HAZEL : Pemilik Mata Indah

By Gerrysalutt_

449K 37.8K 15.9K

"1000 wanita cantik dapat dikalahkan oleh 1 wanita beruntung." Ishara Zaya Leonard, gadis 20 tahun yang memil... More

HAZEL || PROLOG
01 || Bunuh Diri
02 || Perempuan Gila
03 || Gara-Gara Typo
04 || Canggung
06 || Halal Yang Dirahasiakan
07 || SAYANG
08 || Standby Untuk Istri
09 || Fakta Hujan
10 || Keputusan Abyan
11 || Nafkah Batin
12 || Pelakor?
13 || Ishara Cemburu
14 || Rahasia dan Restu
15 || Bidadari Bermata Hazel
16 || Hot Issue!
17 || Madrasah Utama
18 || Keistimewaan Seorang Wanita
19 || Obsesi
20 || Pindah
21 || Milik Seutuhnya
22 || 12 anak?
23 || Sehat Ala Rasulullah
24 || Lebih Dari Monster
25 || Jiwanya Melebur
26 || Cinta Karena Allah
27 || Kajian
28 || Bukan Cinta Pertama
PENGUMUMAN❗
29 || Asy-Syura': 40
30 || Permintaan Maaf
31 || Dia Kembali
32 || Arul
33 || Tenggelam Dalam Penyesalan
34 || Berbaikan
35 || Bekas Minum
36 || Tiga Jam Terakhir
37 || Kehadirannya Hanya Untuk Pergi

05 || Permintaan Terakhir

11.8K 1.1K 121
By Gerrysalutt_

بِسْـــــــمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

اَللَّهُمَّ صَلِّى عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

•••



Niat bisa berubah didasarkan niat itu berasal dari hati seseorang, makanya hati disebut dengan Qalbun, yang bermakna berubah-ubah. Setiap manusia punya pilihannya sendiri, tapi jika hatinya mengarahkan kepada satu pilihan, maka tentu saja dia akan mengikuti kata hatinya.

—Abyan Arfathan—


Udah lama digantung ya?
Aku juga merasa digantung, soalnya nungguin vote dari kalian itu kayak nunggu kucing bertanduk tau nggak?

Please! Tolong kasih dukungan seikhlas hati kalian, jangan lupa komen di paragraf juga, bagi yang Ikhlas-ikhlas aja 🙏

♛♛♛


Abyan Arfathan, pria itu sedang merenung menatap pantulan dirinya di depan cermin. Hembusan napas panjang keluar dari bibir tipisnya, hari ini dia akan pergi ke pesantren Al-Fattah, bukan untuk mengajar dan bukan juga untuk menyampaikan kajian, tapi sesuai dengan janjinya semalam, hari ini Abyan ke sana dengan tujuan ingin melamar seorang Ning yang dijodohkan Kyai Hamzah dengannya.

Nabila Humayra, gadis itu adalah pilihan Kakeknya dan pilihan orang tuanya. Abyan akan melamarnya, ia akan menjadikan gadis itu sebagai pelengkap imannya, juga sebagai Ibu dari anak-anaknya kelak.

Ragu? Rasa itu memang sejak semalam sudah menghantuinya, apalagi saat mengingat wajah Ishara. Tidak! Abyan berusaha menyakinkan dirinya sendiri, ia sudah terlanjur memberikan janjinya untuk Nabila, siap atau tidak, ia harus tetap melaksanakan janjinya itu.

Walaupun jika nantinya Allah berkehendak lain, Abyan harus menerima itu. Apapun yang ditakdirkan oleh Allah untuknya itulah yang terbaik diantara yang terbaik.

Mata Abyan tiba-tiba teralihkan dengan suara ketokan pintu dan panggilan dari Bundanya. "Aby! Kamu udah siap, Nak?" teriak Bunda Ayra dari luar.

Ceklek!

Ketika pintu sudah terbuka, Bunda Ayra langsung tersenyum lebar, putranya begitu tampan dan gagah laksana pangeran yang ingin menjemput permaisurinya.

"Pangerannya Bunda tampan sekali,"

"Bunda juga cantik." balas Abyan.

"Kamu sudah siap?"

"Inn Syaa Allah."

Bunda Ayra mulai menuntun Abyan ke ruang tamu memperlihatkan seberapa tampannya Abyan kepada Ayah Malik. Afra yang sedang mengikat tali sepatu sekolahnya juga menyita matanya ke arah Abyan yang begitu tampan tidak seperti biasanya, walaupun tiap harinya Abyan selalu tampan, tapi belum pernah Afra melihat Abangnya setampan ini.

"Wiihh, Bang Aby handsome banget, mau kemana?"

"Hari ini Abang kamu mau melamar seseorang." jawab Bunda Ayra.

"Siapa?"

"Nabila."

Afra mengernyitkan keningnya untuk mengingat-ingat. "Oohh, Ning Nabila ya? Yang dulunya juga pernah mondok di pesantren Kakek?"

"Iya, Nak."

Afra menghembuskan napas pasrah, raut wajahnya juga seketika berubah, ia menunduk kembali dan melanjutkan mengikat tali sepatu. Setelahnya Afra bangkit dan menyalim tangan Ayah dan Bundanya, ketika sudah sampai di hadapan Abyan, Afra menyalim sembari membisikkan sesuatu.

"Padahal Afra pengennya Kak Isha yang jadi Kakak ipar Afra." bisiknya.

Deg!

"Kalian kenapa? Kok bisik-bisik gitu? Lagi ngomongin apa, hm?" sela Bunda Ayra.

"Nggak ada kok, Bund. Ya udah Afra pamit ke sekolah dulu, ya!"

"Iya, bawa motornya hati-hati ya, Nak!"

Afra mengangguk, namun sebelumnya ia melirik kembali ke arah Abyan yang sekarang sudah terhenyak dengan perkataannya tadi. Sekarang perasaan ragu itu kembali menghantui dirinya, mungkin Afra cuman bercanda, tapi entah kenapa perkataan adiknya seperti teka-teki untuknya.

Dia menginginkan Ishara yang menjadi Kakak iparnya, itu tandanya Afra tidak suka kalau ia menikahi Nabila. Bagaimana ini? Kenapa perasaannya semakin ragu?

"Ayo Nak! Kita berangkat sekarang!" ajak Ayah Malik.

"Eum, Ayah Bunda!"

Ayah Malik dan Bunda Ayra menghentikan kembali langkahnya, mereka menatap aneh wajah putranya yang tiba-tiba berubah. "Ada apa, hm?"

"Ayah sama Bunda pergi duluan saja, nanti Aby nyusul di belakang."

"Kenapa? Kamu gugup?"

"I-iya, Aby mau siapin mental dulu, Yah. soalnya ini adalah pengalaman pertama Aby,"

Orang tuanya mengangguk paham, "Ya sudah, tapi jangan lama-lama ya! Pokoknya kamu harus tiba di sana tepat waktu."

"Iya, Ayah."

Di lain sisi, seorang gadis 20 tahun sedang mondar-mandir di balkon dengan raut wajah yang gelisah. Ishara berulang kali menyentuh layar ponselnya untuk menelepon seseorang, tapi tetap saja tidak ada jawaban sama sekali. Dari sejak malam, Ishara tidak bisa tidur, pikirannya terus menerawang jauh kepada sang Ayah yang tega ia tinggalkan beberapa hari yang lalu.

Ishara merasakan suatu hal buruk sedang menimpa Papanya, entah apa yang sedang terjadi dengan Papanya sekarang. Sebenarnya Ishara pengin pulang dan melihat langsung apa yang sedang terjadi, tapi takutnya Ishara malah terikat lagi sama perjodohannya dengan pria monster itu.

Tidak ada pilihan lain, perasaannya kian lama kian panik, Ishara memilih turun ke bawah dan berniat pulang untuk memastikan keadaan Papanya, biar bagaimanapun Regan itu adalah Papa kandungnya, meskipun Regan mendidiknya dengan cara kasar, tapi Ishara tetap tidak lupa dengan pesan terakhir Mamanya. Saat ini, Papanya adalah satu-satunya keluarga yang ia miliki. Ishara harus kembali, ia tidak mau menjadi anak yang durhaka.

Sampai di bawah, netra Ishara dan Abyan bertemu, Ishara tampak tidak menghiraukan apapun, gadis itu tetap melanjutkan langkahnya.

"Kamu mau kemana?"

Pertanyaan dingin dari Abyan berhasil mengunci pergerakannya.

"Saya mau pulang, Gus. Perasaan saya tidak enak, dari semalam saya kepikiran Papa terus, saya minta izin ya ,Gus. Saya berterima kasih sekali karena Gus Byan udah banyak nolongin saya selama ini. Saya tidak tahu harus gimana lagi membalas jasa Gus dan keluarga Gus, saya sangat berutang budi sekali sama kalian. Titip salam saya buat Om Malik, Tante Ayra dan juga Afra, saya nggak sempat berpamitan sama mereka soalnya saya lagi buru-buru. Saya pamit dulu ya, Gus. Assalamu'alaikum...."

"Ishara!" Abyan seperti tidak rela Ishara pergi begitu saja.

"Ada apa lagi, Gus?"

"Eumm, k-kamu jangan pulang sendiri! Saya akan anterin kamu."

"Tapi, Gus. Bukannya hari ini Gus Byan mau ngelamar seseorang? Nanti kalau Gus telat gara-gara anterin saya gimana?"

"Nggak akan telat, percaya sama saya."

"Maaf Gus, saya nggak mau ngebebanin Gus Byan lagi, saya pulang sendiri saja."

"Jangan menolak Ishara, saya tidak mau kamu kenapa-kenapa. Kamu itu wanita dan tidak baik jika seorang wanita pergi sendirian."

Akhirnya Ishara terpaksa menerima tawaran Abyan, mereka pun keluar dan lagi-lagi Ishara berduaan dengan Abyan dalam satu mobil. Untung saja Abyan tidak seperti pria-pria di luar sana, yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.

Abyan justru sangat jauh dari kata itu, ia sangat menjaga pandangannya, buktinya selama perjalanan pria itu sama sekali tidak menoleh ke belakang tempat dia duduk, ia hanya fokus ke depan karena sedang menyetir.

'Seandainya saja aku yang berada di posisi wanita yang ingin kau lamar hari ini, mungkin aku akan menjadi wanita yang paling beruntung karena bisa dinikahi oleh imam sebaik kamu, Gus.'

♛♛♛



Mobil putih Abyan berhenti di sebuah pekarangan kompleks di mana tempat Ishara tinggal. Tidak perlu menunggu lama, mereka berdua langsung turun, pas tiba di pagar rumah, seketika Ishara membelalakkan matanya. Tertera sebuah poster yang menyatakan bahwa rumah itu sudah disita.

"Nggak mungkin...." lirihnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Ishara berusaha membuka pagar rumahnya, namun naas sama sekali tidak bisa terbuka. "Papa kemana?"

"Pah, Isha udah pulang, Papa di mana? hiks. Kenapa rumah ini disita? Apa yang terjadi sama Papa?"

Melihat Ishara yang seperti itu, Abyan jadi tidak tega, hatinya juga ikutan remuk seakan mengerti apa yang tengah dirasakan oleh Ishara saat ini.

"Ishara?" Seorang wanita 20-an tiba-tiba saja menghampiri mereka, tampak wanita itu sangat mengenal Ishara. "Ini beneran Ishara 'kan?" lanjut wanita itu. Mungkin karena aneh saja melihat penampilan Ishara yang sekarang sudah berubah.

"Mbak Yuni?" Ishara cepat-cepat mendekati tetangganya itu. "Mbak! Apa Mbak Yuni tahu dimana Papa saya, trus kenapa rumah saya disita, Mbak? Papa kemana?"

Wanita itu tampak menghembuskan napas berat, perasaan Ishara semakin resah. "Mbak! Kenapa Mbak diam? Papa kemana?"

"Papa kamu...."

"Kenapa, Mbak? Papa kenapa?!"

"Papa kamu masuk rumah sakit, Isha. Tadi malam, Papa kamu ditemukan sudah lemah dan banyak sekali luka bakar dan memar di tubuhnya, sepertinya Papa kamu habis disiksa, Isha."

Tubuh Ishara lemah seketika, air matanya kembali berjatuhan, anak seperti apa dia? Papanya masuk rumah sakit ia tidak tahu?

"Eumm, Mbak! Kalau boleh tahu rumah sakitnya di mana?" tanya Abyan.

"Cempaka Putih, Mas."

"Ya sudah, makasih, Mbak. Ishara! Ayo kita ke sana sekarang!"

Ishara mengangguk lemah menuruti perkataan Abyan. Hatinya begitu rapuh sekali, Ishara semakin takut jika sesuatu terjadi dengan Papanya. Tiba-tiba saja terbesit satu hal di pikirannya. Apa ini ada hubungannya dengan Kendra William?

Selama perjalanan menuju rumah sakit, Ishara hanya bisa menangis. Bayang-bayang saat di mana Papanya pernah baik menjaganya mulai melintas kembali. Seburuk apapun Papanya, setidaknya Regan sudah merawatnya dari kecil sampai dewasa seperti ini.

Bunyi ponsel dari saku celana Abyan mendadak mengalihkan perhatiannya.

"Siapa, Gus?" tanya Ishara.

"Zafran, teman saya." Abyan memperlambat kecepatan mobil untuk mengangkat teleponnya.

"Assalamu'alaikum, Zaf. Ada perlu apa? Kalau tidak penting nanti saja, ya! Saya sekarang lagi ke rumah sakit?"

"Rumah sakit? Siapa yang sakit, Gus? Gus baik-baik saja 'kan?"

"Iya, saya baik-baik saja. Saya cuma mau mengantar Ishara ke rumah sakit, katanya Papanya masuk rumah sakit."

"Tapi bukannya hari ini Gus mau ngelamar Ning Bila?"

"Iya, tapi itu tidak penting. Yang terpenting sekarang Ishara, saya harus mengantarnya ke rumah sakit dulu, setelah itu baru saya ke sana."

Ishara terpaku saat mendengar ucapan Abyan tadi, apa maksud Abyan?

Tidak! Ishara tidak mau gara-gara dirinya proses lamaran Abyan hari ini tertunda. Ishara jadi merasa bersalah, mereka belum menikah, tapi dirinya sudah duluan menjadi perusak hubungan orang.

"Ya sudah Gus. Saya dan Mas Faizin juga nyusul ke sana ya?"

Setelah mengakhiri percakapannya dengan Zafran, Abyan kembali mempercepat kelajuan mobilnya. Abyan seperti sudah lupa dengan tujuannya hari ini.

"Berhenti, Gus!" titah Ishara tiba-tiba, membuat Abyan mengerutkan keningnya.

"Kenapa Ishara? Kita belum sampai di rumah sakit?"

"Saya bilang berhenti, Gus. Saya bisa pergi sendiri, saya tidak mau gara-gara saya, Gus jadi telat pergi buat lamaran Gus hari ini."

"Kamu tenang Ishara, semuanya akan baik-baik saja."

"Tapi, Gus."

♛♛♛


RSUD. CEMPAKA PUTIH, JAKARTA.

Abyan dan Ishara sedang tergopoh-gopoh berlari mencari ruangan di mana Regan sedang di tangani sekarang. Staff rumah sakit mengatakan kalau Papanya sedang dirawat di ruang ICU. Begitu mendengar kata ICU, jantung Ishara semakin memompa cepat, itu tandanya keadaan Papanya benar-benar buruk.

Begitu masuk ke sana, Sungguh, Ishara kehabisan kata-kata. Ternyata keadaan Papanya jauh lebih buruk dari apa yang dikatakan tetangganya tadi. Langkah demi langkah Ishara ayunkan untuk menghampiri sang Papa, rasa bersalah terus menyelimuti raganya. Abyan juga ikutan masuk, melihat bagaimana reaksi Ishara saat meratapi kondisi Papanya, jujur, sekarang Abyan baru sadar betapa rapuhnya seorang Ishara.

"Pah...." Ishara memanggil Papanya sambil menangis.

"Ini Isha, Isha udah kembali, Pah. Maafin Isha karena udah pergi ninggalin Papa. Sekarang buka mata Papa, lihat sekarang anak Papa udah ada lagi di dekat Papa, Isha mohon bangun, Pah. Isha minta maaf, hiks...."

Abyan, pria itu sempat menjatuhkan air matanya, cepat-cepat Abyan memalingkan wajahnya karena tidak sanggup melihat situasi sekarang.

"I-sha?"

Deg!

"Papa? Papa udah sadar?"

"Anak Pa-pa?"

"Iya, ini Isha anak Papa,"

Regan tersenyum begitu melihat putrinya kembali. Pelan-pelan Regan mengangkat tangannya untuk menyentuh kepala putrinya yang sekarang sudah tertutup dengan hijab. "Putri Pa-pa can-tik sekali...." Regan memuji kecantikan Ishara yang sekarang sudah berlipat karena tubuhnya sekarang sudah terbalut dengan pakaian yang layak, bukan seperti didikannya dulu yang selalu melarangnya untuk berhijab.

"Pa-pa mi-nta maaf ya, Nak. Selama i-ni Pa-pa udah ja-hat sama ka-mu, mung-kin ini adalah huku-man karena Pa-pa udah di-dik kamu dengan ca-ra yang salah."

"Nggak! Papa jangan ngomong kayak gitu! hiks, Papa adalah orang tua terbaik buat Isha. Papa juga jangan minta maaf, Papa nggak salah."

"Nak...."

"Iya, Pah. Papa mau minta apa, hm?"

"Sebe-lum Papa pergi, Pa-pa mau lihat anak Pa-pa baha-gia...."

"Kenapa Papa ngomong kayak gitu? Papa mau pergi kemana? Jangan bilang kalau Papa mau pergi jauh juga kayak Mama, Isha nggak mau, Pah. Isha mohon Papa harus kuat, kalau Papa pergi Isha mau tinggal sama siapa? Isha nggak punya siapa-siapa lagi di dunia ini, Pah, Isha mohon Papa jangan pergi, hiks-hiks...." racau Ishara.

Bayangan wajah terakhir Mamanya pun mulai melintas di benaknya, Ishara tidak mau kejadian itu terulang lagi, Ishara tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupannya kelak tanpa dihangati oleh pelukan keluarga.

"Isha ... Putri Pa-pa adalah wani-ta kuat, ka-mu jangan lemah, Nak!"

Lagi-lagi Ishara harus mendengar kata itu. Mengapa semua orang mentuntutnya untuk kuat, padahal ia sama sekali tidak bisa melakukan itu, selama ini Ishara berusaha kuat, tapi tidak bisa. Kehilangan Mamanya saja sudah cukup membuatnya terpuruk, dan sekarang Papanya juga melakukan hal yang sama, apa dunia ini tidak berpihak lagi untuknya.

"Nggak! Isha nggak izinin Papa pergi, Isha yakin, Pah, Papa pasti kuat. Isha janji, Pah, Isha bakalan cari pengobatan terbaik buat Papa, yang penting Papa harus bertahan, pokoknya Isha nggak mau Papa pergi."

"Sebe-narnya Pa-pa juga ingin ber-tahan hidup le-bih la-ma lagi buat ka-mu, Pa-pa ingin hi-dup bahagia sa-ma anak Pa-pa, tapi seper-tinya Allah ti-dak mengizinkan Papa la-gi, Nak. Papa tidak dikasih kesempatan bu-at bahagiain ka-mu. Pa-pa minta ma-af ya, Nak?"

Tangis Ishara semakin terisak tak tertahan, ia terus menggenggam erat tangan Papanya yang mulai dingin, Apa genggaman itu akan menjadi genggaman terakhir seperti dengan Mamanya dulu? Setelah ini kemana lagi Ishara harus menyalurkan kesedihannya? Tangan siapa lagi yang bisa ia genggam?

"Nak...." Regan memanggil seorang pria yang sejak tadi berdiri melihat mereka. Merasa di panggil, Abyan pun mendekati Regan dan berdiri di sampingnya.

"Selama hi-dup, sa-ya belum pernah mem-buat anak saya bahagia, apa ka-mu mau mewu-judkan keinginan sa-ya?"

"Pah ... Apa maksud Papa?"

"Isha, Pa-pa belum pernah jalan-kan tugas Papa seba-gai Ayah yang ba-ik buat ka-mu. Sekarang izinkan Pa-pa menjalan-kan tugas Papa seba-gai seorang A-yah."

Regan beralih kembali menatap Abyan. Pria itu terlihat masih tenang, "Nak ... K-kamu orang baik 'kan? Apa Om bo-leh min-ta satu hal sa-ma kamu? Ini ada-lah per-mintaan terakhir sa-ya, jika kamu me-nolak tidak apa-apa,"

"Om mau minta apa? Inn Syaa Allah, kalau saya mampu, saya pasti bisa mewujudkannya keinginan Om," tanya Abyan lembut.

"Saya...."

"Pah...."

"Isha, sebelum Pa-pa pergi, Papa ingin men-jadi wali ni-kah buat kamu."

Deg!

Spontan Ishara terkekeh kecil saat mendengarnya, "Papa ini ngomong apa sih? Jangan yang aneh-aneh deh, Pah. Jadi wali nikah itu nggak gampang, Pah. Isha nggak punya calon mempelai prianya, saksinya nggak ada, maharnya juga nggak ada 'kan, Pah. Papa ngomong kayak gitu pasti karena Papa capek 'kan, ya udah Papa istirahat aja, Isha panggilin dokter dulu buat periksa keadaan Papa."

"Ishara!" Abyan menyuruh Ishara untuk berhenti. Lalu menatap wajah Regan dan menggapai tangannya dengan erat.

"Om jangan khawatir! saya akan penuhi semua keinginan Om."

Deg!

"G-Gus?"

♛♛♛

"Aby kemana ya, Mas? Kenapa sampai sekarang dia belum sampai?" resah Bunda Ayra.

Di pesantren Al-Fattah, khususnya dalam rumah ndalem semua keluarga sejak tadi sedang menunggu kedatangan Abyan.

Ayah Malik dan Bunda Ayra merasa tidak enak dengan orang tua Nabila, apalagi saat melihat wajah Nabila yang sekarang sudah tertunduk sedih karena Abyan yang tak kunjung datang.

"Habil, maafin saya, sepertinya saya harus menelpon lagi putra saya." ujar Ayah Malik.

"Nggak apa-apa, mungkin saja Abyan lagi dalam perjalanan. Kita tunggu saja."

'Kenapa kamu belum datang, Gus? Padahal kamu sendiri yang bilang kalau kamu ingin melamar saya hari ini?' batin Nabila.

Tiba-tiba ponsel Bunda Ayra berdering, "Aby?"

Melihat nama Abyan yang tertera di sana, tidak perlu menunggu lama, Bunda Ayra langsung mengangkatnya.

"Assalamu'alaikum, By. Kamu di mana, Nak? Kenapa sampai sekarang kamu sampai? Kamu baik-baik saja 'kan?"

"Wa'alaikumussalam, Bund. Maaf, tadi Aby nggak angkat telpon kalian, soalnya... Aby lagi di rumah sakit."

"Rumah sakit?"

Sontak semua orang yang berada di sana terhenyak, terutama Nabila.

"Apa yang terjadi, Nak? Kamu baik-baik saja 'kan?"

"Aby baik-baik saja, Bund. Tadi Aby ngenterin Ishara ke rumah sakit."

"Ishara sakit?"

Nabila memicingkan matanya, perasaan dalam keluarga Abyan tidak ada yang bernama Ishara, lalu siapa Ishara itu? pikirnya.

"Papanya Ishara, Bund. Papanya meninggal."

"Innailaihi wa Inna ilaihi Raji'un...."

Di seberang sana, Abyan memegang ponselnya dengan tangan yang bergetar hebat. Suasana sekarang sudah berubah duka, Abyan menatap sendu ke arah Ishara yang sekarang sudah memeluk histeris jasad Papanya.

Abyan tidak tega, ia langsung menghampiri Ishara yang sudah lemah tak berdaya. Di sana juga sudah ada Faizin dan Zafran yang ikutan terbawa suasana duka.

"Papah, hiks-hiks...."

"Ishara jangan menangis seperti ini!" bujuk Abyan.

"Papaaa...."

"Ishara!" Abyan semakin tidak tega, tanpa ragu sedikitpun, Abyan langsung sigap membawa Ishara dalam pelukannya. Abyan membenamkan wajah Ishara di dada bidangnya guna meredakan tangisnya yang terus menyeruak karena baru saja kehilangan sosok Ayah.

"Kamu jangan sedih, kamu jangan merasa sendiri, Isha. Om Regan sekarang sudah menitipkan kamu untuk saya, saya janji akan jagain kamu, saya akan selalu ada untuk kamu." ucap Abyan tulus, lalu mengecup singkat ubun-ubun Ishara.

.
.
.

Loh kok main peluk-peluk aja! Bukan Mahram, dosa lho!🤬🤧

Menggantung banget ya, mau tau bagaimana proses sehingga mereka bisa peluk-pelukkan kayak gitu, makanya vote dan komen dong, biar cepat Up!😇

Yang mau dilamar siapa? Yang dinikahin siapa? Dasar Abyan!🤬

Btw, gimana cover barunya?🤭

Spam : Alhamdulillah




























Continue Reading

You'll Also Like

19.6K 1.4K 23
"DEVAN ARRGHHH HIKSS...HIKSS... KENAPA LO TEGA NGELAKUIN INI SEMUA??? K-KENAPA DEV?" Teriak gadis itu di atas jembatan. "Hey kamu ngapain berdiri di...
143K 7.6K 35
Kisah seorang Gadis nakal yang minim akan ilmu agama. Perkenalkan Asyana Viola Ganlades. gadis yang masih berusia 18 tahun, yang terpaksa masuk ke da...
542K 65.8K 18
Lentera Hati - Series keempat Lentera Universe Romansa - Spiritual - Militer "Dejavu paling berat adalah bertemu seseorang yang mirip dengan dia tapi...
9.3K 796 20
I{•------» ATHALLAURA «------•}I| ๑ ๑ ๑ ๑ Menikah dengan pilihan sendiri atau dijodohkan? Seorang gadis penyuka dunia malam, penyuka balapan, dan san...