A Frozen Flower [ Terbit ]

By Yn1712

3.3M 270K 42.8K

• Obsession Series • [ SELAMAT MEMBACA ] Menggantikan saudari kembarnya untuk menjadi pengantin wanita dari s... More

Prolog
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
35
36
37
38
39
40
41
42 ( END )
Ext Chp I
Ext Chp II
Ext Chp III
Info Skuel
Info terbit
Info PO - vote cover
Open PO

34

58.5K 5.8K 1.4K
By Yn1712

A Frozen Flower
Sekuntum bunga yang beku
🥀

1.8k vote - 1,2k komen for the next chapter•

"Hai, sayang..." sapa seorang pria, melambai dengan senyum paling teduh kepunyaannya. Pria itu berada di hadapan Launa, menatap perempuan kesayangannya.

"Bagaimana hari-harimu tanpa aku?" Tanya pria itu.

Launa masih diam, ia mengerjap memastikan. "Jeff?"

Pria itu mengangguk, berjalan mendekat dan duduk di kursi samping Launa. Tangannya terangkat membenarkan rambut Launanya yang berterbangan. "Ya, aku Jeff. Laki-laki yang pernah kau cintai."

Jemari Launa terangkat, meraba wajah pria itu yang lama menjauh dalam pandangan matanya. Tangannya memukan titik sentuh di permukaan pipinya, ia tersenyum bahagia saat wajah pria itu tak lagi mengabur di udara saat ia menyentuhnya.

"Jeff..." gumam Launa bergetar pelan, tersenyum melepas kerinduan. Jeff menangkup tangan Launa yang meraba pipinya. Membalas tatapan Launa tak kalah dalam.

"Jangan menangis lagi, ya, sayang. Jatah sedihmu dibumi sudah habis, kau harus bahagia." Ibu jarinya mengusap punggung tangan Launa yang hinggap di pipinya. Menatap dalam-dalam wajah cantik seorang perempuan yang saat ini masih menjadi cintanya. Abadi, dan tidak akan ada gantinya. "Berjanjilah untuk tetap baik-baik saja Launa."

Launa mengedip pelan, ia masih merasakan kenyamanan yang tenang kala memandang wajah pria itu.

Launa membalas ucapan Jeff dengan pertanyaan, "Kau tidak menyesal pernah mencintai perempuan sepertiku?"

Jeff terkekeh dan menggeleng sebagai jawaban. "Mencintaimu tidak pernah memberikan rasa sesal dihatiku, Launa. Mencintaimu adalah anugrah yang selalu aku syukuri adanya."

"Bahkan jika aku diberikan kesempatan untuk hidup dua kali, aku akan tetap memilihmu tanpa ragu." Jeff menurunkan tangan wanita itu dari pipinya. Dengan pandangannya yang beralih ke perut Launa yang nampak membesar. Pria itu tersenyum penuh arti. "Aku harap mereka bahagia, dan tidak terlibat perkara kita," ucap Jeff lirih meminta.

Launa mendengarnya, perempuan itu mengangguk ikut mengaminkan. Ia tidak mau anak-anaknya terlibat perkara luka yang berkepanjangan ini.

Pandangan Jeff naik, kembali menatap ke arah Launa. "Tuhan menciptakanmu dengan penuh cinta, itulah kenapa kau hadir dengan wajah yang begitu indahnya. Cantik dan baik hatinya," pujinya membuat Launa tersenyum dibuatnya.

Launa senang, tapi entah kenapa, rasanya berbeda. Ia tetap mendapati kenyamanan seperti dulu, namun, ada sedikit debaran yang hilang. Seperti— telah berpindah Tuan.

"Sakit banget ya sayang?" Tanya Jeff mengusap lembut punggung tangan Launa. 'Sakit' yang ia tanyakan adalah prihal krikil berbara yang harus dilalui Launanya tanpa alas kaki. Seorang diri. "Bertahan, ya? Launaku adalah wanita paling hebat." Launa tersenyum, teduh rasanya mendengar kata-kata pria itu.

"Berdamailah dengan semua rasa sakit itu Launa. Karena itulah satu-satunya cara untuk bisa bertahan dan bahagia."

"Aku ikhlas..."

"Aku mempersilahkanmu untuk menempatkan hatimu pada ruang yang baru." Jeff tersenyum mengizinkan.

"Jangan merasa bersalah atas itu. Kau berhak jatuh cinta lagi Launa. Kau berhak jatuh cinta lagi pada pria yang memiliki cinta lebih besar dari yang aku punya."

Mata Launa berkaca. "Kau tidak marah padaku?"

Jeff menggeleng. "Aku tidak punya alasan marah padamu Launa. Sebab kamu berhak bahagia, walau tanpa kehadiranku di sana..."

Air mata Launa jatuh.
Bagaimana bisa ada manusia sebaik pria itu?
Launa bangga pernah dicintai olehnya, sebegitu besar, hingga ia rela kehilangan jatah hidupnya di dunia hanya demi menolongnya.

"Jangan ragu untuk mengakui perasaanmu sendiri, Launa. Cinta tidak pernah salah memilih Tuannya. Dan sekarang, kau harus mengakuinya." Jeff mendekat, memberikan satu kecupan di dahinya. Mata Launa spontan terpejam dibuatnya. Tiga detik, ia melepaskannya.

"Aku pamit, dan jangan lupakan aku, seperti aku yang tidak pernah melupakanmu."

"Sayang, bangun..."

Alzion menepuk-nepuk hidung Launa dengan jari telunjuknya. Membangunkan istrinya itu dari tidur lelapnya. Launa terusik, kelopak matanya bergerak kecil terbuka.

Alzion terkekeh melihat wajah lugu Launa membuka mata, sangat lucu sekali dimatanya. "Selamat pagi istriku." Telapak tangan Alzion terangkat menghalau cahaya yang dapat menyilaukan mata Launanya.

"Aku membuat nasi goreng spesial untukmu," kata Alzion. Mengangkat sepiring nasi goreng itu dan menunjukannya pada Launa. "Aku belajar langsung dari chefnya lho, sayang."

Launa sendiri tak berekspresi banyak, wanita itu hanya menatap Alzion dengan sedikit kebingungan yang hinggap di kepala. "Kenapa sekarang kau jadi sering memasak?"

Alzion tersenyum tampan, pria itu mendekatkan wajahnya ke arah Launa dan menjawab pertanyaan istrinya. "Sebab istriku suka makan, maka dari itu aku harus bisa memasak agar bisa memanjakannya dengan makanan-makanan yang  enak."

Kau berhak jatuh cinta lagi pada pria yang memiliki cinta lebih besar dari yang aku punya.

Bibir Launa terangkat, membentuk senyuman tipis. "Terimakasih Zion."

Alzion mengangguk. "Sama-sama, sayang," balas Alzion, walau ia tidak tahu Launa berterima kasih untuk hal yang mana. "Minum dulu." Alzion menyodorkan segelas air putih itu ke arah istrinya.

"Nanti siang ada dokter kandungan yang akan mengecek perkembangan bayi kita." Alzion memberitahu dengan tangannya yang sibuk membumbui saos di atas telur ceplok itu. Ia memotongnya kecil-kecil dan mencampurkannya dengan sesendok nasi goreng. "Nanti kalau ada hal apapun yang kau rasakan selama kehamilan, katakan saja padanya. Kau juga harus banyak konsultasi sayang," ucap Alzion panjang lebar, menyodorkan sesendok nasi goreng ke arah Launa.

"Sekarang buka mulutnya." Launa mengikuti, dan menerima suapan dari pria itu. Di detik pertama makanan itu masuk ke dalam mulutnya, Launa menyerngit lalu sesegera mungkin menormalkan ekspresinya.

"Enak sayang?" Tanya Alzion.

Launa mengangguk saja, lalu kembali membuka mulutnya meminta suapan ke dua. "Enak," sahutnya setengah jujur.

Alzion tentu saja senang mendengarnya. Dada pria itu langsung membesar sombong. Walau ia tidak sempat mencicipinya tadi, tapi ia cukup puas melihat Launa menyukai makanannya. Bahkan istrinya itu terlihat sangat lahap.

Satu bulan berlalu sejak mereka memutuskan untuk saling berdamai, dan satu bulan ini juga Alzion benar-benar berubah total. Pria itu sangat lembut memperlakukan Launa, ia bahkan setiap hari bangun lebih pagi hanya untuk menyiapkan makanan untuk istrinya.

Banyak hal yang membuat Alzion memetik pelajaran dari semua kesalahannya. Dan ia tidak mau kehilangan Launa hanya karena kebodohannya.

Mengenai anak yang dalam kandungan Launa, ia berniat untuk memberitahu istrinya sebelum Launa menegetahui dengan sendirinya. Namun Alzion butuh sedikit waktu untuk mempersiapkan diri, Alzion takut Launa berubah memusuhinya lagi. Dan Alzion tidak mau itu terjadi.

"Sayang," panggil Alzion setelah beberapa menit hinggap dikeheningan.

Launa yang tengah mengunyah makanan itu menatap Alzion bertanya. "Kenapa?"

"Vera semalam menelponku," ucap Alzion memberitahu.

"Lalu?"

Alzion terdiam sejenak. Menatap Launa menjawab, "Aku hanya memberitahu saja." Launa tertawa pelan dibuatnya. Entah dengan alasan apa, tapi Launa mengakui bahwa ia menikmati hari-harinya ditengah irisan lukanya yang masih terasa perih. Tawa Launa manis sekali, dan itu membuat Alzion kembali jatuh cinta untuk kesekian kali pada wanita di hadapannya ini.

"Aku percaya," ucap Launa mengusap lengan Alzion, menatap pria itu dalam. Ia tidak akan mempermasalahkan hal sesepele itu. Dan ia tidak mau melelahkan hatinya lagi, ia ingin bahagia di sisa hidup yang dimilikinya. Bersama pria ini, yang entah sejak kapan, Launa mulai bergantung padanya.

"Aku percaya... kau tidak akan tergoda, apalagi mendua. Jika pun kau tergoda, silahkan saja, aku tidak berniat bersaing."

"Aku itu setia Launa," sahutnya cepat.

"Iya, Zion."

"Sangat setia."

"Iya."

"Aku juga sangat tampan."

"Iya, Zion."

Bibir Alzion berkedut, pria itu lalu memasukan sesendok nasi goreng terakir itu ke dalam mulutnya. Launa hanya bisa geleng-geleng kepala dibuatnya.

Setelah lupa rasanya bahagia, setelah sekian lama ia jauh dari tawa. Kini Launa dapat kembali merasakannya. Bahkan, untuk hal yang teramat sederhana.

Berkat Jeff, pria itu adalah psikiater terbaiknya. Membenarkan letak batinnya yang sedikit gusar ketakutan, menjadi lega menerima keadaan. Dan memeluk dengan senyum, seseorang yang menjadi luka terbesarnya.

"Launa.." Ekspresi Alzion berubah saat ia mengunyah nasi goreng buatannya. Ia menatap panik ke arah Launa dengan wajah lucunya. "Launa ini asin!"

Pecah tawa Launa melihat wajah panik Alzion saat ia merasakan masakannya sendiri. Pria itu langsung menaruh piring kosong itu di nakas dan mengambil air mineral, lalu menyodorkannya ke Launa.

"Minum yang banyak sayang, itu rasanya asin, nanti kau sakit perut."

"Launa kenapa kau tidak bilang bahwa nasi gorengnya tidak enak!"

"Arghhh, sial!"

"Launa...."

Alzion heboh sendiri. Pria itu menampakan sisi ajaib yang baru muncul belakangan ini. Dan itu berhasil membuat Launa tertawa gemas dibuatnya. Ternyata, sosok Alzion bisa cerewet juga.

"Launa maafkan aku..." pria itu menarik Launa dalam pelukan, dengan perasaan sesal yang menggumpal dalam dirinya. Harusnya tadi ia mencobanya lebih dulu.

Jangan ragu untuk mengakui perasaanmu sendiri, Launa. Cinta tidak pernah salah memilih Tuannya. Dan sekarang, kau harus mengakuinya.

Ya. Launa mengakuinya. Ia mengaku kalah, ia terjebak saat gumpalan dendam itu kini mendominasi menjadi cinta. Launa mencintai Tuan-nya, pemiliknya, suaminya. Sekaligus pembunuh kakak dan mantan kekasihnya.

Cinta tidak salah, tapi jalan yang mempertemukan mereka harus dibayar mahal dengan darah.

******

"Kemana istriku?" Tanya Alzion pada Meira— satu-satunya maid yang dekat dengan Launa.

"Nyonya sedang bersantai di tepi kolam Tuan." Jawaban Meira membuat Alzion yang tengah membuka gulungan kemeja di lengannya kontan terhenti. Pria itu menoleh ke arah Meira dengan tajam.

"Malam-malam begini?" Tanya Alzion mendesis marah. Bukan pada Launa, melainkan Meira yang membiarkan Launanya keluar tanpa meminta izin padanya.

Alzion melangkah mendekat ke arah perempuan itu dengan aura menikam marah, hal itu membuat Meira hanya bisa tertunduk takut. "Kau kuperkerjakan untuk memastikan Launaku aman. Bukan malah membiarkan Launaku keluar sendirian."

Meira menelan saliva. "Nyonya meminta say—,"

PLAK!

Alzion menghentikan kalimat pembelaan Meira dengan tamparan miliknya. Tamparan yang sangat kuat hingga membuat perempuan itu terjatuh duduk di buatnya. "Maid bodoh!" Maki Alzion berlalu meninggalkan Meira yang menunduk dalam-dalam.

Alzion berjalan cepat ke arah kolam, ia melonggarkan dasinya sepanjang jalan. Menetralkan kemarahan agar tidak terbawa saat nanti berhadapan dengan Launanya.

Dan seperti telah tersetel otomatis, rona kemarahan Alzion langsung sirna tergantikan dengan sebuah senyuman kala melihat ke arah istrinya yang tengah terduduk bersandar di bangku panjang, sambil menatap ke arah bintang. Langkahnya berjalan mendekati, dan mendudukan dirinya di sisi kanan istrinya.

"Ngapain di sini malem-malem, hm? Dingin sayang," ucap Alzion, memeluk tubuh Launa berniat menghangatkan.

Launa tentu saja kaget saat Alzion memeluknya tiba-tiba, namun itu tidak berlangsung lama, sebab ia langsung mengenali tangan kekar yang melilit tubuhnya. "Aku bosan di kamar," sahutnya membuat Alzion menghela nafas pelan.

"Tapi kan bisa izin dulu padaku, sayang. Aku khawatir."

Launa melepaskan pelukan Alzion, dan menoleh menatap ke arah pria itu sambil tersenyum meyakinkan. "Jangan berlebihan, aku hanya duduk di pinggir kolam, bukan menenggelamkan diri." Alzion tak menjawab, pria itu menyenderkan kepalanya dipundak Launa dengan manja.

Keduanya saling diam di keheningan, dengan Launa yang kembali menatap ke arah langit-langit malam. "Kau lebih suka bulan ya sayang?" Tanya Alzion menebak tepat sasaran.

Launa menunduk menatap ke arah Alzion. "Kau tahu darimana?" Tanya Launa.

"Aku itu kaya, hebat dan pintar Launa. Aku tentu tahu segalanya," sahut Alzion bangga, menyombongkan diri yang menjadi identitasnya. Pria itu terkekeh melihat ekspresi memberengut yang ditampilkan Launa.

"Nanti sehabis kamu lahiran. Kita bulan madu ke bulan, mau?"

"Jangan aneh-aneh, Zion."

Alzion tertawa saat berhasil menggoda Launa. Pria itu kembali menutup mata menikmati sandaran nyamannya di pundak kecil istrinya. Tangan Launa terangkat mengusap kepala Alzion tanpa pria itu minta, dan itu semakin membuatnya senang luar biasa.

Sekecil apapun perhatian yang Launa berikan padanya. Itu sangat berefek besar untuknya. Untuk laki-laki yang haus kasih sayang sepertinya.

"Zion."

"Hm?"

"Aku boleh mengidan lagi?" Kalimat Launa kontan membuat Alzion membuka mata dan bangkit semangat menatap ke arah Launa.

"Apa sayang. Apa? Kau mau mengidam apa?" Tanya pria itu antusias. Ia akan mewujudkan apapun keinginan istrinya. "Privat island, yatch, mall, mobil, tas, baju at—,"

"Naga," sahut Launa menyela rentetan tawaran yang Alzion ucapkan. "Aku mau melihat naga!"

Senyum Alzion yang tadinya mengembang lebar, kini meluntur sempurna. Pria itu menghela nafas pelan lalu menatap ke arah istrinya dan menjawab dengan sabar. "Naga itu mitos sayang, tidak ada di kehidupan nyata. Yang lain, ya? Yang lebih masuk akal."

Launa menggeleng. "Mau lihat naga!"

Alzion membasahi bibirnya. Dan mengurungkan ikrarnya untuk memenuhi apapun mengidam Launa. Karena yang satu ini. Diluar kemampuannya.

"Katanya kau kaya, kau hebat dan pintar. Jadi tentu saja itu mudah, bukan?" Ucap Launa, enteng sekali. Membalikan kesombongan yang baru saja pria itu katakan barusan.

"Yang lain, ya? Apapun akan aku berikan, tapi yang lain. Okay?" Alzion memberikan negosiasi menatap Launa memelas, berharap agar Launa mengasihaninya. Mau cari dimana ia seekor naga? Ke hutan belantara? Sialan.

Launa terdiam sejenak guna menimang. Dan akhirnya ia mengangguk sepakat mengganti permintaan. Hal itu tentu mengundang Alzion menghela nafasnya lega. Pria itu kembali menarik senyumnya.

"Mau apa sayang, hm?"

"Mau peluk Klazo!"

Dan sedetik tarikan senyum itu hadir, di detik yang sama pula harus kembali meluntur untuk kedua kalinya.

Alzion tentu saja tidak akan mewujudkannya.
Launa itu miliknya, propertinya, istrinya— Penyandang Nyonya Kalansi yang sah dimata hukum negara. Enak saja Klazo dipeluk oleh Launanya. Tidak bisa! Akan ia potong kelamin Klazo detik itu juga jika sampai itu terjadi.

"Iyaudah, naganya mau warna apa?" Final Alzion menjawab dengan nada kejengkelan di sana.

Bersambung....

Gais. Awalnya Aff mau ending dua chapter lagi.
Tapi— kalau banyak tertimpa konflik, kasian juga Launanya. Kasian juga sama kalian yang bacanya. Hhe. Jadi, aku seling dengan adegan uwu mereka ya. Soalnya endingnya— emm anu.

Tapi ini uwu atau malah aneh si? Aku malah aneh gitu liat sisi softboy/manja Zion😭✊ Tapi yaudahlah ya, aku juga kehabisan ide. Soalnya kalian gercep bgt kejar tagetnya🥺💜

Cebong ABC Zion udah kembali berulah💃🔥

Spam Next yang banyak di sini!
.
.

#Zioncarinaga

Continue Reading

You'll Also Like

94.2K 2.7K 36
Být nová v novém městě, škole a lidmi, je něco, co Cassidy nikdy moc nemusela. Nebylo to poprvé, co změnila bydliště, ale i tak to teď musela prožít...
1.1M 126K 40
Nakasaa Zy, gadis 1000 sifat, sekaligus pencinta permen kaki. Arogan,kejam, dingin, mata elang dan aura mematikan itu akan muncul ketika dirinya dala...
3.3M 270K 50
• Obsession Series • [ SELAMAT MEMBACA ] Menggantikan saudari kembarnya untuk menjadi pengantin wanita dari seorang monster nan manipulatif adalah mi...
4.5M 400K 72
(Belum di revisi) Apa yang kalian pikirkan tentang Rumah sakit jiwa mungkin kalian pikir itu adalah tempat penampungan orang gila? Iya itu benar aku...