Romeo Almahera

נכתב על ידי Yn1712

1.5M 99.1K 34.1K

• Obsession series • [ SELAMAT MEMBACA ] Romeo akan menghalalkan segala cara demi mendapati Evelyn, termasuk... עוד

Prolog
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45

11

38.2K 2.2K 500
נכתב על ידי Yn1712

ROMEO UPDATE🦋
HAPPY READING!

• 550 vote - 550 komen for the next chapter •

•••

Evelyn duduk anteng sambil membaca buku, ditemani segelas cokelat panas dan sepiring cookies membuatnya tak sadar jika ia sudah menghabiskan waktu lebih dari dua jam di tempat ini.

Perpustakaan pribadi milik Romeo begitu banyak pilihan buku. Walau hanya tiga kategori buku yang tersedia, namun semua memiliki versi yang lengkap.

Salah satunya adalah buku tentang psikologi yang tengah Evelyn baca. Buku yang memuat cara untuk mengolah emosi agar tidak mudah ditebak oleh lawan bicara.

Tak lama kemudian, Evelyn menutup buku itu. Kejenuhan mulai kembali datang menghampiri. Ia mengambil gelas berisikan cokelat panas yang kini mulai mendingin. Di tenggaknya perlahan lalu diletakannya kembali.

Retina indahnya menatap ke arah jendela yang ia sibak tirainya, melihat hamparan pekarangan rumah mewah itu dari lantai dua. Sangkar emas ini, tidak menyenangkan. Seberusaha apapun Evelyn mencoba membetahkan diri, nyatanya ia tetap ingin kabur dari sini.

"Sampai kapan aku akan menjadi tahanan?"

"Dan saat seseorang masuk, ia akan tinggal di dalamnya, selamanya. Abadi, dan tidak akan bisa pergi."

Evelyn menghela nafas pelan saat kalimat Romeo waktu itu tiba-tiba berputar dalam kepala, seakan menjawab atas pertanyaannya barusan.

"Apakah pria itu benar-benar menginginkanku?" Gumam Evelyn. "Tapi kenapa harus aku?"

Evelyn membasahi bibirnya bersamaan dengan helaan nafas lelah yang ia keluarkan. Hanya Noami satu-satunya harapan untuk bisa menolongnya. Ia berharap Naomi dapat segera menemukan bukti pembunuhan itu agar ia dapat meloloskan diri dari Romeo.

"Sedang apa, hm?"

Romeo datang, memeluk Evelyn dari belakang. Dagunya diletakan di atas bahu gadis itu dengan hidungnya yang sedari tadi memburu aroma Evelyn yang memanjakan.

Evelyn kaget, menegang beberapa detik. Namun setelahnya ia merileksasikan dirinya berusaha tenang menghadapi pria ini.

"Jangan banyak melamun sayang, apalagi memikirkan hal-hal tidak penting. Aku tidak mau kepalamu jadi sakit," ucap pria itu lagi, tepat di samping telinga Evelyn yang membuat gadis itu merinding bukan main.

Romeo membalikan posisi agar Evelyn menghadap ke arahnya. "Apa yang kau pikirkan?" Romeo menatap mata Evelyn dalam berbarengan dengan ibu jarinya yang mengusap di pipi.

"Tidak Romeo. Aku... hanya sedikit bosan," kilah Evelyn.

Romeo terdiam lama, tak langsung menanggapi. Kian dalam ia tatap mata indah Evelyn mencari kejujuran di sana, dan kekehan kecil muncul kala ia melihat gelagat kebohongan Evelyn yang dapat ia tangkap dengan mudah.

"Begitu ya?"

Evelyn mengangguk pelan. "Iya, Romeo. Kau tidak mempercayaiku?"

Romeo terkekeh, "Apakah aku berkata aku tidak mempercayaimu?" Sahutnya membalik tanya.

Evelyn diam. Ia memilih untuk tidak menjawab lagi. Pria itu selalu berhasil membuatnya tak berkutik. Sedangkan Romeo diam-diam mengulum senyumnya, gemas bukan main dengan ekspresi bodoh yang Evelyn tampilkan.

Untuk kesekian kali. Romeo menyukai ekspresi ini. Dimana Evelyn terlihat marah dan takut bersamaan.

"Sudah saatnya makan siang. Ayo."

Romeo mengambil tangan kanan Evelyn untuk ia genggam, mengajaknya ke meja makan. Evelyn menurut seperti biasa. Gadis itu mengikuti langkah Romeo sedikit kesusahan.

"Selamat menikmati, Tuan, Nona." Maid yang merangkap koki itu mempersiapkan makanan untuk sang majikan dengan cekatan. Memberikan pelayan terbaik bagi sang pemberi gaji.

"Terima kasih," ucap Evelyn.

Maid itu tersenyum dan membungkuk hormat. "Sama-sama, Nona. Jika ada menu lain yang anda inginkan, anda bisa panggil saya."

"Jangan banyak bicara. Cepat pergi." Romeo bertutur ketus membuat maid itu langsung beranjak dari sana sebelum Evelyn menjawabnya.

"Kau tidak seharusnya begitu, Romeo," ucap Evelyn.

Ia menyuap makanan ke dalam mulutnya menggunakan sendok tanpa menoleh ke arah pria itu. "Maaf jika aku terkesan lancang. Tapi, maid tadi lebih tua darimu. Setidaknya kau harus sedikit sopan."

Entah keberanian dari mana Evelyn mengatakan hal itu. Tapi satu yang pasti, ia adalah orang yang paling tidak suka jika orang tua seperti itu mendapat perlakuan kurang sopan. Baik berbentuk verbal maupu non verbal.

Evelyn menoleh ke arah Romeo yang kini hanya menatap ke arahnya tanpa menjawab ucapannya. Hal itu akhirnya membuat Evelyn kembali membuka suara, "Berbahasa sopan pada orang yang lebih tua itu harus, walau kau adalah seorang bos sekalipun. Kau menggajinya untuk tenaga yang ia keluarkan, bukan untuk membeli harga dirinya."

"Lalu?"

Evelyn mendengus, "Lalu?"

"Hm. Lalu aku harus menundukan kepalaku pada para pekerjaku sendiri begitu?"

"Bukan begitu Romeo, tapi setidaknya kau bisa menyuruh mereka dengan baik-baik."

"Jadi selama ini aku kurang baik?"

Evelyn menukik alisnya mendengar jawaban tanpa dosa dari pria itu. Ia menggeleng pelan tak habis pikir.

Haruskah ia jabarkan semua kejahatan pria itu? Cara dia menikam lawan bicara dengan tatapan tajamnya, cara dia mematikan keberanian lawan bicara dengan aura dominannya. Dan tiap-tiap kalimat otoriter yang kerap kali keluar dari bibirnya.

"Aku baik Evelyn. Buktinya aku memberimu makan enak, baju yang layak dan tempat tinggal yang mewah kepadamu yang semula adalah budakku," ucap Romeo.

Evelyn terdiam. Satu tangannya mengepal di bawah meja. Hatinya menjerit marah mendengar kalimat tajam pria itu. "Kau yang memaksaku untuk tinggal di sini kalau kau lupa," sahut Evelyn.

Romeo mengelap mulutnya dengan serbet kala ia telah menghabiskan makanannya. Kedua sikunya menekan meja makan dengan kedua tangannya yang mengepal di bawah dagu menatap ke arah Evelyn.

"Perlu aku ingatkan lagi atas perjanjian itu Evelyn?" Romeo menaikan sebelah alisnya menuntut jawaban.

Wajah Evelyn sedikit memerah menahan marah. Kepalan tangannya menguat. Dan seberusaha mungkin ia menarik senyumnya membalas ucapan pria itu. "Ya. Kau memang selalu menang, Tuan Romeo Almahera."

Romeo tersenyum tipis banyak arti. "Tentu. Aku tidak pernah kalah Evelyn. Apalagi pada seorang perempuan sepertimu."

"Sabar Ev. Sebentar lagi Naomi akan berhasil mengeluarkanmu dari sini. Kau harus bertahan sebentar lagi." Evelyn berusaha menguatkan dirinya sendiri dalam hati, berupaya mempertahankan senyum paksanya di hadapan pria itu.

Romeo memiringkan kepalanya, jari telunjuknya memainkan ujung gelas dihadapannya mengikuti ukiran yang ada.

"Baru sehari kau diperpustakaanku, tapi kau sudah menyerap banyak ilmunya." Romeo kembali mengangkat pandangannya menatap ke arah Evelyn. "Senyum palsumu masih terlalu kaku Evelyn, masih mudah terbaca olehku, sebagai lawan bicaramu."

Evelyn spontan membuang wajahnya mendengar kalimat Romeo. Senyum paksanya meluntur sempurna berganti menjadi helaan nafas gerah penuh kemarahan.

"Kau terlihat sangat menggemaskan jika sedang marah Evelyn," kekeh Romeo, tersenyum-senyum ke arah Evelyn yang memerah kesal akibat ucapan pria itu barusan.

"Budakku yang manis."

"Romeo!"

"Kenapa sayang, hm?" Romeo kian semangat menggoda.

"Aku bukan budak! Berhenti berbicara seperti itu!"

Romeo mendekatkan wajahnya ke arah Evelyn yang nampak tersungut emosi. Pipinya yang merona marah membuat Romeo ingin menerkamnya saat ini juga. "Ah iya, aku lupa. Maafkan aku sayang. Sekarang kau sudah berganti peran, bukan lagi sebagai budakku, melainkan gadisku. Gadis kesayanganku."

*****

Zoya— ibu Romeo menatap hamparan rumah mewahnya itu dengan secangkir teh hangat dalam genggaman. Ia duduk santai dengan pikirannya yang terlempar pada kejadian tadi malam. Waktu dimana Romeo mengatakan dengan tegas bahwa putranya itu sudah memiliki kekasih.

"Kebetulan semua keluargaku lengkap di sini. Dan ada tamu undangan juga. Aku ingin memberitahu bahwa— aku sudah memiliki calon istri. Kekasihku, gadis pilihanku sendiri. Dan hanya dia yang akan aku nikahi."

Kalimat Romeo berhasil membuat semua orang yang ada di perkumpulan meja makan itu kaget. Pasalnya, pria itu selama ini sama sekali tidak menunjukan tanda-tanda kedekatannya dengan perempuan.

"Tidak mungkin!" Sentak Amberly.

Romeo menoleh. "Kenapa tidak mungkin?"

"Kak Romeo pasti lagi bercanda, 'kan? Selama ini kak Romeo tidak pernah dikabarkan dekat dengan perempuan manapun, lalu kenapa tiba-tiba kakak bilang kalau sudah punya calon istri?" Ucap Amberly memprotes terang-terangan.

"Memangnya aku harus melaporkan setiap apa yang terjadi dalam hidupku pada wartawan? Atau pada gadis asing sepertimu?" Sahut Romeo membungkam Amberly detik itu juga. Pria itu terkekeh pelan lalu menenggak winenya kembali. "Gadisku bukan konsumsi publik, jadi mereka tidak perlu tahu dan tidak berhak tahu. Termasuk kau."

Hening setelahnya. Suasana makan malam itu diliputi ketegangan sesaat. Kalimat Romeo menikam langsung Amberly tanpa ampun. Menjelaskan bahwa gadis itu tidak lebih dari orang asing baginya.

Zoya menatap putranya yang nampak santai tak terbebani atas tiap kata yang diucapkannya barusan. Ia tahu bahwa memang karakter Romeo seperti itu. Namun Zoya sedikit kecewa kala Romeo baru mengatakan tentang gadis itu sekarang.

Jason berdehem dengan rona wajah yang sudah tidak bersahabat kala putrinya ditolak begitu saja oleh Romeo. Pria itu akhirnya pamit undur diri menelan bulat-bulat penghinaan atas keluarganya.

"Jadi gadis yang Romeo maksud itu adalah gadis yang ia simpan di mansionnya itu?" Zoya bergumam, terkekeh pelan menyimpulkan. Ia memejamkan matanya sejenak lalu membukanya kembali. Memegang kian erat cangkir teh yang kini mulai mendingin.

Zoya tentu ingin yang terbaik untuk putra sulungnya. Ia tidak mau putranya itu salah memilih pasangan. Terlebih untuk gadis yang tidak jelas asal usulnya seperti itu.

Jangan kira ia tidak tahu. Zoya tahu mengenai hal ini. Dan ternyata benar, putranya sudah tergoda terlalu jauh pada gadis itu.

"Maaf Nyonya, anda memanggil saya?"

Zoya menoleh kala seorang kepala bodyguard di mansion itu menghampirinya. Wanita paruh baya mengangguk pelan sebagai jawaban. "Ada sesuatu yang harus kau kerjakan."

******

Romeo duduk bersandar pada dinding kaca dengan kedua kakinya yang ditekuk. Ia menikmati setengah jam waktu santainya untuk membaca buku sebelum akhirnya ia harus melakukan meeting untuk pembahasan proyeknya itu.

Namun untuk kesekian kali fokus Romeo pecah kala bayang-bayang Evelyn muncul begitu saja dalam otaknya. Ia berdecak, melempar buku itu kesal. Pengacau.

Bibir Evelyn begitu dekat dalam pikiran. Menari-nari dalam kepala seakan memberi signal padanya untuk segera di serang olehnya. Kontan Romeo menelan saliva membuat jakunnya naik turun bergelombang. Pria itu memejam kala otaknya terus saja berpikir kotor jika itu tentang Evelyn.

"Shit! Evelyn." Romeo menggeram. Ia semakin tidak mengerti akan dirinya. Tiap hari, ia selalu disuguhkan keinginan menggebu akan Evelyn. Ketidakpernah puasan akan gadis itu.

Tapi apa lagi? Evelyn sudah berhasil dalan genggamannya. Gadis yang pertama kali berhasil menggetarkan hatinya itu kini sudah berada di sangkar emasnya. Lalu kenapa Romeo masih merasa kehausan?

"Berbahasa sopan pada orang yang lebih tua itu harus, walau kau adalah seorang bos sekalipun. Kau menggajinya untuk tenaga yang ia keluarkan, bukan untuk membeli harga dirinya."

Kalimat panjang Evelyn berputar dalam ingatan, membuat Romeo menarik sebuah senyuman. Bukan karena isi kalimat Evelyn yang menjadi fokusnya. Melainkan keberanian gadis itu menasehatinya untuk pertama kalinya.

Gemas. Ia sangat gemas saat bibir ranum itu bergerak mengeluarkan kalimat yang panjang. Ia gemas saat Evelyn memikirkan orang-orang asing kala dirinya sendiri dalam bahaya jika sedikit saja melakukan kesalahan padanya.

"Sebentar lagi kau akan benar-benar menjadi milikku Evelyn. Aku yakin itu. Kau akan memujaku, sama besar, seperti aku memujamu." Romeo tersenyum penuh arti.

Setelahnya pria itu bangkit dari posisi lalu berjalan ke arah meja kerjanya. Melepaskan jasnya lalu di sampirkan pada badan kursi. Lengan kemejanya digulung sampai dua lipatan, lalu mengambil notebooknya dan berjalan ke ruang meeting.

"Permisi Tuan," ucap Bondan menghentikan langkah Romeo kala hendak membuka pintu ruang meeting.

Tangan Romeo turun dari knop pintu, ia memutar badannya sedikit menoleh ke arah Bondan dengan menaikan sebelah alisnya. "Ada apa?"

Bondan memperlihatkan layar ponselnya pada Romeo. Menampilkan sebuah video. "Naomi sudah menemukan titik terang atas kasus pembunuhan yang melibatkan Nona Evelyn. Dan dia sekarang akan menyelidiki anda diam-diam, Tuan," tutur Bondan menjelaskan.

Romeo tak berekspresi banyak. Pria itu hanya mengedip pelan dengan rona wajah yang sangat tenang. Seakan tidak terusik sama sekali akan hal itu. "Biarkan saja, kau cukup pantau pergerakannya. Karena seberusaha apapun dia membantu Evelyn, gadis itu tidak akan lepas dariku."

"Aku masih ingin melihat Evelyn menjalankan perannya sebagai gadis penurut yang mencoba menaklukanku," kata Romeo. "Sebab dia sangat manis dengan akting kakunya itu." Pria itu tertawa di akhir kalimatnya.

Bersambung.....

Siapa yang nggak sabar liat Romeo bucin?🙋‍♀️😅

Selamat beraktifitas!
Jangan lupa follow akun wp dan ig aku, ya.

Semangat kejar targetnya. Maafkan aku yang sedikit ngaret buat updatenya. Mweheeheh.

Spam Next di sini!
.
.
Semangat🤗💜

המשך קריאה

You'll Also Like

106K 9.9K 91
2 manusia yang di satuin dalam 1 projek yang sama "Nda saya tau ga ada yang indah selain takdir tuhan,dan saya percaya juga sama sebua takdir tuhan,t...
6.5M 336K 60
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...
95.4K 3.6K 20
mampir yuk! "sayang kamu harus pilih diantara mereka kalo daddy sih lebih suka si aldi" -Danu "enak aja si daddy kan yang jodohin (namakamu) kan momm...
856K 46.9K 48
[Bad Possessiveness of My Ex] Mempunyai mantan kekasih yang possessive merupakan kutukan bagi Anne, bahkan Anne sendiri ragu apakah lelaki itu pantas...