dan tidak semua orang menyadarinya? ... עוד

Prolog
01. Dia di Sini
02. Hitam dan Putih
03. Apa yang Kulihat
04. Nicole & Lucius
05. Cerita dan Ramalan
06. Pohon Tua
07. Mengadu Nasib?
08. Incident in the forest
09. Pesan Tertulis
10. Ujian Masuk
11. Gravad dan Kelulusan
12. Janji Untuknya
14. Misi Penyelamatan Elina
15. Misi di dalam air

13. Latihan dan latihan!

15 8 0
נכתב על ידי Khnzxtv_

"Terlambat satu menit. Apa kalian tidur dengan nyenyak?" tanya Pak Danial di depan pintu asrama mereka.

Nova mengangguk dengan semangat sedangkan Lyra menggelengkan kepalanya lesu. Dia berniat untuk tidur dan mengistirahatkan tubuhnya tapi tidak bisa. Padahal saat ini pun Piya masih tertidur dengan nyenyak, untung saja dia tidak terbangun tadi.

Mereka mulai berjalan menelusuri bangunan di sebelah barat.

"Banyak sekali bangunan di sini. Rasanya aku bisa tersesat kapan saja," gumam Lyra.

"Ya, ibaratnya mulai dari sekolah dasar sampai sekolah menengah atas, semuanya ada di sini," ucap Pak Danial dengan santainya. Lyra pun tidak terkejut mendengarnya karena memang sekolah ini begitu luas!

"Aku sudah hafal semua jalan di sini. Saat aku tersesat ada orang yang menolongku dan mengajakku berkeliling," ucap Nova pada Lyra yang berjalan di sebelahnya.

"Wah siapa dia? Bagaimana denah sekolah ini?" tanya Lyra dengan wajah penasaran.

"Jadi ketika melintasi gerbang depan, di kedua sisi jalan terdapat kebun, rumah kaca, dan taman bunga sebagai bahan untuk membuat ramuan. Tak jauh dari gerbang ada air mancur yang cantik di-"

"Iya, kalau itu aku sudah tahu. Langsung ke bangunan lain saja," ucap Lyra gemas. Pasalnya saat pertama masuk kemari, sudah pasti ia melewatinya. Tapi bagian luar memang sangat cantik dan teduh karena sisi-sisi jalan dipenuhi oleh pohon besar dan taman bunga, terdapat kursi taman juga di sana.

Nova tersenyum kikuk. "Hehe, baiklah. Di kedua sisi ruangan kepala sekolah adalah perpustakaan besar, ruang kelas, dan kantin. Di belakang bangunan utama, terdapat asrama kita lalu di bagian depan ada aula terbuka. Yang di sisi kanan adalah asrama perempuan, sedangkan yang kiri adalah asrama laki-laki."

"J-jadi bangunan yang sangat besar itu asrama?!" seru Lyra syok.

"Ya, benar. Di belakang asrama kita terdapat gudang, hutan, dan danau kecil sebagai tempat berlatih bagi para penyihir."

"Serius? Aku tidak lihat tuh?" ucap Lyra yang masih syok.

"Itu karena tertutup bangunan asrama kita. Kau tahu kan jika asrama kita sangat besar, kau juga tidak pernah berjalan-jalan ke belakang asrama," ucap Nova tertawa geli.

"L-lalu lalu? Ada bangunan apa lagi?"

"Eum, di sisi kanan bangunan utama terdapat laboratorium untuk kelas Alchemy, di sampingnya lagi terdapat kelas khusus untuk penyihir yang menguasai ilmu penyembuhan, bisa di bilang di sanalah rumah sakit academy. Lalu sedikit jauh dari tempat itu terdapat bangunan untuk kelas junior atau sekolah dasar. Di belakang gedung itu juga terdapat asrama, lapangan, dan tempat berlatih untuk mereka."

"Sedangkan di sisi kiri bangunan utama terdapat bangunan untuk anggota dewan, di sampingnya lagi terdapat ruang keamanan dan di sebelahnya terdapat Arena Sihir, aku tidak tahu itu untuk apa. Lalu yang terakhir adalah bangunan untuk penyihir kelas menengah. Dan kurasa kita sedang menuju ke arena sihir, benar begitu, Pak Danial?" ucap Nova panjang lebar. Sementara Lyra masih terkagum-kagum dengan penjelasan Nova yang luar biasa.

Lyra juga sadar, terdapat perubahan besar dalam diri Nova. Dia yang sebelumnya merasa takut untuk menjelaskan sesuatu, kini bisa menjelaskannya tanpa ragu. Ia sangat senang mengetahui itu.

"Benar sekali. Kita akan berlatih di arena sihir dan akhirnya kita sampai," ucap Pak Danial. Arena sihir ini seperti Colloseum yang sangat besar dan terlihat sangat megah, bukan seperti bangunan kuno.

"Tempat ini biasanya digunakan sebagai arena bertarung para penyihir dan partner mereka sebagai penilaian wajib yang diadakan dua kali dalam setahun. Selain itu tempat ini digunakan untuk acara-acara tertentu." Pak Danial menjelaskan dengan senyum khasnya. Pria itu selalu terlihat tenang setiap saat.

Dan Arena sihir ini, meskipun bagian atasnya terbuka tetapi ada kubah transparan yang melindunginya sehingga siapa pun tidak akan bisa masuk tanpa izin.

"Jadi, apa latihannya?" tanya Nova tak sabaran. Lyra pun mendengus melihat antusiasme sahabatnya itu. Berbeda dengan dirinya yang sudah sangat tidak bertenaga.

"Karena Lyra memiliki darah Everra dan sihir Lilyna, sudah dipastikan memiliki sihir cahaya dan seorang pengendali roh. Sementara Nova, untuk saat ini kau hanyalah manusia biasa karena energimu tidak akan cukup untuk mengolah sihir," ucap Pak Danial yang melayangkan tatapannya ke arah mereka berdua.

"Untuk itu, Lyra, belajarlah mengendalikan energi sihirmu dalam porsi yang cukup. Sampai saat ini kau belum bisa merasakan aliran energi dalam tubuhmu. Dan Nova, bermeditasi lah hingga besok pagi,"

"A-apa?! Sampai besok pagi!" seru Nova terkejut. Bahkan saking terkejutnya bola mata gadis itu hampir saja keluar. Sedangkan Lyra hanya terdiam dengan pasrah tanpa ingin membantah.

Puk puk!

"Sabar ya, Nova. Ini ujian," ucap Lyra yang melihat wajah Nova tampak sangat pucat bagai mayat hidup.

Ctak!

Sebuah kuncup bunga raksasa tiba-tiba saja muncul dari dalam tanah. Lalu saat Pak Danial menjentikkan tangannya lagi, salah satu kelopak bunga itu terbuka.

"Nova, masuklah ke dalam sana. Bunga itu akan membantumu untuk lebih cepat menyerap energi. Kau hanya perlu mengosongkan pikiranmu dan jaga supaya napas mu tetap teratur. Sekarang masuklah," ucap Pak Danial tanpa menghilangkan senyum di wajahnya. Nova yang masih syok pun akhirnya masuk dengan perasaan tertekan.

"Kalau nanti merasakan sakit, tendang saja mahkota bunganya lalu keluarlah," ucap Pak Danial yang mendapat anggukan dari Nova.

Setelah Nova masuk, kelopak bunga itu kembali tertutup dengan sendirinya. Lyra yang melihatnya pun tidak bisa membayangkan jika Nova bisa diam saja sampai besok pagi. Biasanya dia selalu meraung-raung seperti orang gila jika tidak menemukan makanan dalam waktu empat jam sekali.

"Eum, apa manusia lainnya juga memasuki bunga itu untuk mendapatkan energi sihir?" tanya Lyra bingung.

"Tidak. Mereka mendapatkannya saat ujian masuk kemarin di dasar danau Gravad. Mereka harus menyelam untuk mendapatkan bunga Athalla," ucap Pak Danial seraya menyalurkan sihirnya pada bunga raksasa itu.

"Bunga Athalla? Sepertinya Lucius pernah memberikannya padaku," ucap Lyra sembari mengingat-ingat kapan pria itu memberikannya.

"Bunga Athalla memilih sendiri siapa yang mereka inginkan. Jadi meskipun menyelam lama, jika bunga itu tak menginginkanmu maka kau tidak akan pernah mendapatkannya. Bunga itu memiliki manfaat untuk membuka ruang energi dalam tubuhmu," jelas Pak Danial. Lyra sedikit tertegun mendengar penjelasannya.

Ctak!

Sebuah daun muncul di tangan Lyra setelah Pak Danial menjentikkan jarinya.

"Untuk apa ini?" tanya Lyra.

"Cobalah untuk mengalirkan energimu ke daun itu," jawab Pak Danial. Lyra pun mengikuti apa yang gurunya katakan.

Namun setelah setengah jam lamanya, tidak ada yang terjadi. Lyra bahkan menajamkan matanya sampai-sampai bola matanya itu terlihat akan keluar dari tempatnya.

"Sebenarnya bagaimana definisi dari mengalirkan energi?" ucap Lyra yang tampaknya sudah geram.

Pak Danial pun menghela napasnya. Ia kembali menjentikkan jari dan seketika muncul Sebuah bunga raksasa yang sudah mekar di hadapannya, bunga itu lebih tinggi dari dirinya bahkan hampir setinggi pohon kelapa. Lalu muncul susunan tangga spiral dari daun di sekitar bunganya.

"Kontrol energimu sangat buruk," ucap Pak Danial sembari menghela napasnya berkali-kali.

"Naiklah ke atas lalu aktifkan energi sihir milikmu. Jika kau bisa mengendalikannya dalam artian seimbang, maka bunga itu akan kokoh."

"Jadi bunga itu akan menyesuaikan diri dengan energi sihir milikku?" Lyra bertanya seraya melangkahkan kakinya ke tangga daun dengan takjub.

"Ya. Kau bisa terpental jika terlalu banyak mengeluarkan energi sihir, dan batang bunga itu akan layu jika energi sihirmu tidak cukup banyak dikeluarkan," ucap Pak Danial yang membuat Lyra menghentikan langkahnya. Lagi-lagi dia harus jatuh bangun untuk latihan kali ini.

Lyra pun akhirnya mengangguk dan memposisikan tubuhnya untuk duduk dengan nyaman di atas bunga.

"Rileks. Lalu rasakan sesuatu yang mengalir dalam tubuhmu. Kontrol aliran itu ke area tubuh yang ingin kau alirkan sihir."

Lyra memejamkan matanya dengan tenang. Ia mengatur napasnya beberapa kali sebelum akhirnya dia merasakan hening di sekitarnya. Suara angin, gesekan daun, dan suara degup jantungnya berhasil ia dengar dengan baik.

Hingga akhirnya setelah sangat lama ia berkonsentrasi, dia berhasil merasakan aliran energi di dalam dirinya. Tapi-

Bruk!

"A-aduh! Kaget!" seru Lyra ketika tubuhnya tiba-tiba saja terjatuh dari atas bunga dan membentur tanah dengan keras.

"Apa yang terjadi barusan?" gumam Lyra terkejut.

"Sudah tiga jam kau di atas sana dan akhirnya kepalamu bercahaya, kerja bagus," jawab Pak Danial yang tersenyum dari singgasana daunnya. Dia juga membaca buku di sana.

"Hanya kepalaku yang bercahaya?" tanya Lyra merasa aneh. Ia membayangkan bagaimana kepalanya bercahaya seperti lampu jalan.

Pak Danial pun mengangguk. "Itu karena kau terlalu banyak berpikir. Cobalah untuk lebih santai," ucapnya. Pak Danial menyuruhnya untuk naik kembali ke atas bunga dan ia hanya bisa pasrah mengikutinya. Sedikit tidak menyangka jika butuh waktu tiga jam untuk sekadar mengeluarkan cahaya di kepalanya. Dan lagi-lagi...

Bruk!

"Masih seperti tadi."

Buagh!

"Setidaknya sebagian sudah bercahaya."

Brak!

"Tubuhmu bercahaya, tapi kepalamu tidak."

Lyra mengacak rambutnya frustrasi. Ingin sekali rasanya ia melompat dari atas tebing. "Aku ingin menyerah," keluhnya dengan sedikit emosi.

"Cobalah untuk tidak terlalu memikirkannya." Pak Danial berkata dengan wajah tersenyum, kali ini tersenyum prihatin. Lyra pun hanya bisa menganggukkan kepalanya lesu.

"Aku lebih suka teori dibanding praktik," geramnya lalu memposisikan dirinya untuk duduk di atas bunga.

Ia kembali merasakan aliran energi di tubuhnya, kali ini ia sudah terbiasa hanya belum bisa mengendalikannya. Lyra merasakan tubuhnya mulai menghangat, benar-benar merata ke seluruh tubuh. Dia berhasil!

"Aku berhasil?!" seru Lyra membuka matanya dengan antusias.

"Tunggu. Jangan terlalu bersemangat atau nanti akan-"

Duarr!

Bunga itu meledak seiring dengan Lyra yang terpental dan melayang tinggi di udara. Pak Danial pun dengan cepat menggerakkan sulur-sulur tanaman untuk menangkap tubuhnya yang melayang.

"Apa artinya aku berhasil?" tanya Lyra ketika kakinya sudah menapak di tanah. Rambutnya benar-benar berantakan saat ini.

Sedangkan Pak Danial menghela napas panjang melihatnya. "Hampir. Tubuhmu terlalu banyak mengeluarkan cahaya panas sehingga bunganya meledak," ucap Pak Danial dengan sabar. Sementara Lyra justru bertambah semangat setelah ledakan tadi. Dia bahkan meminta Pak Danial untuk membuatkan bunga lagi.

Hingga akhirnya, hari sudah pagi...

Bunga yang Nova tempati pun telah mekar dengan sempurna, dan wajahnya tampak segar setelah keluar dari sana.

"Kerja bagus, Nova." ucap Pak Danial dengan wajah lelah.

Nova mengangguk semangat. "Di mana Lyra?" Nova melihat sekeliling namun tidak ada Lyra di mana pun. Yang ada hanya bunga raksasa yang menjulang tinggi.

"Sudah lima kali bunga itu meledak, tapi Lyra masih belum menyerah hingga saat ini," gumam Pak Danial dengan senyum tipis di wajahnya.

Nova pun memperhatikan Lyra dengan wajah khawatir. Dia tahu jika Lyra suka memaksakan dirinya. Tapi tidakkah dia memikirkan akibatnya?

"Cahaya apa itu?" Nova bertanya ketika melihat cahaya terang mamancar dari atas bunga. Dan Lyra mengintip dari atas dengan senyum yang sangat lebar. Dari bawah Nova bisa melihat tubuh Lyra yang bercahaya.

"Aku berhasil!" teriak Lyra dari atas. Pak Danial pun mengangguk dan tersenyum melihatnya. Dia menjentikkan jarinya dan seketika tangkai bunga itu masuk kembali ke dalam tanah.

"Lyra, kau terlihat berantakan," ucap Nova syok sembari membersihkan wajah Lyra dengan baju lengan panjang miliknya. Wajah sahabatnya itu benar-benar kotor karena tanah dan sedikit hitam seperti terkena arang.

"Kau terlihat segar Nova," ucap Lyra masih dengan senyum sumringah di wajahnya. Saat ini Nova menyisir rambut Lyra supaya tidak terlalu berantakan. Apa sih yang dilakukan gadis itu sampai seperti ini?

"Bajumu sampai ada yang bolong, tahu," ucap Nova tak habis pikir.

"Mereka sedang bersiap di gerbang. Mau ke sana? Tapi saya harus kembali karena ada kelas pagi ini," ucap Pak Danial yang di jawab anggukan oleh kedua siswinya. Mereka pun berjalan menuju gerbang dan untungnya jarak menuju ke sana tidak terlalu jauh.

"Diana!" Nova berteriak lalu menghampiri Diana yang tampak kurang bersemangat. Di sana hanya ada Diana dan Lucius, lalu satu orang pria lagi yang sepertinya adalah Ash. Tampilannya seperti preman.

"Nova? Lyra, ya ampun. Kenapa kau berantakan sekali?" Diana berkacak pinggang melihat penampilan Lyra yang kacau padahal sudah di bersihkan oleh Nova tadi. Apa memang sekacau itu?

"Ya. Kami baru selesai latihan. Maaf kami lupa mengemas barang-barangmu," ucap Nova mewakili Lyra yang sepertinya sudah sangat lelah.

Lyra yang merasa Lucius memperhatikannya pun menoleh ke arahnya, ia mencoba untuk tersenyum namun pria itu justru memalingkan wajahnya dengan tatapan dingin.

"Kurasa ini sudah benar," gumam Lyra dalan hati. Ia berharap Lucius bisa mempertahankan sikap dinginnya itu.

"Karena sudah melihatmu, sepertinya aku akan kembali ke kamar," ucap Lyra dengan suara serak. Entah kenapa tubuhnya baru terasa lelah sekarang.

"Wajahmu pucat. Beristirahatlah-"

Bruk!

"L-lyra!" gumam Nova terkejut. Semua orang di sana pun terkejut. Seseorang baru saja menubruk bahunya hingga ia terjatuh tanpa persiapan, dan Nova pun langsung membantunya berdiri.

"Apa yang kau lakukan?" desis Diana ketika melihat sahabatnya diperlakukan begitu.

"Jadi ini kekuatan murid baru yang tidak ikut ujian masuk?" ucap seorang gadis yang menatap mereka bertiga dengan pandangan remeh. Melihat ukiran nama di bajunya, gadis itu adalah Sora.

Sebelum Diana kehilangan kendali, Lyra lebih dulu menjawabnya. "Maaf. Kami akan segera per-"

Bruk!

Lagi-lagi ada orang lain yang menyenggol bahu Lyra dengan cukup keras, namun untungnya Lyra bisa menahannya.

"Mau ke mana? Kabur? Setidaknya tunjukkan kemampuanmu. Tapi melihat tampilanmu yang begitu lusuh, aku jadi tidak yakin," ucap gadis itu menatap sinis Lyra yang ada di hadapannya, dia adalah Aria.

"Aku tidak berniat untuk menunjukkan kemampuanku, jadi terserah kalian mau bicara apa. Ayo pergi Nova," ucap Lyra menarik tangan Nova untuk pergi. Tapi-

Bruk!

Nova dan Diana tiba-tiba saja jatuh dengan posisi berlutut. Kedua kaki dan tangan mereka terlilit akar pohon yang cukup besar. Mereka bahkan berkeringat dingin tanpa bisa bergerak dan mengatakan apa pun.

"Melihat wajahmu sepertinya kau lebih lemah dari kedua temanmu," ucap Sora sembari mengitari tubuh Lyra yang masih terkejut. Lyra melihat ke arah dua pria di sana yang hanya diam saja seperti menonton pertunjukan gratis.

"Bertarunglah denganku," ucap Sora dengan salah satu sudut bibir terangkat.

"Sora, cukup." Lucius berucap dari tempatnya berdiri. Namun Lyra menatap Lucius dengan terkejut, seharusnya dia tidak perlu mempedulikannya lagi.

"Apa? Kenapa kau melindunginya?" Sora bertanya namun Lucius hanya mendengus dan memalingkan wajah darinya.

"Kukira kalian harus menghemat energi untuk perjalanan nanti?" ucap Lyra dengan sorot mata tajam. "Ah, benar. Tapi melawan orang sepertimu akan langsung selesai dalam satu kedipan mata," ucap Aria dengan percaya dirinya.

"Begitukah? Tapi energiku sudah terkuras habis untuk latihan semalaman. Bagaimana jika adu fisik saja?" tawar Lyra ketika melihat kedua temannya semakin lama semakin tertekan.

"Tenang saja, aku tidak akan terlalu keras padamu. Kalau begitu-"

Buagh!

Sora melayangkan tinjunya ke arah Lyra, namun dengan cepat ia menangkapnya dan membanting tubuh gadis itu ke tanah dengan kuat.

"Lumayan," gumam Ash yang tersenyum melihat pertarungan gratis di depan matanya. Namun segera mendapatkan tatapan maut dari Lucius.

"Kau?!" Aria menggerakkan tangannya sehingga akar dari dalam tanah melilit kedua tangan dan kaki Lyra dengan kuat. Namun-

Ctash!

Lyra mengeluarkan cahaya dari kedua tangan dan kakinya yang terlilit akar sehingga akar-akar itu terputus.

"Sihir cahaya?!"

Ia lalu melayangkan pukulan untuk Aria yang ia amati tidak bisa melakukan pertarungan fisik. Namun gadis itu berhasil menghindar dan kembali menggerakkan tangannya sehingga akar tanaman yang runcing muncul dari dalam tanah dan menembus perut Lyra begitu saja.

"Ugh!" Lyra merintih ketika darah segar mengalir deras membanjiri tubuhnya. Ia tak khawatir karena luka itu akan menutup dengan sendirinya. Hanya saja rasanya sangat sakit.

"Kau menyebalkan ya?" ucap Sora dengan kesal.

Di saat akar tanaman itu masih menancap di tubuhnya, Sora berniat untuk menyerang Lyra dengan sihirnya. Namun Lucius lebih dulu menghalanginya, dan Ash memutus sihir Aria dengan tangan kosong.

"Sudah cukup," desis Lucius dengan penuh penekanan. Dan Lyra akhirnya ambruk ketika akar tanaman itu menghilang. Sialnya, luka miliknya tidak kunjung menutup karena energinya benar-benar sudah habis saat ini.

"Tenangkan dirimu," ucap seorang gadis yang tiba-tiba muncul di sampingnya. Tangan gadis itu menyentuh perut Lyra yang terluka dan seketika cahaya hijau keluar dari sana.

"Terima kasih..." gumam Lyra dengan lirih. Gadis di sebelahnya adalah Victa.

Lyra melihat kedua sahabatnya menatap dirinya khawatir, karena itu ia tersenyum untuk menenangkan mereka. Saat Lucius ingin membantunya, Lyra lebih dulu berdiri dan menjauh darinya. Ia bahkan memalingkan wajahnya supaya tak melihat pria itu.

"Nova, kalian kembali saja," ucap Diana yang melihat Nova masih terdiam di tempatnya. Sontak ia mengangguk dan berlari kecil menghampiri Lyra.

"D-diana, kami pergi dulu," ucap Nova yang mendapat anggukan darinya.

"Kuharap kau bisa bekerja sama dengan Diana. Terima kasih sudah membantuku," ucap Lyra pada Victa. Tanpa menunggu respon gadis itu, Lyra lebih dulu meninggalkan mereka semua bersama dengan Nova.

Tapi saat mereka sudah masuk cukup dalam-

"Sebentar Nova. Aku tidak kuat untuk berjalan," ucap Lyra dengan napas memburu. Sekarang ia mendudukkan dirinya di kursi taman dengan mata terpejam.

"Kau lihat tadi? Kakiku bergetar saat melawan Sora. Dan Aria membuat tampilanku semakin mengerikan sekarang, lihat!" adu Lyra pada Nova yang duduk di sebelahnya. Nova pun tertawa mendengar keluhan sahabatnya. Ia lalu memberikan jubah miliknya untuk menutupi noda darah di baju Lyra.

"Jantungku mau copot tadi. Tapi aku merasa cukup keren saat melihat wajah terkejut mereka," ucap Lyra tersenyum geli. Nova pun menepuk bahunya lumayan keras.

"Kau yang hampir membuatku jantungan, tahu. Lain kali jangan mengiyakan tantangan orang seperti itu, bahaya!"

"Aku tidak bisa diam saja melihat kalian diperlakukan seperti itu," ucap Lyra tak terima. Nova pun hanya bisa menghela napas pasrah mendengarnya.

"Um, lalu... Apa kau dan Lucius baik-baik saja? Kau tidak menerima uluran tangannya tadi," ucap Nova penasaran.

Lyra pun mengangguk mendengar ucapan Nova. "Tenang saja, kami hanya saling menjaga diri," ucap Lyra enteng. Sebenarnya dia  merasa bersalah ketika melihat Lucius mencoba untuk membantunya tadi.

Setelah duduk di sana cukup lama, mereka pun akhirnya kembali untuk segera bersiap-siap karena siang nanti ia ada latihan dengan Gravad.

***

Di jam istirahat siang, Nova diminta untuk datang ke ruangan Pak Danial. Sedangkan Lyra menjalani latihan bersama kepala sekolah dan Gravad.

Tadinya ia sedang membaca buku di perpustakaan mini di asramanya. Tapi ia terkejut ketika melihat ada bunga yang tumbuh di dalam buku dan diatasnya terdapat kertas dari Pak Danial yang memerintahkannya untuk segera bertemu.

"Kita latihan sebentar, supaya nanti malam latihannya bisa berakhir lebih cepat." Pak Danial membuka buku miliknya dan mengambil sehelai daun dari dalam bukunya.

"Coba alirkan energi sihirmu ke daun ini," ucapnya. Nova pun menurut dan mencoba fokus untuk melakukannya. Lalu tiba-tiba saja daun itu hancur menjadi serpihan debu.

"Sudah saya duga. Kontrol energimu paling bagus diantara kedua temanmu. Coba alirkan sedikit saja energimu ke daun ini," ucap Pak Danial kemudian memberikan satu lagi helai daun padanya.

Dan tanpa usaha yang berarti, daun itu akhirnya terbelah menjadi dua bagian sama rata. Nova yang melihatnya pun tersenyum dengan senang.

"Terakhir. Kita akan cari tahu sihir apa yang cocok untukmu," ucap Pak Danial kemudian muncul satu kuncup bunga berukuran kecil di hadapan gadis itu.

Nova kemudian menyentuh kelopak bunga itu dengan tangannya. Butuh beberapa waktu hingga akhirnya bunga itu mekar dan mengeluarkan serbuk hijau dan kelabu.

"A-apa artinya ini?" tanya Nova takjub.

"Penyembuhan. Tapi berpotensi untuk menguasai sihir telekinesis," ucap Pak Danial dengan pasti.

"Apa aku bisa menguasai keduanya?" tanya Nova dengan mata berbinar.

"Tergantung sejauh apa usahamu. Kita akan lanjut latihan nanti malam."

"Baik! Terima kasih, Pak Danial."

***

"Akhirnya! Setelah sekian purnama setidaknya kau bisa terbang tanpa menabrak apa pun!" Seru kepala sekolah dengan senang. Dia sangat frustrasi karena harus mengejar Lyra yang ujung-ujungnya menabrak burung di langit atau pergi ke tempat yang sangat jauh dan menabrak pohon.

"Sekarang berhenti! Mau sampai kapan kau mengepakkan sayapmu?!"

"Berisik, piya! Jangan memarahi Lyra seperti itu!" seru Piya yang saat ini terpaksa berada di atas topi kepala sekolah.

"Kau yang berisik!"

"A-aku tidak tahu bagaimana caranya berhenti!" seru Lyra yang saat ini sudah berhasil mengendalikan arah terbangnya tapi tidak dengan menghentikan sayapnya.

"U-uwaaahh!" Hampir saja ia menabrak burung. Kecepatan sayapnya pun tidak mau berkurang.

Sekadar info, burung di sini tidak seperti burung di dunia manusia. Ukuran burung di sini sangat besar, jika dibandingkan besarnya sama seperti burung unta. Bahkan lebih besar.

"Hentikan aliran energi pada sayapmu!"

Set!

Lyra benar-benar mengikuti perintah kepala sekolah dan karena itu ia terjun bebas saat ini. Sialnya, tiba-tiba saja ia lupa bagaimana cara untuk menggerakkan sayapnya.

"Uaahhh! Lyra jatuh, piya! Lyra jatuh!" teriak Piya dengan panik. Ingin sekali kepala sekolah melempar makhluk itu dari atas kepalanya sekarang juga.

"Maksudku jangan langsung berhenti!"

"M-mana aku tahu!" teriak Lyra yang mencoba untuk menggerakkan sayapnya sebelum ia tercebur ke dalam danau Gravad.

Ia memejamkan matanya kuat-kuat ketika melihat air itu hanya berjarak sedikit lagi. Tapi setelah beberapa saat, ia tak merasakan tubuhnya basah sama sekali. Karena itu dia memberanikan diri untuk membuka mata.

"Aku berhasil?" gumam Lyra terkejut ketika melihat tubuhnya melayang tepat di atas permukaan air.

Kepala sekolah mengelap keringat di dahinya dengan lega. Bisa-bisa dia menjadi gila karena mengajarinya dalam waktu lama. Apalagi ditambah dengan makhluk berisik yang saat ini sedang berada di atas kepalanya.

Lyra pun terbang kesana kemari dengan wajah bahagia. "Piya, aku berhasil!" seru Lyra. Dan Piya pun ikut bersorak melihatnya, dia tiba-tiba saja sudah berada di bahu gadis itu.

"Hahaha. Akhirnya kau berhasil," ucap Gravad yang akhirnya muncul ke permukaan setelah dirinya mengatakan ingin mengurus sesuatu.

"Ya! Apa urusanmu sudah selesai, Gravad?" tanya Lyra yang terbang di hadapannya. Gravad pun menganggukkan kepalanya beberapa kali.

"Para Drax sedang menuju kemari. Perkiraan mereka akan sampai besok lusa," ucap Gravad pada kepala sekolah.

"Jadi kalian sengaja memancing mereka ke sini?" tanya Lyra terkejut.

"Ya, kemarin aku mengutus salah satu orang untuk mencari tahu pergerakan Drax. Dan rupanya mereka sudah memencar untuk mencari penjaga kristal pink. Jadi kuminta dia untuk memancing para Drax kemari. Ini juga sebagai bentuk hiburan untuk para siswa di sini," ucap kepala sekolah dengan santai.

"Kembalilah. Sekarang hampir sore."

Lyra tersenyum. "Terima kasih untuk latihan hari ini!"

***

TBC

המשך קריאה

You'll Also Like

844 232 20
Tidak ada seorang pun yang sadar bahwa sejarahnya telah dirubah. Takdir bergantung pada dia yang lahir di tanggal ke tujuh bulan ke tujuh, menurut ra...
311 93 7
Perang dunia ke III hanya menyisakan bangkai peradaban dari dunia modern, Menyisakan ketakutan-ketakutan yang harus dilalui oleh para manusia yang ma...
1.5M 82.3K 41
(BELUM DI REVISI) Aline Putri Savira adalah seorang gadis biasa biasa saja, pecinta cogan dan maniak novel. Bagaimana jadi nya jika ia bertransmigra...
85.2K 1.5K 182
Kumpulan sinopsis novel romantis fantasi Korea, entah yg masih menjadi novel atau yg sudah diadaptasi menjadi manhwa. [Hanya kumpulan sinopsis, bukan...