My Short Story

By utaminotutama

1M 72.1K 4.5K

Berisi Kumpulan Cerita-cerita pendek yang aku buat. More

Tiba Saatnya (1)
Tiba Saatnya (2)
Tiba Saatnya (3)
Tiba Saatnya (4)
Tiba Saatnya (5)
Tiba Saatnya (6) - END
Dunia Maudy (1)
Dunia Maudy (2)
Dunia Maudy (3)
Dunia Maudy (4)
Mimpi? (1)
Mimpi? (2)
Mimpi (3)
Mimpi (4)
Mimpi (5)
Mimpi (6)
Mimpi (7)
Indah
Indah (2)
Indah (3)
Indah (4)
Indah (5)
Katakan Putus (1)
Katakan Putus (2)
Love Scenario (1)
Love Scenario (2)
Love Scenario (3)
Love Scenario (5)
First Love (1)
First Love (2)
Bukan Pemeran Utama (1)
Bukan Pemeran Utama (2)
Bukan Pemeran Utama (3)
Bukan Pemeran Utama (4)
Jejak Rasa (1)
Jejak Rasa (2)
Jejak Rasa (3)
Jejak Rasa (4)
Jejak Rasa (5)
Jejak Rasa (6)
Jejak Rasa (7)
Salah Jodoh (1)
Salah Jodoh (2)
Salah Jodoh (3)
Salah Jodoh (4)
Salah Jodoh (5)
Salah Jodoh (6)
Salah Jodoh (7)

Love Scenario (4)

12.6K 1.1K 8
By utaminotutama

sorry, lagi-lagi aku butuh waktu lama buat nyelesaiin cerita. selama masa-masa dari awal bikin cerita ini sampe skrg, aku liat lumayan banyak notif yang follow akun aku, pokoknya tengkyu. BTW tetep vote ya, yang baca belakangan juga hehe



####




"Bu Selina, tadi saya ditelepon oleh staff fakultas sebelah. Dekannya, pak Bima meminta bu Selina untuk datang ke ruangan beliau"

Gadis itu mengernyit bingung, ada kepentingan apa dekan fakultas lain memanggilnya?

"kira-kira ada apa ya mbak?" tanya Selina pada staff fakultasnya dengan nada ngeri.

"saya juga kurang tau bu, pesannya cuma sampai segitu. Bu Selina kok kayaknya takut gitu?" staff tersebut sedikit terkekeh melihat raut wajah Selina.

"perasaanku gak enak nih mbak, sekarang katanya?" ungkap Selina masih dengan rasa was-wasnya.

Staff itu mengangguk saja, "atau kalo bu Selinanya ada kelas, katanya bisa sehabis kelas saja"

Selina makin mengernyit, bukannya Ge-eR, tapi feelingnya pasti ada hubungannya dengan kejadian waktu itu.

Bisa saja Bima masih gelisah karena rasa bersalahnya dan takut Selina menyebarkan rumor tentang pria itu, terlebih kentara sekali setelah itu Selina sangat menghindari berinteraksi dengan Bima.

Jika ada kegiatan yang melibatkannya dengan pria itu, Selina akan sebisa mungkin mencari alasan untuk menghindar. Makanya Selina berpikir mungkin Bima masih ingin membahasnya.

Tapi... memangnya Selina terlihat se-tukang gosip itu ya? Dirinya bahkan sama sekali tidak ingin mengingat-ingat kejadian waktu itu apalagi untuk membicarakannya. Ya walaupun awal dia dan Bima bisa seperti ini karena ia dan Gina yang memang ketahuan bergosip tentang pria itu.

Selina sadar sikapnya tidak dewasa dan tidak profesional. Tapi biar saja, dirinya terlanjur patah hati dan tidak nyaman lagi dengan kehadiran pria itu.

Saat ini Selina bergerak gelisah kesana kemari, pikirannya berperang untuk pergi atau tidak. Bima benar-benar membawa beban ketidaknyamanan dalam diri Selina, disiang yang cerah ini malah membuat suasana hatinya tak menentu.

Akhirnya setelah hampir 30 menit berperang dengan pemikirannya sendiri, gadis itu memtuskan untuk mendatangi ruangan Bima.

Selina melewati beberapa staff fakultas tempat pria itu berada dengan canggung, entah kenapa tatapan mereka terlihat penasaran atau ini hanya perasaannya saja. Selalu saja, Selina dan overthingkingnya.

Selina sempat bertanya dan meminta ijin pada staff yang ada hingga ia dipersilahkan. Setelah itu ia baru mengetuk pintu ruangan dekan dengan pelan hingga mendengar suara dari dalam mempersilahkan dirinya untuk masuk.

Gadis itu menenangkan debar jantungnya yang tiba-tiba mengganggu baru kemudian membuka pintu dihadapannya.

Dan selangkah setelah ia masuk, Selina mengutuk rasa percaya dirinya yang begitu tinggi ketika melihat didalam ruang tersebut terdapat hampir 10 orang yang kini menatapnya dengan pandangan yg berbeda-beda.

Diantaranya terdapat satu wajah yang amat dikenalinya, siapa lagi kalau bukan Gina, sahabat laknatnya.

"maaf saya terlambat" ujar Selina penuh penyesalan pada semua orang.

"silahkan duduk bu Selina, kami semua sudah menunggu" ujar salah seorang yang terang-terangan menatapnya penuh penilaian.

Selina yang mengerti kemudian bergerak cepat untuk menduduki kursi yang tersisa.

"sekali lagi saya mohon maaf saya cukup terlambat dan membuat bapak-ibu menunggu" ujar Selina kembali meminta maaf. Ia tidak tau jika akan ada agenda tertentu seperti ini, lagi-lagi dalam hatinya ia mengutuk pemikirannya tadi.

Setelah mendudukkan diri, Bima yang sedari tadi hanya diam dan memperhatikannya mulai berbicara.

Rupanya pria itu ditunjuk menjadi ketua panitia atas kedatangan guru besar ataupun rektor dari salah satu Universitas asal Australia yang memang menjalin kerja sama dengan Kampus mereka terutama dalam hal pertukaran pelajar hingga beasiswa.

"saya minta maaf tidak menyiapkan ruangan pertemuan yang cukup pantas begitu pula undangannya. Kabar ini sendiri cukup mendadak untuk saya" ujar Bima mengakhiri pemberitauannya.

Minggu depan, itu adalah waku kedatangan duta besar Australia beserta rombongannya yang memang cukup mendadak.

Pria itu tadi mengatakan sudah meminta rekomendasi para dekan untuk mereka yang kini hadir.

Selina merenung, bagaimana ya? Sebenarnya jika dalam kondisi biasa ia akan sangat senang. Tapi posisinya saat ini ia enggan berinteraksi dengan Bima, tapi sepertinya tidak mungkin juga untuk menolak.

Selina menghembuskan nafas beratnya, sepertinya ia memang harus menghadapi kenyataan. Ini adalah resiko yang harus ia tanggung ketika bermain hati.

Ngomong-ngomong, kenapa dirinya seolah patah hati berat ya? Ini tidak seperti ia memiliki hubungan dengan Bima kemudian pria itu menyelingkuhinya. Jadi tidak seharusnya ia bersikap berlebihan hingga mengabaikan tugasnya kan?.

Jadi sebelum tingkahnya semakin janggal, dalam hati Selina akhirnya memutuskan untuk berdamai dengan keadaan.

Setelah beberapa lama berdiskusi dan menyepakati pertemuan selanjutnya, Selina dan beberapa rekan dosen kemudian keluar dari ruangan tersebut.

Selina langsung saja menarik tangan Gina dan mengajaknya untuk memojok.

"lo kenapa gak ngabarin sih? tau gitu gue dateng cepet" tanya Selina menuntut.

"salah aku?" sahut Gina terdengar menyebalkan.

"kampret!" rutuk gadis itu yang membuat Gina terkekeh.

"eh tahu gak?" tanya Gina terdengar antusias.

"gak!"

"ck, lo harus banget tahu nih, si bapak kemaren nanyain lo" bisik Gina dengan nada centil.

Selina memutar bola matanya malas, dari pada ia mendengar bualan temannya, gadis itu memutuskan untuk melangkah pergi namun terhalang oleh tarikan Gina pada tangannya.

"seriusan, dia beneran nanyain lo, udah sejauh apa nih?" tanya Gina penasaran, pasti ada hal yang tidak ia ketahui.

"emangnya pak Bima nanya apa?" akhirnya Selina bersuara penasaran.

"dia nanya... Gin, Selina hari ini masuk?" Gina bahkan menirukan bagaimana pria itu berbicara.

Selina mendelik kesal karena pertanyaan remeh itu kemudian hendak pergi, namun lagi-lagi ditahan oleh gadis itu.

"masih ada lanjutannya" bisik Gina.

"dia nanya, Selina sukanya apa aja?" bisik Selina pelan.

"ngawur!"

"gak percayaan, ayo kita kembali kedalam kalo lo gak percaya" ujar Gina menarik tangan Selina.

"sinting!" sahut gadis itu kesal.

"makanya, ngaku gak lo udah sejauh apa ama pak Bima?. Ngomongnya apaan sih mulu eh tau taunya..."

"gak ada apa-apa, kemarin itu cuma kebetulan" jawab Selina murung ketika ia harus mengingat kembali kejadian waktu itu.

"nah kan, ada yang gue gak tahu, ayo cerita!" desak Gina tidak sabar.

Selina yang tidak bisa menyembunyikan lagi akhirnya mengajak gadis itu ke tempat yang lebih sepi dan menceritakan kejadian malang yang ia lalui.

Ia makin kesal ketika Gina justru hanya menertawainya dibanding menenangkannya.

"sorry, sorry, gak nyangka banget gue haha"

"tapi kayaknya dia emang udah ada something deh sama elo"

"something sama mantannya kali!" rutuk Selina tanpa sadar.

"Ciee baperrrr" goda Gina yang justru memperparah suasana hati gadis itu.

"Seriusan Sel, si bapak tuh kayaknya ngerasa bersalah deh. Makanya dia mungkin mau ngasih lo sesuatu biar dimaafin gitu"

"udah gue maafin juga kok" jawab Selina pelan.

"Yakin??" tanya Gina sanksi.

"gue cuma... gak terima dimanfaatin gitu, gue gak suka" dan Selina juga tidak suka dengan pikirannya bahwa Bima masih terjebak dengan masa lalu.

"itu berarti lo belum ikhlas. Tunggu aja deh gebrakan si bapak selama acara kita ini, gue yakin banget!"

Selina tentu tidak akan termakan lagi dengan bualan Gina. Kalopun Bima melakukan sesuatu, itu bukan semata-mata karenanya. Selina akan terus mengatakan itu dalam hatinya, ia dan pria itu memanglah asing.



@@@@@




Seiring berjalannya kegiatan itu, Bima menunjuknya sebagai sekertaris yang notabenenya setiap pertemuan hingga ketika acara berlangsung ia harus selalu mendampingi pria itu.

Selina masih menganggap ini hal yang wajar sampai untuk segala hal Bima selalu memanggilnya, dalam hati rasa kesal dan lelah Selina menumpuk. Padahal menurut gadis itu masih banyak anggota lainnya yang bisa pria itu andalkan.

"Sel, nanti ke ruangan saya sebentar ya" ujar pria itu kemudian berlalu begitu saja.

Selina mendengus ditempat. Hari ini benar-benar melelahkan, bukan hanya karena membantu persiapan, akan tetapi energinya terasa terkuras karena ia harus berinteraksi dengan banyak orang. Terlebih hari ini Selina mengajar tiga kelas sekaligus.

Setelah selesai memberekan barang bawaannya, akhirnya gadis itu tanpa berlama-lama lagi menuruti perkataan Bima untuk ke ruangan pria itu. ia hanya ingin selesai lalu pulang untuk bertemu kasurnya.

"saya pak?" tanya Selina ketika memasuki ruangan pria itu.

"duduk, Sel" ujar pria itu menunjuk salah satu kursi dihadapannya.

"ada sedikit masalah dengan Restoran yang kita booking...."

Ujar pria itu kemudian melanjutkan pembahasan tentang masalah yang baru ia dengar.

Lagi-lagi Bima meminta Selina untuk memastikan kemudian mencari alternatif restoran lain jika memang tempat itu tidak memungkinkan lagi.

Selina yang mengerti semuanya hanya mengangguk tanpa membantah sedikitpun kemudian akhirnya pamit undur diri.

"Selina" panggil Bima ketika gadis itu hendak keluar.

"ada lagi pak?" tanya Selina memastikan.

"kamu... sudah makan?" tanya pria itu menyadari wajah gadis itu yang sedikit pucat dan tampak lelah.

Pria itu merutuk dalam hati, merasa dirinya cukup keterlaluan meminta bantuan gadis itu. tapi jika tidak begini, ia tidak akan punya kesempatan untuk berinteraksi dengan Selina.

Mereka memulai membantu persiapan sedari siang hingga kini sudah petang tanpa mengonsumsi makanan berat, sudah pasti gadis itu lapar dan lelah kan?. Mendadak perasaan bersalah juga khawatir memenuhi rongga dadanya.

"nanti saya makan dirumah saja pak" jawab gadis itu jujur sembari tersenyum pelan.

"kamu pucat, kita makan lalu saya antar" ujar pria itu kemudian bangkit mendekati Selina.

"gak usah pak, saya cuma agak capek, belum terlalu lapar" Selina berusaha menolak.

"gak, kita pergi makan"

"pak-"

"demi tuhan Selina kamu pucat! Kamu bahkan bisa pingsan dijalan" ujar pria itu dengan nada rendah, matanya menatap tajam pada gadis yang begitu keras kepala itu.

Selina yang lelah juga menciut karena nada bicara pria itu akhirnya menunduk pasrah. Ia memang lemah!.

"kamu mau makan apa?" tanya pria itu ketika mereka sudah berada didalam mobil Bima dan menyusuri tempat makan disekitar jalan yang mereka lalui.

"emm burger kayaknya enak pak" ujar Selina yang sempat tergiur dengan apa yang ia lihat diponselnya tadi.

Kini dirinya sudah berangsur santai meski tengah berdua dengan Bima, dalam hatinya ia terus mengingatkan diri seperti yang pernah ia tekadkan. Lagipula ia memang lelah dan lapar, bahkan kepalanya sedikit berdenyut.

Sementara Bima menggeleng tidak setuju, pria itu lalu menghentikan mobilnya pada rumah makan dengan ciri khas lokal yang kental.

"kita makan disini" ujar pria itu lalu turun dari mobil.

Selina mendengus, kalau begitu kenapa pria itu harus bertanya padanya?.

Ketika mereka memesan makanan, Bima memesan makanan pendamping yang cukup banyak hingga Selina menatapnya sanksi.

"pak, apa gak kebanyakan? Kita cuma berdua" Selina menyuarakan keraguannya.

"kamu suka seafoodkan? Lagi pula kita berdua lapar"

"tapi... ini kebanyakan pak" Selina hampir merengek melihat tumpukan makanan dihadapannya.

"makan semampu kamu, kita bisa membungkusnya kalau tidak habis"

Selina akhirnya mengangguk pasrah kemudian mulai menikmati makanannya. Mata Selina sampai membola begitu lidahnya merasai makanan dihadapannya, terutama sambalnya.

"enak?" tanya Bima yang rupanya memperhatikan gadis itu.

Selina mengangguk pasti, gadis itu kemudian menunjuk sambal hijau yang ada dihadapannya.

"cobain deh pak, sambelnya enak banget" Selina tanpa sadar berujar antusias. Bima tersenyum tipis dengan reaksi gadis itu.

"sambalnya sedikit saja, perut kamu terlalu kosong untuk menerima makanan pedas" ujar pria itu memperingatinya yang membuat Selina menyadari tingkahnya, gadis itu akhirnya mengangguk malu.

Ia tidak tampak begitu kelaparan kan dari tadi?

Sepanjang acara makan mereka, Bima terus saja memberinya perhatian, setidaknya itu yang Selina rasakan.

Pria itu beberapa kali menanyakannya tentang rasa makanan yang ia makan, beberapa kali menawarkannya untuk memesan lagi, juga beberapa kali memperingatinya agar tidak terlalu banyak mengonsumsi makanan pedas.

Bima bahkan dengan telaten menyingkirkan tulang ikan yang hendak dinikmati Selina hingga mau tak mau Selina merasa tak enak juga terharu atas sikap pria itu. Ya tuhan, tolong Selina.

Rasa lemas Selina menguap, ternyata ia memang butuh asupan makanan. Terlebih ia sangat puas dengan makanannya kali ini. Selina bahkan merasa kaget ketika lebih banyak makanan yang habis dari pada yang tersisa seperti yang ia takutkan.

Bukan hanya dirinya, Bima pun sangat menikmati makanannya. Pria itu hampir menghabiskan semuanya. Bima memang sempat menyinggung bahwa ia memiliki porsi makan yang cukup banyak, tidak salah memang jika dilihat dari ukuran badannya yang besar.

Setelah menyelesaikan semuanya, Selina menunggu Bima yang menyelesaikan pembayaran. Ia mengernyit ketika melihat Bima membawa kantong yang tampak penuh.

"perasaan tadi sisa dikit deh pak" Selina berkomentar, merasa yakin jika yang Bima bawa adalah makanan.

"saya memesan lagi, kamu tadi menyukainya" ujar pria itu lalu berjalan lebih dulu.

Selina menipiskan bibirnya karena ucapan tak terduga pria itu, kemudian segera tersadar dan mengikuti langkah Bima. Kenapa pria itu harus sebaik ini sih?.

"Selina..." panggil Bima menahan Selina untuk turun ketika mereka sudah sampai di rumah gadis itu.

"saya tahu kamu mungkin tidak ingin membahasnya lagi, tapi saya harus meluruskannya"

Selina menatap rumit pada pria itu ketika diingatkan lagi pada kejadian itu.

"saya memang melakukannya dengan reflek, tapi jika bukan kamu saya tidak akan melakukannya"

"bukan berarti saya bermasud menganggap kamu mudah, itu karena... kamu" Bima mengusap tengkuknya malu sementara Selina masih mencerna apa yang pria itu katakan.

"dia memang mantan kekasih saya, sudah cukup lama, tapi..." Bima cukup bingung untuk melanjutkan.

"hubungan kami agak rumit, kami sudah lama selesai dan saya hanya menyayanginya sebagai teman, tapi dia masih mengharapkan kami bersama"

"tingkahnya terkadang membuat saya sampai risih meski saya tidak bisa mengabaikannya begitu saja, keluarga kami berhubungan baik"

"waktu itu saya ingin menegaskan jika saya tidak ingin diganggu lagi, meski saya sadar cara saya salah dengan memanfaatkan kamu, lebih dari itu saya memang..."

"ehm, saya memang ingin mendekati kamu" ujar Bima merasa cukup malu. Beruntung kondisi cukup remang sehingga telinganya yang memerah tidak akan terlihat oleh gadis itu.

"bukan karena saya butuh seseorang untuk membuat Andin menjauh, saya... memang tertarik sama kamu" sanggah Bima cepat ketika melihat Selina hendak menyela ucapannya.

Selina terdiam setelah mendengar semua yang Bima katakan, ia bingung bagaimana harus menanggapinya.

"katakan sesuatu" ujar pria itu lagi.

"saya bingung pak" ujar Selina canggung.

Bima tersenyum maklum, ia kemudian menyerahkan bungkusan yang berisi makanan yang tadi ia pesankan lagi untuk gadis ini.

"pak-"

"kamu bisa memanaskan untuk besok, rasanya tetap enak, saya sudah pernah coba" ujar pria itu namun tidak jadi menyerahkannya pada Selina.

"saya antar turun" Bima lalu turun lebih dulu yang kemudian diikuti Selina.

Barus setelah itu Bima memberikannya pada gadis itu.

Sebelum memasuki gerbang rumahnya, Selina kembali menoleh untuk melihat pria itu dan perasaannya menjadi semakin campur aduk.




TBC

Continue Reading

You'll Also Like

67.6K 4.6K 16
Side story 'Terukir indah namamu' Karena tak selamanya cinta itu membahagiakan... Atas nama cinta, Laura menutup mata dari sebuah kenyataan yang ada...
20.4K 1.3K 7
Kumpulan cerita pendek yang diceritakan dengan sederhana tapi tetap bisa menghibur kalian semua. Ini bagian ke dua ya, bagian pertama bisa kalian cek...
6.2K 189 14
Kumpulan cerita Pendek (Hanya bisa di baca di Karyakarsa)
1.1M 52.6K 37
"Jalang sepertimu tidak pantas menjadi istriku, apalagi sampai melahirkan keturunanku!" Bella hanya menganggap angin lalu ucapan suaminya, ia sudah...