Romeo Almahera

By Yn1712

1.8M 107K 34.3K

• Obsession series • [ SELAMAT MEMBACA ] Romeo akan menghalalkan segala cara demi mendapati Evelyn, termasuk... More

Prolog
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
43
44
45

42

25.8K 1.4K 1K
By Yn1712

ROMEO UPDATE🦋
HAPPY READING!

•1k vote - 1k komen for the next chapter•

Evelyn memerhatikan bayi yang kini berada dalam gendongannya. Sedari tadi senyumnya terus mengembang senang. Tak menyangka kini dia telah resmi menjadi seorang ibu.

"Anak kita ganteng banget ya, Meo?"

Romeo hanya menimpalinya dengan senyuman tipis. Dia mengusap surai Evelyn membiarkan istrinya itu berbahagia. Sebab dia akan mengusahakan apapun kebahagiaan Evelynnya.

"Meo?" Evelyn menoleh ke arahnya.

"Iya sayang?"

"Anak kita mau diberi nama siapa?" Tanya Evelyn.

Romeo mengedip pelan. Pertanyaan Evelyn kontan mengantarkannya pada perbincangannya dengan Bondan di rooftop kala itu.

"Tuan, boleh saya meminta satu hal? Tolong tetap beri nama anak saya Jeegar. Agar saya bisa tetap memanggilnya demikian."

Pandangan Romeo beralih menatap bayi kecil yang berada dalam gendongan istrinya. "Jeegar," ucap Romeo. "Jeegar Almahera," katanya meneruskan.

"Jeegar?" gumam Evelyn. Dia menatap lagi bayi kecilnya itu, mengusap lembut pipinya dengan ibu jarinya lalu tersenyum. "Nama yang bagus. Jeegar." Evelyn terus mengulang-ngulang namanya merasa suka.

"Hallo Jeegar. Ini mommy, dan ini Daddy." Evelyn menunjuk dirinya dan Romeo bergantian. Dia memperkenalkan pada putranya itu bahwa mereka adalah orang tuanya. "Selamat datang ke dunia, sayang."

Evelyn tersenyum penuh haru. Dia teramat bahagia. Saking bahagianya, air matanya jatuh begitu saja. Buru-buru ia seka cairan bening itu sambil tertawa. Merasa lucu karena dirinya masih saja cengeng padahal sudah memiliki anak.

Sedang Romeo, dia hanya menatap Evelyn dengan pandangan banyak makna. Dia tahu bahwa sudah terlalu jauh membohongi istrinya. Namun semua harus dia lakukan demi menemukan siapa dalang dibalik kecelakaan yang dialaminya yang berhasil merenggut nyawa putra kandungnya.

Pun, demi kewarasan istrinya.

Sebab Romeo tak tega jika harus memberitahu Evelyn perkara putra mereka yang telah tiada. Dia tidak mau Evelyn ikut meninggalkannya, karena ia sudah amat bergantung pada istrinya. Dia tak bisa melihat wanita pujaannya menderita.

"Permisi Tuan, Nyonya."

Atensi keduanya beralih saat seorang perawat memasuki ruang rawat inap Evelyn membawa infus baru untuk Evelyn. Dia izin mengganti, dan setelah mendapat izin perawat itu segera melakukan tugasnya.

"Pelan-pelan. Jangan sampai istriku kenapa-napa." Romeo memperingati.

Perawat itu tersenyum dan mengangguk patuh. Padahal dia hanya mengganti infusnya, bukan jarum suntiknya. "Baik, Tuan," sahutnya. Lalu, dia ganti infus Evelyn dengan hati-hati. Dan tiap pergerakannya itu terus diperhatikan oleh Romeo.

Melihat gelagat perawat yang takut pada Romeo membuat Evelyn melirik ke arah suaminya itu, dan dia menghela nafasnya saat mendapati pria itu tengah menatap intens sang perawat seakan siap mengulitinya. Pantas saja perawat itu ketakutan.

"Meo, kau membuatnya ketakutan," ucap Evelyn menegur dengan menepuk pelan lengan Romeo.

Romeo mengalihkan pandangannya ke arah istrinya itu. Kontan tatapannya langsung berubah lembut. "Aku tidak melakukan apapun, sayang," sahutnya. Mengambil satu tangan istrinya itu dan mengecupnya, khawatir jika tangan pujaan hatinya itu sakit karena habis memukul lengannya.

"Tapi perawatnya jadi takut!" balas Evelyn.

Romeo menghela nafasnya. Dia mengulum senyum paksa. "I'm sorry baby," ucapnya mengalah.

"Kok minta maaf sama aku? Sama perawatnya dong!" titah Evelyn membuat Romeo langsung menolak.

"Tidak mau!"

"Memangnya dia siapa? Punya hak apa dia hingga aku harus meminta maaf padanya? Tidak aku bunuh saja harusnya dia bersyukur, sayang," sahut Romeo, menambah ketakutan perawat itu. Bahkan, tangannya nampak bergetar menyelesaikan pekerjaannya.

"Meo." Evelyn tak habis pikir dengan suaminya itu. Dia merasa tak enak hati dengan perawat itu sebab suaminya yang berbicara sembarangan.

Berbeda dengan perawat yang ketakutan, Romeo sendiri justru nampak biasa saja seakan tak merasa berdosa telah membuat seseorang ketakutan setengah mati.

"S-sudah selesai, Nyonta, Tuan. Jika ada apa-apa silahkan panggil kami lewat nurse call," kata perawat itu sedikit tergagap. Dia membereskan peralatannya lalu beranjak pergi dari sana dengan buru-buru karena sudah terlalu pengap di ruangan itu.

Evelyn tersenyum. "Terima kasih."

Selepas kepergian perawat itu, keadaan menjadi hening. Evelyn memilih untuk tidak berbicara dengan Romeo sebab tak tahu harus berkata apa. Evelyn lebih memilih untuk berinteraksi dengan bayinya saja yang menggemaskan, dibanding denagn Romeo yang menyebalkan.

Sedang Romeo? Pria itu sibuk memerhatikan Evelyn.

"Sebentar lagi akan ada baby sitter yang datang ke sini untuk menjemput Jeegar," ucap Romeo  memecah keheningan.

Mendengar itu, kontan Evelyn menoleh ke arahnya dengan alis mengkerut tak suka. "Baby sitter?" Tanya Evelyn. "Apa maksudmu Meo? Aku tidak mau! Aku ingin mengurus anakku sendiri!" Tolak Evelyn.

"Dengan keadaanmu ini?" Tanya Romeo sedikit menampar Evelyn dengan fakta. "Kau baru saja selesai operasi, Evelyn. Dan butuh waktu satu sampai dua minggu untuk pemulihan." 

"Jadi untuk sementara waktu biarkan Jeegar di urus oleh baby sitter. Setelah kau benar-benar sembuh, barulah kau boleh mengurusnya sendiri, ditemani aku," jelas Romeo. Tentu saja dia tak mau melihat Evelyn kerepotan sendirian.

Mendengar itu Evelyn sedikit lega. "Bener ya?"

"Kapan aku pernah bohong?"

"Sering," balas Evelyn dengan bibir mencebik. Dasar pria tidak pernah berkaca!

Hal itu mengundang tawa Romeo mengudara. Astaga, Evelyn sudah semakin berani padanya.

Tak lama ponsel Romeo berbunyi mendapati notifikasi pesan. Dia rogoh saku celananya dan mengambil ponselnya itu, lalu mengecek pesan yang masuk dan membacanya.

Ah, ternyata dari Zayn. Adiknya. Pria itu mengatakan bahwa akan datang ke sini menjenguk  keponakannya.

"Kamu mau minum susu?"

"Mau!" Romeo spontan menaikkan pandangan dan menjawab dengan semangat. Pria itu tersenyum sumringah mendapati tawaran dari istrinya.

Sedang Evelyn melirik sinis ke arah Romeo yang tiba-tiba menjawab pertanyaan yang bukan di ajukan untuknya. "Apasih, Meo! Aku berbicara dengan Jeegar, bukan kau," balas Evelyn membuat senyum pria itu meluntur karena kecewa.

Lirikan sinis dia berikan pada bayi kecil tak berdosa itu. Apakah dia akan berbagi payudara dengan bayi kecil itu? Tidak, tidak bisa. Dia tidak rela.

"Tidak boleh!" ucap Romeo tak mengizinkan. "Kau tidak boleh membagi milikku pada laki-laki lain."

"Dia anakmu. Bukan laki-laki lain." Evelyn mencoba menyadarkan Romeo dari kalimatnya yang melantur itu. Lagi pula masa iya dia cemburu dengan seorang bayi. Anaknya sendiri pula. Aneh.

"Tapi laki-laki kan?" balas Romeo seakan tak mau kalah.

Evelyn menghela nafasnya. Memilih untuk tak meladeni lagi, ia membuka kancing bajunya dan menyembulkan payudaranya. Mengarahkan putingnya itu ke mulut Jeegar.

Melihat itu, mata Romeo melotot. "Jangan menggodaku!" cegah Romeo. Dia itu cepat bernafsu jika menyangkat Evelyn, dan melihat payudara itu tentu membuatnya takut tak bisa menahan diri dan menghabisi Evelyn di rumah sakit.

"Apasih Meo!" Evelyn menyentak tangan Romeo yang hendak menutup lagi bajunya. Kesal rasanya dengan tingkah pria itu. Menggoda apanya? Dia mau menyusui anaknya bukan menggoda pria mesum itu.

"Bisa tidak sehari saja tidak rusuh?!" Jika terus begini, habis sudah kesabarannya. Romeo memang layak untuk di mutilasi. Tapi sayangnya dia tak berani, yang ada ia dimutilasi lebih dulu oleh pria itu.

"Aku mau menyusui Jeegar. Dia pasti lapar."

"Tau darimana jika dia lapar? Dia kan belum bisa bicara." Tanya Romeo sedikit menantang. Pria itu menjilat bibirnya dan melipat kedua tangannya di dada sebagai upaya menahan diri agar tidak ikut meremas payudara istrinya yang menggoda. "Lagi pula kita sudah sepakat untuk memberinya susu formula, bukan ASI-mu."

Evelyn menghela nafasnya. "Aku tidak pernah menyetujui itu, Meo. Itu keputusanmu sendiri."

"Sama saja, Evelyn. Keputusanku adalah keputusanmu."

Evelyn mendelik, mana bisa begitu?!

"Payudaramu milikku. Tidak boleh ada laki-laki lain yang menyentuhnya selain aku," tegas Romeo memproklamirkan. Enak saja bagi-bagi. Tidak bisa!

"Kau cemburu dengan seorang bayi?" Evelyn menaikkan sebelah alisnya pada pria itu. "Kau yang membuatnya lahir ke dunia kalau kau lupa."

"Seorang bayi yang kau maksud itu laki-laki kan?" balas Romeo tak mau kalah. "Sekarang memang dia masih bayi. Tapi dua puluh tahun ke depan dia akan berubah menjadi laki-laki dewasa. Bagaimana jika dia menyukaimu dan merebutmu dariku?"

"Meo..." lirih Evelyn mulai lelah. Kenapa jauh sekali pikirannya?

Romeo mengeluarkan ponselnya, dia nampak mengetikkan sesuatu di sana lalu kembali menatap ke arah Evelyn. "Lima belas menit lagi baby sitter nya akan sampai dan mengambil Jeegar," ucap Romeo memutus pembicaraan dengan sikap egoisnya membuat Evelyn menghela nafasnya.

Kenapa bisa dia harus menikah dengan pria seposesif ini?

***

"KAU GILA ROMEO?!" sentak Aron. Dia kesal dengan keputusan konyol yang Romeo ambil.

"Kau sudah tahu itu Dad. I'm crazy. Apalagi, menyangkut tentang Evelyn," balas Romeo santai.

Aron menjilat bibirnya dan menyisir rambutnya ke belakang dengan jari-jarinya. Hembusan nafas kasar pun di keluarkan. Pria paruh baya itu tak habis pikir dengan keputusan putranya itu yang semborono.

"Anakmu itu akan menjadi penerus keluarga Almahera, Romeo. Jika dia bukan anak kandungmu, maka dia tidak punya hak untuk itu!"

Romeo memutarkan jari telunjuknya di atas permukaan gelas. Dengan mata yang menatap ke arah gelas berisikan satu potong es batu di dalamnya dia berkata, "Bukankah bagus? Satu kali tebar jala, dua ikan akan kita dapatkan. Satu kesenangan Evelyn sebab memiliki bayi, dan dua kita bisa punya jalan untuk mengungkap siapa dalang yang menyebabkan kecelakaan itu."

Aron memejamkan matanya sejenak. Itu benar. Tapi, dia merasa berat jika jalan yang ditempuh harus seperti ini. Tak terima jika generasi Almahera akan tercampur darah daging orang lain. Yang bahkan tak ada hubungan sama sekali dengan mereka.

"Kita hanya tinggal menjalankan rencana itu, Dad. Dan urusan Jeegar, biarlah menjadi urusanku. Aku yang akan mengurusnya nanti akan seperti apa. Yang penting sekarang, aku harus membongkar semua ini. Sebab rasanya tanganku sudah gatal ingin menghabisi orang itu," ucap Romeo sambil menatap ke arah telapak tangannya dengan seringai licik banyak makna.

Keadaan hening setelahnya. Romeo sibuk menikmati whiskey nya sedang Aron sibuk memikirkan bagaimana nasib keluarga Almahera kedepannya.

"Hallo permisi, ada Zayn di sini."

Atensi keduanya teralih saat melihat Zayn datang bersama seorang perempuan di sisinya. Pria yang selalu ceria dan berisik itu langsung menghampiri Romeo dan duduk di sampingnya. "Lo baik-baik aja kan, Kak? Pasti dong! Nggak mungkin soalnya lo kenapa-napa. Bukan lo banget," cerocosnya meneliti keadaan Romeo.

Romeo hanya tersenyum tipis ke arah Zayn. "Seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja."

Mendengar itu, Zayn menghela nafasnya dengan tangan mengelus pelan dadanya. "Syukur deh. Atm berjalan gue masih aktif berarti," jawabnya mengundang senyum kecil Romeo terbit di sudut bibirnya. Dia menggelengkan kepalanya sambil menjilat bibirnya.

"Kak Romeo." Panggilan itu membuat atensi Romeo beralih pada perempuan yang ada di sisi Zayn. Dia menaikkan sebelah alisnya melihat perempuan  cantik yang berstatus sebagai tunangan adiknya itu menyodorkan paper bag ke arahnya. "Aku bawakan makanan untuk kak Evelyn."

Romeo melirik ke arah paper bag itu. Dari logo yang tertetara di sana terlihat bahwa itu adalah makanan dari restoran Jepang.

"Istriku baru selesai operasi, dan dia tidak memakan itu," sahut Romeo. Menolak jelas membuat Ayara melirik ke arah Zayn meminta tolong sebab ia merasa tak enak hati.

"Yaudah buat lo." Itu Zayn yang menimpali, dia mengambil alih paper bag itu dari tangan sang tunangan dan menyerahkannya pada Romeo. "Ambil aja sih kak, nggak usah ribet."

Romeo menghela nafasnya, dia meletakkan paper bag itu di atas meja dan memilih tak lagi  menjawabnya. Ia menuang lagi whiskey itu ke gelas dan menelannya dalam sekali tenggakan.

"Jangan terlalu banyak, kau belum terlalu pulih." Aron berusaha mengingatkan putranya itu yang sudah terlalu candu dengan alkohol. Setelah itu dia menatap ke arah putranya yang lain, Zayn.

"Bagaimana bisnis yang sekarang kau kelola?" Tanya Aron.

Perbincangan keduanya pun berlangsung lama, Aron menanyakan banyak hal pada Zayn, mulai dari perkembangan bisnis yang pria itu kelola hingga sampai ke rencana pernikahannya dengan Ayara. Tunangannya yang dibawanya itu. Yang kini beranjak pergi ke ruang inap Evelyn, katanya dia ingin menemani calon kakak iparnya itu.

Sedang Romeo hanya diam mendengarkan, asik dengan whiskey nya. Tapi tentunya dia tak membiarkan Ayara begitu saja, dia menyuruh bodyguard untuk ikut masuk ke ruang inap istrinya memantau keduanya. Sebab Ayara masuk pada list orang-orang yang Romeo waspadai.

Ah, tidak. Semua orang kini Romeo waspadai. Dia tak percaya siapapun lagi. Hanya dirinya yang tulus di sisi Evelyn tanpa berniat menyakitinya.

Saking asiknya mengobrol, tak terasa waktu sudah berlangsung tiga puluh menit. Sampai akhirnya obrolan mereka harus terhenti kala seorang bodyguard suruhan Aron menghampiri mereka.

"Permisi, Tuan."

Zayn menoleh, sedang Romeo hanya melirik tipis, dan Aron yang menimpali, "Ada apa?"

"Ini data diri orang yang menyabotase mobil Tuan Romeo, Tuan," balas pria itu. Dia menyerahkan lembaran kertas kepada Aron.

Aron menerimanya. Dia membaca data itu dengan seksama. "Orangnya bagaimana?"

"Aman Tuan. Dia masih kami sekap di ruangan bawah tanah. Kami hanya tinggal menunggu perintah untuk eksekusi."

"Seperti dugaan anda, bahwa bodyguard itu sudah di suap oleh seseorang hingga berani mengkhianati Tuan Romeo." Pria itu menjelaskan.

Aron mengangguk mendengarnya. Sedang Romeo tersenyum tipis seakan menahan tawa. Padahal tidak ada yang lucu di sini. Dia meletakkan gelas whiskey nya ke atas meja, menjilat sisa whiskey di bibirnya lalu menoleh ke arah Zayn.

"Kenapa wajahmu merah? Kau baik-baik saja?" Tanya Romeo menaikkan sebelah alisnya. "Zayn... Almahera," lanjutnya, tersenyum di akhir kalimatnya yang menyiratkan banyak makna.

Sedang Zayn nampak menelan saliva dibuatnya. Dia berdehem dan menjawab. "A-aku baik-baik saja kak," sahutnya.

Romeo tersenyum dia mengangguk, menepuk pelan pundak Zayn lalu menuangkan whiskey nya ke gelas dan mendorong gelas itu ke arah adiknya. "Bagus kalau begitu. Kau memang harus sehat. Sebab minggu depan kau harus menghadari pesta kelahiran keponakanmu, Jeegar Almahera."

***

Pukul tiga pagi.

Evelyn terbangun dari tidurnya, dia meringis pelan memegang perutnya yang sedikit nyeri bekas operasi. Pandangannya mengedar ke arah sekitar ruangan mencari keberadaan Romeo, dan ia mengedip pelan saat mendapati pria yang dicarinya itu tengah tertidur di satas sofa dengan tangan bersedekap dada.

"Meo?"

Evelyn memerhatikan suaminya. Dia merasa bersalah melihat Romeo yang tidur di sana. Pasti tak nyaman.

Dengan hati-hati dan menahan rasa nyeri yang luar biasa mendera per bagian tubuhnya, Evelyn turun dari kasur dengan perlahan dan berusaha tak menimbulkan suara agar tak membuat Romeo terbangun.


Setelah bisa menapakkan kedua kakinya di ubin, dia mengenakan sendal rumah sakit itu dan berjalan ke arah Romeo dengan satu tangannya yang mendorong tiang infus. Sedang satunya lagi membawa selimut.

Sesampainya di sisi Romeo, Evelyn melebarkan selimut dan menutupi tubuh suaminya dengan kain tebal itu agar tak kedinginan. Setelah itu ia sedikit menunduk mengusap surai Romeo, gurat letih pria itu kentara sekali. Bukan tak peka, Evelyn sebenarnya tahu bahwa belakangan ini Romeo terlihat seperti banyak pikiran. Terlebih pria itu yang harusnya juga mendapati perawatan kini malah mengurusnya, mengabaikan rasa sakitnya. Pasti itu tidak mudah.

Namun Evelyn memilih tak banyak bertanya sebab ia tahu bahwa dirinya tak punya kuasa untuk membantu suaminya. Ia hanya bisa mengingatkan Romeo untuk juga meminum obatnya, pun gantian menyuapi Romeo makan agar suaminya itu senang. Berharap yang dilakukannya itu bisa mengurangi beban Romeo, pun menghilangkan kekhawatiran berlebihan pria itu terhadapnya. Bahwa Evelyn baik-baik saja. Ia tak mau Romeo terlalu berlebihan hingga mengabaikan kesehatannya.

Tapi Evelyn yakin bahwa Romeo pasti bisa melewati ini. Romeo itu pria yang hebat dan pintar, dia pasti menemukan jalan keluar atas apapun masalah yang dihadapinya. Seperti Romeo Almahera yang dia kenal sebelumnya.

"Sehat-sehat ya sayang. Maaf jika aku menjadi beban untukmu," ucap Evelyn sambil mengusap lembut rambut Romeo.

Setelah itu, wajahnya mendekat mencium dahi suaminya. Lama bibirnya itu menempel di sana dengan mata memejam, menyalurkan kasih sayang. 

Merasa tak sanggup terlalu lama berdiri, Evelyn akhirnya menyudahi ciumannya. Dia menarik kepalanya dan berbalik hendak kembali menuju bangsal nya. Namun baru selangkah kakinya bergerak, ia dibuat terkejut saat tiba-tiba ada yang menahan. Dan ketika menoleh, ia mendapati Romeo yang sudah membuka mata dan menatap ke arahnya.

"Mau kemana?" Tanya pria itu.

"Meo?" Astaga. Pria itu bangun? Jadi apakah Romeo tahu jika ia menciumnya? Ah, sial. Evelyn malu sekali.

"Mau kemana sayang?" Tanya Romeo lagi, saat tak mendapat jawaban dari Evelyn. Suaranya serak sekali. Mungkin efek whiskey yang diminumnya tadi yang membuat tenggorokannya sedikit tak nyaman.

"A-aku.." Evelyn menjilat bibirnya tak tahu menjawab apa, pun dia malu karena merasa tertangkap basah habis mencium Romeo duluan.

Sedang Romeo menyingkirkan selimut dari tubuhnya dan menarik diri mengganti posisi menjadi duduk. Lalu dia menarik pelan Evelyn untuk duduk di pangkuannya. "Sini sayang."

Evelyn menurut, dia duduk di atas paha suaminya itu. Duduk menyamping membuat mereka saling bertatapan. Dan kehangatan langsung dirasakan oleh Evelyn saat tubuhnya di dekap sempurna oleh pria itu. Rasa sakitnya di perutnya hilang saat Romeo mengusap lembut surainya, namun sialnya berganti menjadi remangan sekujur badan saat sentuhan itu sensual terasa. Terlebih kala melihat mata Romeo yang tak pernah lepas menatapnya membuatnya gugup.

"Meo.." Evelyn menelan saliva tak tenang, walau sudah sering ia mendapati ini, namun rasanya tetap merinding sekujur tubuh saat mendapat afeksi se intim ini dari Romeo. Terlebih saat nafas pria itu begitu terasa di kulit lehernya, menerpa menggodanya, membuat darahnya kian mendidih menggelora.

Romeo menyingkirkan rambut Evelyn ke belakang lalu mengecup leher istrinya. Dia mengusap pipi Evelyn yang ditangkup dengan satu tangannya, sedang satu tangannya lagi digunakan untuk menopang tubuh istrinya itu. "Kenapa terbangun, hm? Butuh sesuatu?" Tanya Romeo.

"I-iya," sahutnya.

"Apa sayang? Evelynku mau apa?" balas Romeo lembut sekali. Membuat Evelyn kian merasakan gelenyar menggelora yang sampai hingga ke perutnya. Rasanya geli sekali.

"Katakan, sweetheart. Jangan ragu." Romeo mempersilahkan, dengan tangannya yang tak betah diam menyentuhnya.

"Aku mau sushi," ucap Evelyn lirih. Menatap Romeo penuh harapan agar di turuti. Ya. Dia terbangun karena merasa lapar, namun ia tak mau makan makanan rumah sakit yang membosankan itu membuatnya tak berselera.

"Sushi?" Evelyn mengangguk pelan. "Kau habis operasi sayang. Nanti ya kalau sudah sembuh." Romeo menolak halus permintaan Evelyn. Sebab ini demi kebaikan istrinya. Dia tak mau Evelyn berlama-lama di rumah sakit.

"Kemarin aku operasi caesar, Meo. Bukan usus. Jadi bukankah tak apa makan sushi?" balas Evelyn.

Jujur saat tadi Ayara mendatanginya dan mengobrol dengannya, dia jadi ingin makan sushi saat Ayara bilang bahwa dia membawa makanan Jepang namun tak bisa diberikan kepadanya sebab di tolak oleh Romeo.

"Lagi pula aku bosan makan-makanan rumah sakit, hambar, tak enak," kata Evelyn lagi sambil mengerucutkan bibirnya tanda keprotesan.

Romeo tersenyum tipis di buatnya. Istrinya menggemaskan sekali. "Aku tanya dokter dulu, ya?" ucap Romeo. Dan dibalas anggukan oleh Evelyn.

Pria itu mengambil jasnya yang ada di sampirkan di sofa, lalu mengambil ponselnya yang ada di saku jasnya. Dengan satu tangan yang memegang ponsel, dia menelpon dokter yang bertugas menangani Evelyn dari operasi hingga sekarang.

"Hallo, ada yang bisa saya bantu?" Di seberang sana,  sang dokter yang baru beberapa menit keluar dari ruang operasi sehabis menangani pasien yang lain, langsung mengangkat panggilan Romeo. Sebab dia tahu betul tabiat pria itu yang kurang sabar.

Bisa-bisa lisensinya di hapus oleh pria itu, seperti ancaman yang diberikan kepadanya sewaktu menangani istrinya di meja operasi beberapa hari lalu.

"Istriku ingin makan sushi. Apakah boleh?"

Terdengar suara pintu di buka dan di tutup tanda bahwa dokter itu tengah memasuki ruang kerjanya. "Karena luka jahit Nyonya belum kering, alangkah lebih baiknya jangan, Tuan. Terlebih daging mentah seperti itu. Kalau matang boleh, justru bagus."

"Tapi saya sarankan untuk tiga hari ke depan Nyonya Evelyn hanya mengkonsumsi yang kami sediakan, agar mempercepat pemulihannya. Walau sebetulnya boleh-boleh saja makan makanan di luar yang kami sediakan, tapi karena Nyonya Evelyn memiliki riwayat penyakit di lambungnya maka lebih baik untuk tidak sembarang memilih makanan. Setidaknya sampai Nyonya Evelyn benar-benar pulih," terang sang dokter.

"Kau dengar?" Tanya Romeo pada Evelyn, dia sengaja me-load speaker panggilan agar Evelyn pun bisa mendengarnya. Dia tersenyum tipis melihat Evelyn yang mendesah kecewa dan menundukkan kepalanya.

"Baik kalau begitu. Selamat malam," ucap Romeo sebelum mematikan panggilan.

Setelah itu, dia letakkan ponselnya di sampingnya dan menaruh atensinya sepenuhnya pada istrinya. Dia bawa dagu Evelyn mengarah padanya agar menatapnya. "Jangan sedih sayang," ucap Romeo mengusap bawah dagu Evelyn.

"Mau buah apel? Belakangan ini kan kau sedang suka itu. Hm?" Romeo menawarkan. Sambil merapikan untaian rambut Evelyn yang menghalangi pandangan.

Evelyn mengangguk pelan. Baiklah. Apel pun tak apa.

Romeo gemas, dia mengecup bibir Evelyn singkat. "Tunggu di sini, ya? Aku ambil apel nya dulu." Romeo memindahkan Evelyn untuk duduk di sofa samping kirinya. Lalu dia bangkit ke arah nakas mengambil satu buah apel, piring kecil dan pisau. Setelah itu ia kembali ke arah Evelyn dan duduk di sampingnya.

Evelyn memerhatikan Romeo yang tengah sibuk mengupas kulit apel itu. Dia terlihat lihai sekali mengulitinya. Seakan memang benar, bahwa pisau adalah mainannya.

Urat-urat tangan Romeo yang menonjol membuat aura pria matang itu begitu terasa. Telapaknya yang kekar pun jari-jarinya yang memiliki ukuran lebih besar dari tangannya membuat Evelyn merinding mengingar sesuatu.

Pantas saja rasanya begitu---sulit di definisikan-- saat jari-jari tangan itu masuk ke dalam miliknya.

Kontan, Evelyn menggelengkan kepalanya saat pikirannya sudah teramat jauh. Astaga. Sepertinya dia sudah tertular sifat mesum suaminya itu.

"Ayo buka mulutnya." Romeo mengarahkan satu potong apel ke mulut Evelyn saat ia sudah selesai mengupas dan memotongnya. Pria itu tersenyum saat Evelyn menerima suapannya, dia mengusap rambut Evelyn dan memujinya. "Good girl."

Evelyn tersenyum tipis dengan mulut yang akrif mengunyah. Di tengah itu, ingatannya sampai pada kejadian tadi siang dimana katanya ada Zayn juga datang ke rumah sakit. Namun pria itu tak ikut masuk ke ruangannya. Kata Ayara mereka sedang mengobrol di ruangan tunggu di sana.

Evelyn tiba-tiba penasaran.

"Meo?" panggil Evelyn.

"Hm?" Romeo menyahut sambil menyuapi lagi Evelyn. Dia mengusap sudut bibir Evelyn yang padahal tak ada apa-apa. "Kenapa sayang?"

"Tadi Zayn juga ke sini ya? Kok dia tidak datang menemuiku?"

Usapan ibu jari Romeo terhenti dalam hitungan detik. "Iya, dia tadi datang sebentar," sahutnya.

"Membicarakan apa?" Tanya Evelyn penasaran.

"Bukan apa-apa sayang."

Kunyahan Evelyn memelan sebelum akhirnya ia telan apel yang sudah hancur itumasuk ke kerongkongan. Ia menatap Romeo dalam dan kembali menegaskan. "Bukan apa-apa?"

Romeo mengangguk. "Hm. Bukan apa-apa," balas Romeo.

Evelyn tersenyum tipis. Ternyata, Romeo masih menutupi banyak hal darinya. Dan itu terlihat dari matanya. Dan ia, dapat merasakannya.

Bersambung

Bentar lagi ending!

Kalian mau sad end?

Atau happy end?

.
.

Sampai jumpa di chapter selanjutnya🔥👻

***

SPAM NEXT DI SINI!🔥

SPAM ROMEO DI SINI!🥵

SPAM EVELYN DI SINI!💜

Penutup
Daddy Meong🥺💜

Continue Reading

You'll Also Like

2.4M 29.7K 28
"Lebarkan kakimu di atas mejaku! Aku ingin melihat semua yang menjadi hakku untuk dinikmati!" desis seorang pemuda dengan wajah buas. "Jika aku meny...
622K 56K 54
⚠️ BL LOKAL Awalnya Doni cuma mau beli kulkas diskonan dari Bu Wati, tapi siapa sangka dia malah ketemu sama Arya, si Mas Ganteng yang kalau ngomong...
1.8M 58.4K 69
Cinta atau Obsesi? Siapa sangka, Kebaikan dan ketulusan hati, ternyata malah mengantarkannya pada gerbang kesengsaraan, dan harus terjebak Di dalam n...
4.3M 129K 88
WARNING ⚠ (21+) 🔞 𝑩𝒆𝒓𝒄𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂 𝒕𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒘𝒂𝒏𝒊𝒕𝒂 𝒚𝒈 𝒃𝒆𝒓𝒑𝒊𝒏𝒅𝒂𝒉 𝒌𝒆 𝒕𝒖𝒃𝒖𝒉 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏 𝒅𝒂𝒏 �...