The Miracle Of Crystals

By Khnzxtv_

583 156 3

Bagaimana jika kalian mendapati manusia di bumi ini perlahan menghilang dan tidak semua orang menyadarinya? ... More

Prolog
01. Dia di Sini
02. Hitam dan Putih
03. Apa yang Kulihat
04. Nicole & Lucius
06. Pohon Tua
07. Mengadu Nasib?
08. Incident in the forest
09. Pesan Tertulis
10. Ujian Masuk
11. Gravad dan Kelulusan
12. Janji Untuknya
13. Latihan dan latihan!
14. Misi Penyelamatan Elina
15. Misi di dalam air

05. Cerita dan Ramalan

26 9 0
By Khnzxtv_

Cklek!

Aku membuka pintu kamar Nova dengan semangat. "Hei hei. Aku berhasil bertemu dengan orang itu. Namanya Luci..."

"Astaga! Apalagi yang kalian lakukan sekarang?!" seruku dengan syok. Bagaimana tidak? Aku melihat Diana tengah menjambak rambut Nicole dengan tidak lazimnya. Sedangkan Elina tampak tenang menonton mereka begitu.

Aku menghela napas panjang lalu berjalan ke ranjang Nova. Di banding pingsan, dia lebih terlihat seperti tidur nyenyak.

Aku membuka bungkus coklat yang baru saja ku beli dan mendekatkannya ke hidung Nova. Dalam hitungan 3... 2... 1...

Sret!

Mata Nova terbuka dengan lebar. Mulutnya terbuka dan langsung melahap coklat di depan wajahnya.

"Wah ajaib," kekeh Elina.

"Dasar tukang makan," gumam Nicole dengan sengaja. Nova yang baru menyadari kehadirannya pun berteriak histeris.

"A-apa yang dia lakukan di sini?!" bisiknya bersembunyi di balik bahuku.

"Dia tidak jahat. Lihat, Diana sudah mengurusnya dengan sempurna," bisikku pada Nova sembari mengacungkan jempol. Namun dia tetap menggeleng dan semakin bersembunyi di balik tubuhku.

Diana berjalan mendekat lalu menepuk-nepuk pucuk kepala Nova beberapa kali.

"Tidak apa-apa dia sudah jinak. Nenek sihir itu akan bersikap baik padamu, oke? Heh, minta maaf padanya!" ucap Diana sembari menatap garang Nicole yang saat ini merengut tak suka.

Nicole mendengus kasar lalu memalingkan wajahnya ke samping. "Sebenarnya aku tak berniat begitu. Jadi, maaf. Sudah kan? Sebenarnya itu juga salah kalian karena mengikatku. Tapi untunglah aku sabar jadi tidak masalah," ucapnya panjang lebar. Permintaan maaf yang tulus kurasa.

Nova menyipitkan matanya ragu. "Aku baru tahu ada permintaan maaf semacam itu. Kau yakin?" bisik Nova di samping telingaku.

Aku mengangguk cepat. "Yakin, tenang saja. Dia akan membantu kita. Ada Diana juga yang akan mengurusnya," ucapku dengan tenang. Nova pun akhirnya mengangguk mengiyakan.

"Ngomong-ngomong apa kalian berdua tak penasaran dengan apa yang terjadi?" ucap Diana bersemangat.

Benar juga. Aku melihatnya menjambak rambut Nicole tadi.

"Memang apa yang terjadi?" tanya Nova penasaran.

"Kau tahu? Aku tak sengaja menjambak rambutnya tadi," ucap Diana dengan sebelah tangannya menunjuk ke arah Nicole. Dan sebelah tangannya lagi menjambak rambutnya sendiri seolah memperagakan kejadian tadi. Namun lagi-lagi Nicole merasa ternistakan.

"Lalu lalu?" seru Nova tak sabaran.

"Lalu- BOOM! Cahaya putih tiba-tiba keluar dari tanganku. Dan ingatan Nicole kembali!" seru Diana heboh. Sudah lama aku tak melihatnya begitu.

"Woah! Berarti kau punya sihir?!" ucap Nova tak kalah heboh.

Diana mengangguk dengan semangat. Senyuman lebar terpampang di wajah cantiknya. Tapi jika dia punya sihir, kenapa aku tak melihat tanda apa pun di bagian tubuhnya?

"Kau serius?" tanyaku.

"Serius!"

"Coba lakukan lagi. Aku mau lihat!" ucapku tak percaya. Namun tak seperti yang kubayangkan. Diana justru menggeleng dengan lesu.

"Aku sudah menjambaknya berulang kali, tapi tidak bisa. Mungkin itu hanya kebetulan? Aku tidak tahu," ucapnya sambil mengangkat kedua bahunya pelan.

Ah, itulah mengapa penampilan Nicole saat ini sangat berantakan. Aku dan Nova pun tertawa geli. Apa-apaan mereka ini?

"Kok malah ketawa sih?" tanya Diana dengan wajah kesal.

Di saat yang bersamaan, Elina datang menghampiri Nicole untuk menyisir rambutnya yang berantakan.

"Lagipula bagaimana Diana bisa sampai menjambak rambutmu? Astaga, lihat hasil karyanya itu," ucap Nova tak habis pikir.

Mereka berdua mendengus kesal. "Dasar gendut!" seru Diana.

"Kau yang gendut!" balas Nicole tak terima.

"Kau yang gendut, sialan."

Mendengar perdebatan Diana dan Nicole membuat Nova panik. Masalah besar jika Diana sampai mengamuk di tambah ada Nicole di sini. Sudah pasti akan terjadi perang dunia ketiga.

"Cih dasar babu jalanan," gumam Diana. Aku memijat pelipisku pelan. Sepertinya ini tidak akan berakhir dengan mudah.

"Dasar kau pantat ayam," geram Nicole.

"A-apa kau bilang?!"

"Sudah, jangan berteng-"

"Pantat ayam. Kenapa hah? Kenapa?" seru Nicole memotong perkataanku.

"Ck, setidaknya aku lebih pintar darimu," ucap Diana sembari mengibaskan rambutnya ke belakang.

"Kau tidak bisa mengalahkan rangking dua di sekolah, ra-tu," tekan Nicole dengan nada mengejek. Diana yang mendengarnya menganga tak percaya.

"K-kau! Kau Nicole yang itu?!"

"Haha, benar. Kenapa? Kau iri?"

Diana menggigit bibir bawahnya kesal. "H-haha tidak tuh? Setidaknya aku punya teman ranking satu di sekolah. Benar kan Lyra?" ucap Diana yang kemudian menatapku. Dan seketika, semua pandangan tertuju padaku.

Elina menutup mulutnya terkejut. "Kau tidak pernah datang saat mendapat penghargaan siswa terbaik saat upacara," gumamnya bingung. Jujur aku sedikit tidak enak karena sering bolos di hari senin.

"Y-yah itu-"

"J-jadi kau itu Lyona Everra?!" seru Nicole dengan tatapan horror.

Aku mengangguk singkat sebelum akhirnya mengangkat sebelah alisku bingung melihat reaksinya yang berlebihan. Apa sih?

"Kumohon berikan tips untuk dapat nilai sesempurna itu! Meski aku rangking dua tapi jarak nilai kita sangat jauh. Ya Tuhan! Aku fans beratmu!" ucapnya dengan mata berapi-api.

"Tidak boleh! Dia milikku, kau jauh-jauh sana!" seru Diana sembari menutup wajahku dengan kedua tangannya.

"Ck, kau hanya rangking sepuluh. Levelnya sangat jauh di bawahku," ejek Nicole dengan wajah puas.

"S-sial! Kemari kau! Aku masih belum puas menjambak rambutmu!" seru Diana mencoba meraih rambut Nicole yang sudah susah payah Elina rapikan.

"KALIAN BERDUA SUDAH CUKUP!!!"

Aku tertegun, kemudian melirik Nova yang juga tengah melirikku. "E-ehm maaf. Maksudku sudah bertengkar nya. Masih ada hal penting yang harus kita bahas," ucapnya lirih.

Kami semua terdiam, masih tidak menyangka dia berteriak sekencang itu. Dia baru saja mengalahkan pesona Diana!

"A-apa? Jangan melihatku begitu," ucapnya sembari bersembunyi di balik tubuh Nicole.

Sontak kami semua tertawa dengan kencang. Sedangkan Elina semakin menyembunyikan wajahnya di bahu Nicole.

"Aduh kau ini manis sekali," ucap Diana mengacak rambut Elina dengan gemas.

"Elina benar. Kalian masih belum menceritakan mengenai ingatan Nicole yang kembali," ucapku mencoba meredakan suasana.

"Memang kau lupa ingatan?" tanya Nova yang sama bingungnya denganku.

Mendengar itu Nicole mengangguk. "Saat aku di buang, aku lupa bagaimana awal mula aku sampai di dunia ini. Dan juga kisah mengenai kristal dan dua penjaga. Mereka di sebut dewi perang oleh semua penduduk Alvlora. Entah dari Dunia Atas, Dunia Bawah, dan Dunia Tengah," ucap Nicole dengan sorot mata serius.

Aku mulai tertarik mendengar ceritanya.

"Orang tuaku pernah bercerita mengenai dewi perang yang haus akan peperangan. Merekalah yang menyebabkan perpecahan, kebencian, bahkan peperangan di sana. Terutama Lilyna. Dia ingin menguasai Alvlora hingga membunuh anggota kerajaan  serta raja-raja dari perwakilan ketiga dunia. Ia bahkan membantai seluruh teman-temannya," lanjut gadis itu.

Aku mengerutkan dahiku tak percaya. Tidak mungkin Lilyna melakukan hal seperti itu kan?

"Jadi aku sedikit ragu saat kau mengatakan kalau Lazyra yang berniat jahat, justru dia yang menyelamatkan Alvlora saat itu," lanjut Nicole tampak ragu.

"Lalu setelah ingatanku kembali, aku ingat sebuah ramalan yang menyebar saat perang terjadi. 'Ketika dua buah mata pedang bersatu, kehancuran hanya dapat diperbaiki oleh dua sayap yang utuh. Dan ketika kristal telah terbelah, hanya ada satu orang penjaga yang dapat memperbaikinya. Dia akan datang bersama restu sang dewi, seorang pendosa yang dicintai Tuhannya'. Seperti itu kira-kira bunyinya," ucap Nicole. Dia menulis ramalan itu dalam buku catatan yang ia miliki.

Aku menahan napasku ketika mendengar Nicole mengatakan 'penjaga'. Sama seperti yang dikatakan Lilyna padaku. Apa aku harus menceritakan hal ini pada mereka?

"Apa benar Lilyna ingin menghancurkan Alvlora?" tanya Diana dengan wajah tak percaya. Diana melirikku sebelum akhirnya Nicole menjawab.

"Dia sungguh-sungguh ingin menguasai Alvlora dengan cara menghancurkan kristal Lunar yang merupakan inti kehidupan di Alvlora," balasnya dengan yakin.

Tapi aku yakin, Lilyna tidak mungkin melakukan hal itu. Karena dari sorot matanya aku tahu, dia benar-benar memikul beban berat selama ini.

"Jadi, dia berhasil menghancurkan kristal itu?" tanya Elina.

"Tidak tahu. Rumornya, kristal itu masih ada dan dapat disatukan oleh sang penjaga sama seperti yang ada di dalam ramalan," jawab Nicole.

"Ya, dan sepertinya kristal itu terbagi menjadi tujuh bagian. Seperti dalam mimpiku," ucap Diana sembari menunjukkan lukisannya. Di sana terdapat tujuh pecahan kristal dengan warna berbeda dan satu kristal besar tengah dililit oleh akar pohon. Itu seperti pohon tua yang ada di taman.

"Entah Lilyna atau Lazyra yang jahat, kita harus mencegahnya untuk mendapatkan kristal itu atau bukan Alvlora saja yang akan hancur, melainkan dunia ini," ucap Diana dengan sungguh-sungguh.

"Tadi kau bilang Lilyna membunuh anggota keerajaan. Siapa mereka? Kenapa mereka di bunuh?" tanyaku penasaran.

Nicole terdiam dengan wajah muram. "Mereka adalah simbol perdamaian di Alvlora dan memiliki kekuasaan tertinggi dari keseluruhan dunia. Sang ratu, hanya dia yang dapat mengendalikan kristal Lunar. Sayangnya dia telah terbunuh puluhan tahun yang lalu," jawab Nicole dengan senyum getir.

"Jadi... Apakah yang dapat mengendalikan kristal hanya darah keturunan sang ratu?" kini giliran Nova yang bertanya.

Nicole menggeleng pelan. "Tidak, yang dapat menentukan hanyalah kristal itu sendiri. Dan yang dapat menjadi ratu hanyalah penyihir yang berasal dari dunia atas. Ketika sang ratu telah mencapai batasnya, seluruh langit akan menggelap dan gerhana matahari panjang terjadi. Saat itu cahaya dari langit akan memberi tahu siapa yang akan menjadi ratu selanjutnya," jawab Nicole panjang lebar.

Aku mengangguk mengerti. "Jadi begitu. Karena kristal Lunar terpecah, dia tidak bisa memilih ratu selanjutnya. Itulah mengapa peperangan terjadi. Kita masih memiliki harapan untuk menyatukan kristal Lunar dan membuat sang ratu kembali," ucapku menyimpulkan. Mereka semua mengangguk dengan lesu.

"Um, sudah lewat waktu makan siang. Mau makan sore?" tawar Nova di tengah suasana hening ini.

Mendengar itu kami semua mengangguk bersamaan. Nova memutuskan untuk memasak dan Elina dengan sukarela menawarkan diri untuk membantunya.

Sedangkan aku, Diana, dan Nicole duduk di meja makan di samping dapur memperhatikan mereka berdua memasak. Aku berharap Nova tidak masak yang aneh-aneh.

Tiba-tiba terlintas sosok Lucius dalam benakku. Aku lupa menceritakannya pada mereka.

Aku menatap Diana dan Nicole yang tampak sibuk dengan pikirannya masing-masing. "Um... tadi aku bertemu dengan orang yang berasal dari Alvlora sama sepertimu, Nicole," ucapku sedikit keras supaya Nova dan Elina juga dapat mendengar apa yang kukatakan.

"Benarkah? Bagaimana ciri-cirinya?" tanya Nicole dengan sangat serius. Dibanding nama, kenapa dia malah bertanya bagaimana ciri-cirinya?

Aku pun mulai memikirkan bagaimana sosoknya tadi.

"Dia seorang laki-laki tinggi. Tapi tingginya tidak normal, mungkin dia saudara jauh tiang listrik di depan sana. Ah lalu rambutnya berwarna coklat dan matanya berwarna emerald. Wajahnya pun terlihat tegas. Oh! Dahinya lebar!" kataku pada mereka. Dia memang terlihat seperti itu. Seperti tiang listrik berjalan.

Nicole termenung. Dia lalu mengangkat kepalanya menghadap ku. "Lucius. Apa itu dia?" tanya Nicole tiba-tiba. Aku pun membelalakkan mataku terkejut. Bagaimana dia tahu?!

"Apa kau baru saja membaca pikiranku?" tanyaku dengan antusias.

Ia mendengus. "Tidak, tadi aku sempat merasakan energi sihir miliknya karena dulu kami sempat satu sekolah," gumamnya. Nicole tampak memikirkan sesuatu lagi. Rupanya di Alvlora pun ada sekolah sihir. Luar biasa.

"Kita harus bertemu dengannya," ucap Nicole yang kemudian diangguki oleh Diana di sebelahnya.

"Nanti malam dia mengajak bertemu di pohon tua yang ada di taman. Kalian bisa ikut?" tawarku. Tidak mungkin aku sendirian pergi menemuinya.

"Bisa. Sangat bisa. Tapi aku harus pulang dulu untuk mengambil buku milik Aidan, dengan teleportasi tentunya," ucap Nicole sembari menulis sesuatu dalam catatannya. Entah apa yang dia tulis sejak tadi.

"Aidan?" Aku seperti pernah mendengar nama itu. Apa mungkin hanya perasaanku saja?

"Dia adalah penyihir kerajaan yang selamat dari pembantaian itu. Namun dia menghilang setelah Lazyra dikabarkan tiada. Kepala sekolah saat itu memberiku satu buku milik Aidan, sebelum akhirnya membawaku ke dunia ini," lanjut Nicole. Aku mengangguk mengerti.

"Kau akan teleportasi, kan? Kalau begitu aku akan langsung ke taman bersama Lyra," ucap Diana. Syukurlah aku tidak menemui pria itu sendiri.

"Bagaimana dengan kalian berdua? Kalian ikut?" tanya Diana sedikit berteriak.

"Aku harus pulang menemui ibuku terlebih dahulu," jawab Elina dari dapur.

"Kalau begitu... Nova! Kau antar Elina pulang, lalu kalian bisa menyusul setelahnya," saran Diana. Nova pun mengacungkan jempolnya tanda ia setuju.

Tak lama setelahnya, makanan pun siap. Mereka berdua memasak cukup banyak makanan. Tapi seperti dugaan ku, ada yang tidak beres dalam masakannya.

"Hah? Apa ini? Kenapa mie nya berwarna pink?" tanya Nicole yang saat ini menatap bingung makanan di hadapannya. Dia mengangkat mie itu tinggi-tinggi dengan garpunya.

"Ah, itu karena kami memasukkan stoberi di dalamnya," jawab Elina dengan antusias.

Nicole yang mendengarnya pun semakin mengerutkan dahinya. "Lalu apa itu? Kenapa warnanya ungu?" tanya Nicole lagi.

"Itu kari dengan kentang dan daging sapi yang masih fresh! Aku tadi memetik kentangnya di belakang rumah, karena terlalu sedikit jadi aku menambahkan ubi dan bluberi," jawab Nova tak kalah antusias.

Nicole menelan salivanya dengan susah payah. "L-lalu minuman itu? K-kenapa warnanya hijau kecoklatan?" tanya Nicole lagi.

"Oh, itu minuman sehat! Aku memasukkan bayam, bluberi, dan stroberi di sana. Karena kurang manis, Elina menambahkan madu ke dalamnya," jawab Nova yang mendapat anggukan dari Elina.

Ya Tuhan. Kupikir jika Elina bersama dengan Nova akan menjadi baik. Ternyata justru semakin parah.

"Berkat Nova aku belajar banyak resep baru. Sangat menyenangkan!" ucap Elina yang kemudian memposisikan dirinya untuk duduk di sampingku.

Aku tersenyum kaku. "H-haha. Rasanya enak, kok. Kau akan terbiasa," ucapku ketika melihat Nicole yang masih syok menatap semua makanan di hadapannya.

Diana pun hanya bisa tertawa getir sembari memasukkan mie berwarna pink itu ke dalam mulutnya.

Ah, sepertinya aku lebih memilih kari ungu. Terlihat sedikit istimewa. Semoga kewarasanku tidak hilang setelah memakannya.

***

"Hei, sudah setengah jam. Kau yakin dia datang?" keluh Diana. Dia paling tidak suka jika harus menunggu. Sekarang sudah jam delapan, salah pria itu tak memberitahukan jam berapa dia akan menemuiku.

"Kau benar. Apa kau sudah menghubungi Rion dan Ian?" tanyaku pada akhirnya. Jujur, aku pun juga lelah menunggunya.

"Sudah, seharusnya mereka sudah sampai. Aku akan coba menghubungi mereka lagi," jawab Diana sembari mengecek ponselnya.

"Kenapa?" aku bertanya ketika melihat Diana menekuk wajahnya.

"Mobil mereka mogok di tengah jalan. Tidak ada taksi yang lewat dan jauh dari bengkel juga rumah warga," jawabnya lalu menghela napas panjang.

"Bagaimana kalau kita menjemput mereka saja?" tanya Diana.

"Tapi kalau Lucius tiba-tiba datang?" kataku balik bertanya.

"Ck, masa bodoh dengan dirinya. Kita sudah menunggu terlalu lama! Biar saja dia gantian menunggu kita," gerutu gadis di hadapanku itu.

"Haha, kalau begitu kau saja yang pergi. Biar aku yang menunggu di sini," ucapku. Mau tidak mau, Diana pun akhirnya setuju dan segera pergi meninggalkanku.

Tapi aku tidak memikirkan resikonya matang-matang.

Sial, aku sendirian sekarang. Malam-malam tidak ada orang, hanya ada manusia tanah di mana-mana. Oh iya, setelah kejadian siang tadi, Nova dan Diana akhirnya bisa melihat mereka juga.

"Huh, tubuhku tiba-tiba merinding. Padahal Diana baru meninggalkanku beberapa detik yang lalu."

Aku baru ingat saat ini aku sedang berdiri di bawah pohon keramat. Jangan pikirkan hantu! Jangan pikirkan! Kenapa aku malah memikirkannya?!

Aku menutup telingaku ketika mendengar suara jangkrik terdengar semakin mencekam. Aku tidak berani membuka mata.

"Lama-lama aku bisa mati di sini," gumamku menghela napas lelah. Betapa penyabar nya diriku ini.

Aku pun meringkuk di bawah pohon. Masih dengan menutup mata dan telingaku. Sial, Sepertinya pria itu benar-benar mengerjai ku. Akan kubunuh jika dia datang setelah ini. Bagaimana jika ada hantu sungguhan yang berniat menculikku?

Fuhh!

"UAKHH!" teriakku kencang. Aku segera berlari ketika merasakan angin aneh berhembus kencang di samping telingaku.

Grep!

Aku mendelik terkejut ketika ada hantu yang menahan tanganku dengan kuat.

"Akhh lepas!"

"Tenang, ini aku!"

Eh? Suara ini?

Aku menengadah, melihat orang yang kutunggu akhirnya datang.

Aku menggertakkan gigiku, kesal. "Kau! Kau kan yang meniup telingaku tadi?!" seruku marah. Bukannya minta maaf, pria itu justru menutup wajahnya dengan salah satu tangannya. Aku yakin sekali dia sedang menahan tawa.

"Maaf, aku tidak tahu kalau kau takut," ucapnya dengan bahu yang bergetar. Sialan, dia benar-benar menertawaiku.

Sudut mataku berdenyut. Aku ingin mematahkan lehernya, tapi dia terlalu tinggi. "Hah, bersyukurlah karena aku sedang tidak ingin marah," ucapku menghembuskan napas dalam.

"Maaf," ucapnya menyesal.

"Kenapa lama?" tanyaku.

"Aku mengumpulkan sihir," jawab pria itu. Dia kemudian mengajakku duduk di bawah pohon.

"Sihir? Untuk apa?" tanyaku lagi. Aku menatapnya karena dia tak kunjung menjawab pertanyaanku.

"Menurutmu?"

Aku menekuk kedua alisku. "Mana aku tah-"

"Enak," gumamku ketika dia memasukkan sesuatu ke dalam mulutku.

Aku memundurkan wajahku ketika ia tiba-tiba memajukan wajahnya. "Itu bunga Athalla," ucap pria itu sembari tersenyum tipis.

Tuk!

Aku terkesiap ketika merasakan jari telunjuknya mengetuk dahiku pelan. Saat itu aku merasakan tubuhku jauh lebih ringan seperti baru bangun tidur.

"Itu akan melindungimu dari kekuatan gelap yang mencoba menguasaimu. Selain itu, bunga Athalla dapat menambah energimu," kata Lucius tak lupa dengan senyum di wajahnya.

Aku mendorong bahunya kebelakang. "Kekuatan gelap seperti apa?" tanyaku penasaran.

"Aku akan menjawabnya jika kau sudah tak marah lagi padaku," kata pria itu dengan tampang tak berdosa.

"Aku tidak marah, tuh?" kesalku.

Dia tersenyum geli, kemudian memberiku segelas coklat panas? Ck, dia pikir aku ini apa? Tapi sayang jika aku menolak coklat itu.

"Aku membawanya dari Alvlora dua minggu yang lalu. Dari tiga bunga yang kubawa, hanya satu yang berhasil tumbuh. Sudah kurawat sepenuh hati supaya bisa memberikannya untukmu," ucapnya tiba-tiba yang tentunya membuat tubuhku merinding.

"Kekuatan gelap itu sangat berbahaya. Jika kau manusia biasa, seharusnya kau sudah mati," ucap pria itu lirih. Dia menyandarkan tubuhnya ke batang pohon di belakangnya lalu memejamkan mata. Dia terlihat lelah, apa mengumpulkan sihir membutuhkan banyak tenaga?

"Terima kasih, kau bisa beristirahat sebelum mereka datang," gumamku. Aku curiga dia akan membawaku ke Alvlora sekarang juga.

Lucius mengangkat sebelah alisnya. Tiba-tiba seringai muncul di wajahnya. Firasat ku mengatakan, dia akan mulai mengatakan hal yang menyimpang setelah ini.

"Seperti yang kau pikirkan. Malam ini aku akan membawamu ke sana," ucapnya. Apa dia membaca pikiranku?

"Tidak. Aku tidak membaca pikiranmu. Semuanya sudah terlihat sangat jelas dari raut wajahmu," gumam pria itu. Aku hanya mengangguk, lalu meminum coklat panas yang ia berikan. Rasanya benar-benar enak.

Dia mendengus menatapku. "Enak sekali ya?"

"Aku tidak menolak kalau kau mau membelikannya lagi," ucapku.

"Jadi kau berharap bertemu denganku lagi?"

"Tidak jadi. Aku tidak akan membiarkanmu beristirahat dengan tenang. Sekarang katakan padaku mengenai tanda itu," ucapku kesal. Bukan hanya tenagaku, tapi kesabaranku benar-benar terkuras habis jika bersama dengannya.

Pria itu terkekeh. "Hanya orang yang berasal dari Alvlora yang dapat melihat tanda seperti ini," ucapnya sembari memperlihatkan tanda yang ada di dahinya.

Uhuk! Uhuk!

Aku tersedak minumanku sendiri. Tadi dia bilang apa? Hanya orang yang berasal dari Alvlora yang dapat melihatnya?!

"Tapi aku bukan berasal dari sana," ucapku tak percaya. Pria itu mengangkat kedua bahunya santai. "Siapa yang tahu, kan? Kau adalah Everra," ucapnya dengan senyum di wajahnya, ia lalu seenaknya saja menyeruput minumanku.

"Orang-orang yang memiliki tanda seperti ini sudah dipastikan berasal dari Alvlora. Kecuali orang-orang yang ditakdirkan untuk menjadi pengendali kristal. Kau mengerti? Aku akan menjelaskannya saat teman-temanmu yang lain sudah datang," lanjut pria itu.

"Tanda ini adalah bukti dari sihir yang orang itu miliki. Seperti milik temanmu, dia memiliki bunga kristal ungu sebagai tandanya. Maka itulah sihirnya. Dia memiliki sihir kristal," ucapnya panjang lebar. Dia juga menjelaskan tanda milik Elina.

"Tapi tandamu itu sebuah bulu kan? Tidak mungkin jika sihirmu mengeluarkan bulu ayam?" gumamku bertanya-tanya.

"Hah? A-apa?"

Aku terdiam lalu menunjuk tanda di dahinya. "Itu, tanda di dahimu berbentuk bulu. Apa itu artinya sihirmu mengeluarkan bul-"

"Ppfft-"

Aku mendelik melihatnya. Bahunya bergetar menahan tawa. Tangannya bahkan berusaha untuk menutupi wajahnya yang hendak tertawa itu. Dia kenapa sih?

"Apanya yang lucu?" tanyaku bingung. Masih seperti tadi, dia mati-matian mencoba untuk menahan tawanya.

Oh, lihatlah. Dia nampak puas sekali sepertinya.

"Kau-"

Wuushh! Hilang. Lucius bodoh itu baru saja menghilang. Bisa-bisanya dia meninggalkanku sendiri? Dia bahkan belum menjawab pertanyaanku.

Sret!

"Maaf tadi ada urusan mendadak," ucapnya dengan wajah datar.

Aku mendengus. Urusan mendadak apanya? Matanya bahkan berair seperti baru saja menangis. Apa perkataanku selucu itu?

Aku memalingkan wajahku dan tak sengaja melihat Nova datang bersama Elina. Penyelamatku akhirnya datang!

"Aku tak bisa memberitahukan kekuatan sihirku padamu," ucapnya lirih yang membuat perhatianku teralihkan. Aku menatap pria itu dengan pandangan bertanya. Memang kenapa?

"Tapi aku akan memberitahumu suatu hari nanti," lanjut pria itu cepat.

"Bohong!"

Aku langsung tak percaya mendengar ucapannya itu. Dan dia hanya tertawa tanpa berkata apa pun lagi.

"Kalau kau aneh-aneh di depan teman-temanku, kau akan merasakan bagaimana rasanya sol sepatuku mencium wajahmu," ancamku dengan siaga. Aku berkacak pinggang melihat mereka berjalan dengan sangat lambat.

Bersamaan dengan itu, aku juga melihat Diana baru saja datang dengan dua manusia yang mobilnya mogok. Nicole pun tiba-tiba muncul tak jauh dari Diana.

"Kau bawa rombongan, eh?" bisik Lucius di samping telingaku.

"Boleh kan?" tanyaku lirih.

"Boleh. Kupikir tak sebanyak itu karena ada beberapa hal yang ingin kukatakan namun bersifat privat," ucapnya sembari mengangguk.

Aku melirik Lucius yang ada di sebelahku, dia terdiam dengan pandangan yang sulit diartikan. Matanya tampak memperhatikan sesuatu dengan serius. Aku pun mengikuti arah pandangnya. Diana, dia memandang Diana yang jaraknya masih jauh dari sini.

"Kenapa menatapnya begitu?" tanyaku. Kupikir dia akan memandang Nicole karena dia mengenalnya. Tapi mengapa dia malah menatap Diana?

"Entahlah, dia terlihat cantik," ucapnya tiba-tiba dengan wajah yang serius itu. Aku bahkan tidak tahu dia benar-benar serius dengan ucapannya atau hanya bercanda.

"Semua gadis tentu saja akan terlihat cantik di matamu," ucapku. Maaf ya, tapi aku lebih rela jika Diana bersama Rion.

"Kau marah?" tanya Lucius cepat. Dia menatapku dengan senyum yang merekah di wajahnya.

"Apa? Tidak?"

"Tapi terlihat begitu,"

"Kenapa aku harus marah?"

"Tidak jadi. Kau tetap yang paling cantik," ucapnya lirih. Aku pun memalingkan wajahku darinya. Bahaya, bisa-bisa aku memukul wajahnya sekarang juga.

Tapi aku tahu, matanya tidak dapat berpaling dari Diana. Apa yang dia sembunyikan?

***

TBC

Continue Reading

You'll Also Like

136K 8.7K 101
berawal dari si harry styles yg gabut,dan pada akhirnya membuat sebuah group chat beranggota teman-teman nya GROUP CHAT
1.2M 106K 52
(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝟏) 𝘊𝘰𝘷𝘦𝘳 𝘣𝘺 𝘸𝘪𝘥𝘺𝘢𝘸𝘢𝘵𝘪0506 ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀʟᴀɴɴʏᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ♥︎ ⚠ �...
Vocea Ta By ryuu

Fanfiction

30.4K 4.7K 45
[COMPLETED] Dari sekian banyak alunan yang Hong Moka benci, kelembutan suara Kang Taehyun melesak lalu angkat dirinya dari kegelapan. "Jadilah bahagi...
1.2M 91.4K 36
Apa yang kamu lakukan jika mengulang waktu kembali? Tabitha Veronika Miller sosok gadis yang diberi kesempatan untuk mengulang waktu kembali, kematia...