(212 - 311 ( + extra) The Hus...

By erryenellis

23.5K 1.8K 70

Mo Ran merasa bahwa menjadikan Chu Wanning sebagai gurunya adalah sebuah kesalahan. Shizunnya sangat mirip ku... More

212 - [Jiaoshan] Pemimpin Sekte Agung
213 - [Jiaoshan] Pertarungan Hidup dan Mati
214 - [Jiaoshan] Inti Spiritual Hancur
215 - [Jiaoshan] Membakar Sisa Tubuh
216 - [Jiaoshan] Jatuh Menjadi Budak
217 - [Jiaoshan] Mimpi Buruk
218 - [Jiaoshan] Sang Kaisar Kembali
219 - [Jiaoshan] Jangan Pergi
220 - [Jiaoshan] Berjalan Berdampingan
221 - [Jiaoshan] Menggenggam Jemari
222 - Transformasi Menyeramkan
223 - [Jiaoshan] Menjauh
224 - [Jiaoshan] Janji Lelaki Terhormat
225 - [Jiaoshan] Tertawakan Aku Yang Gila
226 - [Jiaoshan] Tidak Pernah Lupa
227 - [Jiaoshan] Kata-Kata Dari Masa Lalu
228 - [Jiaoshan] Sebuah Permainan Kosong
229 - [Jiaoshan] Sejak Saat Itu
230 - [Jiaoshan] Pemuda
231 - [Jiaoshan] Sekte Obat
232 -[Jiaoshan] Dua Penglihatan Tidak Jelas
233 - Jika Aku Ingin Mengubah Judul, Aku Bisa Mengubahnya. Plin Plan!
234 -[Jiaoshan] Sang Kaisar Kembali
235 - [Jiaoshan] Menuju Akhir
236 - [Gunung Darah Naga] Huaizui
237 - [Gunung Darah Naga] Shenmu (Kayu Ilahi)
238 - [Gunung Darah Naga] Tanpa Jiwa
239 - [Gunung Darah Naga] Memiliki Hati
240 - [Gunung Darah Naga]Seorang Manusia
241 - [Gunung Darah Naga] Kebenaran
242 - [Gunung Darah Naga] Chu Fei
243 - 18+
244 - [Gunung Darah Naga] Rawa Ular
245 - [Gunung Darah Naga] Saingan Cinta
246 - [Gunung Darah Naga] Mengikat
247 - 18+
248 - [Gunung Darah Naga] Dilupakan
249 - Gunung Darah Naga] Kebenaran
250 - 18+
251 -[Gunung Darah Naga] Kembali
252 - [Gunung Darah Naga] Membagi Jiwa
253 - [Gunung Darah Naga]Bajingan
254 - [Gunung Darah Naga] Merindukanmu
255 - [Gunung Darah Naga] Dituduh
256 - [Paviliun Tianyin] Naik Turun Pengalaman Hidup
257 - [Paviliun Tianyin] Peri Linjiang
258 - [Paviliun Tianyin] Tulang Lunak
259 - [Paviliun Tianyin] Berbagi Jubah Yang Sama
260 - [Paviliun Tianyin] Lahir Seperti Tungku
261 - [Paviliun Tianyin] Fitnah Busuk
262 - [Paviliun Tianyin] Bagian Terpenting Opera
263 - [Paviliun Tianyin] Mimpi Lama Kembali Terulang
264 -[Paviliun Tianyin] Kaisar Seperti Dia
265 - [Paviliun Tianyin] Shi Mei Ganda
266 - [Paviliun Tianyin] Menghangatkanmu
267 - [Paviliun Tianyin] Naga Melilit Pilar
268 - 18+
269 - [Paviliun Tianyin] Kaisar dan Zongshi
270 - [Paviliun Tianyin] Hukuman Akan Dilaksanakan
271 - [Paviliun Tianyin] Pengadilan Final
272 - [Paviliun Tianyin] Kata-Kata Orang Sangat Mengerikan
273 - [Paviliun Tianyin] Berbeda Jalan
274 - [Paviliun Tianyin] Nyaris
275 - [Paviliun Tianyin] Jantung Hancur
276 - [Paviliun Tianyin] Aku Datang Untuk Mati Untukmu
277 - [Paviliun Tianyin] Yang Mulia Ini Kesepian dan Kedinginan
278 - [Paviliun Tianyin] Tidak Pernah Mengkhianati
279 - [Paviliun Tianyin] Malam Bersalju Untuk Sisa Kehidupan
280 - [Puncak SiSheng] Lidah Yang Baik dan Yang Jahat
281 - [Puncak SiSheng] Ingin Melakukan Lebih Banyak Perbuatan Baik
282 - [Puncak SiSheng] Serigala Yang Sendirian Memasuki Situasi Putus Asa
283 - [Puncak SiSheng] Api Akhirnya Menyala
284 - [Puncak SiSheng] Putraku Sangat Berharga
285 - [Puncak SiSheng] Phoenix Api Surgawi
286 - [Puncak SiSheng] Pemuda Yang Sangat Mencintai
287 - [Puncak SiSheng] Tidak Mungkin Lari Dari Takdir
288 - [Puncak SiSheng] Zongshi dan Kaisar Itu adalah mimpi.
289 - [Puncak SiSheng] Mengunjungi Sebagai Hantu
290 - [Puncak SiSheng] Tinggal Bersama Mei Hanxue
291 - [Puncak SiSheng] Dua Dunia Bersilangan
292 - [Puncak SiSheng] Hati Sedalam Laut
293 - [Puncak SiSheng] Kebencian Panjang Sang Kaisar
294 - The dying of death
295 - [Puncak SiSheng] Jalan Kemartiran Untuk Pulang
296 - [Puncak SiSheng] Seperti Dalam Mimpi Waktu Itu
297 - [Puncak SiSheng] Kecantikan Tulang Kupu-Kupu
298 - [Puncak SiSheng] Manusia Tidak Sebaik Surga
299 - [Puncak SiSheng] Tidak Pernah Berhenti
300 - [Puncak SiSheng] Hatinya Seperti Hatimu
301 - [Puncak SiSheng] Masa Lalu Kembali Tumpang Tindih
302 -[Puncak SiSheng] Jiwa Patah di Istana Wushan
303 - [Puncak SiSheng] Xue Meng Kehidupan Sebelumnya
304 - [Puncak SiSheng] Mereka Dari Kehidupan Sebelumnya
305 - [Puncak SiSheng] Persembahan Tubuh Dewa Untuk Iblis
306 - [Puncak SiSheng] Kasihani Tubuhku Yang Berbeda
307 - [Puncak Sisheng] Kelelawar Senja
308 - [Puncak SiSheng] Bekerja Sama Melawan Banjir
309 - [Puncak SiSheng] Mo Ran Tidak Jauh
310 - [Puncak SiSheng] Kartu Terakhir Ada cahaya.
311 - [Puncak SiSheng] Akhir

BAB EKSTRA 312 - KEHIDUPAN DAΜΑΙ

840 33 9
By erryenellis

Aroma bubur nasi memenuhi sebuah rumah kecil.

Seorang anak bertelinga lancip dengan daun labu di atas kepala sedang berjongkok di depan kompor, memasukkan kayu bakar ke dalam tungku dengan penuh konsentrasi supaya api tetap manyala. Seorang gadis kecil berpita rambut merah duduk di sampingnya, mengamati api sambil makan madu.

"Menurutku apinya bisa lebih besar lagi."

"Menurutku jangan, buburnya bisa gosong kalau terlalu panas."

"Hih! Apa yang kau tahu?! Kau hanya tahu makan permen."

Chu Wanning masuk ke dapur sambil membawa kelinci liar hasil buruannya. Sekelompok roh rumput, roh bunga, roh lumpur, dan bahkan roh lumut seukuran kuku tampak berbaris mengikutinya.

Dua roh pohon bersaudara di dekat kompor langsung berdiri, menyambutnya dengan ribut sambil membungkuk hormat, "Roh Kayu Abadi."

Tentu saja Roh Kayu Abadi yang dimaksud para roh alam itu adalah Chu Wanning.

Sebenarnya kalau dipikirkan kembali, semua hal yang terjadi di masa lalu sudah memberikan banyak petunjuk. Dulu, Chu Wanning tidak pernah tahu alasan dirinya bisa terhubung dengan senjata surgawi Jiu Ge. Dia juga tidak pernah tahu alasan dirinya bisa memunyai kekuatan yang sangat besar dalam mengendalikan alam dan tanaman, dan juga tidak mengerti alasan Labu Nafsu dan Labu Arak sangat patuh kepadanya.

Sekarang semuanya jelas.

Chu Wanning bagian dari Kayu Abadi Yan Di, sumber

segala tanaman hidup.

Setelah pertempuran Gerbang Kehidupan dan Kematian, Chu Wanning dan Mo Ran memutuskan kembali ke lembah Gunung Nanping. Perlahan-lahan kehidupan mereka menjadi monoton, dan kekuatan

spiritual mereka yang brutal lama-kelamaan menjadi agak tidak berguna. Maka, Chu Wanning memanfaatkan kekuatan spiritual alamnya untuk

memanggil para roh alam, membuat roh-roh kecil, roh tanaman, dan roh gunung di bawah perintahnya.

"Kelihatannya kau ingin jadi raja gunung." Komentar Mo Ran. "Kau hanya kekurangan karpet bulu harimau

sebagai hiasan lantaimu."

Sang Raja Gunung, Kultivator Chu, akhir-akhir ini kurang beristirahat. Beberapa waktu lalu, Xue Meng mengirimkan pesan suara kepada mereka, dengan canggung mengungkapkan keinginannya

untuk berkunjung ke Gunung Nanping saat Fesitval Pertengahan Musim Gugur.

Setelah dua tahun, hubungan mereka semakin canggung seiring berjalannya waktu. Jadi sudah jelas Chu Wanning sangat ingin bertemu murid kesayangannya itu lagi, bahkan satu bulan sebelum festival dia sudah sibuk memikirkan jenis hidangan yang akan dia sajikan kepada Xue Ziming dengan serius.

"Shizun, apa yang sedang kau tulis?"

Malam itu api lilin bergoyang lembut, Mo Ran mendekat dan memeluk Chu Wanning dari belakang, dagunya disandarkan ke lekuk leher Chu Wanning, mata hitamnya melirik alat tulis di atas meja.

💜
Itu hanya pertanyaan dasar, tujuan utama Mo Ran adalah merayu Gege Penyelamatnya untuk ke tempat tidur lebih awal. Mo Ran tidak terlalu tertarik terhadap sesuatu yang ditulis Chu Wanning.

Memang apa lagi yang akan Chu Wanning lakukan? Selain menggambar rancang senjata dan mengirim cetak birunya ke Tuan Ma, pemilik Paviliun Taobao, untuk diproduksi dan dijual dengan harga murah. Kalau ada sisa barang, itu akan dikirimkan ke Puncak Sisheng, bukan kembali ke Chu Wanning.

Tapi ternyata biaya produksi lebih tinggi dari harga jual. Hal ini membuat Tuan Ma selalu merugi, makanya dia akan mendatangi Xue Ziming untuk menutup kerugiannya setiap bulan.

"Eh, hari ini tidak menggambar?"

Chu Wanning menjawab dengan sedikit melamun, "Bagaimana mungkin aku bisa mendapatkan inspirasi setiap hari?"

Mo Ran mendorong pelan pipi Chu Wanning dengan dia, kemudian mencium cuping telinga Chu Wanning, "Shizun..."

"Apa?"

Refleks, Mo Ran berdiri dan mengusap hidung.

Dia tidak tahan untuk mulai menduga-duga bahwa pengasingan diri ke Gunung Nanping lama-kelamaan membuat Chu Wanning bosan, jika tidak, mengapa kode intim Mo Ran hanya ditanggapi dengan apa? dengan suara yang kedengaran datar.

Ini aneh dan mengejutkan.

Baru saat itu Mo Ran akhirnya melihat yang ditulis Chu Wanning lebih dekat. Seharusnya itu tidak jadi masalah, tapi yang dia lihat ini membuatnya sangat terkejut sampai-sampai dia mengambil satu langkah mundur yang lebar.

"Kau menulis apa?"

Itu hanya pertanyaan biasa, tapi nada bicara Mo Ran terdengar panik.

Mendengar itu, Chu Wanning menaruh kuas yang dia pakai untuk menulis dengan perasaan tidak senang, dan menyipitkan mata phoenixnya dengan tajam seolah-olah akan menembus Mo Ran. Bahkan bulu matanya yang halus dan rimbun tidak mampu menyembunyikan ekspresinya yang tajam.

Walau sekarang tampang Chu Wanning terlihat menakutkan, ini masih kalah mengerikan dari yang akan dia katakan.

"Resep Pertengahan Musim Gugur."

Mo Ran, "......"

Begitulah, untuk makan malam perdana bersama Xue Meng setelah pertempuran besar, Beidou Abadi berencana memasak semua hidangan sendiri untuk murid yang dia rasa sudah dia kecewakan.

Mo Ran menatap ekspresi galak dan keras kepala Chu Wanning yang diterangi cahaya lilin, entah kenapa hatinya terasa gemetar.

Dia tidak serius, 'kan?

Sayangnya, Kultivator Chu adalah pria yang selalu serius, tidak pernah membuat lelucon yang tak perlu.

Beberapa hari kemudian, Chu Wanning dengan rajin memelajari daftar hidangannya, terkadang dia menghapus beberapa menu-Mo Ran akan mendesah lega saat itu terjadi, atau malah menambahkan lebih banyak menu-perut Mo Ran kejang saat ini yang terjadi.

Akhirnya, sambil berdehem pelan, Chu Wanning menunjukkan kepada Mo Ran daftar hidangan yang selesai dia susun. Mo Ran berusaha keras tetap tenang saat membaca sekilas dua puluh hidangan di dalam daftar, sepuluh hidangan panas dan sepuluh hidangan dingin, sebelum menggulung kembali kertas itu.

...Kenapa? Apa menunya kurang bervariasi?"

" "Tidak." Daripada dia melihat Ketua Sekte Puncak Shisheng yang baru dilantik mati saat Festival

Pertengahan Musim Gugur, lebih baik dia melakukan sesuatu untuk mencegah Gege Penyelamatnya membuat hal itu terjadi.

💜
Mo Ran memikirkan sesuatu lalu menatap Chu

Wanning sambil tersenyum, "Aku hanya berpikir

bahwa hidangan reuni kita akan terasa tidak terlalu tulus kalau hanya Shizun yang menyiapkannya."

Chu Wanning mengerutkan dahi. "Benarkah?"

"Karena kita akan mengadakan reuni..." Mo Ran mencoba mengarahkan Chu Wanning untuk sependapat dengannya. "Wajar kalau kita menyiapkannya bersama supaya jamuan itu tampak

lebih hidup dan tulus."

Melihat tidak ada respons, dan merasa akan ada sedikit penolakan, tiba-tiba Mo Ran mendapatkan inspirasi, dia ingat Chu Wanning punya jiwa kompetitif. "Shizun, bagaimana kalau masing-masing dari kita menyiapkan sepuluh hidangan, lima menu panas dan lima menu dingin, tanpa saling memberitahu apa yang akan kita sajikan. Nanti saat Xue Meng datang, kita sajikan dua puluh hidangan itu dan memintanya memilih mana yang dia suka dan mana yang tidak. Bagaimana?"

Chu Wanning tidak langsung menjawab, tapi ada kilatan kecil di matanya.

Semua perubahan Chu Wanning tidak luput dari pengamatan Mo Ran yang masih menunggu sambil tersenyum, perlahan tangannya meraih tangan Chu Wanning dan bertanya lembut, "Bisakah?"

Chu Wanning menatap Mo Ran, "Bukankah ini menjadi kompetisi memasak?"

Mo Ran menyentuh hidungnya, tersenyum, "Kalau kau menganggapnya begitu."

Setelah diam cukup lama, Chu Wanning tiba-tiba berdiri, mengambil kembali gulungan kertasnya dari

tangan Mo Ran.

Mo Ran bingung. "Kenapa?"

"Tidak akan kubiarkan kau tahu apa yang akan kusiapkan." Ekspresi Chu Wanning galak. "Menu yang ada di sini tidak terpakai, aku akan buat yang baru."

Mo Ran.

Chu Wanning menyipitkan mata. "Jujur saja, keterampilan memasakku tidak jauh beda darimu."

"Ya, ya, ya." Mo Ran bersusah payah menahan tawa. "Semua yang Shizun katakan benar, kalau begitu aku akan menunggu hidangan terbaikmu di Festival Pertengahan Musim Gugur." Dia meraih tangan Chu Wanning, menggenggamnya, mengelus jemarinya yang kapalan akibat membuat senjata selama bertahun-tahun, sebelum menunduk dan menciumnya lembut.

Dalam temaram lilin, Mo Ran mengamati mata Chu Wanning yang melebar terkejut karena pengakuan

soal keterampilan memasaknya tidak mendapatkan cemoohan, dan ketegangan perlahan memudar dari diri Chu Wanning yang kaku.

Mo Ran tersenyum, matanya membentuk bulan sabit.

"Apapun yang Gege Penyelamat lakukan, akan jadi yang terbaik."

Mo Ran diam-diam memuji kepandaiannya sendiri-yang seiring waktu seperti mengalami kemajuan, terutama dalam hal menghindari ketidakbahagiaan yang bisa saja timbul dari situasi semacam ini. Dengan cengiran di wajah, Mo Ran mulai mengelap meja dan membereskan peralatan makan di bawah tatapan Chu Wanning.

Malamnya, setelah Mo Ran selesai beres-beres dan mandi, Chu Wanning sedang duduk di dekat jendela, menekuni kembali resepnya untuk kesekian kali di hari itu dengan sangat teliti.

Mendengar bunyi pintu, Chu Wanning langsung menaruh gulungannya, terlihat sangat serius menganggap Mo Ran sebagai saingan, tapi Mo Ran malah menganggapnya menyenangkan. Hanya ada beberapa buku di rak buku mereka, dan buku tentang makanan hanya ada dua, Sejarah Hidangan Bashu

dan Hidangan Jamuan Malam Lin An. Apa yang perlu disembunyikan?

Walau begitu, Chu Wanning jelas merasa perlu menyembunyikan rencananya, jadi dia memadamkan lilin di dekat jendela dan memandang pemuda itu. "Sudah selesai mandi?"

Mo Ran mengangguk sambil tersenyum.

Chu Wanning mengangguk kecil sebelum dengan

santai menaruh kembali buku-bukunya ke rak. "Kalau begitu giliranku."

Senyum Mo Ran melebar. "Shizun."

"Eh?" Chu Wanning menoleh.

Mo Ran kelihatan bingung, seperti sedang menimbang-nimbang sesuatu untuk dikatakan atau tidak, dan akhirnya, sambil menggaruk kepala dia berkata malu-malu, "Kau sudah mandi sebelum aku... Kau lupa, ya?"

💜
Ketika ada hal yang ingin disembunyikan, rasanya wajar seseorang akan jadi sedikit linglung, termasuk Beidou Abadi.

Dalam keheningan yang canggung, Mo Ran menatap Chu Wanning dengan gembira sebelum perlahan mendekat. Jarak dirinya ke tempat Chu Wanning hanya beberapa langkah, tanpa penghalang selain kursi dan sebaris rak buku. Tangan Mo Ran memegang tepi jendela sehingga menutup celah untuk Chu Wanning kabur. Sebenarnya Chu Wanning juga tidak berencana kabur, belakangan ini sifat enggan mengatakan yang sebenarnya ingin dikatakan mulai berkurang dibandingkan awal dua tahun lalu. Walau begitu, selain di tempat tidur, dia masih belum terbiasa bermesraan di tempat lain-terutama sejak Taxian-Jun muncul beberapa hari lalu dan mereka bercinta tepat di tempat mereka berada saat ini.

Bahkan hanya memikirkan hal yang Taxian-Jun dan dirinya lakukan waktu itu sudah membuat wajah Chu Wanning panas, jadi sekarang dia diam saja.

Chu Wanning berkata, "Tidak. Pergilah ke tempat tidur."

Mo Ran merespons dengan mencium bibir dingin Chu Wanning.

Taxian-Jun dan Mo Ran, keduanya menyukai hal yang sama, hanya Taxian-Jun lebih keras kepala dan terang-terangan sementara Mo-Zhongzi lebih bijaksana, tapi ujung-ujungnya selalu sama.

Chu Wanning tidak sempat bereaksi ketika dirinya ditekan ke kursi, sama seperti saat bersama Taxian-Jun. Dengan gerakan ringan, Mo Ran mengikat tangan dan kaki Chu Wanning di kursi menggunakan senjata spiritualnya, Jiangui.

"Tidak bisakah kau memilih tempat yang normal?" Chu Wanning meringis lalu mengertakkan gigi.

Mata Mo Ran berkedip polos, bulu matanya yang panjang terkesan anggun. Dia membungkuk, tangannya menangkup wajah Chu Wanning, dan berkata lembut, "Aku takut mungkin kau akan bosan."

Untuk seseorang yang sudah jelas akan berbuat sesuatu yang menjijikan, suara Mo Ran malah terdengar seperti wanita yang takut ditinggalkan kekasihnya.

Ekspresi serius tampak di mata Mo Ran. "Shizun, kita baru hidup bersama selama dua tahun. Masih banyak hari yang menanti kita di masa depan, kalau setiap malam kita hanya melakukan itu di ranjang, mungkin kau akan menganggapku membosankan."

"Ternyata kau sangat menarik." Chu Wanning memelototinya, "Sekarang, lepaskan aku."

Mo Ran masih menatapnya dengan posisi setengah berlutut di depan Chu Wanning.

"Lepaskan aku." Chu Wanning bersikeras.

Mungkin ekspresi Chu Wanning terlalu tajam saat mengatakan itu, sehingga melukai hati rapuh dan penuh ketakutan milik pemuda di depannya. Mo Ran menurunkan kelopak mata, tidak mengatakan apapun. Dia terlihat agak kecewa dan bergumam, "Jiangui, kembali."

Sulur willow kembali kepadanya.

Masih sambil menunduk, Mo Ran melanjutkan,

"Maafkan aku."

Mo Ran terlihat lebih pendek dari Chu Wanning ketika sedang setengah berlutut seperti ini. Tanpa dibayangi tubuhnya yang tinggi besar dan tegap, Chu Wanning dengan mudah teringat Mo Ran lebih muda sepuluh tahun darinya, tapi selama ini malah selalu mengalah dan melakukan apapun untuknya.

Sambil mengusap pergelangan tangan yang terasa kebas karena ikatan Jiangui, Chu Wanning menyadari nada bicaranya barusan terdengar agak terlalu galak.

Chu Wanning berdehem dan baru saja akan mengatakan sesuatu ketika Mo Ran berbicara lagi dengan lembut, "Meski aku tidak terlalu ingat hal apa saja yang sudah kulakukan sebagai Taxian-Jun, tapi

aku... bisa mengingat beberapa hal yang membekas."

Chu Wanning berhenti mengusap pergelangan tangannya.

Bulu mata Mo Ran terlihat lebih rimbun kalau dilihat dari atas, terkesan menyerupai salah satu jenis hewan paling setia. Chu Wanning berpikir telinga yang

terkulai lemas bisa muncul kapan saja dari atas kepala Mo Ran, termasuk ekor berbulu.

"Aku pikir kau akan suka." Mo Ran berkata, "Tapi sepertinya aku salah."

💜
"Kau salah paham." Chu Wanning berkata di dalam hati, lalu meraih kepala Mo Ran dan menepuknya pelan.

Tindakan menenangkan ini membuat Mo Ran mengangkat kepala, dan wajahnya yang tampan dibanjiri cahaya keemasan dari nyala temaram api lilin. Sinarnya memantul di matanya yang gelap, tampak seperti titik cahaya bintang di galaksi. Mata itu sangat cantik tapi ujungnya terlihat sedikit merah karena sedih.

"Maafkan aku, Shizun. Aku hanya ingin membuatmu senang."

"Aku melakukan kesalahan lagi dan membuatmu marah."

Tiba-tiba Chu Wanning merasa buruk.

Chu Wanning menghela napas, menekan kepala Mo Ran lebih kuat, tapi pria muda itu masih terus menyalahkan diri dan jadi kaku.

Chu Wanning mencoba beberapa kali menarik Mo Ran ke arahnya tapi gagal, akhirnya dia memanggil dengan agak jengkel, "Kemari."

Mo Ran tercenung sebelum membungkukkan badan, masih dengan posisi setengah berlutut. Chu Wanning meraih bagian belakang kepala Mo Ran, menuntun pemuda itu untuk berbaring di pangkuannya. Chu Wanning mengusap rambut hitam Mo Ran yang halus, berkata lembut, "Anak bodoh."

Cahaya api lilin bergetar lemah di kamar yang tenang itu, Chu Wanning melepas pita rambutnya, membiarkan rambutnya yang hitam panjang tergerai berantakan. Dia mengikatkan pita itu di sekeliling kepalanya, menutupi kedua matanya. Beberapa hal tidak akan terlalu memalukan jika dia tidak melihat

langsung.

Di saat seperti ini, Mo Ra malah jadi bodoh. Dia terdiam sebentar, dan bertanya, "Shizun, apa yang mau kau lakukan?"

Walaupun cahaya di sekitar mereka remang-remang, kulit pucat Chu Wanning kelihatan merona, seluruh darah seperti naik ke wajahnya, dia menggigit bibir. Mo Ran memang memiliki kemampuan untuk melembutkan hatinya di saat tertentu dan kemudian

mengeraskannya. Uap panas hampir keluar dari atas kepala Chu

Wanning. Perasaan malunya sudah agak berkurang karena matanya ditutup, kalau tidak begitu, dia pasti akan langsung meninju Mo Ran lalu kabur. Chu Wanning terdiam selama beberapa waktu, dan

mulai mengertakan gigi. "Kalau kau mau ya lakukan. Kalau tidak, pergi saja sana."

Mo-Zhongzi pria jujur.

Dia melongo sebentar sebelum akhirnya terkesiap bahagia.

Berikutnya, mereka memanfaatkan waktu dengan segenap perasaan.

Mereka melepaskan pakaian dengan cepat, membuat angin malam yang dingin mengembus kulit mereka. Chu Wanning tidak bisa melihat karena matanya ditutup, tapi dia mengangkat dagu, memberikan tanda kepada Mo Ran bahwa dirinya memahami yang

terjadi.

Penampilannya yang seperti itu sebetulnya nyaris membuat Mo Ran mati di tempat. Mata Chu Wanning ditutup dan tulang hidungnya yang tinggi kelihatan menonjol di bagian bawah kain, seakan menuntun Mo

Ran melihat bibirnya yang bewarna merah muda.

Chu Wanning memiliki tatapan berkilat dan ekspresi

tajam, dan umumnya itu yang membuat orang fokus ke matanya, tapi sekarang mata itu ditutup, membuat kesan kakunya menghilang.

Mo Ran mulai menyadari bagian bawah wajah Chu Wanning sebenarnya bergaris lembut dan halus, tidak ada garis-garis tajam, dan bibir merah mudanya yang pucat tampak menawan.

Bibir merah muda Chu Wanning terbuka sedikit secara refleks saat matanya ditutup, membuatnya terkesan ingin dicium Mo Ran, dan meski Mo Ran tahu

Shizun-nya tidak minta dicium, dia tetap menciumnya. Kedua bibir itu berpagut dengan basah, dan tangan

mereka tidak berhenti saling menggerayang. Tangan Mo Ran yang kapalan mengusap-usap dada dan pinggang Chu Wanning. Napas mereka agak berantakan setelah melepaskan ciuman.

Mo Ran menempelkan keningnya ke kening Chu Wanning, bertanya dengan suara serak, "Bisakah kita?"

💜
Pria yang ditutup matanya terengah-engah pelan, bibirnya tampak makin menggoda, merah manyala seperti bunga haitang yang baru mekar.

Chu Wanning, "Apa?"

"Di sini, sekarang. Bisakah?"

Chu Wanning merasa Mo-Zhongzi adalah pria lembut yang selalu memikirkan perasaannya setiap saat, tidak pernah memaksa melakukan hal yang tidak dirinya sukai, tapi terkadang sifatnya yang selalu meminta izin terasa lebih tidak tahu malu dibandingkan semua hal yang dilakukan Taxian-Jun dalam dua kehidupan.

Chu Wanning memberengut. "Kau baru bertanya setelah menelanjangiku?"

"Eh...." Tanpa perlu dilihat Chu Wanning, wajah Mo Ran memerah.

Mo Ran menyadari pertanyaannya berlebihan dan melipat bibirnya sebentar, lalu mendaratkan ciuman di pipi Shizun, berujar pelan, "Maafkan aku."

Chu Wanning hanya mengeluarkan hmph dengan dingin.

Mo Ran tidak mau membuat Chu Wanning merasa lebih canggung. Bulu matanya bergerak seperti kepakan sayap kupu-kupu, dengan perlahan mencium turun mulai dari wajah ke leher, tulang selangka, lalu ke dada....

Mo Ran bisa merasakan tubuh Chu Wanning menegang, tangannya mencengkram erat pinggiran kursi. Dia tahu Chu Wanning tidak suka dirinya bermain lama-lama di dadanya, ada bekas luka dari kejadian pahit di masa lalu, lukanya sudah tidak sakit tapi bekasnya tidak bisa hilang.

Jadi Mo Ran hanya mencium kedua putingnya sebelum berlutut di antara kedua kaki Chu Wanning.

Mo Ran menatap batang kemaluan Chu Wanning yang keras dan tampaknya sudah menahan kesakitan sejak lama, kemudian embusan napas panas Mo-Zhongzi dengan lembut membungkus penis tegang itu.

Tenggorokan Chu Wanning bergetar, meski matanya sudah ditutup, tapi wajahnya tidak bisa menahan munculnya semburat malu.

"Ah...."

Penisnya diselimuti kehangatan di dalam mulut kekasihnya, membuatnya semakin terangsang ketika miliknya itu dihisap basah. Ini sontak mengacaukan akal sehatnya, membakar punggungnya, dan membuat kedua kakinya terasa kebas.

Chu Wanning mendongak, berusaha menahan erangan nikmat.

Walau dia berhasil menahan desahan, tapi batang kemaluannya semakin keras-lebih jujur kepada Mo Ran yang sekarang sedang berlutut di kedalaman selangkangannya. Itu sebabnya Mo Ran menghisap batang itu semakin kuat, lidahnya menjilat-jilat batang dan kepala penis Chu Wanning sampai basah. Air liur Mo Ran menetes dari ujung kepala penisnya ketika mulut Mo Ran menarik keluar batang itu.

"Gege Penyelamatku...."

Wajah Chu Wanning semakin merah ketika mendengar panggilan Mo Ran, dia menggeram. "Jangan panggil aku begitu."

Mo Ran tersenyum lembut, bibirnya masih berada di dekat penis Chu Wanning, membuatnya bisa merasakan deru napas Mo Ran yang hangat saat pemuda itu berbicara.

"Baiklah." Kata Mo Ran. "Aku akan menuruti Shizun."

Chu Wanning sudah tidak tahu lagi mana yang lebih memalukan, dipanggil Gege Penyelamat atau Shizun, tapi tidak sempat berpikir lebih jauh karena Mo Ran sudah kembali menciumi, menjilati, dan menghisap basah batang kemaluannya lagi.

Chu Wanning tidak bisa melihat apa-apa, hanya mampu terengah-engah pelan di balik penutup mata, tapi hampir bisa membayangkan bagaimana penampilan Mo Ran saat mengulum penisnya.

Saat Mo Ran memasukkan batang kemaluan Chu Wanning lebih dalam ke tenggorokannya, jari-jari Chu Wanning refleks mencengkram dan mengacak-acak rambut Mo Ran. "Cukup."

💜
Mo Ran tidak mendengarkan.

Chu Wanning pria yang penuh dengan harga diri serta gengsi, termasuk saat di ranjang. Ketika dia bilang cukup, sebenarnya itu masih kurang dari cukup.

Awal-awal menjalani masa menarik diri di Gunung Nanping, saat mereka berhubungan seks beberapa kali, Mo Ran mempercayai omongan kekasihnya itu, karena Chu Wanning selalu berdarah akibat tusukan pedang Mo Ran, dan Mo Ran akan memandangi sprei yang ternodai darah sepanjang waktu.

Sejak mengetahui kebenarannya, Mo Ran belajar mengabaikan kata cukup dari Chu Wanning.

Sambil berlagak tuli, Mo Ran menangkap tangan Chu Wanning yang mencoba menghentikannya, mengaitkan jemarinya dengan jemari Chu Wanning tanpa berhenti mengulum batang kemaluannya semakin dalam.

Akhirnya Mo Ran berhenti menghisap, bola matanya yang hitam dipenuhi nafsu. "Shizun, cobalah duduk agak maju, kalau posisimu begini akan sulit bagiku memuaskanmu."

Perkataan Mo Ran barusan terdengar bijak, tapi wajah Chu Wanning memanas sampai-sampai asap bisa keluar dari puncak kepalanya.

Melihat tidak ada reaksi, Mo Ran melepas tautan jari mereka lalu menarik Chu Wanning maju ke ujung kursi, membuatnya duduk lebih dekat kepadanya, dan melebarkan kangkangan kaki kekasihnya. Sekarang Chu Wanning mengangkang lebih lebar dari sebelumnya.

"Ah!"

Chu Wanning merasakan jilatan basah lagi, tapi kali ini asalnya dari pintu masuk lubangnya, dan ini terasa lebih nikmat dari jilatan di batangnya. Kepala Chu Wanning sedikit menengadah di sandaran kursi. Chu Wanning bisa merasakan jilatan Mo Ran dengan

sangat jelas, dia kembali menekan-nekan kepala penisnya dengan ujung lidah.

Perbuatan semacam ini bukan termasuk hal yang

bisa diterima Chu Wanning dengan tenang, tapi sensasi panas yang menyebar ke seluruh tubuhnya, rasa hangat di hatinya karena merasa diterima seutuhnya, merasa dicintai, dan merasa dikasihi, perasaan-perasaan inilah yang diterima. Semua itu membuatnya seperti merasakan kehangatan yang paling hangat di dunia.

Mo Ran berdiri dan mengangkatnya, Chu Wanning merasakan kebas di kakinya karena masih terangsang. Mereka bertukar posisi, Mo Ran yang duduk di kursi sekarang, sambil mempertontonkan kejantanannya yang panjang mengesankan dan sudah sangat keras.

Satu tangan Mo Ran memegang pinggang Chu Wanning, sementara tangan satunya bergerak-gerak di bawahnya, sedang mempersiapkan jalur masuk. Setelah gumamam cukup dari Chu Wanning yang ke sembilan kali, Mo Ran tertawa keras dan mencium pelipisnya, "Baiklah."

Mau lubang Chu Wanning dilumasi dan dilonggarkan berkali-kalipun, ketika lubang itu dimasuki batang kemaluan Mo Ran yang tebal dan panjang rasanya akan tetap menyakitkan. Alis Chu Wanning berkerut dalam saat merasakan penis Mo Ran memasuki lubangnya sedikit demi sedikit.

"Aaahh..."

Saat batang Mo Ran sudah terbenam sampai ke pangkalnya, mereka mengerang bersamaan.

"Shizun, apakah ini sakit?

"Kau mau mencobanya?"

Mo Ran berhenti bertanya, dan mulai bergerak pelan-pelan. Walau nafsu birahi menguasainya, Mo Ran tetap berbeda dari Taxian-Jun, terutama di waktu permulaan bercinta mereka. Gerakan menusuk-nusuknya lebih terkendali, tapi karena berusaha keras mengendalikan pergerakannya, ekspresi Mo jadi tampak lebih memikat.

Mo Ran menggerakkan penisnya keluar-masuk tubuh panas Chu Wanning dengan lambat. Batangnya terbungkus ketat di dalam lubang Chu Wanning dan sensasinya membuat Mo Ran gila. Dia sudah terbiasa berusaha mengendalikan diri menahan godaan dari keinginan mencengkram Chu Wanning dan menyetubuhinya dengan ganas.

Dada keduanya bergerak naik turun, dan mata mereka yang berair tampak bercahaya seperti permata. Hawa nafsu yang membakar menyelubungi sepasang kekasih itu. Keringat menetes di kulit telanjang mereka, aroma tidak senonoh hampir menguar ke seluruh penjuru kamar.

💜
Mo Ran berusaha mengatur napas, terengah-engah lebih keras.

Tusukan lembut di lubang Chu Wanning ternyata belum cukup memuaskan nafsu birahinya. Mo Ran selalu menghujamkan penisnya sampai ke pangkal batang di setiap tusukan, kepala penisnya terus-terusan menumbuk titik sensitif Chu Wanning dan membuat kekasihnya itu tidak berhenti mendesah.

"Ah ah ah...."

Chu Wanning terengah-engah gara-gara ulah kepala burung Mo Ran. Erangannya selalu meluncur keluar walau sudah susah payah ditahan. Desahan Chu Wanning lembut namun merangsang karena suaranya serak.

Mo Ran mencari-cari bibir Chu Wanning, ketika menemukannya, dia menciumnya dengan basah sambil mempercepat tusukannya di lubang Chu Wanning.

Chu Wanning nyaris dibuat gila oleh gerakan Mo Ran, gerakannya memang lembut tapi malah terasa lebih sadis. Mo Ran mengenal Chu Wanning dengan sangat baik, titik sensitifnya ditumbuk tiada henti tapi rasanya masih kurang nendang. Kesannya mirip seperti rasa gatal di bagian tubuh tertentu, jemarinya sudah menggaruk bagian itu tapi rasa gatal itu tidak hilang malah semakin terasa dan lebih menyakitkan.

Chu Wanning merasa tersiksa dengan kebaikan Mo Ran yang seperti ini, itu membuatnya semakin keras mengerang dan mendesah.

Chu Wanning bisa merasakan tubuhnya memanas, dan tempat mereka saling terhubung semakin basah, membuat wajah dan telinga Chu Wanning terbakar. Lubangnya yang basah menghisap batang Mo Ran kuat-kuat ke dalam tubuhnya.

Chu Wanning tidak berani berpikir lebih jauh lagi. Mo Ran bukan Taxian-Jun yang sangat suka mendengar tangisan putus asa Chu Wanning saat berhubungan badan, atau mungkin dia juga menyukainya tapi tidak sampai separah Taxian-Jun.

Mo Ran merasakan lubang Chu Wanning sudah menyesuaikan diri terhadap ukuran batang kemaluan di dalam tubuhnya, membuat gerakan Mo Ran lebih mengerikan. Penisnya yang panas terus memompa Chu Wanning, tangannya meremas-remas pantatnya sambil menatap sang kekasih yang sedang terlonjak-lonjak di pangkuan. Mata Mo Ran basah dipenuhi berbagai emosi.

"Shizun, apakah rasanya enak?"

Pertanyaan ini tidak perlu dijawab. Cukup mendengar suara desahannya Mo Ran sudah tahu Chu Wanning kesenangan.

Mo Ran menusuk-nusuk lebih cepat di lubang Chu Wanning. Gerakan bercinta mereka semakin liar dan semakin tak terkendali, dari lembut menjadi panas, basah, dan berkeringat.

Kursi yang diduduki keduanya berderit-derit karena gerakan mereka, ditambah bunyi kecipak basah dari tempat mereka terhubung, membuat Chu Wanning kewalahan sampai pinggangnya mati rasa. Dia disetubuhi dengan sangat kasar.

Dadanya menempel di dada Mo Ran, Chu Wanning menggeleng-geleng membuat sebagian rambutnya jatuh ke kain penutup matanya, sambil terengah-engah memohon, "Pe-pelan-pelan...."

Mo Ran sudah sangat terlena dengan gerakan bercinta mereka. Gerakannya sudah tidak lembut dan patuh

seperti di awal dia memulai. Tusukan Mo Ran lama-kelamaan semakin brutal,

Mo Ran menyetubuhi Chu Wanning dengan penuh semangat, merasa tergila-gila sampai kekasihnya ejakulasi dan menyemprotkan cairan putih ke perut kekarnya.

Mo Ran menatap pria yang dia pangku, ikatan kain penutup mata Chu Wanning sudah longgar karena lama bergerak-gerak liar, membuat sepasang kelopak mata menyerupai burung phoenix mengintip dari baliknya.

Melihat pemandangan itu membuatnya terangsang. Mo Ran berdiri menggendong Chu Wanning yang masih belum sadar dari sensasi orgasmenya, pergerakan ini membuat kemaluan Mo Ran terbenam semakin dalam di lubang kekasihnya, dan Chu Wanning langsung mengerang tak terkendali,

"Aaahhh...."

💜
"Shizun, Wanning, Baobei...." Mo Ran mencium bibir Chu Wanning sambil berjalan ke ranjang. Mereka melemparkan diri ke ranjang, membuat penis Mo Ran seketika keluar dari lubang Chu Wanning.

(baobei; sayang)

Mata Chu Wanning kelihatan sayu dan tatapannya terkesan kosong, orgasme pria biasanya lebih lama dan membuat mereka lebih sensitif. Chu Wanning merasa malu karena lubangnya terasa hampa ketika tidak menjepit sesuatu dan merasakan kekosongan saat Mo Ran tidak lagi memasukinya. Chu Wanning melepas penutup matanya dengan tangan gemetar dan napas terengah-engah.

Mata pheonix Chu Wanning yang merah dan basah menyambut Mo Ran, bisa dirasakannya tatapan itu seolah-olah menembus ke dalam jiwanya.

Mo Ran mengangkat dua kaki ramping Chu Wanning, lalu ujung penis panjang dan besarnya yang masih panas menekan kembali mulut lubang Chu Wanning, kemudian penis itu didorong masuk, dijepit, dan dihisap semakin dalam ke lubang hangatnya. Chu Wanning mengerang kesakitan sekaligus merasa enak ketika dimasuki kepala penis Mo Ran.

Mo Ran tidak bisa menahan diri lagi, dia mendorong batang penisnya sekaligus memasuki lubang Chu Wanning sambil berkata, "Maafkan aku." Lalu mulai bergerak maju-mundur dengan cepat, menusuk-nusuk dengan kasar.

Tusukan Mo Ran di lubang Chu Wanning penuh tenaga dan liar.

Taxian-Jun dan Mo-Zongshi tidak berbeda saat sedang diselubungi nafsu dan cinta. Keduanya sama-sama irasional, memasukkan alat kelamin mereka dengan penuh semangat dan kasar ke lubang Chu Wanning sesuka hati, dan sama-sama tergila-gila mendengar erangan putus asa sang kekasih yang terengah-engah di bawah tubuh mereka. Kedua tubuh telanjang itu terjalin penuh nafsu di ranjang, Mo Ran semakin melebarkan kangkangan kaki Chu Wanning, menyetubuhinya dengan kejam, penisnya menghujan dalam di setiap gerakan.

"Ah ah ah ah....."

Segalanya terasa berantakan, digoyang tanpa henti dengan tekanan yang terus-terusan menyerbunya membuat Chu Wanning merasa seakan tenggelam di sungai, tidak bisa meraih apapun, dan tidak terkendali. Satu-satunya yang bisa dia raih untuk

menahan tubuhnya adalah Mo Ran, yang ekspresinya dipenuhi cinta dan nafsu birahi.

Mo Ran punya kebiasaan menusuk-nusuk dengan brutal dan sangat cepat saat akan mendekati ejakulasi, beberapa kali tusukannya terasa keras dan sangat dalam sampai seolah-olah dia ingin memasukkan buah pelirnya juga ke lubang Chu Wanning. Akhirnya Mo Ran berejakulasi dengan sangat basah, deras, dan lembab, cairan kentalnya menyemprot kuat di dalam lubang Chu Wanning.

Mo Ran merasakan kenikmatan yang tiada tara, benar-benar menggairahkan, bahkan sampai jari-jari kakinya gemetaran dan pandangan matanya kehilangan fokus.

"Kau baik-baik saja?"

Mo Ran berusaha menarik kembali kesadarannya dari pekatnya kabut orgasme, dan dengan lembut menciumi alis basah Chu Wanning, bibir dan ujung hidunya, kelihatan seperti sedang bermain-main.

"Aku melukaimu?"

"Kau menyukainya?"

Chu Wanning memalingkan wajah, hawa tubuhnya terasa mendingin tapi hatinya masih terbakar, kemudian dia melihat ketulusan dan kelembutan di wajah Mo Ran. Dialah pria yang membuat Chu Wanning nyaris putus asa ketika kehilangannya, dialah pria yang pergi ke neraka untuk menjemputnya, dan dialah pria yang menjadi dingin di sampingnya.

Sekarang pria itu bersamanya, hidup, dan sedang bercinta dengan panas dengannya.

Dia berada tepat di depan matanya.

Di sampingnya.

Di dalam tubuhnya.

💜
Chu Wanning memejamkan mata, pangkal kerongkongannya terasa asam tapi rasa manis mekar di dadanya. Perpaduan rasa asam dan manis itu membuat suaranya terdengar agak kasar dan serak.

Chu Wanning tidak terlalu pandai merangkai kata-kata, selain itu kulitnya juga tipis. Jadi jangan harap dia akan menjawab jujur pertanyaan-pertanyaan Mo Ran tentang seks kali ini. Mo Ran juga tidak mengejar jawaban dari pertanyaan-pertanyaannya yang bodoh.

Tapi Chu Wanning rasanya ingin melakukan sesuatu yang lain.

Sesuatu yang lebih baik.

Chu Wanning mengangkat sedikit kepalanya, rambutnya yang basah menempel di keningnya, sepasang mata phoenixnya yang cantik memandang Mo Ran dan bibirnya mencium bibir Mo Ran yang indah.

Tangan Chu Wanning memegang dada Mo Ran tepat di bekas lukanya. Mereka sama-sama memiliki bekas luka di dada. Tapi semua kejadian itu sudah menjadi masa lalu. Luka mereka memang membekas tapi tidak akan terasa sakit lagi.

"....Aku mencintaimu."

Chu Wanning mengatakannya dengan lembut, dan karena tidak ingin wajahnya yang merona dilihat Mo Ran, dia menarik kembali kepala Mo Ran ke arahnya dan menciumnya lagi.

Malam itu tidak berbeda dari malam-malam mereka yang biasanya. Chu Wanning dan Mo Ran bercinta berkali-kali dalam satu malam. Stamina Mo Ran sekarang malah semakin tinggi setelah menyerap energi iblis, walau sebelumnya energi Mo Ran memang sudah sangat penuh kekuatan yang meluap-luap.

Di kedalaman Gunung Nanping, percintaan mereka yang dipenuhi nafsu dan gairah membuat ranjang berderit-derit protes. Tubuh Chu Wanning di atas ranjang bertumpu pada kedua lutut dan tangannya, Mo Ran menusuk-nusuk lubang Chu Wanning dari belakang seperti binatang buas sambil mencium bibirnya. Pergerakan liar ini membuat sisa air mani

Mo Ran di dalam tubuh Chu Wanning mengalir keluar

membentuk jejak garis-garis putih di paha bagian

dalamnya.

"Wanning...." Chu Wanning sudah mulai lemas di ranjang karena disetubuhi terus-terusan, dia hanya bisa memejamkan mata saat mendengar suara Mo Ran yang penuh cinta, nafsu, candu, dan dengan tergila-gila memanggil namanya dari belakang tubuhnya.

Chu Wanning ingin menjawab panggilan itu, tapi tenggorokannya terasa kering karena di ronde-ronde sebelumnya terus mengerang dan berteriak, dan sekarang tidak sanggup bersuara lagi.

Mo Ran masih menusuk keluar-masuk di pantatnya dengan cepat dengan Chu Wanning menungging di ranjang dan kepalanya menghadap ke samping, dia meraih salah satu tangan Chu Wanning dan menggenggamnya.

Persetubuhan mereka sangat panas, napas-napas pendek berpadu menghasilkan suara paling menggoda di dunia. Suara-suara cabul terdengar dekat di telinga Chu Wanning.

Chu Wanning mengerutkan dahi saat merasakan Mo Ran menyemprotkan cairan ejakulasinya dengan keras di dalam tubuhnya. Chu Wanning mendengar suara Mo Ran di samping telinganya, mengatakan hal yang berulang kali selalu dia katakan selama dua tahun ini, dan sepertinya akan terus dia dengar sepanjang hidup mereka.

Tidak, bukan sepertinya.

Melainkan pasti. Pasti dia akan mendengarnya sepanjang

hidup.

Mo Ran mengucapkan, "Wanning, aku mencintaimu."

Aku mencintaimu.

Dari terbitnya matahari sampai terbenam kembali.

Sepanjang hidupku.

Selamanya.

💜
Tibalah waktu menyiapkan hidangan Festival Pertengahan Musim Gugur. Kemampuan memasak Chu Wanning mungkin buruk, tapi indera pengecapnya sangat terlatih.

Beberapa kali Chu Wanning mencari bahan dan melakukan percobaan, tapi hasil masakannya selalu gagal, sementara Mo Ran menyiapkan dan membumbui daging serta ikan dengan luwes tanpa perlu berusaha keras. Tiga hari sebelum acara, Chu Wanning akhirnya menyerah memasak hidangannya sendirian.

Usaha Chu Wanning mempersiapkan hidangan perjamuan sudah diceritakan di awal. Puluhan roh alam dan iblis kecil mengelilingi Chu Wanning, beberapa dari mereka memotong kayu bakar, beberapa lagi mengatur api, lalu yang lain memotong sayuran, dan sebagian lain memasak di atas kompor.

Chu Wanning mengamati sup yang sudah mendidih di dalam kuali, menguarkan aroma menggugah selera dan bewarna cantik. Dia menoleh ke iblis kecil, "Terima kasih banyak."

"Tidak perlu berterima kasih, kami membantu dengan senang hati." Kata Roh Pohon sambil tersenyum, "Tidak ada yang lebih menggembirakan dari dimintai tolong Roh Kayu Abadi."

Chu Wanning melihat ke luar jendela dapur, tampak Mo Ran sedang memotong kayu bakar di halaman. Tidak ada yang membantunya, tetesan keringat mengalir di wajahnya yang terpahat tampan, dan pakaiannya juga basah karena keringat, itu semakin menunjukkan perawakan tubuhnya yang berotot dan pinggangnya yang ramping.

Tidak buruk, itu indah. Tapi Chu Wanning tidak bersikap lunak dan cenderung protektif terhadap keindahan itu.

Sebenarnya duel memasak ini tidak adil karena diam-diam Chu Wanning meminta bantuan para roh alam dan iblis kecil untuk memasak, tapi Mo Ran selalu menyiksanya setiap malam jadi dirinya tidak punya pilihan selain memanggil bala bantuan.

Chu Wanning meyakinkan hal itu di benaknya lalu bertepuk tangan sekali, dia menutup rapat pintu dapur kemudian memasang tabir perlindungan untuk mencegah Mo Ran masuk, setelah itu berbalik kembali menghadap para roh alam sambil mengambil resep di meja, "Selanjutnya kita akan memasak ikan tupai

asam manis."

Suara Beidou Abadi terdengar sampai ke luar dapur, percakapan aneh dari para iblis juga sesekali kedengaran. "Ada yang tau cara menangkap ikan?"

Asap tipis membubung ke langit sore. Aroma masakan yang menggiurkan tercium dari rumah mereka. Ketenangan dan kehangatan ini membuat musim dingin yang keras dan membekukan di Gunung Nanping perlahan mencair, sama seperti penderitaan mereka di masa lalu yang berubah menjadi kepingan-kepingan ingatan seiring berlalunya waktu dan terlewatinya hari demi hari. Seperti tinta yang menodai kain, tidak bisa dihilangkan hanya dengan satu-dua kali cuci, namun seiring waktu noda hitam itu akan menjadi samar.

Hari-hari yang menanti mereka-entah di musim dingin, musim semi, musim panas dan musim gugur-akan seperti surga di bumi.

.

.

.

########💜💜💜💜💜

Continue Reading

You'll Also Like

634K 38.3K 63
(WAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!) Ini tentang Amareia Yvette yang kembali ke masa lalu hanya untuk diberi tahu tentang kejanggalan terkait perceraianny...
1.1M 105K 32
Kaylan Saputra anak polos berumur 12 tahun yang tidak mengerti arti kasih sayang. Anak yang selalu menerima perlakuan kasar dari orangtuanya. Ia sel...
3.6M 358K 95
Bercerita tentang Labelina si bocah kematian dan keluarga barunya. ************************************************* Labelina. Atau, sebut dia Lala...
858K 75.1K 33
Ini adalah kisah seorang wanita karir yang hidup selalu serba kecukupan, Veranzha Angelidya. Vera sudah berumur 28 tahun dan belum menikah, Vera buk...