The Miracle Of Crystals

By LenteraLily

809 204 3

Bagaimana jika kalian mendapati manusia di bumi ini perlahan menghilang dan tidak semua orang menyadarinya? ... More

Prolog
01. Dia di Sini
02. Hitam dan Putih
03. Apa yang Kulihat
04. Nicole & Lucius
05. Cerita dan Ramalan
06. Pohon Tua
08. Incident in the forest
09. Pesan Tertulis
10. Ujian Masuk
11. Gravad dan Kelulusan
12. Janji Untuknya
13. Latihan dan latihan!
14. Misi Penyelamatan Elina
15. Misi di dalam air
16. Jiwa yang Bebas
17. Kemenangan Tirania
18. Perjanjian dan Awal Mula Tragedi
19. Orion Evander

07. Mengadu Nasib?

37 11 0
By LenteraLily

Author POV

"Ughh... kepalaku pusing," rintih Nova. Saat membuka mata ia terkejut mengetahui dirinya kini berada di alam terbuka. Sejauh mata memandang hanya ada bunga-bunga kecil di sekeliling tempat itu.

"Sudah malam?" gumamnya merasa aneh. Pasalnya langit saat ini sangat gelap namun ada bulan merah yang memberikan sedikit penerangan di atasnya.

"Aku baru ingat ini bukan duniaku. Di mana teman-teman yang lain?" Nova beranjak berdiri dengan wajah yang panik. Ia memperhatikan sekeliling dengan waspada, takut jika monster besar muncul di hadapannya.

"Kurasa aman. Hanya ada bunga di sini," gumamnya sembari berjongkok untuk melihat bunga apakah itu. Jika dilihat, bunga itu berwarna biru cerah dan bentuknya seperti bunga mawar versi mini. Bahkan putiknya bercahaya, ia merasa ingin terus melihat bunga itu karena memang sangat indah.

"Aku harus bersyukur berada di sini di banding terbangun di tengah hutan," gumamnya bernapas lega. Di tempat yang indah ini apalagi dipenuhi bunga tidak mungkin ada monster, iya kan?

Nova menyipitkan matanya, memandang jauh bukit-bukit berbunga yang mengelilinginya. "Semuanya bunga, tidak ada hutan atau apa pun di sini. Ke mana aku harus pergi?" ucapnya sembari melipat tangannya di depan dada.

"Kalau aku pergi sekarang, aku takut ada makhluk buas menyeramkan menyerang ku tiba-tiba. Apalagi jika bentukannya seperti goblin, orc, trol, dan sejenisnya. Ya ampun."

Nova melirik tas selempang kecil yang menggantung di pundaknya. Dengan jantung berdebar ia pun membuka tas itu, berharap benda yang selalu ia bawa ada di sana.

"Ponselku mati," gumamnya putus asa. Nova menghela napas panjang lalu meringkuk dengan perasaan bingung dan panik yang bercampur menjadi satu.

Saat ia meletakkan kembali ponselnya ke dalam tas, ia merasakan ada sesuatu di dalamnya.

"Cutter?"

Nova tiba-tiba berdiri dan mengangkat cutter itu tinggi-tinggi. "Bukankah ini waktu yang tepat untuk menjadi seorang pendekar cutter? Haha, lihat saja. Dunia ini akan segera tunduk padaku!" serunya dengan sumringah. Sebenarnya dia hanya ingin menghibur diri.

"Baiklah, baiklah, sudah dulu sombongnya," ucapnya sudah seperti orang gila. Setidaknya ia masih membawa cutter untuk berjaga-jaga jika ada sesuatu yang menyerang nanti.

"Kurasa aku bukanlah tipe orang yang suka berpikir. Jadi, tunggu apa lagi? Saatnya kita pergi mencari pertolongan," gumam Nova antusias.

Beberapa menit kemudian-

"Hosh... Hosh... a-air! Aku lelah sekali!" ucapnya dengan napas tersengal-sengal. Saat ini ia berusaha untuk mengatur napasnya. Karena tak kuat, Nova pun merebahkan dirinya di atas bunga-bunga yang bermekaran.

"Sepertinya jalan menjadi pendekar tidak jadi kupilih. Aku tidak kuat berjalan jauh," gumamnya dengan napas berat. Dia mendesah lelah sebelum akhirnya bangkit untuk duduk.

"Tidak ada waktu untuk bersantai. Aku harus mencari yang lain. Mereka pasti ketakutan. Apalagi Nicole. Jika dia terbangun di tempat sepertiku sudah pasti dia tidak akan berhenti bersin, dia kan alergi bunga," ucapnya.

Nova pun kembali terdiam menatap sekelilingnya yang tampak sama meski ia sudah berjalan cukup jauh tadi. Bagaimana tidak? Yang ia lihat hanyalah bunga, bunga, dan bunga.

"Nah, sekarang kita akan kemana? Ke sana? Ke sana? Atau ke sana?" ucapnya dengan pose berpikir. Di mana arah timur, barat, utara, dan selatan?

"Semua arah tampak sama pula," gumam Nova bingung. Ia menggigit bibir bawahnya dengan perasaan kesal. Ia benar-benar tak tahu harus bagaimana.

"Ayah bilang, lihatlah ke langit maka Tuhan akan memberimu petunjuk!" ucapnya mencoba menyemangati diri sendiri. Mari kita lihat, apa yang bisa ia temukan dalam bintang-bintang itu?

"Tidak ada bintang ya? Kenapa bulannya merah sekali?" pikirnya merasa aneh. Namun senyum merekah kembali terukir di bibir manisnya, kali ini ia melihat awan bergerak ke samping kanan.

"Tidak salah lagi. Itulah petunjuknya! Saatnya pergi ke kanan!" serunya bersemangat, kemudian pergi begitu saja tanpa memikirkan apa pun lagi.

"Mari kita serahkan semuanya pada keberuntungan."

"Ah tidak! Mari kita mengadu nasib setelah ini!"

***

Di sisi lain, di saat Nova tengah mengadukan nasibnya pada keberuntungan. Terlihat Diana dan Lucius saat ini tengah berjalan bersama. Namun-

"Hatchi! Hatchi! Astaga! Kenapa semuanya bunga! H-hatchi!" seru Diana dengan kesal. Lucius yang berada di sebelahnya pun hanya mampu menghela napas lelah. Sarung tangan miliknya tak akan cukup untuk menghambat serbuk bunga itu masuk kedalam hidungnya.

"Sihirmu bagaimana? Sudah bisa digunakan? Hatchi!" geramnya. Lucius pun hanya menggeleng menanggapinya. Sebenarnya sihirnya sudah melemah saat dia berada di dunia manusia. Butuh beberapa hari untuk mengumpulkan sihir supaya portalnya benar-benar terbuka.

"Kau ini kenapa pendiam sekali sih? Bicara sedikit dong! Hatchi!" ucap Diana. Kekesalannya bertambah berkali-kali lipat karena orang di sebelahnya itu sama sekali tak mengeluarkan suaranya sejak mereka terbangun. Ia sampai heran, kenapa Lyra bisa bertemu dengan patung batu berjalan ini.

Ya ampun, bagaimana kondisinya saat ini? Dan Nova?

Saat ini Nova pasti sudah meraung-raung seperti orang gila. Bukankah itu menyedihkan? Karena itu ia harus segera menemukan Nova secepatnya. Jika Lyra, dia masih bisa menjaga dirinya dengan baik.

"Sejak tadi kita terus berputar-putar di tempat yang sama," ucap Lucius yang akhirnya angkat bicara. Diana pun menoleh dengan cepat.

"Kalau begitu cari jalan keluarnya! Kau memintaku untuk menyadarinya disaat kondisiku seperti ini?! H-hatchih! Lihat?!" seru Diana. Dia benar-benar mengerikan di saat seperti ini. Bahkan pria seperti Lucius tak bisa berkutik di hadapannya. Luar biasa.

"Aku sedang memikir-"

"Mikirnya yang cepat!" potong Diana.

Lucius mendesah lelah. Dia pun duduk bersila dan menyatukan kedua tangannya. Setelah itu, ia mulai merapalkan mantra yang entah apa isinya.

"Hatchih! Astaga, kau sedang menjadi pertapa? Cepat ya! Aku ingin segera keluar dari neraka ini," ucap Diana dengan hidung yang sudah sangat memerah.

Lucius pun sudah sangat sabar menahan dirinya karena ingat jika dia orang yang penting. Rupanya Lyra sudah sangat jinak dibanding Diana yang saat ini terus mengoceh seperti cacing kepanasan.

Karena lelah berdiri, Diana pun terpaksa mendudukkan dirinya di sebelah Lucius. Namun tangannya tak sengaja menyentuh pundak pria itu ketika dirinya nyaris terjengkang kebelakang.

"Astaga, hampir saja aku mati," gumam Diana ketika membayangkan dirinya jatuh diantara tumpukan bunga itu.

Di saat yang bersamaan, Lucius yang tak sengaja terkena sentuhan tangannya pun berhasil mendapatkan sihirnya kembali. Tanpa membuang kesempatan, ia segera melepaskan sihir ilusi yang menyerangnya.

Dan ya, mereka berhasil lepas. Tempat yang semula merupakan padang bunga telah berubah menjadi padang rumput biasa.

"Hah?! Akhirnya Aku bebas!" seru Diana yang terkejut. Lucius pun berbalik menatap mata biru Diana.

"Kau... bagaimana bisa melakukannya?" tanya Lucius dengan raut wajah serius. Diana yang di tanya begitu pun tentu saja tak mengerti.

"Melakukan apa? Hatchih!"

Setelah ia sadar jika tangannya baru saja menyentuh pundak Lucius. Ia pun segera melepaskannya. Namun saat itu Lucius kembali mengerutkan dahinya.

"Maaf, tidak sengaja."

"Saat kau menyentuhku tadi, kekuatanku tiba-tiba kembali," ucap Lucius pada Diana.

"Masa sih?" tanya Diana tak percaya. Ia pun kembali menyentuh pundak pria itu.

Lucius pun mengangguk. "Benar," ucapnya dengan sangat yakin. Diana pun tertegun. Bukankah dirinya ini sangat hebat? Sudah ia duga, ia merupakan penyihir sama seperti Elina dan Nicole. Sepertinya sihirnya adalah sentuhan ajaib.

"Memang kenapa sihirmu bisa menghilang?" tanya Diana yang merasa tidak nyaman ketika Lucius hanya diam melihatnya.

Tapi dia tidak menjawab dan malah menarik tangan Diana untuk duduk di sampingnya. "Jangan lepaskan tanganmu," gumamnya pelan.

"Y-ya! Kita harus segera mencari mereka!" ucap Diana cepat. Dia merasa gugup ketika harus bersentuhan dengan pria karena biasanya dia selalu menonjok pria yang berani menyentuhnya. Tapi demi teman-temannya, dia akan melakukan semuanya.

"Yang paling dekat dengan posisi kita adalah Nova. Dia juga terpengaruh oleh ilusinya. Jika dia tidak bisa menyadari ilusinya, kita tak akan bisa melepaskannya," ucap Lucius dengan raut wajah dingin.

"Astaga, Nova bahkan buta arah. Kenapa nasibnya bisa sial seperti ini?" gumam Diana merasa prihatin.

"Tapi kau bilang ini ilusi, kan?" tanya Diana lirih. Ia tampak memikirkan sesuatu. Sedangkan Lucius hanya menolehkan wajahnya seolah mengatakan, kenapa?

"Jika itu hanya ilusi, kenapa tampak nyata sekali. Alergi bungaku bahkan kambuh, bukankah harusnya bunga itu tak nyata?" tanya Diana tak mengerti.

"Pertahanan kuat. Efeknya bisa dirasakan meskipun tidak parah," jawab Lucius panjang lebar. Diana yang mendengarnya pun mengangguk paham, dia juga sadar jika sudah tidak bersin lagi.

"Siapa yang menciptakan ilusi seperti itu?" geram Diana. Karena orang itu, sahabatnya kini terjebak di dalamnya.

"Peri."

"Apa kita tidak bisa meminta peri itu untuk segera membebaskan Nova?" tanya Diana.

"Tidak ada yang tahu keberadaan mereka," ucap Lucius datar.

"Aku akan memberi sinyal padanya," ucap Lucius menghela napasnya panjang.

"Aku tidak yakin. Nova itu malas berpikir, apa dia bisa menyadarinya dengan cepat?" tanya Diana yang sudah sangat khawatir.

"Karena ada sesuatu dalam jumlah banyak sedang menuju kemari," ucap Diana tiba-tiba. Ia melihat warna kemerahan bergerak cukup jauh dari tempatnya berdiri. Mungkinkah itu api? Tidak, itu seperti obor yang menyala.

"Itu Drax. Kita harus membawa Nova kembali sebelum mereka kemari," ucap Lucius dengan wajah tegang.

Diana tercekat. Bibirnya bergetar menahan rasa takut yang bergejolak di pikirannya.

"Nova, kumohon cepatlah kembali."

***

"Di mana ini sebenarnya? Apa aku sudah mati? Atau arwahku tertahan di dimensi lain?" gerutu Nova dengan pasrah. Rasanya sia-sia, mau berjalan sejauh apa pun hanya ada bunga di sekelilingnya. Ia bahkan merasa muak melihatnya.

"Aku jadi ragu. Apa jangan-jangan aku hanya berputar-putar di tempat ini sejak tadi?" gumamnya lalu tertunduk pasrah. Mungkin kakinya akan berotot setelah ini.

"Haus, kaki pegal, perut lapar, langit gelap, sendirian, dan tersesat. Apa lagi yang terjadi padaku setelah ini hah? Katakan padaku cutter!" keluh Nova pada cutter yang ada di tangannya saat ini.

Di saat yang bersamaan, cahaya keemasan muncul membentuk gelang di tangan kanannya. Sebenarnya bukan gelang. Lebih seperti pelindung tangan milik ksatria-ksatria di film.

"Mungkin saja ini sihir Lucius. Apa dia berada di sekitar sini?"

Nova mengarahkan pandangannya ke segala penjuru arah untuk menemukan keberadaan Lucius. Namun, tak terlihat ada tanda-tanda seseorang di manapun.

"Gelang ini..."

Nova menatapnya lamat-lamat. Seperti ada yang aneh dari bayangan yang memantul pada gelang ini.

Ia kemudian mengarahkan gelang itu ke samping kanan kepalanya sehingga terlihat pantulan pohon besar di belakang. Tapi saat Nova berbalik untuk melihatnya, tidak ada pohon di sana.

"Kenapa begini? Apa mataku rabun?"

Ia kembali mengarahkan gelangnya ke atas dan kali ini ia tidak melihat bunga-bunga biru ada di sekelilingnya melainkan hanya rumput hijau biasa. Untuk memastikannya, Nova berjongkok dan mengarahkan tangannya mendekati bunga-bunga itu.

"Tidak ada bunga di pantulannya," gumam Nova merasa aneh.

"Apa aku sedang bermimpi?"

Sungguh, ia merasa bingung sekarang. Ini benar-benar tidak masuk akal. Ia melihat bunga yang seharusnya adalah rumput. Jadi mana yang benar?

"Mungkinkah ini ilusi?"

Grep!

Nova terkejut ketika merasakan seseorang memeluknya dari belakang. Tapi ia lebih terkejut melihat semua bunga yang ia lihat tadi menghilang seketika. Hanya ada padang rumput biasa di sekitarnya dan hutan besar di sampingnya.

"Kau berhasil, Nova!"

Nova membelalakkan matanya ketika mendengar suara yang ia kenal. Segera ia berbalik untuk melihat orang yang baru saja memeluknya.

"Diana! Kau baik-baik saja!" seru Niva dengan senang. Ia lalu membalas pelukan eratnya.

"Ugh... aku takut kau tidak pernah kembali," ucap Diana. Gadis itu menangis di pelukan Nova. Dan Nova pun baru menyadari jika Lucius ada bersamanya dan itu artinya gelang yang ada di tangannya memanglah sihir milik Lucius.

"Terima kasih. Semua berkat kalian," ucap Nova tersenyum dengan lebar. Ia menepuk-nepuk pelan punggung Diana yang saat ini masih belum mau melepaskan pelukannya.

"Aku baik-baik saja, Diana. Ada apa denganmu?" bisik Nova padanya.

"Tidak apa-apa. Aku hanya tidak percaya kau bisa mengatasinya dengan mudah. Kau telah tumbuh dengan baik!" ucap Diana dengan senyum yang merekah sempurna.

Dari dulu sampai sekarang, Diana masih terus mengkhawatirkan dirinya. Dan juga Lyra...

"Di mana Lyra dan yang lain?" tanya Nova ketika menyadari kalau mereka tidak ada di sini.

"Kami sedang berusaha mencari mereka," jawab Diana dengan senyum kecut diwajahnya, ia merasa sangat lelah karena Lucius menggunakan energi miliknya supaya sihirnya kembali aktif.

"Mereka datang." Pria itu berkata sambil menatap lurus ke depan. Saat Nova dan Diana mengikuti arah pandangnya, mereka melihat sekawanan raksasa datang menunggangi babi dan anjing besar.

Sret!

Tiba-tiba saja mereka semua sudah berpindah tempat. Lucius yang membawa mereka memasuki hutan yang gelap. Ia juga membuat sebuah kubah transparan yang mengelilingi mereka semua.

"Untuk apa pelindung ini?" tanya Diana dengan raut wajah bingung.

"Supaya mereka tidak dapat mencium energi kita," bisik Lucius dari samping Diana.

"Apa itu Orc? Mereka mirip seperti film-film yang pernah kutonton," gumam Nova dengan tubuh merinding. Benar-benar mirip sekali, bahkan kepala botaknya itu sama persis!

"Drax. Mereka mayat hidup yang dibangkitkan oleh sihir hitam.  Mereka mencari persembunyian para peri untuk menguasai hutan ini," ucap Lucius masih dengan nada datarnya. Wah, jadi ini benar-benar dunia fantasi.

Ilusi peri tidak mempan pada mereka karena mereka sendiri dibangkitkan dengan sihir hitam yang sangat kuat. Jadi sihir hitam itu yang melindungi mereka dari ilusi.

"Ya Tuhan. Mereka menunggangi babi besar," ucap Nova merasa geli.

"Lyra ada di dalam," gumam Lucius lirih. Nova melihatnya, dia menggeram marah dengan wajah yang mengeras. Bahkan tangannya mengepal sejak tadi.

"Akhh!"

"Diana! Kau kenapa?!" seruku panik. Aku memeluknya ketika ia meringkuk memegangi kepalanya yang sakit.

"S-serigala! Ugh... Elina dan Nicole... mereka melompat ke dalam air terjun," desis Diana yang kini memegang kepalanya kesakitan.

Nova melebarkan matanya terkejut. Elina dan Nicole melompat ke dalam air terjun?!

Namun mata Diana yang semula berwarna biru cerah berubah menjadi putih sempurna. "Jika pohon Everra telah menggugurkan daun terakhirnya maka Kristal Lunar tidak dapat dimurnikan kembali, dialah satu-satunya harapan yang bisa mengalahkan kegelapan," ucapnya.

"Diana!" seru Nova. Dia pingsan setelah mengatakannya. Apa yang terjadi? Kenapa malah seperti ini?

Nova menatap Lucius yang saat ini mengambil alih tubuh Diana dari pangkuannya. Dia mengarahkan jemarinya ke dahi Diana, dan seketika cahaya keemasan muncul dari tangannya.

"Diana kenapa?" tanya Nova khawatir.

"Melihat masa depan. Energinya terkuras habis setelah dia menyalurkan energinya padaku," jawab Lucius masih dalam posisinya. Nova terdiam, pantas saja mereka bergandengan tangan sejak tadi.

"Dia tidak apa-apa. Aku akan membawa kalian ke academy," gumam pria itu setelahnya.

"Tapi Lyra?! Kau bilang dia ada di dal-"

Wushhh!🍃🍃

Nova jatuh terduduk dengan napas tersengal. Isi perutnya tiba-tiba meronta ingin keluar saat mereka baru saja berpindah tempat.

Nova melihat Lucius yang juga memegang dadanya kesakitan setelah ia meletakkan tubuh Diana di atas kasur. Bahkan wajah pria itu sudah sangat pucat seperti mayat hidup.

"Aku pergi. Jika ada yang masuk, katakan jika aku yang membawa kalian," ucap Lucius setelah itu menghilang dalam sekejap.

Nova jelas sangat terkejut, terlebih sebelum Lucius menghilang ia melihat hidung pria itu mengeluarkan darah yang cukup banyak.

"Lyra, Lucius. Semoga kalian baik-baik saja," gumam Nova dengan tubuh gemetar. Teleportasi tadi terasa sangat kasar sampai-sampai ia merasa tubuhnya akan remuk. Ia berpikir pasti ada yang salah dengan sihir milik Lucius.

"Diana, kumohon cepatlah sadar."

***

TBC

Hai hai! Gimana episode kali ini? Sebenernya cerita ini udah sampai part 14, tapi apalah daya karena pada suatu hari part 7 ini setengah dari isinya kehapus(⁠ノ⁠`⁠Д⁠´⁠)⁠ノ⁠彡⁠┻⁠━⁠┻

Jadi terpaksa author unpublish dari chapter 7 sampai 14 karena lupa sama alur di chapter itu, haha◝⁠(⁠⁰⁠▿⁠⁰⁠)⁠◜

Pokoknya, jangan lupa untuk vote dan komen!

Continue Reading

You'll Also Like

80.1K 5.6K 32
Bagaimana jadinya jika seorang putri pembangkang harus menikah dengan seorang Duke yang terkenal mengerikan di kerajaannya? Mampukah Putri Aleesya m...
84.7K 5K 19
Aileen Zovanka harus mati sia-sia karena terlampau kesal dengan ending novel yang ia baca, ending yang begitu buruk dan menyebalkan tentunya. namun m...
236K 5K 77
~ Novel Terjemahan ~ Cara paling kejam untuk menjatuhkan musuh adalah dengan membuat mereka jatuh cinta. "Sally, kamu wangi sekali." Kapten Leon Wins...
2.4M 173K 49
Ketika Athena meregang nyawa. Tuhan sedang berbaik hati dengan memberi kesempatan kedua untuk memperbaiki masa lalunya. Athena bertekad akan memperb...