Levirate Marriage

By NengKarisma

1.2K 250 400

Adelaide Caroline von Bernadette baru saja kehilangan pendamping hidupnya, Khalix Louis von Effenberg. Diting... More

00I. Duka & Permintaan Gila
00II. Desakan Para Penatua
00III. Melamar pria beristri
00IV. Lamaran Untuk Sang Marquis
00V. Pemaksaan Berkedok Lamaran
00VI. Keningratan Yang Memberinya Kewajiban
00VII. Kesepakatan Pertama
00VIII. Ingin Mengelak, Tetapi Terikat
00IX. Pergi (untuk) Menikah Lagi
00X. Tugas & Kewajiban Seorang Suami
00XII. Luka Tiada Duanya
00XIII. Menghindar
00XIV. Rasa Yang Tertinggal
00XV. Kedatangan anggota keluarga baru
00XVI. Lari Dari Tanggung Jawab
00XVII. Berperan Ganda; Ibu sekaligus Ayah
00XVIII. Dinomor Duakan
00XIX. Hadirmu Yang Ditunggu-tunggu
00XX. Kunjungan Yang Tidak Diinginkan

00XI. Malam Pertama

45 5 0
By NengKarisma

00XI. Malam Pertama

Adelaide tidak pernah menyangka akan kembali berjalan menyusuri aisle—lorong menuju altar—menggunakan wedding dress sederhana tanpa digandeng oleh Albertö von Bernadette—pria yang Sembilan tahun lalu menyerahkan putrinya pada seorang gentleman. Sekarang, Adelaide berjalan seorang diri menuju gentleman lain yang tidak menunjukkan gurat penuh kasih seperti mendiang kakaknya.

“Sebagian dari hidup Anda berdua telah telah dilewati sendirian dan sekarang Anda berdua telah berjalan di jalan yang sama.”

Ketika mendengar kalimat tersebut keluar dari mulut penatua Aester, Adelaide ingin sekali menyunggingkan senyum remeh. Jika suaminya tidak berpulang lebih awal, pernikahan ini pasti tidak akan pernah terjadi.

“Pangeran Ka’elouis von Effenberg, apakah Anda bersedia menghabiskan sisa hidup Anda bersama Empress Adelaide Carole von Bernadette?”

Ketika mempelai pria ditanya, Adelaide semakin menatap lawan bicaranya dengan lekat. Tidak ada ekspresi tertentu di wajah rupawan itu. Sorot dark hazel brown eyes yang terus menatap Adelaide pun tidak dapat diselami sama sekali. Entah apa yang tengah dirasakan juga dipikirkan pria itu.

“Saya, Ka’elouis von Effenberg, bersedia menerima Empress Adelaide Carole von Bernadette sebagai istri.”

Untuk pertama kali, Kaelus menggunakan nama aslinya. Perasaannya semakin campur aduk karena sekalinya menggunakan nama tersebut, Kaelus justru menggunakannya untuk menikahi wanita lain—bukan wanita yang ia cintai. Sekalipun saat ini seluruh atensinya tertuju wanita tersebut, justru wajah cantik dan lembut milik sang istri yang terus terbayang-bayang.

“Empress Adelaide Carole von Bernadette, apakah Anda bersedia menikah dengan Pangeran Ka’elouis von Effenberg?”

 “Ya. Saya bersedia.”

Jawaban tanpa ragu yang dilontarkan oleh wanita cantik itu kian membuat emosi Kaelus bergejolak. Sepertinya, pernikahan ini bukanlah apa-apa bagi sang empress regnat. Padahal bagi Kaelus, pernikahan levirate ini adalah pengkhianatan terbesar dalam hidupnya.

Namun, melihat bagaimana cara wanita itu bersikap acuh, ada rasa tidak mau terkalahkan. Jika wanita itu bisa bersikap acuh dan seolah tidak merasa bersalah setelah menyeret suami pria lain ke pelaminan, Kaelus juga akan membuat mimpi buruk bagi wanita tersebut.

Kaelus telah memantapkan hati. Ia bukanlah pria yang diharapkan wanita itu, di luar keharusannya membantu menghadirkan pewaris tahta untuk kekaisaran Berg. Kealus akan menunjukkan pernikahan paling semu kepada wanita yang sempat menjadi istri paling dicintai mendiang kaisar Berg selama 9 tahun lamanya. Di luar peran, hak, serta kewajibannya sebagai seorang suami, Kaelus tidak akan berbelas kasih pada istri ke-duanya.

“Hentikan, Pangeran.”

Mendengar suara yang familiar sempat absen dari pendengaran selama beberapa hari ke belakang, Kaelus tampak membuka mata dengan segera. Sejak kapan ia kehilangan menutup mata?

Ketika membuka ke-dua kelopak mata, hal pertama yang ia lihat adalah gambaran kecantikan dalam takaran yang berlebihan jika dideskripsikan. Kendati demikian, bukan wajah cantik bak Dewi Aphrodite itu yang mengejutkan, melainkan jarak tanpa sekat yang membuat ujung hidung dan bahkan bibir mereka bertemu. Rupanya, wanita cantik pemilik pesona mematikan itu bicara di sela-sela …tautan bibir mereka?

Detik itu pula Kaelus merasa diguyur air dingin. Kesadarannya kembali berkumpul dengan kecepatan cahaya. Tindakan impulsif pertama yang ia lakukan adalah membentangkan jarak dan menjauhkan tangannya dari pinggang sempit sang permaisuri serta dari rahang indahnya. Entah sejak kapan tangan-tangan sang marquis bertindak begitu kurang ajar, sampai-sampai si empunya shock sendiri.

“Anda berencana memakan bibir saya?”

Pertanyaan retoris tersebut dilontarkan oleh bibir ranum berbentuk cupid’s bow yang memang agak bengkak.

Sial*n. Kaelus membatin di dalam hati.

Di balik semua kelebihan yang dimiliki, pria berdarah bangsawan itu memiliki satu kelemahan ketika begitu larut dalam emosi atau ketika tenggelam dalam pemikiran. Terkadang, ia melupakan sejenak apa yang dilakukan oleh alam bawah sadar. Logikanya kadang berhenti ketika terhipnotis sesuatu, tetapi alam bawah sadarnya tetap bekerja dengan konsisten.

Mungkin, ketika sedang menyusun rencana untuk memberikan pernikahan paling semu untuk Adelaide, Kaelus hanyut dan tenggelam dalam laut kesadaran. Namun, alam bawah sadarnya tetap bekerja sesuai instruksi dan ia kini ia malah berakhir sebagai mempelai pria yang tampak begitu bernafsu pada mempelai wanita.

Ketika pandangannya tidak sengaja bertemu dengan penatua Aester, pria tua itu tampak menyunggingkan senyum tipis seraya menganggukkan kepala. Pandangan Kaelus kemudian kembali tertuju pada Adelaide. Wanita itu sudah resmi menjadi istrinya karena cincin yang Kaelus beli di perjalanan menuju kekaisaran Berg, kini tersemat di jari manis tangan kirinya.

Walaupun hanya menerka-nerka ukurannya, cincin bertahtakan permata hijau itu sangat cocok di tangan Adelaide. Orang-orang yang melihat bisa saja salah paham karena cincin itu tampak dibuat khusus untuk Adelaide, saking cocoknya—terutama warna permatanya yang sama dengan sepasang autum green eyes indahnya.

Akibat dari kejadian memalukan tersebut, Kaizen enggan buka suara sampai acara pemberkatan selesai. Sorot matanya kembali dingin dan datar bahkan sampai diarahkan menuju ruangan untuk beristirahat. Setelah melakukan perjalanan jauh, dilanjut pemberkatan, wajar jika tubuhnya terasa pegal-pegal. Jiwa maupun raganya memang perlu diistirahatkan.

“Ingin mandi?”

Gerakan tangan Kaelus yang hendak meloloskan pakaiannya dari kepala terhenti begitu saja. Sebelum menjadi seorang marquis, Kaelus hanyalah seorang ksatria dari kelas bawah dan sudah terbiasa melakukan kegiatan seperti ini seorang diri—tanpa harus menunggu bantuan para pelayan. Semenjak menjadi marquis pun, Kaelus tidak membutuhkan bantuan pelayan untuk urusan mandi dan berganti pakaian, kecuali bantuan sang istri. Namun, lagi-lagi ia melupakan sata fakta hanya karena ruangan ini tidak didekorasi layaknya kamar pengantin.

Kaelus melupakan keberadaan wanita yang beberapa jam lalu menjadi istrinya. Sungguh, Kaelus hampir saja lupa.

“Air hangatnya masih tersedia. Segeralah masuk sebelum airnya dingin.”

Kaelus urung merealisasikan niat awalnya untuk bertelanjang dada. Ia membiarkan pakaian masih terpasang dengan baik ketika berbalik badan agar dapat menatap sang lawan bicara. Pandangannya langsung menemukan wanita cantik yang sedang berdiri di depan pintu yang diyakini sebagai pintu kamar mandi.

Tidak ada lagi wedding dress sederhana berwarna broken white yang melekat indah di tubuhnya, yang tersisa hanyalah gaun malam berwarna putih gading yang dilapisi jubah berwarna senada. Rambut pirang coklat terang dengan semburat emasnya kali ini dibiarkan tergerai bebas.

“Kenapa Anda berada di kamar saya, Your Majesty?” tanya Kaelus dengan rahang yang mengeras.

“Kamar Anda?” bingung sang lawan bicara. “Bukankah sudah jelas jika kamar ini adalah kamar milik bersama? Penatua Aester …”

“Sebesar itukah keinginan Anda untuk tidur dengan saya?” potong Kaelus yang kini telah berdiri di hadapan istri ke-duanya. Wanita cantik itu tampak menunjukkan ekpresi tenang dan tertata yang membuat Kaelus geram.

“Jaga bicaramu, Marquis Kaelus,” tukas Adelaide. “Saya memang menikahi Anda karena menginginkan pewaris, tapi bukan berarti Anda dapat merendahkan saya begitu saja.”

Kaelus sadar sudah keterlaluan. Hanya saja, rasa muak dan sisi emosionalnya sudah mengambil alih. Sebelum menjadi pria yang hangat dan penyayang keluarga, dulu ia tidak ubahnya robot tanpa emosi yang selalu patuh menjalankan tugas. Dalam pernikahan levirate ini, Kaelus pun akan menjelma sebagai robot tanpa perasaan. Yang terpenting adalah memenuhi peran, hak, serta kewajibannya sebagai seorang suami.

“Sesuai keinginan Anda, Your Majesty.”

Suara berat dan dingin Kaelus kembali mengalun. Bersamaan dengan itu lengan kokohnya menarik pinggang sempit sang istri ke arahnya.

“Malam ini saya akan memenuhi kewajiban sebagai suami pengganti.”

🥀🥀

To Be Continued

Sukabumi 28-04-23

Continue Reading

You'll Also Like

2.5M 177K 33
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
10.4K 3.1K 20
Semua orang tahu Aya adalah ibu rumah tangga biasa, berusia 24 tahun dan memiliki seorang putri yang sangat cantik. Suaminya memiliki istri lagi dan...
157 86 8
Jessie yang membenci seisi hidupnya, berusaha untuk menciptakan realita baru agar terlihat baik-baik saja. Dimana ketika dia kembali, mempertemukan d...
747K 2.5K 13
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. πŸ”žπŸ”ž Alden Maheswara. Seorang siswa...