Kita adalah dua orang yang berbeda, dan dipertemukan dalam rasa bimbang luar biasa.
°°°
"Ehh sayangnya gue!!!" teriakan Elisya membuat Hanin mendelik.
"Orang baru nyampe tuh disapa hai, hallo, atau apa kek!"
"Dihh sokan lu!" Ucap Elisya langsung mencebik kesal.
"Eh dedek gemesh gue pa kabar?"
"Alhamdulillah udah balik ke rumah Ca, sore kemarin."
"Alhamdulillah, ntar sore gue mau jenguk deh si calon imam." seru Elisya girang.
"Ngadi-ngadi banget Ca, gue yang gak mau punya ipar macem Lo!"
Elisya lantas tertawa pelan.
"Keadaannya si Rey gimana Nin?"
"Lagi tahap pemulihan gitu sih, harus banyak-banyak istirahat dulu Ca..," Kata Hanin.
"Semoga cepet pulih yaa..."
"Aamiin. Eh btw ketemu sama Devon gak?" pertanyaan Hanin membuat Elisya mengernyit heran.
"Lah tumben nanya gue Nin. Bukannya 24 jam bareng Lo terus?"
"Dih kok 24 jam??"
"Gak nyadar kalian nempel banget kek lem?"
Hanin lantas memutar bola matanya malas.
"Mana tuh yang aku-kamu biasanya?" goda Elisya lanjut tertawa melihat raut kesal dari Hanin.
Hanin lantas cemberut.
"Utututu sayang aku. Kenapa? Lagi berantem hm?" Pertanyaan Elisya membuat Hanin merengut kembali. Sebelum akhirnya sadar, jika Devon baru saja datang.
"Eh panjang umur si doi," celetukan Elisya membuat Hanin menyenggol bahunya kesal.
"Ngomong gih. Mau ngomongin apa mbak? Keburu keluar lagi dianya."
Hanin mengangguk, hendak mendekat namun terhenti karena salah satu teman sekelasnya yang berjenis kelamin perempuan tengah mendekati meja Devon dan nampak terlibat percakapan.
"Ah ke kantin aja yuk?" ajak Hanin setelah berbalik kembali ke mejanya.
"Lah?" belum sempat menoleh. Tangannya telah diseret duluan oleh Hanin.
Sesampainya di kantin, yang mereka dapati hanya suasana kantin yang masih sepih.
"Lo juga sih! Ngapain coba ngajak ke kantin belakang?" omelan dari Elisya membuat Hanin hanya meringis. Niat awal sekalian ingin ke toilet sebenarnya.
"Ya mana gue tau kalo sepih Ca."
"Udah tau jarang kesini, ngapain coba?"
"Ya sorry deh, kan gak tauuuu Ecaa..," Kata Hanin.
Elisya lantas berdehem pelan sebelum akhirnya sadar apa yang ingin ia bicarakan pada Hanin.
"Lo sama Kak Bara punya hubungan apa?" pertanyaan Elisya berhasil membuat Hanin tersentak. Ah sial!
"Lo gak berusaha lagi nutupin apa-apa dari gue kan Nin?" Elisya lantas menghentikan langkah mereka, sebelum menaiki tangga menuju kelas mereka di lantai dua.
"C--ca..."
"Duh jangan bilang ini yang bikin Lo berantem ama si Devon ya?" huh! Elisya memang mudah sekali membaca raut wajah seseorang. Hanin jadi serba salah.
"Diem berarti bener kan??"
"E.., Caaa, gue gak tau."
"Lah kok gatau? Apaan coba? Lagi ngibul Lo?"
"Bukan ih."
"Ya terus? Jawab aja dulu satu pertanyaan gue tadi, hubungan Lo ama si senior songong itu apaan? Jangan sampe gue nanya langsung ama--"
"P--pacaran..."
"Tuh kan--HAH?! NIN??"
°°°
"Bar?" panggilan dari Kevas membuat Bara menoleh.
"Hm?"
"Geon mana?" tanya Kevas, sambil tetap menyantap soto mang Ucup kesayangannya.
Ya, sore kemarin ia dinyatakan bebas karena terbukti tidak terlibat apapun dalam kasus tersebut. Dan perihal korban kecelakaan waktu itu, ia juga tak tahu menahu. Bara hanya menyuruhnya untuk diam saja.
Bara menunjuk ke arah laboratorium.
"Ouh rajin amat tuh anak, pagi begini dah di lab aja."
"Emang elo?"
"Ye sok yes lu! Kayak rajin aja!" celetuk Kevas tak terima.
"Yang penting gak nya--" ucapan Bara terpotong.
"Bar! Becanda Lo kagak lucu woi! Udah kebukti juga gue gak terlibat apa-apaan dah!" seru Kevas tak terima, karena Bara berniat menyudutkannya lagi.
Bara lantas tertawa pelan, ia percaya pada Kevas. Hanya senang saja melihat raut kesal Kevas sendiri.
"Eh eh tuh si Geon ceileh, dipepet cewek cuy!" seruan keras Kevas, membuat Bara kembali menoleh pada ruang lab. Ya, di sana ada Geon beserta dua gadis.
"Eh itu kan- si temennya Devon," ucapan Kevas membuat Bara menatap lamat. Lalu mengangguk.
"Jadi keinget obrolan kemaren. Yang di lokernya Geon."
Ya, Bara ingat. Temannya diincar oleh pacarnya sendiri.
"Ganjen," gumam Bara tapi masih bisa didengar oleh Kevas.
"Siape? Bapak lu?" celetukan Kevas dengan nada bercanda itu membuat Bara mendengus. Membahas mengenai pria tua itu, sudah lama ia tak bertemu. Bukan rindu, hanya aneh saja. Hans tak mungkin menyianyiakan waktu untuk tidak memakinya atau Ibunya.
Hans membenci semua hal yang memiliki keterkaitan atas Relia, mantan Istrinya sekaligus Ibu Bara. Apapun itu sekalipun Bara adalah darah dagingnya sendiri. Ia sangat membenci ukiran wajah Bara yang mirip dengan Relia.
"Bar?" sentuhan di bahunya, kembali menyadarkan Bara.
"Hm?"
"Ngelamun apaan?"
Mengabaikan pernyataan Kevas. Bara lanjut bicara.
"Lo ngomong apa tadi?" tanya nya, karena ia yakin Kevas menegurnya karena tak mendengarkan ia berbicara.
"Cantik ya temennya di Devon."
"Yang mana?"
"Hanin."
"Tapi ganjen," ucapan Bara membuat Kevas tersedak.
"Lo sekali ngomong heran kagak ada filternya apa?"
Bara tak menanggapi. Ia juga meyakini Hanin memiliki keterkaitan pada Geon yang terkenal sebagai anak baik-baik di mata banyak orang. Terbukti dari rautnya yang nampak ragu-ragu berbicara ditemani satu temannya.
"Kok Lo mikir gitu? Keliatan anak baek gitu dibilang ganjen, heran gue."
"Dia deket sama Devon."
"Yaileh Bar Bar, namanya juga temen. Sama aja kek gue yang punya buanyakk temen cewek."
"Lo gatel."
"Anjing!"
"Dia mantan Respa. Masih yakin anak baik-baik?"
"H--hah? Arespata? Temen duel Lo? Musuh bebuyutan Lo itu??"
"Ya, Arespata Degron," ucap Bara, dengan smirk di bibirnya memperhatikan Hanin yang baru menyadari tengah ditatap olehnya sedari tadi. Dan nampak kelabakan menarik temannya yang sejak awal Bara cap sebagai ancaman.
°°°
Debara Hanan Alaksa
Tngg di hlte
14.07
Hanin menghela nafasnya entah untuk kali keberapa. Sekarang sudah hampir jam tiga. Dan Bara belum juga datang. Apa mungkin ia lupa.
Haninda Tanara
Kak Bara dimana?
Masih lama gak?
14.53
Tak ada balasan sama sekali. Pesan yang dikirim ya dua menit lalu.
"Ish kalo gabisa, coba gausah janji-janji kek tukang ngutang kan jadinya?" gerutu Hanin.
Ting
Dengan cepat Hanin membuka layar handphone nya.
Debara Hanan Alaksa
Lupa
15.03
Hanin yang melihat pesan itu, lantas membolakan matanya. Are you kidding me?
Benar-benar sialan, seharusnya Bara mengabarinya sedari tadi. Bukan malah membuatnya menunggu selama ini? Rasanya Hanin ingin menangis kencang, sangking kesalnya. Tapi tak berani melakukannya dan malah membalas pesan Bara seolah-olah biasa saja.
Haninda Tanara
Oh iya Kak gapapa
Hanin udah balik kok
15.05
Bualan macam apa itu?
Takut cuaca semakin tak mendukung ia pulang, Hanin bergegas memesan ojek online, berharap rasa kesalnya menguar.
Padahal setidaknya ia sedikit berharap mengenai balasan kata berujar maaf dari Bara. Tapi sekali lagi, siapa dia? Pacar dengan gelar jalur balas budi berharap lebih? Mimpi!
°°°
Duh gemesh pengen gampar si Barbara api dehh😡😡
Ini manusia satu ngeselinnya emang gak ketulungan lagi, heran!
Punya dendam kusumat apaan sih Bar ama idup??
Abaikan yang di atas!
Kuyy follow akun-akun RP HUB! 😄😄
01.04.23
sindiaa_