FIELD OF DAISIES

By geminigirlll13

27.4K 2.4K 223

"Kehadirannya membawa antara dua kemungkinan, jika bukan sebagai pertanda diberkatinya kerajaan maka itu meru... More

PROLOG
Bab 1. Peri Hutan Kecil
Bab 2. Rupa Pembawa Bencana
Bab 3. Dua Sisi
Bab 4. Tersesat
Bab 5. Penyihir Wanita
Bab 6. Tuan Muda
Bab 7. Pertemuan Pertama
Bab 8. Kedekatan
Bab 9. Berbahaya?
Bab 10. Kecanggungan
Bab 11. Keluhan
Bab 12. Masa Lalu
Bab 13. Ancaman Datang
Bab 14. Penyusup
Bab 15. Awal Mula
Bab 16. Perasaan Dilindungi
Bab 17. Pertarungan
Bab 18. Kegilaan
Bab 19. Pengorbanan Greta
Bab 20. Wujud Sebenarnya
Bab 21. Janji & Wasiat
Bab 22. Ancaman Asher
Bab 23. Tawaran
Bab 24. Perpisahan
Bab 25. Perjalanan
Bab 26. Konflik Internal
Bab 27. Sosok Dalam Kegelapan
Bab 30. Padang Rumput
Bab 31. Desa Pertama
Bab 32. Berpapasan
Bab 33. Kekerasan Di Gang
Bab 34. Surat Harapan
Bab 35. Sadar Diri
Bab 36. Dante Kecil
Bab 37. Rencana Penyergapan
Bab 38. Rekan-Rekan
Bab 39. Penyerangan
Bab 40. Kekacauan Menara Sihir
Bab 41. Asing Namun Familiar
42. Upaya Yang Berhasil

Bab 29. Musuh Kental Kyle

372 44 7
By geminigirlll13

Hangat.

Hal itulah yang pertama kali terlintas dipikiran Simon yang semula kosong, ketika merasakan aliran hangat menyebar dari satu titik dibagian tubuhnya ke anggota tubuh yang lain.

Rasa hangat itu sangat nyaman, membuat Simon secara tidak sadar merilekskan tubuhnya.

Berbeda dengan perasaan menusuk dan dingin beberapa saat sebelum dirinya merasa tubuhnya ambruk begitu saja ke tanah.

Kesadaran Simon perlahan terkumpul bersamaan dengan menghilangnya perasaan menyakitkan disekujur tubuhnya.

Itu menghilang hanya dalam hitungan menit.

Kedua kelopak mata pria itu bergetar untuk beberapa saat, sebelum kemudian terbuka secara perlahan.

Dengan pandangan yang masih kabur, samar samar Simon bisa melihat langit malam diantara rimbunan dedaunan pohon. Sebelum kemudian merasakan suhu hangat tak jauh darinya.

Ia terdiam, tampak seolah tengah mengumpulkan kesadarannya kembali seraya terus mengerjapkan matanya.

Disaat berikutnya kedua mata pria itu membulat, ia terbangun dengan cepat dan langsung memasang posisi siaga.

Gerakannya yang tiba tiba mengundang tatapan heran pihak lain.

Simon terdiam, menyaksikan pemandangan tak masuk akal yang saat ini berada didepan matanya.

"Kau bangun? Ha, kupikir kau sudah mati." Kyle berucap penuh sarkastik seraya melempar potongan kayu kedalam kobaran api.

Simon melihat dua sosok pria yang sama sekali tidak ingin ia temui kini terduduk dengan santai, menghadap pada sebuah api unggun yang terletak tak jauh darinya.

Ia mengernyitkan dahi.

"Apa yang kau lakukan?" Tanya nya tajam.

Kyle mendongak, menatap kearahnya dengan sebelah alis terangkat.

"Kenapa tidak kau tanyakan hal itu pada dirimu sendiri?" Ucap Kyle membalik pertanyaan pria itu.

Simon terdiam, sebelum kemudian menunduk. Meraba beberapa tempat ditubuhnya yang sebelumnya terluka, mendapati luka ditubuhnya telah mengering dan hanya tersisa beberapa luka dangkal yang tampak memiliki jejak darah yang mengering.

Tatapannya berubah terkejut.

Kyle melihat pria yang berada di posisi berlawanan dengannya itu tengah mengecek luka diseluruh tubuhnya dengan ekspresi wajah terkejut.

Ia menundukkan kepalanya menatap api dan menghela nafas berat.

"Lily menyia nyiakan ramuan yang sangat bagus hanya untuk menyembuhkan bajingan sepertimu." Gerutunya.

Simon mendongak, menatap tajam kearah Kyle.

"Apa maksudmu?"

"Maksudku, kau bajingan yang cukup beruntung untuk bisa membuat seseorang memberikan ramuan istimewanya kepadamu secara percuma." Jawab Kyle tak kalah sengit.

Simon mengerutkan dahinya tak mengerti akan satupun ucapan yang diucapkan Kyle.

Ramuan? Seseorang? Apa yang dimaksud pemuda itu.

Ia tanpa sadar menoleh, kearah dimana sosok berpakaian hitam itu duduk bersandar diposisi yang cukup jauh dari mereka. Terdiam dan tampak memejamkan matanya, seolah tak berniat untuk berbicara sedikitpun.

"Berterimakasih lah kepada Lily karena telah membantumu, jika saja dia tidak memutuskan untuk membantumu. Kupikir kau pasti sudah mati sekarang." Sarkas Kyle.

Simon mengetatkan dahinya.

Lily?

Apa, dan siapa itu?

Baru pada saat itulah ia menyadari jika selain dari dua pria yang menjadi musuh bubuyutannya, terdapat satu sosok lagi yang saat ini tampak terbaring dibagian lain dari api unggun. Terbaring miring seraya memejamkan matanya rapat.

Cahaya hangat api unggun menerpa wajah halus pihak lain, membawa pesona kelemahan dan santai.

Wajah yang berbaring miring menghadap api itu tampak sangat cantik dan menawan, tampak seperti putri tidur yang sama sekali tidak tersentuh oleh dingin nya suasana hutan.

Dengan bulu mata panjang serta rambut coklat gelap yang tampak halus, menutupi profil wajahnya yang sempurna.

Kecantikan yang tertidur itu cukup untuk membuat Simon tertegun, menatap tanpa berkedip kearah Liliana.

Tatapan matanya secara tidak Simon sadari berubah lembut.

Ia bisa merasakan debaran jantungnya sendiri saat melihat gadis itu tertidur begitu tenang diposisi berlawanan dengannya.

Tampak sangat damai dan terjaga.

"Apa yang kau lihat?"

Simon terkesiap dan kembali tersadar ketika mendengar suara dalam bernada tajam milik Asher mengalun, tatapannya kembali ke tatapan tajamnya yang semula. Seolah beberapa saat sebelumnya ia tidak pernah memandang Liliana dengan begitu intens.

Ia melihat pria itu, Asher. Tampak kini tengah menatapnya dari kegelapan, seperti layaknya predator yang mengunci mangsa.

Simon merasakan permusuhan yang sangat kuat yang diarahkan Asher kepadanya, bingung dengan reaksi yang diberikan oleh pria itu.

"Jangan pernah memiliki pikiran apapun tentangnya."

Simon menoleh dan menatap Kyle yang juga ternyata kini tengah menatapnya dengan penuh peringatan.

Melihat reaksi yang diberikan dua pria itu disaat dirinya menatap gadis itu, mau tak mau membuat Simon sedikit memiliki dugaan didalam hatinya.

Mengingat sikap agresif Asher ketika berada dirumah batu tengah hutan itu, saat dimana pria itu memperingatkan dirinya untuk tidak masuk kedalam rumah, serta ucapan Kyle yang menyebutkan kerabata penyihir wanita itu sebelumnya.

Simon memiliki bayangan akan siapa gadis itu.

Namun, meski telah mendapat larangan dari dua pria ganas itu. Tetap tidak bisa membuat Simon benar benar menghiraukan keberadaan gadis itu.

Terlebih melihat gadis yang sangat cantik dengan keadaan tertidur itu, tidak berlebihan jika Simon bertaruh gadis dihadapannya saat ini merupakan gadis tercantik yang pernah ada. Bahkan keindahan nomor satu di kekaisaran pun, tampaknya akan terlihat seperti gadis normal dan biasa saja disamping gadis itu.

"Perhatikan kemana kau melihat bajingan." Sentak Kyle ketika melihat pria dihadapannya terus menerus menatap kearah Liliana yang tengah tertidur.

Simon menoleh kearahnya, tatapan matanya berubah dingin.

"Menakjubkan melihat seorang anak anak berbicara dengan sangat kurang ajar seperti itu."

"Siapa yang kau sebut anak anak!" Kyle berdiri dengan berang, menatap Simon ngalang.

Tampak benar benar tersinggung dengan ucapan Simon.

Simon balas menatap tak mau kalah.

Terlebih mengingat usia Kyle yang baru menginjak usia 21 tahun, berhadapan dengan Simon yang memiliki usia setara dengan Asher. Simon jelas tersinggung dengan bagaimana perbedaan perlakuan pemuda itu terhadap dirinya dan Asher.

Ia menatap seorang anak dihadapannya penuh perhitungan, mengingat bagaimana sigap dan cekatan nya pemuda dihadapannya ketika bertarung dengannya.

Meski benci untuk mengakui hal itu, namun Simon menyetujui anggapan jika Asher benar benar melatih bawahannya dengan sangat baik.

Membuat Simon kembali teringat akan bawahannya yang keseluruhan dari puluhan orang yang ia bawa, mati dalam pertempuran sebelumnya.

Hal itu mau tak mau tentu membuat Simon iri.

Simon kembali mempusatkan perhatiannya pada Kyle, ia menaikkan sebelah alisnya. "Apa? Kau ingin bertarung?"

"Ha! Melihat kondisi menyedihkanmu saat ini, kau pikir kau sanggup melawanku?" Timpal Kyle remeh.

"Aku bahkan mampu menutup mulut aroganmu saat ini juga jika kau menginginkannya."

"Lucu sekali, seorang pengecut yang sebelumnya kalah meminta untuk bertarung kembali." Cibir Kyle tajam. "Ada apa? Harga dirimu terluka karena terbukti kalah dari seorang anak anak?" Lanjut Kyle penuh provokasi.

Simon mengepalkan tangannya, tatapan matanya membara. Jika saja tubuhnya tidak terluka dan juga energinya tidak terkuras habis, ia benar benar ingin menutup mulut pemuda arogan dihadapannya saat itu juga.

"Kau akan membayar semua hal yang kau katakan hari ini suatu saat nanti." Gigi Simon bergemelutuk menahan amarah.

"Bangkit dan bertarunglah sekarang, balas aku jika kau memang sanggup melakukannya sekar–"

"Kyle."

Kyle terdiam seketika, begitu suara dalam Asher menginterupsi perkataannya.

Pria itu menatap perseteruan keduanya dalam diam, memperhatikan setiap kalimat dan perkataan keduanya.

"Hentikan." Tatapan tajamnya menghunus Kyle.

Kyle terdiam, menatap Asher dengan rasa hormat sebelum kembali beralih memandang semena mena kearah Simon.

Perbedaan itu kembali menyulut emosi Simon.

"Apa yang.."

Simon dan Kyle serentak menoleh ke asal suara, keduanya tampak terkejut.

Disisi lain dari posisi mereka, gadis yang semula terlelap itu bergerak dengan gusar. Mengusap kelopak matanya dengan wajah penuh kantuk.

Tubuhnya perlahan terduduk, dengan ekspresi wajah linglung serta rambut yang sedikit acak acakan. Penampilan berantakannya bahkan tampak sangat menarik dipandangan para pria itu.

Liliana menyesuaikan penglihatannya, merasa sedikit silau dengan cahaya hangat api. Berkedip dan terdiam untuk beberapa saat.

Kesadarannya yang kabur perlahan mulai pulih, hingga pada akhirnya ia menyadari jika suasana disekitarnya terasa sangat hening.

Ia menoleh, menatap kearah dimana dua pria yang berada di posisi berlawanan dengannya saat ini tampak tengah balas menatap kearahnya.

Tatapan mata Liliana bergulir dari Kyle ke sosok asing yang berada tak jauh dari pria itu.

"Kau.. Sadar?" Tanya Liliana begitu matanya menangkap sosok Simon yang tampak terduduk didekat api unggun.

Simon tertegun, seolah bingung ketika melihat iris berwarna biru terang yang tampak sangat cantik itu menatapnya. Kepalanya terasa kosong seketika, tak bisa menemukan kata kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan gadis itu.

Melihat wajah gadis yang tampak masih mengantuk itu menatapnya lurus, degupan jantung Simon yang semula telah mereda kembali terpacu. Bahkan dengan kecepatan yang lebih cepat dari sebelumnya.

Gadis itu menatapnya, memusatkan perhatian kearahnya. Membuat perasaan Simon yang semula terasa marah akibat ucapan Kyle seketika mereda, bahkan menguap keudara begitu saja.

Sementara itu Kyle, yang mendapati musuh dihadapannya memalingkan perhatian kearah Liliana jelas tidak senang, ia menyorot Simon sangat tajam. Seolah hendak melubangi pria itu dengan tatapannya.

"Tetap ditempatmu Lily." Kyle melarang Liliana segera setelah melihat gadis itu terbangun hendak bergerak menuju kearah mereka.

Liliana menatap Kyle dengan bingung. "Ada apa?"

"Kita tidak pernah tahu bahaya yang bisa saja terjadi ketika menyelamatkan orang asing, beberapa memiliki sikap tak tahu malu dan tidak jarang melukai seseorang yang telah menyelamatkannya." Kyle berucap penuh nada sarkastik kearah Simon.

"Kita perlu mengecek luka ditubuh–"

"Itu sembuh, semua." Potong Kyle tegas.

Simon menatap Kyle dalam diam.

Sedangkan Liliana, gadis itu terdiam duduk ditempatnya tak bergerak. Hanya menatap menatap Kyle yang tampak sangat waspada dengan pria yang baru saja diselamatkannya.

Terlihat dari kejauhan, jika tatapan Kyle saat melihat pria asing itu terlihat penuh permusuhan. Bukan hanya sekedar waspada terhadap orang asing semata, melainkan tampak seperti waspada kepada seorang musuh bubuyutan.

Beberapa kilasan balik seolah kembali terputar dikepala Liliana.

Ia memiliki dugaan terhadap siapa pria asing itu.

Liliana menoleh, menatap kearah dimana Asher berada.

"Apakah.. Kalian mengenalnya?" Liliana bertanya.

Pria yang terdiam memejamkan mata seraya bersandar pada batang pohon itu sedikit membuka matanya, menatap lewat ujung matanya kearah dimana Kyle dan Simon berada.

"Hm." Gumamnya singkat, sebagai jawaban.

Mendapat jawaban pasti dari Asher perihal identitas pria itu, Liliana terdiam. Lalu berbalik, kembali menatap kearah Kyle dan Simon.

Pada akhirnya hanya menatap kedua pria itu dalam diam, tanpa berniat melakukan apapun lagi.

Mengakhiri malam dengan Kyle dan Simon yang saling melontarkan kebencian satu sama lain, memberi tambahan suara dimalam yang sangat sunyi ditengah hutan.






TBC

Continue Reading

You'll Also Like

DAYANA By lizeaxy

Teen Fiction

17.6K 1.4K 17
Dayana dan Kaivan saling kenal sejak SMP, tetapi sekarang sepertinya perilaku Kaivan semakin menjadi-jadi. Kenapa sih dia selalu mengganggu Dayana? N...
138K 2K 6
Hyu meninggal karena dibunuh, sesaat setelah kebebasan nya di penjara. Hyu merasa bahwa ia tidak pantas untuk hidup lagi. Ia adalah seorang bajingan...
2.3K 119 13
Denada tidak pernah tau apa yang membuat King sangat mendendam padanya. Rasanya ia tidak pernah sekalipun mencari masalah dengan raja bisnis itu. Tap...
393K 22.4K 25
KAILA SAFIRA gadis cerdas berusia 21 tahun yang tewas usai tertabrak mobil saat akan membeli martabak selepas menghadiri rapat perusahaan milik mendi...