Terkadang kehancuran kita bersumber dari rasa sayang yang terlalu besar
°°°
"Maaf soal kemaren Kak?" ucapan tulus itu membuat Bara yang baru saja datang mengangguk sekali.
Kondisi Rey memang telah membaik sejak empat hari dirawat di rumah sakit ini.
"Soal apa?" Hanin yang nampak bingung.
Rey menggeleng pelan menanggapi pertanyaan sang Kakak. Sejak diberi tahu oleh sang Bunda jika segala biaya rumah sakitnya ditanggung oleh laki-laki yang kata Bunda sendiri adalah pacar Kakaknya. Rey merasa kurang nyaman.
"Boleh Rey ngobrol sebentar sama Kak Bara."
Hanin yang semula ragu, akhirnya menurut setelah menoleh pada Bara.
Bara duduk di sofa dekat brankar milik Rey.
Ia diam, sedangkan Rey nampak mengamati langit-langit ruang rawatnya. Entah, rasanya begitu berat.
"Sebelumnya Saya berterima kasih sama kebaikan Kak Bara. Walau pertemuan awal kita dirasa kurang baik..," ucap Rey.
Bara masih diam, tak menyahut apapun merasa belum ke pembahasan intinya.
"Mungkin Saya akan banyak berhutang budi sama kebaikan Kak Bara. Tapi--saya harap Kakak gak berusaha memanfaatkan ini buat hal-hal pribadi perihal masalah Kakak sendiri," ucap Rey seraya perlahan menoleh pada Bara yang terlihat sedikit terkejut. Walau bisa meminimalisir raut wajahnya sehingga tak terlalu kentara.
"Kak Hanin, dia sama Bunda adalah sumber kehidupan buat Saya. Saya pengganti Ayah, dan Saya harap Kakak gak bermaksud lain sama Kakak Saya. Sekalipun Kakak pacarnya," ucapan penuh tanda sayang dari nada suara Rey. Tak berhasil membuat Bara mengangguk atau merespon apapun.
"Kak seminimalnya jangan pernah main tangan sama Kakak saya ya? Saya sayang sama dia melebihi diri saya sendiri."
Untuk yang satu itu, Bara mengangguk paham atas kekhawatiran dari adik kekasihnya. Sejak pertama kali bertemu Rey ia tahu, Rey sedikit paham perihal dunianya sepertinya. Bukan golongan orang-orang baik.
Dan sejak pertama kali bertemu pun ia tahu, Rey begitu menjaga dan sedikit posesif perihal kehidupan Hanin.
"Ayah cinta pertamanya Kakak Saya, dan Ayah gak pernah bikin Kakak saya kecewa."
Untuk yang satu itu, Bara tak menyanggupi, ia bukan tipikal orang yang mudah berjanji pada hal palsu yang belum tentu terjadi.
°°°
"Ngobrol apa sama Kak Bara?" tanya Hanin, sambil menyuapi sang adik.
"Kepo!"
"Ish adek resek!"
Rey hanya tertawa pelan melihat raut wajah Hanin yang berubah kesal.
"Kemaren Bang Devon kesini," ucap Hanin dengan nada suara rendah nampak tak semangat lagi.
Rey tersenyum simpul, lalu mengusap pelan bahu Kakaknya.
"Gapapa."
"Tapi--Kakak takut Bang Devon gak sayang kita lagi?"
"Kenapa harus takut? Kasih sayang Rey buat Kak Anin gak cukup?"
Bugh!
"Awss Kak!"
"Eeh aduh.., maaf-maaf Kakak refleks. Kamu sih bandel!"
"Loh kok jadi Rey?"
"Kamu gombalin Kakak heh?!"
"Kakakku baperan!"
"Dih anak bau kencur macem kamu sok-sok an!"
"Yang penting gak pendek."
"Reeeeyy!"
Rey lantas tertawa keras, senang membuat Kakaknya kesal.
"Kak Anin?"
"Hm?"
"Makasih ya udah sayang sama Rey."
°°°
"Uncle Balbal!" seruan riang itu membuat Bara seketika merentangkan tangannya.
"Aaaaa Cea angen anget ama Uncle!" ucapan gadis cilik itu berhasil membuat Bara tersenyum, tak lupa mengeratkan pelukannya pada Alleshea, Putri Kevas.
"Uncle juga," ucap Bara sambil mencium pipi kanan dan kiri Alleshea dan membuat gadis kecil itu tertawa riang. Tapi tak melepaskan boneka hiu di dekapannya.
"Cea sama siapa hm?"
"Ama Mba Sala!"
"Mau ketemu Yayah Evas?"
Cea mengangguk berkali-kali, seraya mengeratkan pelukannya pada leher Bara. Yang tengah membawanya masuk ke dalam ruangan yang entah ia pun tak tahu.
"KESAYANGAN YAYAH!!!"
"YAYAH BELICIK!"
Kevas yang baru saja diiring ke meja tempat besuk pun seketika cemberut mendapati respon Cea yang menyebalkan, gegara keseringan bergaul dengan Bara nih.
"Cea gak kangen Yayah?"
"Nda!"
"C-cea kok tega sama Yayah??"
Ini yang Bara tak suka dari Kevas, sok manja.
"Pala calon mamud kemalen malah-malah ama Mba Sala, Cea nda cuka ih Yayah!!"
Eh?
"Kok bisa??"
Mengabaikan pertanyaan sang Ayah, Alleshea beralih memeluk erat tubuh Kevas.
"Angen kok Yayah, jangan cedih. Cea kecepian nda da Yayah di lumah."
"Aaa sayangnya Yayah!"
"Buktinya udah di bawa sama Geon," ucapan Bara membuat kedua Ayah dan anak itu melepaskan pelukannya. Tapi, Kevas beralih menggendong Putrinya itu.
Kevas pun tersenyum cerah.
"Thanks Bar!"
"Yayah apan puyang na? Kok ama anget keljanya," keluh Cea.
"Sabar ya sayang, besok coba tanya Uncle Balbal yaa, biar Yayah cepet pulang?" bujuk Kevas, yang malah mendapat delikan dari Bara.
"Kok tanya uncle ci?"
"Cea pulang sama uncle mau?"
Cea mendadak cemberut.
"Nda au! Cea au na ama Yayah! Cea lindu Yayah Evas uncle!" suara Cea mendadak parau, dan beralih meneggelamkan wajahnya di ceruk leher Kevas.
"Cup cup cup, anaknya Yayah kesayangan Yayah. Nggak kok, Cea sama Yayah terus."
Cea tak menanggapi tetap memeluk erat leher Kevas. Seolah takut kehilangan lagi sosok Ayahnya ini. Cukup sehari, ia tak ingin lebih.
"Bar, Cea sama gue aja dulu," ucapan Kevas berhasil membuat kernyitan heran di kening Bara.
"Biar tar sore gue minta tolong Geon aja deh bujuk Cea, biar dia bawain si hiu banyak-banyak."
Bara mengangguk, beralih mengusap pipi anak kecil yang begitu mereka sayangi.
"Uncle pulang ya?"
Cea yang tengah kesal karena diajak pulang tadi tak merespon apa-apa.
"Gue balik!" pamitnya pada Kevas.
"Bar?"
Bara mengangkat sebelah alisnya bertanya.
"Thanks udah bantu ngurusin korban yang gue tabrak. Karena gue, Lo sama Geon jadi repot."
Bara mengangguk kecil, lalu menepuk bahu sahabatnya itu.
"Lo sama Geon itu keluarga gue As. Sekalipun gue yang ada diposisi Lo, Lo juga pasti lakuin hal yang sama."
Kevas mengangguk beralih memeluk bahu Bara walau tak begitu erat, pasalnya masih ada Cea di tengah-tengah mereka yang tengah merajuk.
"Setelah keluar dari sini. Gue mau jenguk korban yang gue tabrak Bar. Minimal gue mau minta maaf langsung, biar gue gak ngerasa bersalah."
"Gak perlu."
"Bar.., masalahnya ini rasa--"
"Gak perlu. Udah diurus semuanya, mau kacau lagi?" ucap Bara. Baru saja sebentar mereka layaknya sahabat yang amat akur. Dan sekarang, kembali ribut.
"Kan gue yang nabrak. Gue juga mau minta maaf atas nama gue sendiri Bar."
"Lo mau diancem aneh-aneh, terus dijeblosin beneran ke penjara hah?!"
"Y-ya gak gitu juga kalik Bar..,"
"Cukup diem. Dan urusin aja masalah Lo sekarang," ucap Bara. Lalu pergi mengabaikan teriakan Kevas yang masih keukeh ingin menjenguk.
Cari mati kah?!
°°°
Bara turun dari motornya, mengabaikan tatapan-tatapan memuakkan di depan kediaman manusia yang Bara kutuki kehadirannya di dunia.
"Mana Respa?!" pertanyaan itu membuat segerombolan orang mengepung jalan seorang Debara.
"Gue cari Respa! Ngapain Lo pada?! Mau nunjukin seberapa pengecutnya Bos kalian huh?! "
"Shit! Serang!!" perintah tersebut membuat segerombolan orang-orang tadi berusaha menyerang Bara.
"BERHENTI!" teriakan itu membuat gerombolan manusia, yang Bara yakini orang suruhan milik Arespata.
Dapat Bara lihat, senyum smirk yang terukir di bibir Respa. Yang berhasil memancing emosi Bara.
Tak mau kalah, Bara membalas senyum smirk itu.
"Mau jadi pengecut heh?!"
"Masuk!" perintah Respata berhasil membuat gerombolan manusia tadi masuk ke dalam markas miliknya. Yang entah apa gunanya.
Tanpa berlama-lama Bara segera menarik kaos hitam yang tengah Respa kenakan. Persetan perihal kawasan milik manusia bodoh ini! Ia tak bisa menahan diri lebih jauh lagi untuk tak menyerang Respa.
"LO APAIN TEMEN GUE SIALAN!"
"Santai-santai! Gak mau ke dalam dulu hm? Kita bincang-bincang hangat. Udah lama--"
Bugh!
Bugh!
Cuih!
Bara lantas meludahi wajah hina milik Respa, yang malah santai tersenyum sinis padanya seraya membersihkan bekas ludahan Bara.
"Masih pada Bara yang sama. Susah mengontrol emosi? Ouh atau memang--"
Bugh!
"GUE TANYA SEKALI LAGI!! APA TUJUAN LO BANGSAT?!!"
Respa berdiri, membersihkan debu pada telapak tangannya akibat tinjuan Bara yang berhasil membuatnya tersungkur.
"Kalau gue jawab, buat kehancuran Lo. Apa reaksi Lo?"
Bugh!
Bugh!
"Mati Lo anjing!"
°°°
Duh serem banget Bara mode macan begitu😩😩
Gak nahan lagi pengen geprekin si Respa😑
Dah dulu deh ya, jangan lupa follow akun-akun RP HUB yauww!
25.03.23
sindiaa_