Hot and Cold

By Defanny18

79.9K 5.3K 765

18+ He's so cold and i'm burning. He's ice and i'm fire. ****** Florine Salim (called: Rine) Ashraf Danujaya... More

0.0
Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11-
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Epilog

Chapter 23

1.3K 131 17
By Defanny18

Hari terus berganti hari. Ternyata meluluhkan hati Ashraf tidak semudah yang Rine kira. Mengikis jarak hubungan antara mereka cukup sulit, tembok yang dibangun Ashraf terlalu tinggi dan kokoh hingga membuat Rine kesulitan menerjangnya. Tapi apapun itu, Rine tidak akan menyerah. Rine yakin, segala sesuatu pasti membutuhkan waktu, begitu pun dengan Ashraf. Sejauh apapun dia mengisolasi dirinya, pasti akan ada saatnya Rine dapat menjangkau perasaan Ashraf.

"Ini Pak, ada beberapa tawaran interview untuk majalah, podcast dan talkshow. Untuk podcast dan talkshownya sendiri, saya lihat sih kontennya bagus-bagus Pak, bertujuan untuk mendidik dan memberikan pengetahuan, jadi nggak hanya sekedar entertain saja. Gimana, Pak?" Frans berdiri di hadapan Ashraf untuk memberikan laporan. Sementara itu, Ashraf fokus dengan komputernya.

"Selain itu?"

"Ini baru kemarin sih Pak, ada kiriman undangan dan proposal seminar dari Universitas Seni Yogyakarta dan meminta Pak Ashraf untuk menjadi narasumbernya."

Ashraf terdiam namun matanya masih tertuju pada layar komputer. "Acara seminar?"

"Iya, Pak. Seminar nasional untuk mahasiswa FTV."

Sejenak Ashraf terdiam. Ia kemudian menatap Frans. "Coba kirim undangan dan proposalnya, nanti saya kabari lagi setelah review."

"Baik, Pak. Kalau yang tawaran interview-nya bagaimana, Pak?"

"Bilang aja seperti biasa."

Frans mengangguk. "Oke, Pak. Itu saja Pak untuk saat ini."

"Terima kasih, Frans."

Frans lalu meninggalkan ruangan.

Sementara itu, Rine yang diam-diam menyimak pembicaraan mereka seraya memandang laptop-nya pun kemudian beralih menatap Ashraf. Ia memandangnya sejenak.

"Kenapa kamu nggak pernah terima tawaran interview?" Pertanyaan itu lantas membuat Ashraf menatapnya.

"Aku cuma nggak tertarik aja. Kebanyakan mereka hanya ingin tau sedikit tentang karya aku, sisanya pasti yang ingin mereka kulik adalah kehidupan pribadi aku."

Rine terdiam cukup lama.

"Aku pergi ke ruang editing dulu." Ashraf beranjak dan hanya diangguki dengan senyuman tipis oleh Rine.

Sepeninggalnya, Rine lantas membuka mesin pencarian di laptopnya. Ia pun mengetik nama Ashraf Danujaya. Tidak banyak foto-foto dan pemberitaan soal lelaki itu, sebagian besar adalah yang berkaitan dengan film atau series garapan rumah produksinya. Namun, Rine menemukan satu video, ternyata Ashraf pernah melakukan interview pada 2012, itu sudah sangat lama, dia bahkan masih terlihat sangat muda dan cukup kurus, wajahnya begitu polos, sepertinya usia Ashraf saat itu masih pertengahan 20-an.

Sepanjang menonton interview itu, Ashraf terlihat begitu santai dan lugas menjawab semua pertanyaan pewawancara mengenai projek film-nya. Ia tidak canggung sama sekali, Rine bahkan dibuat senyum-senyum sendiri melihatnya. Hingga pewawancara itu sampai pada satu pertanyaan yang berhasil membuat Ashraf terdiam menung.

"Kita—dan semua penonton di studio maupun di rumah, pasti tau. Your mother—she's a legend, a very big star pada masanya. Apakah, pilihan kamu menjadi produser ini tidak terlepas dari peran mamah kamu?"

Ekspresi wajah Ashraf terlihat enggan namun ia tetap berusaha untuk profesional. Akhirnya Ashraf menggeleng.

"Itu tidak ada hubungannya dengan mamah saya. Ini murni atas kemauan saya. Ketertarikan saya terhadap perfilman sudah muncul sejak saya masih kecil, jadi, influence terbesar yang membuat saya memilih menjadi produser tidak lain karena hobi saya yang suka membaca dan menonton film." Ashraf terlihat berusaha mengalihkan fokus pembicaraan. Namun pewawancara itu seperti belum menyerah untuk mengulik kehidupan pribadi Ashraf.

"Mamah kamu pasti bangga. Bagaimana kabarnya? Saya masih sangat ingat sekali, kabar ketika beliau memutuskan untuk vakum di puncak karirnya, itu adalah keputusan yang sangat mengejutkan. Terlebih saat itu namanya sedang melambung di kancah internasional. How is she? Apakah ada kemungkinan beliau akan kembali berakting?"

Ashraf kembali terdiam, sangat jelas ia merasa tidak nyaman dengan pertanyaan itu. Ashraf berdehem pelan sebelum berbicara. "Well ... mm ... kabar mamah saya baik, dan soal karirnya ... itu adalah keputusan mamah saya, dan apapun itu saya pasti akan selalu mendukung."

"Tapi, kabarnya selama ini Ashraf itu selalu kesulitan untuk bertemu dengan mamah. Apakah itu benar? Kenapa Raf? Apakah hubungan kamu dan mamah kurang baik?"

Ekspresi Ashraf terlihat jelas tidak senang mendengarnya, ia sepertinya sudah tidak nyaman. "Hubungan saya dengan mamah baik-baik saja, dan saya rasa, topik ini cukup sensitif karena terkait ranah privasi keluarga kami."

Rine menghela napasnya, mendadak ia kesal dengan presenter acara tersebut. Akhirnya Rine menutup video itu. Kini ia mengerti, wajar saja Ashraf tidak begitu suka disorot oleh media, mereka lebih tertarik dengan drama hidupnya dibandingkan prestasi dan karya yang Ashraf miliki selama ini.

***

Di sebuah kantor media online, seorang reporter memasuki ruangan redaksi pelaksananya. Ia memberikan amplop tersebut kepada redaksi itu.

Redaksi utama yang semula sibuk bekerja pun lantas mengalihkan pehatiannya, membuka amplop itu dan ketika melihat isinya kedua alisnya terangkat.

"Calvin Jeremy?"

Si reporter mengangguk. "Benar."

"Siapa perempun yang dia cium ini?" Tanya redaksi pelaksana saat melihat foto Calvin mencium wanita di sebuah club malam yang diambil secara diam-diam.

"Florine Salim, istri Produser Ashraf Danujaya."

"Mereka selingkuh?"

Reporter itu mengedikkan bahunya. "Belum bisa dikonfirmasi."

"Dari mana kamu dapat foto-foto ini?"

"Ada yang mengirimkan ke kantor kita pagi ini, pengirimnya anonim."

Redaksi pelaksana itu terdiam sejenak seraya melihat satu per satu foto tersebut. "Wah, bisa viral banget nih kalau sampai artikelnya rilis. Ini bisa jadi berita eksklusif media kita." Ia kembali menatap reporter tersebut. "Coba kamu cari tau dulu, bagaimana hubungan mereka."

"Oke, Pak."

"Kira-kira siapa ya pengirim foto ini ...." ia bergumam.

***

Di dalam mobil saat sedang perjalanan pulang, Rine duduk di sebelah Ashraf yang sedang menyetir. Ia sibuk memainkan ponsel, melihat-lihat konten makanan di media sosialnya ternyata membuat perut Rine bergejolak lapar.

"Ngeliatin makanan terus jadi bikin laper deh," ucap Rine memecahkan keheningan.

"Mau makan apa?" Tanya Ashraf langsung peka,.

"Makanan kesukaan kamu apa?"

Ashraf terdiam cukup lama, ia berpikir, tidak ada makanan spesifik yang muncul di kepalanya. Ia bisa memakan apapun yang menurutnya enak. Tapi malam ini, tiba-tiba muncul satu makanan di pikirannya.

***

Sepanjang hidupnya, untuk pertama kalinya, Rine akhirnya merasakan makan di warung pinggir jalan. Ia tidak bisa berhenti mengedarkan pandangannya, menatap orang-orang yang dengan lahap menikmati makanannya di atas meja panjang dan kursi plastik. Belum lagi ditambah suara bising lalu lalang kendaraan serta suara orang-orang yang berbicara membaur menjadi satu. Hanya ada kain bergambarkan ayam, bebek, dan ikan lele yang mengelilingi warung tersebut sebagai penutup. Rine sangat terkagum-kagum.

"Pesan apa, Mas?" Seorang pelayan pria datang menghampiri meja mereka.

"Kamu mau apa?" Ashraf bertanya kepada Rine.

Rine yang semula sibuk menatap kesana kemari pun lantas beralih memandang Ashraf. "Samain aja kayak kamu." Ia tidak tahu makanan apa yang enak di sini, akhirnya Rine memutuskan untuk menyerahkannya kepada Ashraf.

"Pecel lelenya dua pakai nasi semua, sama ayam goreng satu tanpa nasi, minumnya es teh dua."

Pesanan Ashraf langsung dicatat oleh pelayan dan tak lupa menyebutkan ulang pesanannya.

"Ditunggu ya, Mas."

"Oke, terima kasih."

"Kamu sering makan di sini?" Tanya Rine begitu pelayan itu pergi.

Ashraf mengambil tisu dari kotak berbentuk bulat. Ia mengelap meja di sekitarnya juga di depan Rine, memastikan agar benar-benar bersih.

"Lumayan. Rudy sering ngajak aku makan di sini."

"Oh ya? Berdua aja?"

Ashraf mengangguk. Ia pun meletakkan kedua tangannya di atas meja. Kemudian datang dua pengamen, di tengah-tengah ramainya suara orang yang berbicara, ia menyanyi dengan suara merdunya.

"Ini first time loh, aku makan di warung pecel lele."

Ashraf yang sedang memandang pengamen itu hanya menyunggingkan sedikit senyumnya.

Pelayan tadi pun kembali datang meletakkan dua mangkok plastik berisi air.

"Ih unik banget tempat air minumnya, mangkok plastik."

Tatapan Ashraf langsung melesat pada Rine. Matanya melebar melihat Rine yang hendak meminum air tersebut, dan dengan cepat Ashraf langsung menahan tangan Rine.

"Jangan. Itu air buat cuci tangan."

"Hah?" Rine terbengong, dan dengan ekspresi bodohnya ia kembali meletakkan mangkok itu. "Aku kira ini air putih buat diminum ...."

Wajah polos Rine sontak membuat Ashraf tertawa. Ia benar-benar tergelitik dengan tingkah polos wanita itu, sangat berbanding terbalik dengan sikapnya yang kerap kali menggoda Ashraf. Ternyata ada sisi lain Rine yang seperti itu.

"Kalo kamu nggak nahan tangan aku kayaknya udah aku habisin deh."

Masih tertawa, Ashraf menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia pun mengambil air mineral dalam botol yang terletak di ujung meja, lalu membukanya dan memberikannya kepada Rine.

"Ini baru bisa kamu minum." Ia berusaha menahan tawanya.

Rine dengan senyum malu pun mengambil botol air tersebut lalu meneguknya. Ia kemudian mengelap sudut bibirnya dengan punggung tangan.

"Tapi biasanya ada 'kan restoran yang ngasih air putih gratis?" Rine masih berusaha membela untuk mengubur rasa malunya,

Ashraf mengangguk. "Ada. Tapi kalo kamu makan di tempat seperti ini, dan dikasih mangkok air, itu bukan untuk diminum, Rine."

Hidung Rine mengernyit, ia tidak bisa melawan lagi. "Oke, itu pengetahuan baru untuk aku. Terima kasih."

Ashraf terkekeh. "So funny," lirihnya seraya mengalihkan pandangan.

Melihat senyum Ashraf membuat Rine terpana. Sudah lama sekali ia tidak melihat wajah Ashraf yang seperti itu.

Pesanan mereka pun datang, Ashraf dengan sabar mengajarkan Rine cara menikmati makanan tersebut. Mulai dari membasuh tangan terlebih dahulu.

Tingkah lucu Rine membuat Ashraf tak bisa berhenti untuk tersenyum lebar hingga matanya menyipit. Tanpa rasa malu Rine bertingkah seolah-oleh sebagai reviewer makanan. Ia menjelaskan setiap rasanya dengan detail, ekspresinya begitu mendalami, apalagi ketika memakan sambal, sampai-sampai membuat dirinya tersedak. Ashraf pun dibuat terpingkal-pingkal karena melihat ekspresi wajah Rine yang lucu. Sepanjang makan, Rine benar-benar tidak bisa diam. Ashraf lalu memberikan gelas es teh dan langsung dihabiskan oleh Rine.

"Mas, request lagu dong!" Secara tiba-tiba Rine mengangkat tangannya, berbicara kepada pengamen yang masih berada di depan.

"Boleh, Mbak. Mau lagu apa?"

"Apa ya ... mm ... Andra and The Backbone deh, Sempurna."

"Okee."

Kau begitu sempurna, dimata ku kau begitu indah
Kau membuat diri ku, akan s'lalu memuja mu ...

Untuk kesekian kalian Ashraf tersenyum, kali ini senyumnya tidak begitu lebar, lebih seperti senyuman tulus yang ia tunjukkan ketika hatinya tersentuh akan suatu hal. Entah kapan terakhir kali perasaan Ashraf sebahagia ini, malam ini dirinya begitu banyak tertawa karena Rine.

Atensi Ashraf teralih saat merasakan ponselnya yang terus bergetar. Ia pun mengambil ponselnya dengan tangan kiri dari saku jaketnya, saat melihat nama pemanggil itu, otomatis Ashraf memberitahu Rine untuk mengangkat telfon terlebih dahulu.

Tidak lama kemudian Ashraf kembali, tapi dengan ekspresi wajahnya yang dingin. Tidak ada binar mata dan senyuman lagi di bibirnya. Hal itu pun membuat Rine bertanya-tanya. Kali ini ada apa lagi?


To be continued ...

Continue Reading

You'll Also Like

27.6K 1.7K 38
Semakin kau berlari maka akan semakin ku mengejarmu_ Gautama .... Nattaya Gema Pratista hanya seorang gadis biasa yang memiliki dan fokus dengan duni...
213K 15.5K 98
Sebuah lanjutan perjalanan cinta dari Ales, Captain Pilot penerbangan pesawat komersial ternama dan Oceana, artis kelas dunia mempertahankan cinta me...
352K 22.4K 81
🖤 Mafia romance and sweet boy 🖤 "Hold on my dear. You woke him up first, so you also have to put him back to sleep" Mile phakphum Romsaithong (32...
188K 35.6K 50
#TAMAT# Kyoru Mira. seorang jiwa yang tersesat. Dia digiring dalam permainan Otome untuk menentukan reinkarnasi yang berikutnya. Namun, siapa sangka...