SEVEN ELEVEN

By SEMANTIC_ERROR01

35.1K 1.7K 347

Orlando Reeves, petualang yang akhirnya jatuh dalam lingkaran rumit seorang wanita yang bahkan namanya saja t... More

Mrs. Seven
Paket Kombo
Tabir Janda
Sheva Or Seven
More Than Vodka
Mikropartikel
The Queen
Prothera
This person is mine
Memory
Sekali lagi

Sheva's Angels

3.4K 191 37
By SEMANTIC_ERROR01

Happy reading chingu.

-------------------------------------------------------------------------------

Panti asuhan Al-Hikmah,

Jadi wanita ini pengurus, pemilik atau penghuni PA ini. Semua yang ada pada diri wanita garong itu ditutupi kabut tebal misteri. Aku serius melihatnya yang sedang sibuk mengurus beberapa anak perempuan disini.

"Om Iven, Om Iven tidur disini kan?" Tanya gadis kecil, Vivian.

"Pian, Om itu siapa?" Tanya gadis tembem di ranjang sampingnya.

"Pacar Bunda Sheva." Jawab Vian berbinar.

Gadis tembem itu melongo seperti tak tahu maksud dari kata pacar.

"Hush, darimana kamu tahu pacar-pacar begitu Viviana putri ?" Tanya Mrs. Sheva,

"Masih kecil nggak boleh ngomong pacar-pacar." Tambahnya.

"Iya, Om ini pacar Bunda Sheva." Kataku akhirnya mendekat pada gadis kecil tembem itu.

"Jadi kalau Om... Aduh siapa namanya Pian?"

"Om Iven." Kataku menjawab, memutar malas mataku. Aku tak suka anak-anak.

"Kalau aku namanya Jelinta, biasa dipanggil Inta." Katanya cerah sekali.

Hah, lelah, kenapa sih anak ini tak cepat besar saja. Mungkin karena sudah lama aku berada di kegelapan maka saat ada aura cerah nan suci bersih begini malah bikin aku pusing.

"Inta curang, icha nggak di ajak kenalan sama Om Iven." Tanya gadis kecil lainnya, wajahnya oriental.

"Om, Om, aku Navisha." Katanya sambil mengulurkan tangannya.

"Aku... aku...Yani." Histeris gadis kecil lainnya, juga mengulurkan tangan.

Oh god, kalau ini karma jujur ini berat, satu anak saja sudah bikin aku pusing. Ini ada sekumpulan anak menye-menye. Tapi melihat Sheva garong itu melihatku dengan gahar sambil melipat tangan di dada. Tatapan nya seolah berbicara, siapa suruh tadi nggak mau pergi. Akupun menjabat tangan gadis kecil itu kemudian menyebutkan namaku, Om Iven.

"Sudah,sudah acara kenalannya. Sekarang kalian tidur, jangan lupa berdoa." Kata Sheva sambil memasangkan selimut pada tubuh gadis-gadis kecil itu.

"Selamat malam." Katanya kemudian mematikan lampu dikamar itu.

Sheva berjalan keluar dari kamar, kemudian menutup pintunya pelan. Menghadap ke arahku yang juga mengikutinya keluar.

"Sekarang apa?" Tanyanya.

"Kamu maunya apa? " Tanyaku," Tapi jangan meminta pergi, karena aku ingin tidur disini."

"Aku tak yakin semua anak-anak disini aman, mengingat kau yang pedofil." Katanya dengan muka datar dan serius.

Aku membuka mulutku lebar, wanita ini benar-benar mengira aku pedofil. Mungkin karena kejadian Via, jadi dia mengira aku pedofil. Itu bukan salahku, Gadis itu tak seperti usianya walau aku juga mengira dia masih muda, tapi umur segitu juga tak bisa membuatku disebut pedofil kan?

Senista apapun kelakuanku, tak mungkin juga aku mau melakukan itu dengan gadis kecil seperti mereka. Aku masih di jalur yang benar. Masih menyukai dada kenyal dan montok. Tak ada terlintas untuk melakukan itu walau seberapa tak sukanya aku dengan anak-anak.

"Hah, Nona, kau salah sangka, aku tak mungkin melaku..."

"Siapa pria ini, Shev?" Kata seorang wanita tua yang baru datang entah dari mana, memotong kata-kataku.

Wanita tua itu tampak sangat bijaksana hanya dengan melihat raut mukanya yang tampak sederhana. Pasti wanita yang baik, pikirku.

"Nggak tau, nggak kenal, Umi! " Ucap Nona galak itu datar.

What?!

Bisa-bisanya emak tiri ini bilang nggak kenal denganku. Kalau gadis yang lain mungkin dengan bangga dan membusungkan dada saat bilang kenal dengan pria maha tampan sepertiku.

"Malam,Umi." Sapa ku SKSD memanggilnya umi.

"Malam, anda siapa?" Tanyanya dengan mengerutkan kening.

"Saya kenalan Sheva, saya ingin menginap umi." Kataku, to the point yang nekat.

"Menginap?" Tanyanya bingung.

"Itu umi, itu karena..."

ZRRRRRRSSSSSS

Tiba-tiba turun hujan dengan lebatnya, alam menolongku dari kebuntuan otakku memberi alasan.

"Hujan." Lanjutku tersenyum lebar.

"Baiklah, Sheva biarkan dia tidur di mushola." Katanya sambil tersenyum, sudah aku bilang wanita tua ini baik. Tapi tunggu, aku disuruh tidur dimana?

Mushola? Mushola? Mushola?

Orlando Reeves yang hebat tidur di Mushola. Ini horror. Seumur hidup bahkan hanya beberapa kali aku datang ke rumah Tuhan itu

Jujur, seumur hidup aku belum pernah melakukan ibadah apapun untuk agamaku. Aku benar-benar tersesat.

"Ini, kaos dan celana pendek untukmu ganti, Tuan." Kata wanita garang itu sambil melempar kaos dan celana pendek kotak kotak setelah mengantarkanku ke mushola.

Aku memegang pakaian itu, sudah lusuh. Aku tak mau memakainya, tekadku. Tapi masa iya, aku tidur dengan jas dan kemeja begini.

"Aku nggak mau, Bunda. Aku mau yang lain." Protesku.

"Kalau begitu pulang dan tidurlah di istanamu,Putri." Cemoohnya,

"Dan stop memanggilku bunda." Tambahnya.

Aku selalu kalah melawan wanita ini, auranya berbeda. Sepertinya emaknya setan kawin dengan bapaknya iblis, jadi anaknya serem begini.

Aku menuju kamar mandi yang ditunjuk oleh wanita itu. Ini yang mereka sebut kamar mandi? Sempit dan, ah yang jelas jauh dari kamar mandi di rumahku.

Aku memandang tampilanku, celananya norak dan kaosnya juga sangat bukan style ku. Jangan sampai wanita-wanita melihatku dengan tampilan tukang becak begini.

Sejak aku lahir sampai sudah jadi pria tampan begini, aku memang selalu steril dari yang namanya masalah ekonomi. Hidupku berlimpah kalau hanya uang dan harta.

Tidur di lantai mushola hanya dengan karpet begini adalah big disaster bagiku. Hanya karena wanita gahar itu, aku berani berkorban seperti ini.

Aku tak tahu, ini aneh.

Punggungku sakit, kepala dan leher juga kebas. Aku menggeliat, tidurku sangat tak tenang. Semalaman aku tak bisa tidur karena banyak sekali nyamuk disini. Semalaman yang ku lakukan hanya berperang melawan nyamuk.

Menjelang pagi aku baru bisa memejamkan mata dan tertidur.

***

"Om... Om...bangun, sholat subuh om. "

Aku menggeliat, siapa yang berani membangunkanku. Tak ada niatan ku untuk membuka mataku sedikitpun.

"Om...om...banguuuuuuuuun!"

Oh Tuhan, akan ku pecat para pegawaiku, karena berani berteriak saat aku tidur.

"Arghhhhhhhh, berisik!" Teriak ku.

Ku buka mataku, nyawaku masih tertinggal di dunia mimpi sekarang, atau aku masih di dunia mimpi, kenapa ada malaikat banyak sekali dengan senyum manis.

Aku menggelengkan kepala, tetap saja cupid-cupid itu berada disitu.

Ah, ini kan panti asuhan. Aku melihat gadis-gadis kecil itu sudah memakai mukena. Jelinta, Navisha, Yani, Viviana, tersenyum geli melihat ke arahku. Sheva's Angel sudah mau pergi mengukir surga.

Dan satu orang anak laki-laki mengitariku yang sedang tidur meringkuk.

"Om ini siapa?" Tanyanya.

"Om Iven, Om ini akan jadi Ayah kita, soalnya Om ini akan menikah sama Bunda Sheva, terus hidup bahagia."

Ahhhhh, pasti princess barbie yang mengajarkan cerita indah itu. Kau tak tahu hidup itu keras, bocah.

"Nggak! Paul yang akan menikah dengan bunda Sheva." Teriak pria kecil itu.

Geh, apalagi ini. Sainganku tak ada yang lebih besar.

"Ada apa ribut-ribut?" Tanya Sheva, yang sudah datang memakai mukena bersama umi dibelakangnya.

"Bunda Sheva kan sudah janji, mau menikah dengan Paul kalau Paul sudah besar." Kata anak laki-laki itu keukeuh.

"Tapi Paul tahu kan apa syaratnya? Paul harus mempunyai nilai terbaik dan peringkat terbaik sampai SMA nanti." Kata Sheva.

Sekarang siapa yang pedofil, wanita itu menjanjikan menikah pada anak 7 tahun. Dan syarat macam apa itu, aku sudah membuktikan itu belasan tahun yang lalu. Walau aku tak pernah serius dan selalu bolos, toh aku selalu memiliki nilai tertinggi di sekolahku yang level internasional. Bagaimana kalau dulu aku rajin dan serius, mungkin umur sepuluh tahun aku sudah jadi profesor.

Aku serius, aku tampan, genius, kaya raya, apalagi yang kurang? tapi kenapa wanita bernama Sheva ini, bahkan tak mau melihatku. Selama ini, wanita yang ku inginkan selalu dengan mudah aku dapatkan. Tapi wanita-wanita ku selama ini, membosankan. Aku tahu mereka hanya mengejar harta yang ku punya tapi aku tak keberatan, toh kekayaan keluargaku berlimpah.

Tapi aku bosan dengan hidupku yang sempurna. Ini tak lagi menarik. Aku butuh sesuatu yang beda, yang membuat gairah hidupku meletup. Pernahkah kau mengalami hal seperti itu?

Sejak pertama melihat wanita itu mengetik dengan serius dengan dandanan berantakan, aku mengerti apa arti dari kata menarik.Falling in love at the first sight, hmmm maybe .

"Ayo semua, saatnya sholat subuh." Kata Umi sambil menggiring anak-anak itu.

"Om Iven yang akan jadi imam kita subuh ini loh." Kata Sheva, yang bagaikan petir di siang bolong bagiku.

Aku yakin sekarang wajahku pasti pucat. Bagaimana bisa, bahkan aku tak tau bagaimana caranya. Ah sial, Aku tak pernah merasa seperti ini. Selama ini tak ada yang menanyakan tentang skill sholatku. Ilmu apapun aku kuasai dengan mudah, tapi aku lupa cara mendekatkan diri pada penciptaku.

"A... a.. aku... " Ucapku terbata.

Mrs. Seven melihatku dengan mimik muka yang sangat menyebalkan. Seperti ratu yang sedang melihat musuh yang berhasil ditakhlukkan dalam perang.

"Baiklah, anak-anak sepertinya Om Iven sedang datang bulan jadi tak bisa jadi imam hari ini." Katanya pongah.

"Sheva, jangan berbicara seperti itu di depan anak-anak." Tegur Umi.

"Datang bulan itu apa?" Tanya Paul kemudian.

"Sudah, sudah, ayo sholat semua." Tegas Umi.

Semua anak-anak yang berada disitu mulai meninggalkanku dan membentuk shaf sholat. Ada sekitar 20 anak yang mengikuti sholat subuh pagi ini.

"Hey Tuan Setan, keluar sana. Kami mau berjamaah sholat subuh." Kata wanita paling gahar di republik ini kurasa.

Aku berjalan keluar mushola, yang sebenarnya hanya ruangan kecil yang diperuntukkan untuk ibadah. Tak pernah aku merasa tak bisa apa-apa seperti ini. Kehebatanku meluruh, egoku jatuh pada dasar relung. Kulihat anak-anak itu begitu khusuk menghadap Tuhan nya, sedang aku yang hebat ini tak ada keberanian bahkan untuk bertemu dengan Nya.

***

Aku mengerjap, menggerakkan leher yang berasa sangat pegal. Ah, aku terduduk di depan mushola bersandar tiang. Entah sejak kapan aku tertidur disini setelah merenung tadi. Aku mengedarkan pandanganku disekeliling ruangan yang sudah tak ada orang di dalamnya. Aku mengangkat tubuhku kemudian berjalan ke ruangan di sebelahnya.

Dapur,ruangan ini lebih besar dari ruangan lainnya. Ada meja panjang dengan banyak kursi disini. Anak-anak sudah memakai seragamnya untuk yang bersekolah. Dan Sheva's Angel juga sudah mengenakan seragam mereka yang mirip seragam pelaut.

"Om Iven, baru bangun ya?" Tanya gadis kecil bernama Navisha.

"Om Iven belum mandi ya?" Tanya Vivian

Hello, pakai ditanya lagi, yasudah pasti baru bangunlah. Dan mata yang sembab dan muka seperti terkena badai sudah pasti belum mandi. Kenapa pertanyaan basi selalu keluar dari mulut anak-anak. Aku benar-benar tak menyukai anak kecil, sangat!

"Ya, ya, ya" Jawabku dengan memutar bola mata.

"Tuan putri sudah bangun rupanya." Celetukan siapa lagi yang beraroma penindasan kalau bukan Mrs. Seven

Aku membalikkan badan dan melihat Sheva sedang mengangkat baskom besar berisi sesuatu yang sudah tak kupedulikan lagi apa isinya. Dengan celemek motif bunga-bunga warna pink pucat seperti itu, keseksian bertambah berpuluh-puluh kali lipat. Rambutnya di gelung tapi anak rambutnya berantakan memberi efek eksotis, atau ini hanya khayalanku saja. Oh god, godaan apalagi ini, bahkan dia sedang membawa baskom. Kenapa wanita lain yang membawa baskom tak pernah terlihat seksi seperti ini.

Aku memutar badan mengikuti kemana wanita penjajah itu bergerak. WOW, aku ingin menerkamnya.

"Cie, cie, Om Iven ngeliatin Bunda Sheva." Seloroh Jelinta.

Berterimakasihlah pada sinetron di Indonesia yang sudah meracuni pikiran anak-anak. Aku mendelik memandang gadis 8 tahun bernama Jelinta, yang membuat gadis itu bukannya takut malah nyengir lebar.

"Kalau Om Iven menikah sama Bunda Sheva, berarti jadi Ayah kita kan?" Jerit Yani antusias.

"Hmmm, Bunda bisa jawab pertanyaan itu?" Tanyaku sambil menyeringai melihat wajah
Sheva.

"Om nggak boleh menikah sama Bunda, Bunda Sheva pacar Paul. Iyaa Bunda? " Kata jagoan kecil bernama Paul itu sambil mendelik ke arahku.

"Bunda bohong, Om yang akan menikah sama Bunda. Paul masih kecil pacaran saja sama Vivian." Cibirku

"Kok Vian, Vian nggak mau." Kata gadis itu dengan mulut mengerucut.

"Paul pokoknya pacaran sama Bunda!" Teriak nya hampir menangis.

PLETAK!

Centong nasi mengenai kepalaku, aku mengusap kepalaku pelan. Ini sakit, wanita itu mirip sekali preman pasar. Oh, aku lupa, memang dia anggota preman terminal.

"Apa kau gila!" Teriak ku.

"Kau tuan, apa otakmu tak ada, hingga kau berdebat dengan anak-anak."

Sheva memandang dengan tatapan mengerikan, kemudian kembali sibuk dengan piring-piring dan sendok di depannya. Aku menarik kursi disamping anak-anak itu kemudian menyangga rahang dengan tangan kiriku melihat gadisku, ya gadisku.

"Ayo anak-anak, ambil sarapan kalian, jangan berebut." Ucap Sheva.

Kemudian anak-anak itu, mulai berdiri dan berbaris mengambil sarapan mereka yang tersusun di meja. Sheva dengan telaten menyendok kan nasi dan lauk dipiring mereka. Kemudian mereka kembali duduk di kursi mereka setelah piring mereka terisi.

"Tuan setan, apa kau duduk disitu hanya untuk melihat anak-anak itu makan?" Tanya Sheva seperti biasa dengan memasang muka songong.

Aku berjalan ke meja panjang di depannya, melihat menu yang ada disana. Telur dadar, orek tempe, kentang apakah menu yang cocok untuk breakfast?

"Apa ini? aku nggak akan memakannya." Kataku.

"Baguslah, kau bisa pergi sekarang. Karena waktumu disini sudah habis."

"Ish, begitu sikap pada orang yang sudah berkorban untukmu, setidaknya kasih aku makanan yang layak, sereal mungkin." Kataku

"Pergi, dan kau bisa dapat sereal di rumahmu." Ucap Sheva sambil memandang ku lekat. Sangat mengintimidasi.

Pada saat bersamaan perutku memainkan simfoninya. Jangan tanyakan, aku hanya minum kopi Sevel sejak kemarin. Aku sangat lapar sekarang dan yang kudapati hanya tahu tempe itu. Kemana perginya roti, selai, keju, sereal di tempat ini.

"Baiklah, sepertinya aku bosan dengan sereal, ini aku rasa boleh dicoba." Kataku sambil memandang ngeri pada telur dadar yang sepertinya akan membuatku mual. Aku benci telur untuk sarapan.

Sheva menyendokkan nasi pada piring seng bergambar bunga berwarna hijau di tangannya. Dia menyerahkan piring itu padaku dengan tatapan datar biasanya. Aku memandang ngeri pada orek tempe dan telur dadar itu.

"Sini biar aku yang makan. Jangan memandang makanan dengan muka jijik seperti itu, kau tahu banyak orang yang membutuhkan makanan aneh ini." Kata Sheva panjang lebar.

"Aku akan memakannya, Bunda." Kataku cepat, walau sebenarnya aku ragu.

Aku membawa piring ke meja makan, berdoa dalam hati semoga aku bisa melewati uji nyali kali ini. Aku mulai menyendok suapan pertama, perlahan mulai memasukkan benda asing itu ke mulut ku. Mengunyahnya pelan. Dan...

Entah karena aku lapar atau karena memang masakan ini enak, karena telur dadar dan tempe orek ini enak sekali. Aku melahap lagi dan lagi hingga piring itu kosong. Aku rasa, aku harus meminta koki pribadi di rumahku untuk memasak seperti ini.

"Bunda, boleh ayah makan satu piring lagi?" Kataku sambil menyodorkan piringku yang kosong.

Sheva mengernyitkan keningnya, kemudian mengambil piring kosong ditanganku dengan masih menatapku heran.

"Berhenti memanggilku Bunda, dan kenapa? apa makanan aneh ini ternyata enak?" Tanyanya.

"Iya, mungkin karena Bunda memasaknya dengan cinta." Kataku sambil mendekatkan wajahku pada wajahnya kemudian menatapnya tajam.

"Kalau tahu kau yang makan mungkin aku akan mempertimbangkan mencampur racun didalamnya." Katanya judes sambil menyerahkan piring ke tanganku.

"Dan kau harus membayar untuk makanan ini." Tambahnya.

***

Aku sudah memakai jas dan pakaian formalku kembali. Sudah 30 menit yang lalu aku menelepon sopir pribadiku untuk menjemputku. Anak-anak juga sudah berangkat ke sekolah.
Sheva sedang sibuk mengurus 3 bayi di panti asuhan ini. Menurut informasi yang aku dengar ada sekitar 25 anak di panti ini. Tak banyak seperti panti lain karena memang panti ini cukup kecil dan hanya ada 4 pengurus di dalamnya.

Sebelum supir datang, aku kembali melihat-lihat dalam panti asuhan ini. Ada satu kamar menarik perhatianku di belakang. Kamar dengan nuansa monokrom, hitam putih, kamar Mrs. Seven.

Aku membuka handle pintunya yang ternyata tak terkunci. Hanya ada lemari plastik berwarna hitam di pojok kamar, satu kasur tanpa dipan diletakkan begitu saja dilantai dengan sprei hitam putih. Ada banyak buku-buku ditumpuk asal disisi yang lain. Sudah aku bilang wanita ini monoton, bahkan warna yang dipilihpun membosankan.

Aku mengambil salah satu buku dari tumpukan tinggi di pojok dekat lemari plastiknya. Aku mengernyitkan keningku, buku itu ditulis dengan bahasa yang aku ketahui berbahasa Jerman. Buku lainnya banyak menggunakan bahasa inggris, dan itu buku yang sangat rumit, buku keuangan dan ekonomi ada juga buku sastra berbahasa Perancis. Hampir semua buku ditulis dengan bahasa asing. Bahkan disana ada buku agenda dalam bahasa Inggris, seperti tentang riset ilmiah yang sangat rumit.

Disana ada coretan pulpen, digaris bawahi dan tampak sangat menguasai topik. Apa wanita itu yang melakukannya?

Aku mengambil tumpukan komik dipojokan, dan aku semakin terpaku saat melihat huruf-huruf yang tercetak disana menggunakan huruf kanji. Dan pada setiap sampul buku di kamar itu bertuliskan, Sheva fawwasy Wildblood.

Siapa wanita ini sebenarnya? Kalau dia hanya pengurus panti tak mungkin buku-buku yang di bacanya tampak tak biasa.

Aku harus segera menelepon Anggara.

***

Continue Reading

You'll Also Like

471K 1.4K 12
Area 21+++, yang bocah dilarang baca. Dosa tanggung sendiri yap. Jangan direport, kalau gasuka skip.
175K 15.2K 108
bertahan walau sekujur tubuh penuh luka. senyum ku, selalu ku persembahkan untuknya. untuk dia yang berjuang untuk diri ku tanpa memperdulikan sebera...
916K 50.2K 50
Ini adalah sebuah kisah dimana seorang santriwati terkurung dengan seorang santriwan dalam sebuah perpustakaan hingga berakhir dalam ikatan suci. Iqb...
233K 19.4K 33
Bagaimana jika seorang pendendam bertransmigrasi ke tubuh antagonis yang sama-sama di benci keluarga nya? Aruga Grasion, seorang pendendam di keluar...