See You Yesterday

By user69540117

112K 15.4K 3.7K

STORY 20|FANTASI See You Yesterday Sampai bertemu di masa lalu. Menjadi seseorang yang beruntung bisa datang... More

⏳ See You Yesterday
⏳ Pertemuan Kembali
⏳ Menumpang
⏳ Parasit
⏳ Memanfaatkan
⏳Menjadi Sepasang
⏳ Belajar Jadi Pasutri
⏳Orang Yang Sama?
⏳ Alur Yang Berubah
⏳ Malam Mingguan
⏳Pertengkaran Pertama
⏳ Pelanggan Pertama Dan Terakhir
⏳ Bukti
⏳ Sentimen
⏳ Yesterday Dan Tipu Muslihatnya
⏳ Penolakan
⏳ Sedikit Lagi
⏳ Tapi Bukan Soal Makan
⏳ Bohong
⏳ 18+

⏳ Sampai Bertemu Di Masa Lalu

8.6K 1K 193
By user69540117

🎶 SATELITE-OST CHICAGO TYPEWRITER

Part 2, mungkin kalian udah baca tapi bagi yang belum, mari baca

Boleh dong donasikan absen kalian di sini 🗑️

Berikan banyak cinta untuk cerita ini yaa

ZEFMON akan senang jika membaca banyak komentar baik 😆🤙

Berikut castnya, dari segi bayangan dan feel, mereka yang paling dapet nih

Semoga kalian juga yaaa


Prico Aruan Bahrutala
38 Tahun
Pengembang Aplikasi/Teknologi

(Yang nonton kingdom pasti tahu siapa ahjuicy ini 🤙)

Yesterday (21 tahun)
Lulusan SMA
Pekerja serabutan alias apapun dikerjain untuk menunjang kehidupan


Tahun 2023

"Sayang makannya dikit banget, kamu lagi diet apa gimana?"

"Lagi ngurangi karbo Ma, banyakin protein biar jaga bentuk badan. Di usia segini kan harus jaga kesehatan juga."

"Ouhh Mama kirain masakan buatan Mama udah gak enak lagi di lidah kamu. Nggak usah lah kamu olahraga berlebihan, apa itu? Gym ya? Badan kamu udah bagus segini."

Seperti biasa, Sang mama menyentuh telinganya kalau sedang gemas. Padahal ia sudah berumur 38 tahun, sudah bukan anak kecil yang suka dibeginikan. Tapi nasib jadi anak tunggal kesayangan Mama ya begini.

"Kamu kebanyakan bentuk badan jadi bagus tapi gak ada tuh calon menantu yang kamu bawain Mama," sindir Sang mama. "Mama padahal udah gak sabar loh mau nimang cucu. Pasti lucu kayak kamu pas bayi."

Prico tersenyum, ia menghabiskan jus sayur campur nanas di gelasnya. Lirikan matanya mengarah pada handphone Sang papa yang bergetar. Bukannya mengangkat handphone tersebut, Papanya malah membalikkan handphone yang berada di atas meja makan.

"Kenapa gak diangkat Pa?"

"Lagi sarapan bareng kalian, gak usahlah, kerjaan bisa belakangan kok. Ya kan Ma?" tanyanya pada Sang istri.

Istrinya membalas dengan sentuhan sayang di lengan suaminya. "Papa tuh dari dulu gak pernah loh mau lihat handphone kalau lagi sama Mama. Papa sesayang itu sih sama Mama ya."

"Bucin," cibir Prico. Pelan tapi terdengar.

"Prico, kamu cepet nikah gih biar ngerasain juga gimana dicintai sama pasangan," balas mamanya. Di usia yang sudah tak muda ini, ia masih terlihat cantik.

"Loh Pa, cincin nikah kita mana? Tumben Papa gak pakai?" menyadari ada yang hilang dari jari manis suaminya, ia mengangkat tangan sang suami mendekat ke wajahnya untuk memastikan penglihatannya tak salah.

Prico mengetuk pelan meja dengan jemarinya, ia menunggu saat-saat di mana Papanya mengatakan kebohongan yang telah ia ketahui akan terjadi di masa depan.

"Oh ini? kan tadi Mama yang lepasin, Mama bilang cincinnya lepas dulu kan?" jawab Sang papa yang agak di luar dugaan Prico.

"Loh memang Mama yang lepasin?" kening mamanya mengkerut. Tak berlangsung lama karena papanya segera mengecup tangan Sang istri.

"Iya Helen sayang, kamu yang minta Papa loh tadi. Kamu mulai lupa?"

Meski tampak belum mengingat betul, istrinya percaya saja.

Tidak dengan Prico yang menyunggingkan senyum miring di balik gelas yang menempel di bibirnya. Sudah dimulai. papanya jelas sudah menunjukkan belangnya. Jika Mamanya bisa percaya, tidak dengannya yang sudah selangkah lebih tahu masa depan.

Selesai sarapan, Prico menaiki anak tangga menuju lantai dua rumahnya yang terbilang cukup tinggi untuk ukuran manusia. Rumah megah ini memang dirancang sedemikian besar bak istana.

Tak heran karena saat sang papa menikahi mamanya, menjadikan sang Mama seorang putri adalah sebuah syarat yang kakeknya ajukan. Maka tak ayal, sekarang rumah yang beranggotakan tiga orang keluarga ini sudah seperti istana saja.

Prico menarik laci, mengambil jam tangannya dari dalam sana. Ia sudah memakai setelan jas yang membalut kemeja hitam ngepres di badannya. Dengan tinggi badan 188 cm, kulit yang agak kecoklatan, mata sipit tanpa lipatan kelopak mata dan potongan rambut undercut yang telah ia tata dengan gel rambut, Prico cukup percaya diri gadis pelakor itu akan jatuh hati padanya dengan sekali pertemuan.

Hari ini, ia akan menyetel waktunya untuk kembali ke masa lalu. Ia jauh-jauh datang ke sana untuk menemui gadis yang menjadi sumber kehancuran hidupnya di masa depan. Tentunya, ia bukan orang bodoh yang bermodalkan nekat, ia telah mencari tahu semuanya.

Sudah berkali-kali ia kembali ke masa lalu untuk memantau gadis itu. Mulai dari caranya bertemu Sang papa, tanggal dan tempat bertemu.

Saat datang ke masa depan yang belum terjadi, Prico tanpa sengaja menemukan artikel yang sedang ramai menjadi buah bibir. Pasalnya nama Benigno Bharutala--sang Papa--menjadi nama yang paling dicari. Setelah kecelakaan yang menimpa istrinya, muncul konspirasi lain yang mencuat ke permukaan hingga menjadi konsumsi publik.

Diberitakan bahwa Menteri Lingkungan dan Sosial telah melakukan pembunuhan berencana terhadap istrinya sendiri untuk menutupi perselingkuhannya. Fakta mengejutkan lain, ia telah memiliki anak dari hubungan gelapnya. Memfalitasi selingkuhannya dengan uang milik negara.

Malam di mana ia kembali menyaksikan kecelakaan mamanya, entah sudah yang keberapa kali, Prico berdiri bersama kerumunan lain. Sebelum ambulance datang, ia melihat di dalam mobil terdapat sebuah kertas yang berada dalam genggaman mamanya, anehnya kertas itu menghilang tanpa jejak dari antara barang bukti.

Untunglah ia telah memotret dari jauh lalu memperbesar foto tersebut.

Rupanya itu adalah kertas hasil tes DNA di mana ditemukan kecocokan 99%. Hal ini memperkuat ucapan terakhir mamanya sebelum benar-benar tewas.

Di malam tragis itu, mamanya melakukan panggilan telepon padanya yang tengah berada di luar negeri karena menghadiri sebuah pameran teknologi.

"Prico, Papamu punya selingkuhan lain. Dia jauh lebih muda dari Mama, mereka punya anak."

Prico menutup matanya. Ia melihat ke dalam cermin sekali lagi untuk meyakinkan dirinya bahwa apa yang akan dilakukannya ini semata-mata untuk menyelamatkan keluarganya. Ia tidak mengambil langkah yang salah.

Ketukan pintu membuyarkan pikirannya yang berkelana sejak tadi. Pintu terbuka sebelum ia beri izin, sudah tahu siapa yang hendak masuk.

"Prico sayang, kamu mau kemana? Kok ganteng banget."

Sang mama datang di sampingnya, ia ikut memperhatikan putranya dalam cermin. "Gantengnya anak Mama. Kalau kamu berpakaian rapi gini, Mama jadi takut kamu mau pergi ninggalin Mama lagi. Jangan ya sayang, sejak dulu kamu selalu aja pergi sekolah yang jauh. Sekarang kan kamu sudah dapat yang kamu mau, jangan tinggalin Mama lagi ya?"

Mengetahui apa yang akan menimpa Mamanya di masa depan, hati Prico makin teriris. Ia berbalik menghadap Mamanya, memberikan pelukan sebelum pergi.

"Aku mau pergi Ma, tapi gak lama, aku bakal ngasih kabar ke Mama."

"Tuh kan... Kamu beneran mau pergi, kenapa gak bilang dari semalam sih sayang?"

"Karena Mama kayak gini, aku tahu kalau bilang dari semalam Mama pasti gak bisa tidur kan?"

Prico melepaskan pelukan eratnya. Ia meminta mamanya untuk duduk di ranjang, sementara ia membungkuk memegangi tangan wanita yang paling disayanginya itu.

"Kali ini beneran urusan yang penting, Ma."

"Ke mana?"

Prico sengaja tak mau melihat mata mamanya. "Tempat jauh. Mama gak mungkin ke sana."

Ia bisa bilang begitu karena mengingat kejadian yang lalu-lalu, begitu tahu ke negara mana dirinya pergi, mamanya diam-diam mengirim orang ke sana untuk memata-matainya. Seprotektif itu mamanya, padahal berulang kali ia tekankan bukan anak kecil lagi.

"Aku gak bisa kasih tahu Mama, tapi yang jelas, tahun depan dan tahun-tahun yang akan datang aku akan berada di sini sama Mama. Nanti kita jalan-jalan bareng, kita beli makanan kesukaan Mama, pergi ke negara yang Mama mau. Sampai hari itu tiba, Mama harus jaga diri, ya?"

Walau berat menganggukkan kepalanya, mamanya tetap mengulum senyum. Apapun yang putranya inginkan ia akan berikan.

"Kalau gitu, Mama akan tunggu kamu di sini. Kamu harus kembali ya."

"Eumh. Pasti."

Sudah bukan hal mengejutkan lagi jika putranya itu pergi lama dan hanya singgah sebentar di rumah mereka. Setelah menghabiskan masa kecil hingga SMA di Indonesia, Prico melanjutkan kuliah S1 dan S2 di luar negeri, tempat yang memungkinkannya untuk memacu kemampuan lebih hebat sebagai seseorang yang menggeluti bidang teknologi. Berkat itu pula putranya bisa menjadi salah satu pembuat aplikasi yang jutaan orang gunakan tiap harinya.

Bukannya pergi ke bandara, mobil Prico melaju cepat dari jalanan ramai menuju rute yang jarang orang lewati, orang-orang sering menganggap wilayah ini sebagai daerah sepi yang sekelilingnya dipenuhi pepohonan menyeramkan, hanya ada beberapa bus dan truk besar yang lewat. Namun di sinilah tempat yang tepat untuk membangun pusat penelitian mesin waktu oleh beberapa ilmuwan ternama.

Mereka berhasil menemukan celah antara ruang dan waktu yang memungkinkan orang untuk menjelajah waktu. Prico menjadi subjek yang mendapat kesempatan untuk mencoba menjelajah waktu. Berkat itu juga, ia bisa menciptakan berbagai aplikasi yang manusia masa depan butuhkan.

Menurut Prof Anh, Prico adalah satu-satunya orang yang mau kembali ke masa lalu. Subjek lainnya hanya ingin ke masa depan untuk mengambil keuntungan bagi mereka. Karena kembali ke masa lalu punya risiko besar yang mungkin merusak sejarah.

Prico sudah mencoba untuk membuat banyak rencana menggagalkan pertemuan papanya dengan gadis itu, namun itu mungkin akan berpengaruh ke variabel lainnya. Dari yang ia pelajari, jika tak jadi dengan papanya, gadis itu mungkin akan merebut suami orang lain. Untuk itu, ia sendiri yang akan menjadi bagian dari percobaan.

Ia berencana untuk menggantikan posisi papanya, sehingga yang berubah adalah takdir dirinya di masa depan bukan yang lain. Lagipula ia belum menikah, tak ada istri yang akan ia lukai hatinya.

"Sudah siap? Jangan lupakan apa yang saya katakan, sedikit apapun perubahan yang kamu buat di sana, itu akan sangat berpengaruh di masa sekarang dan masa yang akan datang," tekan Prof Anh di depan kaca mobil Prico yang terbuka.

"Saya akan melaporkan pada Prof apa saya berhasil membelokkan takdir dengan mesin waktu buatan Prof, jika ternyata benar, bukankah ini memberikan dampak bagus untuk perkembangan penelitian kalian?"

"Tapi ingat, saya dan rekan yang lain tidak akan mengambil andil apapun dalam setiap risiko yang kamu alami."

Prico menyalakan mesin mobilnya. Ia mengayunkan kedua jarinya di pelipis, "Sampai bertemu di masa depan yang telah berubah, Prof."

Ia melirik jam tangan digitalnya yang telah tersetel ke tanggal, bulan dan tahun yang ingin ia datangi.

Sedetik kemudian kakinya memijak gas mobil yang kini melaju kencang menjalani tanah kering tanpa aspal. Rumput yang tadinya berwarna hijau perlahan jadi merah bersamaan dengan dekatnya portal waktu lain.

Prico menaikkan kecepatan saat melihat jalanan di depannya sudah terhalang portal seperti kaca transparan yang bergelombang.

***

Kakinya menginjak rem. Ia mengangkat wajahnya yang terbentur stir mobil.

Prico melihat jam tangannya. Ia tersenyum saat menyadari dimana dirinya berada sekarang. Waktu dan tanggal di handphonenya telah berubah, ia berada di tahun 2022, tahun dan bulan di mana harusnya Sang papa baru akan bertemu dengan selingkuhannya.

Prico keluar dari mobilnya setelah memarkirkan mobil di garasi rumahnya. Rumah yang sengaja ia beli untuk ditinggali di tahun ini. Karena sebenarnya, saat tahun ini dia tak sedang berada di Indonesia. Dirinya yang ada di masa ini sedang berkeliling bebas di luar negeri. Karenanya ia merasa aman harus datang ke tahun ini, ia tak akan bertemu dirinya di tahun 2022.

Prico menaiki anak tangga yang terbuat dari kayu pilihan, desain rumah ini memang didominasi kayu mahoni dan jati. Ia membuka ruang khusus di lantai dua, ruangan di mana ia melakukan riset mendalam mengenai gadis yang akan ia temui hari ini.

Foto dan segala hal yang berhubungan dengan gadis itu sudah ia tempel di dinding, ia juga mencari tahu kapan harusnya Sang papa mengenal gadis ini.

"Yesterday, 21 tahun. Hanya lulusan SMA karena keterbatasan biaya, ibunya telah meninggal, ayahnya tukang judi yang terlilit hutang lalu melarikan diri ke Filipina." bibirnya menggumam sambil menyentil foto gadis yang telah merusak keluarganya.

Sebenarnya ia sudah pernah menemui gadis ini di masa depan, tepatnya saat mengikuti papanya ke apartemen mewah yang menurut desas desus berita merupakan tempat persembunyian selingkuhan papanya.

Saat mengetuk pintu, gadis ini yang membukakan, dia hanya memakai bathdrobe, rambutnya yang diwarnai merah itu masih basah sehabis keramas, Prico sempat melihat sepatu milik papanya yang ada di dalam apartemen.

Tapi saat itu Prico berdalih jika dirinya salah mengetuk pintu. Ia hanya ingin melihat secara langsung wajah gadis yang telah mencari masalah pada dirinya.

Malam ini, tepatnya pukul 10, Prico berdiri di depan sebuah restoran tempat gadis itu bekerja. Ia menunggu waktu yang tepat untuk masuk. Tidak, sebenarnya bukan hari ini timeline untuk papanya dan gadis itu bertemu. Prico hanya ingin melakukan pendekatan sebelum benar-benar menjebak gadis itu di hari H.

Saat restoran mulai sepi pengunjung, ia baru masuk. Gadis incarannya itu sedang mengelap meja bekas pelanggan yang baru saja pergi. Prico menghampirinya.

"Yesterday?"

Tangannya berhenti mengelap meja. Ia menolehkan wajahnya yang terlihat lebam. Bibirnya kering dan pucat. Jauh berbeda dengan sosok gadis yang Prico temui di masa depan. Rambutnya saja kecoklatan dan kering.

"Ya, ada yang bisa saya bantu Pak?"

Gadis itu sedikit bingung bagaimana Prico bisa tahu namanya, namun ia segera menunduk melihat ke nametag seragamnya. Oh ternyata dari sini tahunya.

"Saya... "

"Ya?"

"Saya jodoh kamu, saya jauh-jauh datang kemari hanya untuk menemui kamu."

"Semacam pangeran berkuda putih?"

"Mungkin."

Gadis itu mengamati penampilan Prico dari atas sampai bawah.

"Bapak-bapak zaman sekarang tuh emang lagi lucu-lucunya ya?"

Baru percobaan pertama, wajah Prico sudah mau dilempar oleh lap kotor. Ia kira gadis ini bermulut manis dan lembut terlebih melihat setelan jas yang ia kenakan, harusnya dia sopan kan kalau ketemu orang dari kalangan atas.

Gadis itu melempar lap kotor ke meja lalu melepaskan seragam restoran yang dikenakannya.

"Bapak orang stres ya? Hari ini saya udah ketemu sama dua bapak-bapak lain yang gila. Pertama ngeraba pantat saya, kedua mau coba ngelus lengan saya pas anter makanan ke mejanya!" gadis itu melotot, ia menaruh kedua tangannya di pinggang. "Hidup saya udah capek Pak, tolong jangan bikin saya makin stres. Bapak pikir saya gak tahu kalau bapak sering lihatin saya dari luar, hah?!"

Di luar dugaan, gadis ini punya kecepatan bicara melebihi perempuan rata-rata. Prico tak diberi kesempatan untuk menjelaskan.

"Saya tadi cuma-"

"Apa?!"

"..."

Prico sampai memundurkan tubuhnya karena gadis itu terus maju. Kenapa jadi dirinya yang ciut begini? Harusnya kan dia lebih unggul dalam segi apapun.

Gadis itu pergi membalik sign board di kaca restoran menjadi tanda tutup. Ia lalu membuka lebar pintu.

"Silakan keluar, restoran kami tidak melayani orgil."

Telunjuk Prico terangkat hendak mengomeli balik, tapi lagi-lagi keburu dipotong habis sama gadis itu.

"Apa? Mau laporin saya ke atasan? Laporin aja, ini hari terakhir saya kerja di sini!"

Tangan Prico kembali turun. Pantas gadis ini begitu kurang ajar padanya, rupanya sudah mau berhenti kerja.

"Tunggu apa lagi? Kenapa belum keluar?!"

Wah, Prico sungguh tak menyangka tipe kesukaan papanya tuh yang modelan macan betina begini. Jauh berbeda dengan mamanya yang elegan dan penuh kelembutan sutra.

Prico melangkah keluar sambil memasukkan tangan ke saku celana, paling tidak ia ingin keluar dengan cara lebih berwibawa, tapi gadis kurang ajar itu malah mendorongnya dari belakang.

"Tck! Lama banget jalannya. Bikin saya makin lama balik aja!"

Gak cuma itu, dia masih memanggil Prico dengan sebutan yang sungguh diluar nalar.

"Pakde, lihat ini!"

Tepat saat Prico menoleh, gadis itu sudah mengacungkan jari tengahnya. Pakde? Ia bahkan risih dipanggil Mas selama ini.

Saking kesalnya, Prico ingin sekali menarik bibir gadis itu. Terlalu sulit untuk Prico toleransi. Bocah ingusan yang tak tahu sopan santun.

Padahal niatnya bilang begitu pas datang tadi hanya untuk bercanda, dikiranya gadis itu akan membalas candaannya atau paling tidak menggodanya karena dia pasti menyukai pria kaya. Ternyata dugaannya meleset. Apa mungkin gadis itu memang suka pria beruban seperti papanya yang sudah tua jadi apabila meninggal cepat semua harta mengalir ke gadis itu?

Untuk sementara Prico menyimpulkan begitu. Karena perutnya masih kosong, ia pergi ke minimarket terdekat untuk membeli onigiri dan sebotol air mineral. Namun saat baru saja masuk kembali ke dalam mobilnya, ia memicingkan mata melihat seorang gadis yang nampak tak asing sedang berjalan sendirian. Tapi tunggu, setelah ia perhatikan lebih jelas, gadis itu tak berjalan sendirian, di belakangnya ada dua pria yang membuntutinya.

Prico mengamati dengan santai sambil menggigit onigirinya. Di depannya, ia menyaksikan gadis itu ditarik paksa oleh dua pria tadi ke dalam gang yang gelap. Prico yang semula ingin membiarkan jadi ikut keluar dari mobilnya, ia pergi menelurusi gang tapi tak melihat lagi keberadaan gadis itu.

Ke mana perginya?

Prico melihat ke bangunan-bangunan yang ada di sekitarnya. Tempat yang kumuh, tapi tunggu, setelah ia ingat-ingat lagi, bukannya ini tempat tinggal gadis itu?

Dari salah satu bangunan dua lantai yang tak berada jauh darinya, Prico melihat lampu yang dinyalakan di atas sana, terdengar bunyi keributan benda-benda yang dilempar.

Ia dengan cepat berlari ke atas bangunan tersebut, hampir kakinya tergelincir karena lorong bangunan yang berlumut dan basah, para tetangga yang mendengar keributan ikut keluar tapi tak ada yang mau mendekati pintu di paling sudut bangunan.

"Udah biarin aja, paling juga bapaknya mabuk lagi."

"Bukan bapaknya deh kayaknya, bapaknya udah dua bulan gak kelihatan, denger-denger kabur ke negara lain karena terlilit hutang."

"Udahlah masuk aja, bapaknya juga waktu itu mukulin suami saya kok."

Mereka menutup pintu masing-masing, bersikap tak peduli pada keributan di ujung sana.

Prico mendekati pintu dengan penerangan sangat minim itu. Dari dalam sana ia mendengar benda yang dibanting juga suara pria.

"Mana bapak lo hah?! Enak aja habis minjem 200 juta ngilang gitu aja! Dikira kita koperasi simpan pinjam apa?! Uang bos gue balikin!"

"Eh neng, asal lo tahu yeh, Bapak lo yang biadab itu udah jadiin lo sebagai pelunas hutang, kalau sampai minggu depan uang gak balik ke kita, siap-siap aja organ lo kita jual! Paham gak lo?!"

Prico tak bisa menunggu lagi, ia menendang pintu, ketiga orang yang ada di dalam sana menoleh padanya. Gadis yang tadi ia temui sedang dijambak dengan kepala menempel di tembok, melihat bercak darah di tembok itu, sepertinya bukan hanya barang yang dibanting, tapi kepala gadis itu juga.

Bahkan dalam kondisi seperti itu, ia sedikit pun tak menangis.

"Siapa lo?!" pria yang sedang menjambak itu bertanya.

"Lepasin dia."

"Gak, ngapain? Lo siapa emang nyuruh-nyuruh gue?!" ia memberi kode pada temannya untuk memberi pelajaran pada Prico, tapi dengan mudah Prico menghindari pukulan. Justru sekarang kakinya berada di atas punggung pria yang tadi menyerangnya.

Prico melepaskan jam tangannya, menyimpannya ke saku celana.

"Saya lagi gak mau buang-buang waktu, lepasin sekarang, atau..." Prico menginjakkan kakinya lebih kencang.

"Akhhhh, akhh!!! Lepasin dulu tuh cewek!" ringis temannya yang Prico injak.

Pria tadi akhirnya mau melepaskan jenggutannya. Ia menaikkan alisnya lalu mengambil balok kayu dari meja yang tadi ia banting sampai hancur.

"Lo siapa hah? Ah jangan bilang kalau lo sama cewek itu punya hubungan?" ia menoleh pada gadis yang kini meringkuk di tembok karena kesakitan. "Punya backingan juga lo, kenapa lo gak minta dia bayarin utang lo sekalian? Kayaknya dia orang tajir."

"Dia akan melunasi hutang itu minggu depan," ucap Prico begitu tenang. Membuat mata gadis itu sedikit melebar tak percaya. Uang darimana?

"Saya bisa jamin, uang itu akan lunas minggu depan," ulang Prico. "Kalau gak, kalian bisa datang lagi ke sini satu minggu yang akan datang.

Pria berkepala plontos itu menyeringai."Apa jaminannya?"

"Saya sendiri. Kalian bisa percaya kata-kata saya." Prico mengeluarkan kartu namanya. "Hubungi saya jika hutang gadis ini belum lunas minggu depan."

"Prico Aruan Bharutala, perusahaan pengembang teknologi? Oke, gue pegang janji lo, tapi kalau lo sampai main-main sama kita," ia menoleh ke belakang, "Cewek itu bakal kita ambil organnya sesuai perjanjian. Ayo cabut."

Sebelum pergi, balok yang ada ditangannya ia lempar ke kaki gadis tadi. Gadis itu tanpa mengatakan apapun malah membereskan barang-barang berserakan di lantai. Paling tidak ia harus menunjukkan rasa sakit dari luka cukup parah yang dialaminya.

Prico berjongkok, ia menghentikan tangan yang sedang memunguti kertas. Gadis itu mengangkat wajahnya yang penuh luka, bahkan darah masih mengalir dari pelipisnya.

Prico mengalihkan pandangannya ke arah lain, ia segera melepaskan tangannya.

"Kenapa ikut campur urusan orang lain? Urusin aja diri Bapak yang gak waras itu!"

"Harusnya kalau sudah miskin, paling tidak kamu harus tahu tata krama."

"Ck, tata krama? Orang ber-jas kayak Bapak gak bakal paham. Tata krama gak diperlukan di sini!"

Ia menarik kertas yang Prico pijak. "Ah, Bapak ada hak apa bilang utang saya bakal lunas minggu depan? Bapak mau lunasin hutang saya lalu dengan begitu Bapak berpikir bisa memiliki saya?"

"Ngimpi kamu." Prico bangkit berdiri. "Siapa juga yang mau lunasin hutang kamu, saya bilang gitu biar kamu ada waktu buat cari uang selama satu minggu. Urusan lunas atau gak, itu bukan urusan saya. Mending mana daripada kamu mati dihajar tadi?"

Prico tak ingin terlalu lama berada di ruangan pengap ini, apalagi bersama dengan selingkuhan papanya di masa depan.

"Gimana caranya saya bisa dapat duit 200 juta dalam seminggu?"

Prico menoleh saat dirinya hendak keluar. "Gimana caranya? Kamu punya tubuh dan wajah yang mungkin akan menarik laki-laki tua yang kaya di luar sana," ceplos Prico. Ia teringat akan perbuatan gadis ini di masa yang akan datang. "Siapa tahu kan kamu beruntung?"

Ketika kedua kakinya sudah melangkah keluar dari pintu, jasnya ditarik dari belakang.

Ia menoleh, mendapati gadis tadi mengarahkan sebotol soda kalengan padanya..

"Saya miskin, saya cuma punya ini sebagai rasa terima kasih. Saya gak punya hutang budi apapun sama Bapak."

How bout this part? 🤙😚

Next cefattt?

Sarangekkk yerobun

Malam ini zefmon up lagi yaaa

Continue Reading

You'll Also Like

623K 59K 28
Ini adalah kisah seorang wanita karir yang hidup selalu serba kecukupan, Veranzha Angelidya. Vera sudah berumur 28 tahun dan belum menikah, Vera buk...
479K 33.3K 43
menikah dengan duke Arviant adalah hal yang paling Selena syukuri sepanjang hidupnya, ia bahkan melakukan segala cara demi bisa di lirik oleh Duke Ar...
1.5M 78K 39
Menjadi istri dari protagonis pria kedua? Bahkan memiliki anak dengannya? ________ Risa namanya, seorang gadis yang suka mengkhayal memasuki dunia N...
3.7M 241K 77
Selama 28 tahun hidup, Rene sama sekali tidak memiliki pikiran untuk menikah apalagi sampai memiliki anak. Dia terlalu larut dengan kehidupannya yang...