The Rain on The Grass

By theundomiel

3.4K 645 59

Neferuti merasa gagal menjadi anak yang berbakti karena tidak dapat menolong adiknya yang sakit-sakitan. Oleh... More

The Words from Me Pt.1
1. Pasir dan Senja
2. Tekad dan Dendam Membawa Mimpi Berambisi
3. Alam, Energi, dan Sumber Kehidupan
4. Perjalanan Yang Baru
5. Seperti Emas dan Batu Ambar
6. Dasar-Dasar Kebijakan Penyembuh
7. Goresan Pada Batang Pohon
8. Sebuah Keyakinan
9. Hati Yang Kering
10. Kebijakan Kherep
11. Suatu Sore di Aswan
12. Pesta Bangsawan Makedonia dan Seorang Anak Lelaki
13. Cerita Okpara
14. Daun yang Gugur
15. Penyembuhan Terbaik
16. Di Sebuah Festival Opet
17. Keberadaan Tak Kasat Mata
19. Kehangatan Dalam Dinginnya Malam
20. Bintang Sothis yang Baru
21. Luka Dalam
22. Muara dari Masa Lalu

18. Berdiri Sendiri

78 18 0
By theundomiel

Maaf baru update lagiii *bow*

Beberapa bulan ini, thor lgi penelitian di lab. Cuapeknya ga ketulung wkwk belum lagi setresnya. Semoga readers masih setia nunggu ya.

[WARNING! TYPO]

Hartepak menyambut mereka kala ketiganya turun dari geladak kapal. Dia bertukar pelukan dengan Neferuti, sebelum Ini-Herit mengenalkan Resnet kepada wanita paruh baya itu. Kemudian, Hartepak membawa mereka ke wilayah tempat terjadinya wabah.

"Semua orang yang menderita gejala sama dibawa ke tempat ini," kata Hartepak, sesampainya mereka di posko tempat pusat wabah terjadi. "Per Ankh di sini tidak mampu untuk menyelamatkan mereka lagi, sehingga pejabat daerah memusatkan pemulihan mereka di sini."

Ini-Herit memandang berkeliling, mata ambarnya awas menatap lingkungan.

"Tempat ini lebih tepat disebut kamp konsentrasi," bisik Resnet, yang disetujui oleh Hartepak.

Posko tersebut tak lebih dari dua tenda besar yang terbuat dari kain tebal berwarna kekuningan, dengan terpal di atasnya untuk melindungi dari hujan. Di sekeliling area, terpasang tali pembatas. Terdapat banyak amulet yang digantungkan di atas tali tersebut, meminta mukjizat kepada Dewa-Dewi yang ada.

Neferuti dapat melihat beberapa orang keluar masuk tenda.

"Tempat ini sangat tidak mendukung untuk penyembuhan. Bagaimana mereka akan membaik?" tanya Ini-Herit kepada Hartepak.

"Kami sudah bicara, tetapi pejabat daerah tidak ingin mendengar," ada kebencian dalam suara Hartepak. "Apa yang sudah kalian temukan di Alexandria? Kudengar Baginda Pharaoh mengutus kalian langsung ke sini."

"Banyak sekali, yang bisa menjawab semua teori ini," sahut Neferuti segera. "Dimanakah kita bisa berdiskusi, Nyonya?"

"Tidak di sini, pastinya," jawabnya. "Resiko tertular sangat tinggi di sini. Ayo, kita berdiskusi di rumahku."

Maka, keempatnya segera pergi menuju rumah Hartepak.

Ketika Neferuti menginjakkan kakinya kembali di ruang depan rumah itu, beberapa kenangan kembali berputar di kepalanya. Dia ingat, bagaimana waktunya habis dengan membaca di pojok ruang depan, dan berlatih di dapur mengenai berbagai macam jenis herbal.

Mereka duduk mengitari sebuah meja. Resnet mengeluarkan gulungan-gulungan papirus yang berisi catatan diskusi mereka sebelumnya.

"Para Wab melakukan ritual secara rutin tiap satu windu," jelas Hartepak, duduk di hadapan mereka sambil bersedekap tangan. "Aku tidak seharusnya mengatakan ini, tetapi tindakan mereka sia-sia."

"Ritual harus bersamaan dengan usaha," ujar Ini-Herit sambil lalu.

Kemudian, Ini-Herit menjelaskan secara detail mengenai temuan mereka, termasuk papirus yang ditulis para Wab, gulungan bangsa Jain, dan catatan bangsa Roma dan Yunani.

"Jadi, bisa disimpulkan kalau nigoda ini menyebabkan segala wabah mengerikan," kata Hartepak, setelah Ini-Herit selesai menjelaskan. "Dan sepertinya, tidak ada cara ampuh menghilangkan penyakitnya. Hanya ramuan untuk membantu melewati rasa sakit, yang bisa kita berikan."

"Beberapa papirus menyarankan pembedahan, tetapi resiko kegagalan sangat tinggi," kata Ini-Herit. "Jawaban paling memungkinkan adalah catatan bangsa Yunani. Pemberian udara segar yang intens dan konsumsi susu yang telah dipanaskan secara rutin dapat membantu penyembuhan."

"Bangsa Jain juga menganjurkan untuk konsumsi makanan berdaging yang dimasak dan istirahat yang cukup," tambah Neferuti.

"Berarti, kita harus memberikan penyuluhan terhadap masyarakat," kata Resnet. "Dan memantau kondisi mereka setiap hari."

Hartepak mendecak. "Kita tidak punya pilihan lain selain bekerja sama dengan pemerintah setempat. Aku tidak suka ini."

"Melihat tempat penyembuhan ala kadarnya tadi, aku setuju," timpal Resnet.

"Yeah, mau bagaimana lagi," Ini-Herit menggulung catatan-catatannya kembali. "Sepertinya kita harus mengunjungi mereka sekarang."

Mereka pergi mengunjungi sebuah kantor administrasi, dimana seorang bangsawan mengatur kependudukan di Memphis. Ini-Herit dan Hartepak mengambil alih diskusi sepenuhnya. Sementara itu, Resnet hanya sibuk mencatat tanpa mengeluarkan pendapat apa pun. Menurut Neferuti ini adalah hal yang tepat, sejak kedua gurunya itu cenderung lebih diplomatis.

Merasa bosan, maka Neferuti pergi meninggalkan kantor administratif. Dia pun berinisiatif mengunjungi tempat pemulihan. Setelah pamit kepada Resnet, dia pun pergi seorang diri.

Tempat pemulihan tidak bisa disamakan dengan Per Ankh, pikirnya. Tempat itu sangat kotor dan sangat tidak benar untuk menyembuhkan manusia. Neferuti bisa melihat tenda-tenda yang rendah, disangga hanya dengan kayu. Di atas pasir, terdapat tikar-tikar yang dilapisi oleh berbagai kain dan pelepah sebagai alas tidur pasien. Asap-asap mengepul terlihat dari kayu bakar.

Neferuti memasuki pagar kayu yang membatasi tenda penyembuhan dan dunia luar. Dia menghampiri seorang penjaga berbangsa Kemet di sana, lalu bertanya,

"Kemanakah penyembuh yang bertanggung jawab?"

"Mereka hanya datang dua kali dalam sehari, pagi dan malam," katanya. "Siang ini belum jadwal mereka untuk memantau."

Neferuti menaikkan alisnya. Artinya, tidak ada penyembuh yang siaga setiap waktu. Hal ini membuat Neferuti bingung dan marah.

Bagaimana bisa penyembuh meninggalkan pasiennya? Bagaimana jika mereka butuh sesuatu di jam siang?

Mata Neferuti meneliti orang-orang di dalam tenda. Kebanyakan pasien saat itu adalah anak kecil dan orang tua. Pemandangan ini membuat Neferuti sedih. Terbayang olehnya wajah Nekht.

Saat dia hendak berbalik, dia mendengar derap langkah terburu-buru yang berirama, disusul dentingan logam. Neferuti berbalik, terkejut melihat para tentara roma telah mengepung tenda penyembuh ini. Mereka mengenakan penutup wajah kain di hidung dan mulutnya. Tangan mereka membawa senjata, beberapa membawa pagar kayu seperti barikade.

Mereka membentuk formasi, mengelilingi tenda, menutup akses antar tenda dan lingkungan luar dengan pagar kayu itu. Terdengar seruan panik dari pasien di sana.

Ditengah kebingungan Neferuti, dia bisa mendengar suara Resnet yang menembus angin berpasir.

"Kami harus masuk!" suara Resnet terdengar. "Teman kami tertinggal di sana, dan menurutmu apakah kami harus diam?"

"Pusat ini sudah ditutup untuk dikarantina! Pergilah!" kata tentara Roma itu.

"Tapi....Oh, itu dia! NEFERUTI, AYO PERGI!" seru Resnet, melambai-lambai. Wajahnya terlihat luar biasa khawatir.

Namun Neferuti tidak bisa mendengarkan kata-kata Resnet karena fokus tatapannya hanya tertuju kepada tentara itu dan orang-orang yang terkepung bersamanya. Mereka tidak bisa keluar, Neferuti yakin itu.

"Tidak ada yang boleh keluar lagi!" seru tentara Roma, menghalangi Neferuti dan sisa gerombolan lainnya. Jantung Neferuti berpacu, akhirnya sadar bahwa dia sudah terjebak. Dia harus tinggal bersama pasien lain yang sudah terinfeksi. Dia pikir, dia baru akan diperbolehkan keluar setelah semuanya sembuh.

"Apa maksudmu?" tanya Hartepak, tajam. "Kalian melakukan pembatasan tanpa pemberitahuan, dan kalian membiarkan seorang Swnwt terjebak di sana?"

"Peraturan dari Pharaoh tidak dapat dilanggar," katanya. "Sayang sekali karena mereka berada di daerah ini."

Ini-Herit mencengkram bagian depan seragam tentara Roma, mengguncangnya. "Kau sudah gila?" tanyanya dingin. "Kau akan bertanggung jawab terhadap kehidupan seorang penyembuh?"

"Maafkan kami, Tuan Penyembuh," katanya. "Apa yang kalian tunggu? Segera pasang pembatas, dan bawa orang-orang diluar zona ini menjauh!"

"TIDAK! TIDAK! NEFERUTI!" Hartepak mencoba melawan, namun tentara yang lain menyeretnya semakin menjauh. Neferuti hanya bisa melihat ketiganya dibawa menjauh, dipaksa.

Sementara dia, kini harus menerima kenyataan bahwa hidupnya bisa berakhir di tempat ini.

***

Hanya butuh setengah hari bagi Neferuti untuk berdamai dengan kondisi ini. Awalnya, dia hanya bisa terduduk lemas. Namun akhirnya, dia sadar kalau dia harus melakukan sesuatu. Sehingga pada pagi buta keesokan harinya, dia pun mulai membersihkan tungku dan kayu bakar, kemudian merebus air.

Dia pun mendata bahan makanan apa yang ada di sini, dan tanaman herbal apa yang tersedia. Terdapat biji-bijian, sayuran hijau, berbagai minyak, madu, buah kurma, sedikit ikan, dan yang terburuk, persediaan herbal telah menipis.

Diluar perkiraannya, tidak ada susu dan daging di sana.

Para penyembuh lain tidak diperbolehkan masuk, dan para tentara tidak mau mendengar keluh kesah Neferuti. Sehingga, dia hanya bisa memecah kedelai dan kacang hijau, kemudian menghancurkannya menjadi bubuk. Sembari berdoa kepada Thot. dia pun merebus kedelai itu. Pikirnya, biji-bijian itu bisa menggantikan susu.

Siang hari mulai menjelang. Baru saja Neferuti hendak menuang air ke dalam tungku, dia mendengar seorang anak perempuan memanggilnya.

"Tolong, paman berwajah bulat terbatuk parah dan mengeluarkan darah!"

Neferuti mengabaikan kaki dan tangannya yang mendadak lemas, kemudian segera masuk ke dalam tenda dengan tergesa. Di sana, dia bisa melihat pria paruh baya yang sedang terbatuk hebat, memuncratkan darah dari mulutnya. Neferuti segera meraih kain bersih dari lemari kayu, lalu mengikatnya ke belakang kepala, menutupi hidung dan mulutnya sendiri.

Kemudian, dia menghampiri pria itu. Dia pun membantu pria itu agar berbaring kembali.

"Aku adalah seorang swnwt. Aku akan menyiapkan ramuan mu. Tolong, berusaha berbaringlah sementara waktu," kata Neferuti, berpikir untuk menggunakan persediaan terakhir herbal mereka untuk pria itu.

Ia kembali ke tempat memasak. Sembari menyaring rebusan kacang-kacangannya, dia pun mulai memasak ramuan yang menghangatkan badan. Pasalnya, pria itu terlihat kedinginan.

Tak lama, anak perempuan tadi ikut bergabung bersamanya.

"Apakah kau seorang swnwt dari Per Ankh?" tanya anak itu.

"Ya, aku datang dari Alexandria," jawabnya.

"Syukurlah," katanya. "Kupikir, kami akan mati. Aku sendiri mulai bergejala dan batuk sejak minggu lalu, tetapi syukurlah aku masih bisa berjalan. Namaku adalah Thaa."

Neferuti tersenyum dari balik cadarnya. "Aku Neferuti."

Anak ini memiliki sirkulasi metu yang baik, sepertinya, pikir Neferuti. Dia bisa menahan rasa sakitnya. Sepertinya, semua orang memiliki sirkulasi yang berbeda. Pencegahan memang solusi satu-satunya.

"Apa kau seorang diri disini, Thaa?"

"Ya. Orangtuaku tidak diperbolehkan untuk masuk," katanya. "Mereka bilang, kami penyebar wabah."

Neferuti merasa geram mendengarnya.

"Tidak apa, Thaa. Aku akan membantu kalian melalui semua ini," tekad Neferuti. "Bisakah kau menolongku terlebih dahulu? Aku harus menyiapkan ramuan untuk semua pasien."

"Dengan senang hati."

***

Dua hari berlalu, tanpa ada bantuan dan pasokan apa pun. Satu dua kali, Neferuti pikri pemerintah sengaja melakukan semuanya agar mereka mati kelaparan.

Tapi, Neferuti tidak bisa memusatkan pikirannya kepada hal itu. Dia harus berjuang, menyahuti semua panggilan menyakitkan. Dia harus memberikan makan kepada para pasien, membuat ramuan, kemudian menenangkan mereka.

Dua hari dia lalui tanpa istirahat. Malam hari teras singkat, siang hari terasa panjang.

Thaa tidak bisa diandalkan setiap saat, karena anak itu memiliki keterbatasan. Di malam hari, anak perempuan itu harus tidur atau sakitnya bisa bertambah parah. Sehingga, malam hari terasa lebih berat bagi Neferuti.

Pada malam kedua, dia bisa mendengar suara rengekan dari tempat tidur paling ujung. Di sana, ada seorang anak lelaki yang menangis, sesenggukan menahan sakit. Neferuti hanya bisa mendekat ke sana, lalu meraih tangannya.

"Apa kau merasa sakit?" tanya Neferuti dibalik cadarnya.

Dia menangis, "Badanku sakit semua! Aku ingin melihat ibuku sebelum mati!"

"Kau tidak akan mati!" celetuk Neferuti, kemudian berpindah duduk lebih dekat, dan menarik anak itu ke pangkuannya. "Sayangku, kau akan baik-baik saja. Obatnya akan bekerja. Kumohon, bersabarlah."

Dengan mata berkaca-kaca, Neferuti pun memeluk anak itu dalam pangkuannya. Ia menyandarkan dagunya di atas kepala anak itu, sementara tangannya mengusap-usap punggungnya, menenangkan.

"Pikirkanlah hal yang menyenangkan..." katanya, suaranya tercekat menahan tangisan. "Pikirkan langit yang biru, kicauan burung, dan matahari yang hangat. Lalu, cobalah untuk beristirahat."

Tangis anak itu pun mereda. Lama kelamaan, dia pun jatuh tertidur, membuat suasana malam kembali hening lagi. Hanya ada suara jangkrik yang Neferuti dengar, yang malah membuatnya semakin kesepian.

Setelah memastikan anak itu tidur dengan nyenyak, Neferuti membaringkan tubuh kurus itu ke atas alas tidur, lalu menyelimutinya. Dia mengusap dahi hangat anak itu, kemudian bersandar di dinding yang berada di sudut ruangan.

Neferuti mendesah, mengenyahkan lelah yang bertubi-tubi. Namun sayang sekali, selelah apa pun dia, tetap saja ia tidak bisa tertidur. Rasa sakitnya tak kunjung hilang.

Dalam diam, air mata pun mengalir dari kedua sudut matanya.[]

Thank you.


Continue Reading

You'll Also Like

6.3K 1.5K 34
Tara Wistham berusaha menjadi calon wali kota yang baik. Namun, tak ada yang menghendakinya. Ia bahkan berubah menjadi Host untuk memperjuangkan hak...
19.2K 2.3K 18
Elvan Gardenia si troublemaker sekolah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan seorang gadis manis bernama Lilacyta Serafina yang pertama kali ia l...
2K 432 36
16+ for violence [Fantasy, Adventure] Lebih dari sepuluh abad lamanya seisi Dunyia berdamai sebagaimana semestinya. Hingga suatu kala tertulis sepint...
13.4K 1K 31
Re, kenapa kita bisa sebut orang seperti "teman rumah, teman SMP, atau teman SMA"? Karena semua orang yang hadir di hidup kita memang ada 'masa'nya...