Romeo Almahera

By Yn1712

1.5M 99.1K 34.1K

• Obsession series • [ SELAMAT MEMBACA ] Romeo akan menghalalkan segala cara demi mendapati Evelyn, termasuk... More

Prolog
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45

18

32.1K 2K 670
By Yn1712

ROMEO UPDATE🦋
HAPPY READING!

• 650 vote - 600 komen for the next chapter •

•••

Evelyn jatuh sakit. Hal itu membuat kepala Romeo pening memikirkan keadaan gadisnya.

"Tidak becus!" Maki Romeo pada dokter yang memeriksa Evelyn. Ia mendelik sinis menatap ke arahnya.

"Kenapa calon istriku masih belum membaik! Sudah dua hari dia demam. Dokter macam apa kau, hah?!"

Sang dokter hanya bisa diam tak banyak menimpali amukan pria itu. Menjadi dokter pribadi keluarga Almahera membuatnya sudah paham betul tabiat keluarga itu.

"Nona terlalu banyak pikiran, Tuan. Hal itu yang menyebabkan Nona drop cukup parah."

Romeo menatap Evelyn lama. Lalu kembali menoleh ke arah dokter itu. "Pergi." Usir Romeo, malas mendengar diagnosa dokter itu yang seakan menyudutkannya tidak baik menjaga Evelyn.

Dengan sukarela sang dokter beranjak pergi dari sana. Meninggalkan Romeo yang kini duduk di tepi kasur menatap Evelyn yang terpejam gelisah dengan suhu tubuh yang cukup panas.

Romeo menghela nafas pelan. "Kau terlalu berlebihan Evelyn. Untuk apa kau bersedih hanya karena temanmu itu  hingga membuatmu seperti ini?" Gumam Romeo tak habis pikir.

Romeo mengambil lipatan kain di atas dahi Evelyn. Mencelupkannya lagi ke air es, memerasnya lalu meletakannya di tempat semula. Tatap matanya terlihat begitu khawatir. Untuk pertama kalinya ia melihat Evelyn sakit begini. Sedikit rasa tak tega menyeruak hatinya.

"Cepat sembuh, sayang. Sebentar lagi kita akan menikah."

Diusapnya punggung tangan Evelyn dengan lembut, lalu membawanya untuk ia kecup. Sepertinya malam ini ia akan kembali begadang menjaga Evelynnya seperti dua malam lalu. Sebab gadisnya itu akan menangis di malam hari membuatnya khawatir.

Jika bukan Evelyn. Romeo tidak sudi merawat seorang gadis yang sedang sakit begini. Cengeng dan merepotkan.

"Permisi, Tuan." Atensi Romeo teralihkan pada Bondan yang datang menghampiri. Pria itu menyerahkan paper bag ke arah Romeo yang langsung diterima oleh pria itu.

"Menurut informasi yang saya dapatkan, itu salah satu cream soup yang disukai Nona. Saya membelinya di tempat langganannya."

Romeo membuka paper bag itu, mengeluarkan medium cup berisikan makanan setengah kental itu. Pria itu menelisiknya lama guna memastikan bahwa makanan itu aman untuk gadisnya.

"Apakah tempatnya steril?" Tanya Romeo, sedikit ragu akan hal itu. Dan benar saja, Bondan menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaannya.

"Tidak terlalu steril, Tuan. Maka dari itu saya membawakan tempat khusus pada penjual itu," sahut Bondan. Mengingat kedai yang menjual cream soup kesukaan Evelyn adalah kedai biasa. Bukan resto mewah yang biasa dikunjungi Romeo yang terjamin kebersihannya.

Romeo menghela nafas pelan. "Baiklah kau boleh pergi." Bondan menunduk pelan, lalu beranjak dari sana. Tak lupa menutup pintu memberikan privasi pada sang majikan.

"Evelyn, wake up." Romeo mengusap pipi Evelyn lembut, membuat gadis itu akhirnya membuka matanya perlahan. Ia menatap Romeo yang kini tersenyum ke arahnya.

"Sudah saatnya makan dan minum obat," kata pria itu, membantu Evelyn untuk sedikit bersandar pada kepala kasur. Tubuh Evelyn terasa sangat lemas, kepalanya juga begitu pening membuatnya meringis pelan. Matanya begitu sayup, dengan bibirnya yang sedikit pucat. Kentara sekali bahwa gadis itu sedang sakit.

"Aku tidak lapar," ucap Evelyn menolak sodoran tangan Romeo yang hendak menyuapinya.

"Tapi kau harus makan, sayang. Lihat, obat-obatan itu sudah siap untuk kau konsumsi." Romeo melirik obat-obatan yang tergeletak di atas nakas mengunjukannya pada Evelyn. Dan gadis itu menghela nafas panjang melihatnya.

"Ini cream soup kesukaanmu, kau pasti suka." 

Evelyn menatap ke arah cup yang di pegang Romeo. Sedikit tergoda namun mulutnya yang terasa pahit membuatnya memilih untuk menggelengkan kepalanya.

Romeo memejamkan matanya sejenak mencoba memasukan kesabaran dalam dirinya. Sungguh, sikap Evelyn yang seperti ini membuatnya ingin membenturkan kepala gadis itu ke meja kaca. Kenapa susah sekali hanya untuk sekedar makan?

"Evelyn." Romeo menatap gadisnya itu dalam-dalam, sedikit memberikan ancaman lewat tatapan lembut yang ia berikan. "Jangan menguji kesabaranku."

Mendengar itu, Evelyn hanya bisa mengedip pelan menatap Romeo yang terlihat begitu tenang namun mengeluarkan atmosfer mengerikan.

Evelyn memilih untuk membalik tubuhnya memunggungi Romeo. Tekanan yang begitu banyak menimpanya membuatnya tak kuasa menahan tangisnya. Lelah batinnya terasa. Hingga Evelyn ingin mati saja rasanya.

Romeo meletakan makanan itu di atas nakas. Baiklah. Ini adalah salah satu sifat menyebalkan Evelyn yang mungkin akan sering ia hadapi nantinya. Memilih untuk tetap sabar, akhirnya Romeo bertutur pelan membujuk, "Kau harus makan Evelyn. Setidaknya agar tubuhmu itu tidak lemas. Memangnya kau mau merasakan sakit ini terus, hm?"

"Ayo sayang. Jika nanti kau sudah sembuh. Aku berjanji akan menemanimu ke tempat yang kau mau."

Punggung kecil Evelyn kian bergetar, tanda gadis itu semakin terisak dalam tangisnya. Gadis itu tak menggubris bujukan Romeo. Kepalanya hanya penuh dengan satu nama. "Naomi..."

Romeo menghela nafas panjang. Lagi-lagi gadis itu. Kenapa Evelyn begitu memperdulikan orang asing seperti Naomi di saat ada dirinya yang kini ada di sisi Evelyn?

Romeo akhirnya ikut naik ke atas kasur, ia mengangkat tubuh Evelyn lalu dibawanya ke dalam pelukan. Mengusap punggung kecil gadisnya yang terisak pelan.

"Mungkin itu sifat aslinya, sayang. Kau selama ini di tipu olehnya." Romeo berutur mengompori, membangun api kebencian dalam diri Evelyn untuk gadis itu. "Jika dia teman yang baik, harusnya dia berterima kasih saat kau mengkhawatirkannya hingga datang ke appartementnya. Bukan malah melukaimu dengan mendorongmu seperti itu."

"Tidak. Naomi tidak seperti itu," ucap Evelyn, pelan suaranya terdengar karena teredam dalam pelukan.

Romeo mengganti usapan itu dengan tepukan. Menatap lurus ke depan dengan sorot mata yang sulit terdefinisikan. "Tapi buktinya dia melakukan itu bukan? Dia mendorongmu dan mengatakan bahwa dia membencimu. Sangat membencimu."

"GUE BENCI SAMA LO EVELYN. JANGAN MUNCUL DI HADAPAN GUE. ATAU GUE BAKAL BUNUH LO SEKARANG JUGA!"

Evelyn menggigit bibir bawahnya saat kalimat Naomi kembali berputar dalam kepala. Sesak dadanya mendapati ini semua. Kenapa Naomi membencinya? Apa salahnya?

"Kau tidak salah sayang," ucap Romeo menjawab seakan pertanyaan Evelyn. "Yang salah adalah gadis itu, karena sudah berani ikut campur terlalu jauh."

Evelyn menangis kencang dalam dekapan pria itu. Setelah dua hari terdiam. Kini Evelyn menumpahkan semua tangisnya. Sesak dalam dadanya begitu nyeri terasa. Tidak menyangka bahwa satu-satunya temannya kini ikut pergi meninggalkannya. Ia sendirian. Benar-benar sendirian.

Neneknya pergi. Sedangkan Ayah dan Ibunya tak memperdulikannya sama sekali, mereka sibuk dengan kehidupan barunya itu.

Dan sekarang Naomi juga ikut meninggalkannya.

Romeo mengecup pucuk kepala calon istrinya dengan sayang. "Jangan menangis terus sayang. Itu tidak baik untuk kesehatanmu."

"Lupakan gadis itu. Dia tidak baik untukmu. Sebab hanya aku yang terbaik untuk membersamaimu." Pria itu tersenyum begitu picik. Memejamkan matanya menikmati kehangatan kulit Evelyn yang terasa dalam dekapan.

Lama pria itu memeluk, menunggu Evelyn selesai menghabiskan tangisnya. Setelah itu, barulah ia lepas pelukan itu, mengusap bawah mata Evelyn yang basah bekas air matanya.

"Sekarang makan, ya?"

Evelyn mengangguk pelan. Hal itu membuat Romeo mengulum senyum senang. Ia ambil kembali cream soup itu dan mulai menyuapinya ke dalam mulut Evelyn.

"Gadis pintar," puji Romeo.

"Kau harus segera sehat, sayang. Karena sebentar lagi kita akan menikah," ucap Romeo, mengingatkan Evelyn akan perjanjian yang disepakatinya. 

Sebuah pernikahan. 

Romeo mengusap sudut bibir Evelyn yang sedikit terdapat noda. Tersenyum manis begitu mesra seakan mereka adalah pasangan kekasih yang saling cinta.

Evelyn memejamkan matanya lelah, diam tak menjawab.  Ia hanya terus menerima suapan Romeo sampai cream soup itu habis. Dan setelahnya, Romeo memberikannya teh hijau kesukaannya sebagai penutup.

Ia tidak ada pilihan untuk menolak bukan? Ia juga sudah menyepakatinya kemarin.

"Sudah kenyang? Atau mau yang lain?" Tawar Romeo yang dijawab gelengan kepala oleh Evelyn.

"Aku sudah kenyang."

Romeo mengangguk. Dan terjadi keheningan cukup lama setelah itu. Baik Evelyn maupun Romeo sama-sama diam dengan saling menatap ke depan.

"Meo?" Panggil Evelyn pada akhirnya. Menatap Romeo dengan matanya yang sayu begitu lelah. Gadis itu terlihat sangat tidak bergairah untuk melanjutkan hidupnya.

Romeo tersenyum tipis. Pria itu mengusap punggung tangan Evelyn dengan lembut. "Hm? Kenapa sayang?"

"Aku belum mencintaimu. Apakah kau mau menikah dengan seseorang yang tidak memiliki cinta untukmu?" Ungkap Evelyn, menatap Romeo sayu membuat pria itu terdiam sejenak.

Romeo menatap Evelyn kian lekat, mencoba menerjemah makna kalimat gadis itu. "Kau sedang mencoba mengulur waktu pernikahan kita Evelyn? Apa yang sedang kau rencanakan? Kau berniat kabur dariku?"

Evelyn memejamkan matanya lalu menggeleng pelan. Ia membukanya lagi lalu membalas tatapan Romeo tak kalah dalam. "Kita akan menikah. Aku akan menepati janjiku. Tapi aku tidak ingin menikah tanpa cinta Romeo, aku—,"

"Tapi aku mencintaimu." Romeo menyela.

Evelyn tersenyum. "Ya. Tapi aku belum mencintaimu, Romeo."

"Cintaku saja sudah cukup untuk pernikahan kita Evelyn." Romeo bersikukuh mematahkan keinginan gadis itu. Bukan karena tak mampu membuat Evelyn jatuh cinta. Hanya saja ia tidak mau dikelabuhi oleh gadis itu. Bisa saja ini akal-akalan Evelyn untuk mempersiapkan diri melarikan diri kan?

"Kau bisa mencintaiku setelah kita menikah."

Hening beberapa waktu. Evelyn tak langsung menjawab sebab ia hanya diam menatap ke arah Romeo yang bersikukuh ingin menikah dengannya. Romeo membawa tangan Evelyn untuk ia genggam.

"Aku berjanji tidak akan menghadirkan perempuan manapun selain kau di hidupku. Aku berjanji tidak akan mengabaikanmu dan hanya menjadikanmu satu-satunya perempuanku."

"Kau harus bertanggung jawab karena membuatku tertarik padamu. Kau harus bertanggung jawab untuk itu Evelyn."

Mata Evelyn menyorot Romeo begitu dalam. Pria itu hadir begitu tiba-tiba. Merenggut semua yang ia punya dengan kekuasaan miliknya, lalu setelahnya menawarkan cinta yang begitu mengerikan padanya.

Mata Evelyn terpejam lelah. Sejak dimana Naomi menatapnya penuh kebencian di hari itu, Evelyn merasa bahwa ia sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi. Jadi, haruskah sekarang ia menyerahkan diri sepenuhnya pada Romeo saat dimana dirinya belum siap untuk itu?

Evelyn menghembuskan nafas panjang. Kembali membuka kelopak matanya menatap ke arah Romeo yang masih setia memandangnya.

"Ya. Mari menikah, Romeo Almahera," ucap Evelyn, tersenyum tipis bersamaan dengan setetes air mata yang jatuh tanpa kedipan. Semua sudah terlanjur hancur, bukan?

Mendengar itu tentu saja Romeo senang. Pria itu menegakan tubuhnya memegang pundak Evelynnya.

"Kau sudah setuju sayang. Itu artinya kau tidak boleh ragu lagi," kata Romeo dengan senyum kepuasan yang terpatri di bibirnya. Evelyn mengangguk.

"Lusa kita menikah!" Final Romeo.

"Apakah itu tidak terlalu cepat?" Tanya Evelyn yang mendapat gelengan dari Romeo.

"Lebih cepat lebih baik, bukan?" Evelyn menghela nafas pelan, ia mengangguk saja sebagai persetujuan. Biarkan semuanya berjalan begitu saja. Mengalir bagai air. Ia memilih untuk hanyut dalam perjalanan takdir.

"Kau milikku Evelyn, kau milikku," ucap Romeo, menarik gadis pujaannya dalam pelukan. Erat ia mendekap seakan tak ada waktu untuk memeluk Evelynnya di esok hari.

Romeo menyeringai kemenangan. Berhasil. Ia berhasil mendapatkan Evelyn sepenuhnya.

Bersambung....

Mau bilang apa nih sama Romeo?

Sama Evelyn?

Sama Aku?😂

***

Kalian, tetap jaga kesehatan!
Jangan lupa banyak minum air putih, ya.

SPAM NEXT DI SINI!🔥

SPAM ROMEO DI SINI!🥵

•PENUTUP•

Continue Reading

You'll Also Like

21.4K 295 29
Mungkin penyesalan terbesar Avya adalah masuk ke dalam kehidupan seorang Liam Ganeswara, bukan karena keinginannya untuk masuk ke hidup seorang Liam...
839K 79.8K 51
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
492K 9.6K 11
"What The Fuck! Kenapa lo ga bilang kalo lo virgin bitch!" "Ups, ketahuan deh" "Arghh, gila ya lo?!" "Yeah, of course i'm crazy, because 𝘪'𝘮 𝘤𝘳�...
Lover By Mee

Short Story

12K 690 20
[ON GOING] Revisi setelah selesai. . . . . Hitam yang sunyi bertemu dengan colorful penuh cerita. Adelard itu hitam, dan Lorain mejikuhibiniu alias...