Giovanni's second wife [END/T...

By Mullyy_05

4.8M 409K 10.1K

Anastasya Inez, sosok istri yang dibenci oleh suaminya sendiri yaitu, Davidson Giovanni Bhatara. Inez adalah... More

Part 1. Awal mula
Part 2. Kehidupan kedua
Part 3. Terlihat berbeda
Part 4. Inez yang cuek
Part 5. Bertemu Sasya
Part 6. Meminta izin
Part 7. Giovanni
Part 8. Menjemput si kembar
Part 9. Mencurigai
Part 10. hari pertama bekerja
Part 11. Kedatangan Mertua
Part 12. Erick
Part 13. Lorenzo group
Part 14. Menyangkal
Part 15. Rasa bersalah
Part 16. Ada apa dengan Gemi?
Part 17. Demam
Part 18. Tak sengaja bertemu
Part 19. Sherly aditama
Part 20. Kekesalan inez
Part 22. Acara reuni
Part 23. Cemburu?
Part 24. Kiara
Part 25. Mimpi
Part 26. Dani Aditama
Part 27. Undangan makan malam
Part 28. Marcell dan Sasya
Part 29. Mencari tahu
Part 30. Berkelahi
Part 31. Keributan
Part 32. Clara
Part 33. Kemarahan William
Part 34. Gama
Part 35. Tamu tak diundang
Part 36. Hampir
Part 37. Pergi?
Part 38. Menyusul
Part 39. Pertengkaran
Part 40. Permintaan Inez
Part 41. Ungkapan Marcell
Part 42. Amarah Gio
Part 43. Pulang
Part 44. Nyonya Inggit
Part 45. Kebenaran
Part 46. Penyesalan
Part 47. Menerima kenyataan
Part 48. Keputusan Inez
Part 49. Cerai?
Part 50. Akhir (End)
Info PO
Open PO

Part 21. Isi hati Gemi

93.8K 8.8K 249
By Mullyy_05

Tin.

Gio membunyikan klakson mobilnya saat sampai didepan gerbang rumahnya.

Pak Danang, selaku satpam rumah Gio, segera membukakan pintu gerbang itu.

Gio melajukan mobilnya menuju kedalam area rumahnya. Inez sudah membuka matanya saat Gio menyalakan klakson mobilnya.

"Akhirnya sampai juga," gumam Inez.

Gadis itu membuka pintu mobilnya namun, suara Gio menghentikan pergerakannya.

"Tunggu!" Ucap Gio.

Inez menoleh, mengernyitkan keningnya.

"Ini, bawalah," seru Gio seraya memberikan tiga paper bag itu yang Inez tahu isinya adalah gaun yang tadi dibeli.

"Serius? Ini buat gue," ucap Inez sedikit tak percaya.

"Iya. Ambillah! Kamu kira saya beli gaun itu buat siapa?"

"Ya... Siapa tahu aja buat cewek lain," ucap Inez seakan-akan menuduh dan itu membuat Gio tidak terima.

"Buang pikiran buruk mu itu! Saya tidak seburuk yang kamu pikirkan!" Ucap Gio dingin dan menatap Inez dengan tajam.

Inez menelan salivanya, tatapan Gio membuatnya tidak bisa berkutik.

Gadis itu dengan ragu mengambil tiga paper bag itu namun.

"O-oh, yaudah. Biasa aja dong tatapannya!" Seru Inez agak ketus.

"Oke. Makasih," ucapnya tersenyum tipis.

Inez keluar dari mobil, melangkah menuju pintu utama dan masuk kedalam rumah.

Sementara Gio, memasukkan mobilnya terlebih dahulu kedalam garasi. Setelahnya, ia menyusul Inez masuk kedalam rumah.

Pria itu melangkah menuju kamar si kembar terlebih dahulu, karena ingin memastikan keadaan Gemi yang sejak pagi, gadis kecilnya itu demam.

Cklek.

Pria itu melangkah masuk kedalam kamar namun, ia tidak melihat keberadaan Gemi, yang ada hanya Gama yang kini sedang bermain game di ponselnya.

Bocah laki-laki itu juga menolah karena mendengar suara pintu yang terbuka.

"Gama, Gemi dimana? Bukankah dia sedang sakit?" Tanya Gio pada anak sulungnya.

"Gemi ada didepan, Dad."

Gio melangkah menuju balkon kamar, pria itu langsung mendekat saat melihat sang anak terlihat sedang termenung sambil menatap langit.

Entah kenapa, gadis kecil itu sekarang sangat suka melihat langit malam.

"Gemi, kenapa diluar?"

Suara Gio dan elusan di kepalanya membuat Gemi tersadar akan kehadiran sang Daddy.

"Daddy," ucapnya mendongak menatap sang Daddy.

Gadis kecil itu memeluk pinggang sang Daddy. Gio membiarkan anaknya itu memeluk dirinya.

Tak lama pria itu melepaskan pelukannya, ia berjongkok agar menyamakan tingginya dengan sang anak.

"Maaf, Daddy tidak bisa menemani saat Gemi sakit," ucapnya merasa bersalah.

Gadis kecil itu tersenyum,"gapapa kok, Daddy. Lagipula, aku sudah sehat kembali," jawabnya.

"Apakah putri kecil Daddy ini sudah minum obat?" Tanyanya.

Gemi mengangguk,"sudah, Daddy."

"Kamu masih terlihat lemas dan pucat. masuklah kedalam, angin malam tidak baik untuk kesehatan," ucap Gio seraya mengelus kepala Gemi.

"Daddy, gendong," pinta Gemi penuh harap.

Gio tersenyum tipis,"baiklah."

Pria itu bersiap menggendong Gemi, dengan senang hati Gemi menaiki punggung sang Daddy.

Inilah yang gadis kecil itu rindukan dari sang Daddy. Hal kecil yang bisa menyenangkan hatinya. Perhatian, kasih sayang dan waktu yang Gemi inginkan dari daddy-nya itu.

Semenjak kepergian Mommy nya, Gemi merasa bahwa sang Daddy telah berubah. Daddy-nya itu lebih suka menghabiskan waktunya dikantor, sehingga jarang berada dirumah.

Tanpa sadar gadis kecil itu menitikkan air matanya. Mengingat semua kebersamaan-kebersamaan yang telah dilalui bersama Mommy dan Daddy nya. Ia merindukan semua itu.

Bisakah kehangatan dirumah ini kembali? Gemi ingin merasakannya lagi.

Bolehkah ia berharap pada ibu sambungnya yang sekarang?

Setelah apa yang dirinya dan kakaknya perbuat, sangat menyakiti ibu sambungnya.

Gadis kecil itu masih membutuhkan sosok ibu disampingnya.

Tapi, sayangnya, ia pernah menyia-nyiakan perhatian dan kasih sayang dari ibu sambungnya.

Gio merasa punggungnya basah, iapun menoleh kebelakang.

"Kamu menangis?" Ucapnya bertanya.

Gemi hanya berdehem, sebisa mungkin gadis kecil itu menahan suara tangisannya.

Gio menurunkan Gemi dipinggir kasur.

Pria itu berjongkok, menghadap sang anak.

Gio menyeka airmata Gemi dengan ibu jarinya.

"Ada apa? Kenapa menangis? Hm?" Tanyanya dengan lembut.

Mendengar pertanyaan itu, Gama menghentikan permainannya. Bocah laki-laki itu mendekat kearah Daddy dan Gemi.

Gemi semakin menangis dan mengeluarkan suara tangisannya.

"Hiks...hiks....."

Gio segera membawa Gemi dalam dekapannya.

"Hey, kenapa menangis?" Tanyanya.

"Apakah ada yang sakit?"

"Hiks...Gemi rindu Daddy yang dulu," ucap Gemi disela tangisannya.

Degh!

Gio terdiam, pria itu tersadar akan sikapnya yang telah berubah setelah sang istri pergi. Sehingga berdampak terhadap anak-anaknya. Perhatian, kasih sayang yang selalu ia berikan kepada anak kembarnya itu mulai berubah.

Ia terlalu berlarut dalam kesedihannya sendiri tanpa melihat kedua anaknya yang sebenarnya butuh perhatian darinya. Namun, ia mengabaikan itu.

Pria itu terlihat berkaca-kaca namun, sebisa mungkin untuk menahannya, agar tidak terlihat oleh si kembar.

"Maaf, maafkan Daddy," ucapnya berulang-ulang menggumamkan kata maaf.

Gio melirik si sulung yang sedari tadi hanya diam. Tatapan mereka bertemu namun, Gama memalingkan wajahnya.

"Gama, kemarilah," ucapnya meminta si sulung untuk mendekat.

Gama mendekat, Gio langsung membawa anak sulungnya itu dalam dekapannya.

"Maafkan, Daddy," gumamnya tepat ditelinga Gama.

Bocah laki-laki tak menanggapi namun, terlihat matanya mulai berkaca-kaca.

Gio tahu, Gama merasakan seperti apa yang dirasakan oleh adiknya. Namun, bocah laki-laki itu sebisa mungkin menutupinya.

Tak terasa sudah tujuh bulan kepergian Adhisti. Selama itu pula, Gio belum bisa berdamai dengan keadaan. Ia masih berlarut dalam kesedihan dan merasa kehilangan tanpa sadar sikapnya telah menyakiti banyak orang, keluarga, sahabat, anak dan juga istri barunya, Inez.

Tanpa mereka sadari, seseorang didepan sana melihat kejadian mengharukan antara ayah dan anak itu.

Dia, Inez.

Awalnya, Inez akan pergi ke dapur. Namun, saat melewati kamar si kembar, gadis itu menghentikan langkahnya. Apalagi mendengar suara tangisan, iapun menjadi penasaran.

Kebetulan, pintu kamar itu tidak tertutup seluruhnya. Jadi, Inez bisa melihat walaupun tidak sepenuhnya.

Dalam hati, Inez merasa kasihan pada si kembar yang sebenarnya membutuhkan kasih sayang ayah mereka. Namun, nampaknya Gio belum bisa berdamai dengan keadaan.

Inez melihat sekali lagi, setelahnya ia pergi menuju dapur tempat yang awalnya ia tuju.

***

Gadis itu sudah menyajikan beberapa makanan rumahan untuk malam ini.

Awalnya, Inez akan melanjutkan tidurnya yang terganggu saat di mobil tadi. Namun, setelah sampai rumah, rasa kantuk itu hilang begitu saja.

Jadi, ia memutuskan untuk memasak saja. Sebelum ke dapur, gadis itu malah mengintip kamar si kembar yang pintunya tidak tertutup sepenuhnya. Ia mendengarkan pembicara ayah dan anak itu.

"Sebenernya gue disini gak ada fungsinya sih, bisa dibilang cuma numpang hiduplah," gumamnya.

Tak lama ayah dan anak itu datang bersamaan dan langsung mendudukkan dirinya dikursi.

Inez mengernyit,"loh, Gemi nya mana?" Tanyanya.

"Dia sudah makan duluan, karena harus meminum obat," jawab Gio.

Pria itu kini terlihat lebih tampan dengan pakaian santainya.

Inez menggeleng, mengenyahkan pikiran itu.

Gadis itu melirik Gama yang terlihat lesu. Karena merasa kasihan, Inez dengan cekatan menuangkan nasi dan lauk pauk ke piring bocah laki-laki itu.

Gama memperhatikan perlakuan ibu sambungnya.

"Ini, makanlah," ucap Inez seraya menyimpan piring yang telah diisi itu dihadapan Gama.

"Mm, terima kasih," ucap Gama pelan.

"Sama-sama."

Inez mulai menyuapi makanannya kedalam mulut, begitupun dengan Gama.

Sementara ada satu makhluk yang mereka berdua abaikan. Gio, melirik Inez dan Gama bergantian. Lalu, pandangannya mengarah pada piring putih yang ada dihadapannya, terlihat masih kosong.

"Ekhem!"

Suara deheman Gio membuat Inez dan Gama menatap pria itu.

Inez menaikkan sebelah alisnya.

"Nez, bisa ambilkan saya na---" ucapan Gio terpotong karena Inez lebih dulu menyela.

"Punya tangan, kan? Ambil sendiri," ucap Inez menyela.

Gadis itu dengan santainya menyuapkan nasinya kedalam mulut. Tidak memperdulikan Gio yang pastinya merasa kesal.

Sedangkan Gama melipat bibirnya, bocah laki-laki itu berusaha menahan tawanya.

Wajah Gio memerah, pria itu terlihat malu karena Inez mengatakan itu didepan anaknya sendiri.

Gio mengepalkan tangannya dibawah meja. Pria itu akhirnya menuangkan nasi dan lauknya sendiri.

Tak.

Gelas itu diletakkan kembali ke meja setelah Inez meminum airnya.

Inez selesai lebih dulu, ia bangkit dari duduknya.

"Tunggu!" Ucap Gio menghentikan Inez yang akan melangkah pergi.

"Besok jangan lupa pakai gaun yang tadi saya kasih," sambungnya dengan wajah datarnya.

"Emangnya mau kemana pakai gaun segala?" Tanya Inez heran.

"Besok ada acara reuni, kamu ikut dengan saya."

Baru saja Inez akan menolak ajakan Gio, pria itu malah lebih dulu menyela.

"Saya tidak menerima penolakan! Mau atau tidak, kamu tetap harus ikut."

Inez melotot, pria itu sangat seenaknya sendiri.

"Ini sih, pemaksaan namanya," batin Inez.

.
.
.






Continue Reading

You'll Also Like

153K 10.6K 14
Liviana sangat mencintai Xaverius, mereka sudah menjalin hubungan selama 4 tahun lamanya. Lalu tepat di hari ulang tahunnya Xaverius justru menikahi...
913K 88K 30
Kaylan Saputra anak polos berumur 12 tahun yang tidak mengerti arti kasih sayang. Anak yang selalu menerima perlakuan kasar dari orangtuanya. Ia sel...
400K 33.9K 27
Apa yang kamu lakukan jika mengulang waktu kembali? Tabitha Veronika Miller sosok gadis yang diberi kesempatan untuk mengulang waktu kembali, kematia...
1.7M 136K 102
Thalia Navgra seorang dokter spesialis kandungan dari abad 21. Wanita pintar, tangguh, pandai dalam memasak dan bela diri. Thalia mengalami kecelakaa...